Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN PREKLINIK

KEPERAWATAN DEWASA SISTEM MUSKULOSKELETAL, INTEGUMEN,


PERSEPSI SENSORI, DAN PERSARAFAN
“Frozen Shoulder”

DOSEN PEMBIMBING PEMBIMBING KLINIK

(Ns. Boby Febri Krisdianto, M.Kep) (Ns. Hilma Adha, S.Kep)

DISUSUN OLEH:
Fitriana Rovi Auliarahmi
2111312014
Kelompok B Kelas A2 2021

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2023
I. Landasan Teoritis Penyakit
A. Definisi
Frozen shoulder atau adhesive capsulitis merupakan keaadaan dimana terjadi
peradangan, nyeri, perlengketan dan pemendekan kapsul sendi sehingga terjadi
keterbatasan gerak sendi bahu (Suharti dkk. 2018). Gangguan yang terjadi di area bahu
berupa rasa kaku dan nyeri sehingga menyebabkan terbatasnya pergerakan bahu atau
terkadang tidak dapat digerakkan sama sekali. Frozen shoulder terjadi akibat hilangnya
gerakan sendi bahu (glenohumeral) secara bertahap, yaitu sendi bola (caput humerus)
dan sendi soket (glenoidalis).
Pada umumnya, kondisi ini terjadi karena terbentuknya jaringan parut pada kapsul
pelindung yang ada di sendi bahu. Kapsul pelindung ini berupa jaringan ikat yang saling
berhubungan. Fungsi dari kapsul ini adalah melindungi tulang, ligamen, dan tendon yang
membangun sendi bahu. Jaringan parut yang muncul bisa membuat kapsul pelindung
menebal sehingga sendi bahu sulit digerakkan.
Kondisi ini biasanya unilateral, bila mengenai dua bahu dapat terjadi bersamaan atau
berurutan. frozen shoulder banyak dijumpai pada umur 40-60 tahun, dan lebih sering
terjadi pada wanita dari pada pria. Frozen shoulder merupakan suatu kondisi dimana
gerakan bahu menjadi terbatas. kondisi tingkat keparahan dapat bervariasi mulai dari
nyeri ringan sampai nyeri berat (Suharti dkk, 2018).

B. Etiologi

Berbagai mekanisme yang memieu timbulnya frozen shoulder ada 2 yaitu frozen
shoulder primer dan frozen shoulder sekunder. Frozen shoulder primer adalah belum
diketahui secara pasti, sedangkan frozen shoulder sekunder adalah terdapat beberapa
faktor risiko. Faktor risiko frozen shoulder adalah (Wisnu. K, 2017):

1. Usia diatas 40 tahun, umumnya 40-60 tahun


Kebanyakan kasus frozen shoulder terjadi pada pasien dengan usia 40-60 tahun
(Suharti et al, 2018). Semakin meningkat usia, maka terjadi degenerasi tulang yang
menyebabkan terjadi penurunan stabilitas pada otot dan tulang. Bertujuan untuk
mengalami penurunan elastisitas tulang yang mengakibatkan keluhan
musculoskeletal (Zaimsyah, 2020).
2. Jenis kelamin
Prevalensi frozen shoulder pada perempuan lebih besar dibandingkan laki-laki.
Perempuan sering mengalami penyakit frozen shoulder karena faktor hormonal
(menopause) maupun pekerjaan. Banyaknya wanita yang hanya bekerja dirumah,
misalnya mencuci baju, menyapu, menggendong anak, dil dengan posisi yang
dilakukan setiap hari, dan dapat meningkatkan risiko frozen shoulder. Pasien
dengan riwayat diabetes melitus juga dapat memiliki risiko lebih besar mengalami
keterbatasan dan kekakuan dalam sendi, tidak hanya dibahu namun juga disendi
lainnya. (Suharti et al, 2018).
3. DM (Diabetes Melitus)
Pasien dengan riwayat diabtes melitus memiliki risiko lebih besar mengalami
keterbatasan dalam sendi, tidak hanya dibahu namun pada sendi lainnya.
Penggunaan insulin juga memperbesar resiko kekakuan sendi (Suharti dkk. 2018).
4. Gangguan endokrin
Penyakit frozen shoulder mengenai 10-20 % penderita diabetes mellitus tanpa
penyebab yang jelas. Beberapa peneliti memperkirakan bahwa neuropati motoric
dan gangguan vascular akibat diabetes mellitus mendasari penyakit frozen shoulder
tersebut. Frozen shoulder juga dapat didasari oleh adanya penyakit hormonal
lainnya, seperti hipotiroid dan hiperparatiroid (Wisnu. K, 2017).
5. Trauma atau pasca pembedahan daerah bahu
Trauma, baik yang tidak disengaja maupun berupa tindakan operatif medis
dapat menyebabkan frozen shoulder. Proses inflamasi disertai penyembuhan yang
melibatkan pertumbuhan jaringan fibrous berlebih didaerah bahu mendasari adanya
rasa nyeri dan keterbatasan luas gerak sendi pada pasien post trauma atau post
pasca operasi tersebut (Wisnu. K, 2017).
6. Imobilisasi lama daerah bahu
Berbagai etiologic dasar yang menyebabkan imobilisasi lama seperti stroke,
kelumpuhan karena cidera medulla spinalis, fraktur, dan sebagainya dapat
menimbulkan frozen shoulder akibat statis vena dan kongesti sekunder, sehingga
terjadi edema dan penimbunan protein, dan pada akhirnya memieu reaksi fibrosa
(Wisnu. K, 2017).
7. Gangguan inflamasi
Proses inflamasi pada sendi bahu dan jaringan sekitarnya dapat disebabkan oleh
trauma dan infeksi. Proses inflamasi ini akan memicu reaksi fibrosa, sehingga
kapsul menebal dan dapat menyempitkan ROM pada kapsul sendi. Penckanan
radiks saraf servikal juga dapat mempengaruhi fungsi sensorik dan motoric otot
bahu, sehingga terjadi gangguan mobilisasi dan pada akhirnya memudahkan proses
inflamasi (Wisnu. K, 2017).
8. Pekerjaan
Didalam pekerjaan terdapat gerakan berulang-ulang baik kecepatan gerak tubuh
yang berulang tanpa adanya variasi gerak, menyebabkan kekuarangan suplai darah,
timbulnya inflamasi, spasme otot, dan trauma mekanisme. Keluhan tersebut terjadi
karena adanya penerimaan otot yang terus menerus menekan akibat beban kerja.
Sehingga membuat otot tidak dapat relaksasi. Selain itu kesalahan postur pada
aktivitas dalam waktu lama dapat menimbulkan micro trauma berulang (Wijayanti
et al, 2019)

C. Patofisiologi

Perubahan patologi yang merupakan respon terhadap rusaknya jaringan lokal berupa
inflamasi pada membrane synovial, menyebabkan perlengketan pada kapsul sendi dan
meningkatkan pengentalan cairan synovial pada sendi glenohumeral dan juga kapsul
sendi glenohumeral menjadi menyempit. Frozen shoulder atau sering juga disebut
capsulitis adhesive umumnya akan melewati proses yang terdiri dari beberapa fase yaitu
(Asih. S, 2020):

1. Fase nyeri (Painfull): berlangsung antara 0-3 bulan. Pasien akan mengalami nyeri
secara spontan yang sering kali parah dan menganggu tidur. Pasien juga takut
untuk mengerakan bahu sehingga menambah kekakuan. Pada fase ini , volume
kapsul glenohumeral secara signifikan berkurang.
2. Fase kaku (Freezing): berlangsung antara 2-9 bulan. Fase ini ditandai dengan
hyperplasia synovial pada sendi glenohumeral, rasa sakit sering kali dikuti dengan
fase kaku.
3. Fase beku (Frozen): berlangsung sampai 4-12 bulan. Difase ini patofisiologi
synovial mulai mereda/membaik dan kapsul sendi. Pasien mengalami keterbatasan
lingkup gerak sendi dalam pola kapsuler yaitu rotasi eksternal paling terbatas,
dikuti gerakan abduksi dan endorotasi.
4. Fase mencair (Trawing phase): berlangsung antara 2-24 bulan. Fase akhir ini
digambarkan sebagai bahu kembali atau mendekati normal
D. Manifestasi Klinis
1. Nyeri
Nyeri menurut IASP (Internastional Assosiation for the Study of Pain) adalah
pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan
jaringan atau yang cenderung merusak jaringan, atau seperti yang dimaksud dengan
kata kerusakan jaringan (Wahyuningtyas. S. J, 2015). Dari definisi diatas nyeri terdiri
dari dua komponen utama, yaitu sensorik (fisik) dan emosional (psikologik).
Komponen sensorik merupakan mekanisme neurofisiologi yang menerjemahkan
sinyal nosiseptor menjadi informasi tentang nyeri (durasi, intensitas, lokasi, dan
kualitas rangsangan). Sedangkan komponen emosional adalah komponen yang
menentukan berat ringannya individu merasa tidak nyaman, dapat mengawali kelainan
emosi seperti cemas dan depresi jika menjadi nyeri kronik (Wahyuningtyas. S. J,
2015).
2. Keterbatasan Range Of Mation (ROM)
Range of motion (ROM) adalah besarnya suatu gerakan yang terjadi pada suatu
sendi. Posisi awal untuk mengukur semua ROM kecuali rotasi adalah posisi anatomis.
Teknik ini memungkinkan terjadinya kontraksi dan peregangan pada otot untuk
menggerakkan masing- masing sendi secara penuh, sesuai gerakan yang normal baik
secara aktif maupun pasif (Suharti et al, 2018). Keterbatasan gerak menunjukkan pola
spesifik dan kapsular. Menggunakan alat goniometer tersebut untuk menggukur
gerakan pada sendi bahu misalnya fleksi, ekstensi, abduksi, adduksi, eksorotasi dan
endorotasi (Suharti et al, 2018).
3. Gangguan aktivitas fungsi
Adanya tanda dan gejala klinis yang ditemukan pada pasien frozen shoulder seperti
adanya nyeri, keterbatasan ROM, spasme otot, dan kemampuan fungsional (Suharti et
al, 2018). Kemampuan fungsional pada saat di rumah yaitu mencuci rambut,
menggosok punggung saat mandi, memakai dan melepas kaos dalam atau baju,
memakai kemeja berkancing dibelakang, memakai celana, mengambil benda diatas,
mengangkat benda berat (Arifin, 2018).

E. Pemeriksan Penunjang dan Diagnostik


1. Neer Test
Posisi pasien berdiri dengan tegak lurus dan mata melihat kedepan. Posisi terapis
berada disamping belakang pasien. Kemudian pasien diminta untuk gerak fleksi bahu
secara aktif. Salah satu tangan terapis depresikan scapula dan tangan satunya
menggerakan endorotasi bahu pasien. Selanjutnya, lakukan fleksi force forward secara
maksimal pada glenohumeral joint disertai over pressure pada akhir gerakan dalam
posisi neutral, antara eksorotasi dan endorotasi shoulder. Test positif apabila nyeri
pada area injuri terdapat bunyi cliking.
2. Rotation Lag Sign
Posisi pasien berdiri tegak lurus dan mata melihat lurus kedepan. Posisi terapis
berada disamping sisi belakang pasien. Kemudian pasien diminta untuk meletakan
salah tangan kebelakang didaerah lumbar. Selanjutnya, minta pasien angat tangan
pasien secara pasif menjauhi lumbar pada wrist dan tangan satunya pada elbow,
gerakkan endorotasi elbow secara penuh dan minta pasien untuk mempertahankan
posisi tersebut secara aktif dan lepas. Test positif apabila pasien tidak mampu
mempertahankan tangannya untuk menjauhi lumbar.
3. O'Bient Test
Posisi pasien berdiri tegak lurus dan mata melihat lurus kedepan. Posisi terapi
berada disisi depan pasien. Kemudian minta pasien untuk menggerakan fleksi bahu
45°, gerakan abdduksi bahu 10-15°, gerakkan endorotasi penu pada bahu, dan gerak
pronasi elbow, lalu terapis menahan kedua tangan terapis. Test positif apabila nyeri
atau ada bunyi clicking pada area acromionclavicular (Achmad. A, 2019).

F. Penatalaksanaan Medis
Frozen shoulder adalah kondisi yang bisa sembuh dengan sendirinya, namun
memerlukan waktu bertahun-tahun hingga penderita dapat pulih sepenuhnya. Karena itu,
penderita tetap membutuhkan pemeriksaan dan pengobatan rutin dari dokter. Tujuan
pengobatan frozen shoulder adalah untuk mengurangi rasa nyeri dan kekakuan sendi
bahu, sehingga dapat mengembalikan kemampuan gerak bahu dan meningkatkan kualitas
hidup. Adapun beberapa pengobatan yang dapat diberikan kepada penderita frozen
shoulder adalah sebagai berikut:
1. Farmakologi (Obat-obatan)
Dokter akan meresepkan obat pereda nyeri, contohnya seperti parasetamol dan
ibuprofen. Namun, jika tak kunjung membaik, dokter dapat mengganti obat pereda
nyeri dengan jenis obat yang berbeda atau memberikan suntikan kortikosteroid
pada area bahu yang sakit.

2. Fisioterapi
Fisioterapi adalah pengobatan yang bertujuan untuk mengembalikan rentang
gerak bahu dan lengan semaksimal mungkin. Pasien harus konsisten dalam
menjalani pengobatan ini agar hasilnya bisa obtimal.
3. Manipulasi sendi bahu
Prosedur ini melibatkan pengobatan bius total (anestesi umum) ke pasien
terlebih dahulu. Kemudian saat pasien tertidur, bahu pasien digerakkan ke berbagai
arah agar jaringan kapsul sendi yang menegang menjadi lebih lemas.
4. Artroskopi
Dilakukan dengan membuat sayatan di sekitar sendi bahu untuk memasukkan
alat kecil yang dilengkapi kamera (artroskopi). Prosedur ini bertujuan untuk
menghilangkan jaringan yang mengeras dan melekat di dalam sendi bahu.
5. Hydrodilatation
Dilakukan dengan menyuntikan air steril yang dicampur dengan kortikosteroid
ke dalam kapsul sendi. Prosedur ini dapat membantu meregangkan jaringan kapsul
sendi bahu dan memudahkan pergerakan sendi. Namun, sebelum itu, pasien akan
diberikan bius lokal di area bahu terlebih dahulu. Hal ini kadang-kadang
dikombinasikan dengan suntikan steroid
6. Suntikan steroid
Menyuntikkan kortikosteroid ke dalam sendi bahu dapat membantu mengurangi
rasa sakit dan meningkatkan mobilitas bahu, terutama jika diberikan segera setelah
bahu beku dimulai.

G. Penatalaksanaan Keperawatan
1. Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation (TENS)
TENS merupakan suatu cara penggunaan energi listrik untuk merangsang sistem
saraf melalui permukaan kulit. Dalam kasus ini menggunakan metode umum dimana
pemasangan elektroda pada atau sekitar nyeri. Cara ini merupakan cara yang paling
mudal dan paling sering digunakan sebab metode ini dapat langsung diterapkan pada
daerah nyeri tanpa memperhatikan karakter nyeri ataupun letak yang paling optimal
yang hubungannya dengan jaringan penyebab nyeri
2. Micro Wave Diatermy (MWD)
Pengurangan rasa nyeri dapat diperoleh melalui efek stressor yang menghasilkan
panas Juga melalui mekanisme rociceptor, pada cedera jaringan dihasilkan produk-
produk yan merangsang nociceptor seperti prostaglandin dan histamin. Apabila
produk-produ tersebut dihilangkan, maka rangsangan terhadap nociceptor akan hilang
ata berkurane
3. Terapi Manipulasi
Terapi manipulasi adalah Terapi menggunakan gerakan pasif dengan syarat
gerakan pasif tersebut dapat menghilangkan kekakuan sendi. Gerakan pasif yang
digerakkan dengan tiba- tiba, amplitude kecil dan kecepatan yang tinggi, sehingga
pasien tidak mampu menghentikan gerakan yang terjadi
4. Active exercise
Gerakan yang terjadi akibat kontraksi otot yang bersangkutan dan mendapat
bantuan dari luar. Apabila kerja otot tidak cukup untuk melakukan suatu gerakan
maka diperlukan kekuatan dari luar. Kekuatan tersebut harus diberikan dengan arah
yang sesuai
5. Shoulder Wheel
Shoulder wheel merupakan alat yang digunakan untuk membantu menambah
lingkup gerak sendi secara aktif pada pasien frozen shoulder dan dapat juga sebagai
penguatan otot-otot pada bahu.

H. Komplikasi
Komplikasi yang dapat muncul akibat frozen shoulder adalah kaku dan nyeri di bahu
yang berlangsung lama. Pada beberapa kasus, pasien bisa mengalami kaku atau nyeri
bahu sampai lebih dari 3 tahun walaupun sudah mendapatkan obat-obatan. Komplikasi
juga dapat terjadi akibat manipulasi bahu, misalnya patah tulang lengan atas atau
robekan pada otot lengan atas. (Pittara, 2023)

I. Pencegahan
Pencegahan yang bisa dilakukan adalah mengusahakan agar tangan tetap bergerak
walaupun terbatas. Jarang bergerak dapat memicu kondisi ini serta memperburuk
kondisi, terutama j sedang melalui proses pemulihan pascaoperasi yang bisa berlangsung
lama.
Terutama bagi pasien yang dalam masa pemulihan dari cedera atau operasi,
disarankan untuk selalu menggerakkan bahu agar tidak terjadi frozen shoulder. Jika sulit
menggerakkan bagian tubuh tersebut, diskusikan dengan dokter mengenai jenis gerakan
yang dapat diterapkan untuk mempertahankan jangkauan gerak bahu. Pasien stroke juga
disarankan untuk segera menjalani fisioterapi setelah serangan stroke. Hal ini untuk
mencegah terjadinya kekakuan pada sendi bahu dan sendi lain yang terdampak.
Frozen shoulder dapat dicegah dengan cara-cara berikut:
 Gerakkan bahu dan lakukan olahraga secara rutin.
 Jaga kadar gula darah agar selalu normal.
 Lakukan peregangan jika sering bekerja menggunakan laptop.

II. Landasan Teoritis Asuhan Keperawatan


A. Pengkajian
1. Identitas pasien
Nama, umur, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, suku/bangsa,
agama, status perkawinan, tanggal masuk rumah sakit (MRS), nomor register, dan
diagnosa medik.
2. Keluhan utama
Keluhan yang dapat muneul antara lain: nyeri, gelisah, leher kaku
3. Riwayat keschatan sekarang
Pengkajian yang mendukung keluhan utama dengan memberikan pertanyaan tentang
kronologi keluhan utama
4. Riwayat keschatan dahulu
Kaji adanya riwayat penyakit hipertensi, DM, riwayat jatuh atau cidera
5. Riwayat keschatan keluarga
Kaji didalam keluarga adanya riwayat penyakit hipertensi , penyakit metabolik,
penyakit menular seperi TBC. HIV, infeksi saluran kemih, dan penyakit menurun
seperti diabetes militus, asma, dan lain-lain.
6. Aktifitas/istirahat
Gejala: kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton
Tanda: frekwensi jantung meningkat, perubahan irama jantung
7. Sirkulasi
Gejala : Riwayat hipertensi, penyakit jantung koroner aterosklerosis
Tanda : Kenaikan tekanan darah, tachycardi, disrythmia, denyutan nadi jelas, bunyi
jantung murmur, distensi vena jugularis

8. Integritas ego
Gejala : Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria, marah, faktor
stress multiple (hubungan, keuangan, pekerjaan)
Tanda : Letupan suasana hati, gelisah, penyempitan kontinue perhatian, tangisan yang
meledak, otot muka tegang (khususnya sekitar mata), peningkatan pola bicara
9. Eliminasi
Gejala: Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu (infeksi, obstruksi, riwayat penyakit
ginjal), obstruksi.
10. Makan/cairan
Gejala : Makanan yang disukai (tinggi garam, tinggi lemak, tinggi kolesterol),mual,
muntah, perubahan berat badan (naik/ turun), riwayat penggunaan diuretik
Tanda : Berat badan normal atau obesitas. adanva oedem

B. Diagnosa Keperawatan

Diagnosis keperawatan yang mungkin ada dalam penyakit frozen shoulder, antara
lain:

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis


2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri
3. Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri

C. Kriteria Hasil, Intervensi Keperawatan


1. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis (mis:inflamasi)
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tingkat nyeri menurun
Kriteria hasil: Tingkat nyeri ( L.08066)
 Pasien mengatakan nyeri berkurang
 Pasien menunjukan ekspresi wajah tenang
 Pasien dapat beristirahat dengan nyaman
Rencana tindakan : (Manajemen nyeri I.08238)
 Identifikasi lokasi, karakteristik nyeri, durasi, frekuensi, intensitas nyeri
 Identifikasi skala nyeri
 Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
 Berikan terapi non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis:
akupuntur,terapi musik hopnosis, biofeedback, teknik imajinasi
terbimbing,kompres hangat/dingin
 Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis: suhu ruangan,
pencahayaan,kebisingan)
 Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri - Ajarkan teknik non farmakologis
untuk mengurangi nyeri
 Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

2. Gangguan mobilitas fisik b.d nyeri


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan mobilitas fisik
meningkat
Kriteria hasil: Mobilitas fisik (L.05042)
 Pergerakan ekstremitas meningkat
 Kekuatan otot meningkat
 Rentang gerak (ROM) meningkat
 Nyeri menurun
 Kaku sendi menurun
 Gerakan terbatas menurun
Rencana keperawatan : Dukungan mobilisasi (I.05173)
 Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
 Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
 Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai mobilisasi
 Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu
 Fasilitasi melakukan pergerakan, jika perlu
 Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
 Anjurkan melakukan mobilisasi dini
 Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan

3. Ansietas b.d ancaman terhadap konsep diri


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tingkat ansietas
menurun
Kriteria hasil: Tingkat ansietas (L.09093)
 Verbalisasi kebingungan menurun
 Verbalisasi khawatir akibat kondisi yang dihadapi menurun
 Perilaku tegang menurun
Rencana keperawatan : Resuksi ansietas(I.09314)
 Monitor tanda-tanda ansietas
 Pahami situasi yang membuat ansietas
 Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi
 Latih teknik relaksasi

D. Implementasi
Implementasi digunakan untuk membantu klien dalam mencapai tujuan yang sudah
ditetapkan melalui penerapan rencana asuhan keperawatan dalam bentuk intervensi. Pada
tahap ini perawat harus memiliki kemampuan dalam berkomunikasi yang efektif, mampu
menciptakan hubungan saling percaya serta saling bantu, observasi sistematis, mampu
memberikan pendidikan kesehatan, kemampuan dalam advokasi serta evaluasi.
Implementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam rencana perawatan.
Tindakan ini mncangkup tindakan mandiri dan kolaborasi.

E. Evaluasi
Penilaian dengan cara membandingkan perubahan keadaan pasien (hasil yang
diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Untuk
memudahkan perawat mengetahui atau memantau perkembangan klien, digunakan
komponen SOAP. Penggunaannya tergantung dari kebijakan setempat. Pengertian SOAP
adalah sebagai berikut:
 S: Data Subjektif Perawat menuliskan keluhan pasien yang masih dirasakan setelah
dilakukan tindakan keperawatan.
 O: Data Objektif Data berdasarkan hasil pengukuran atau observasi perawat secara
langsung kepada klien, dan yang dirasakan klien setelah dilakukan tindakan
keperawatan.
 A: Analisis Interpretasi dari data subjektif dan objektif. Analisis merupakan suatu
masalah atau diagnosis keperawatan yang masih terjadi.
 P: Planning Perencanaan keperawatan yang akan dilanjutkan, dihentikan,
dimodifikasi, atau ditambahkan dari rencana tindakan keperawatan yang telah
ditentukan sebelumnya.
Daftar Pustaka
Achmad. A, (2019). Physical Therapy Special Test II. Makassar: Proffesuonal Physiotherapy
Publishing
Arifin, (2018). Penatalaksanaan Fisioterapi Kondisi Frozen Shoulder E.C Tendinitis Muscle
Rotator Cuff Dengan Modalitas Short Wave Diathermy, Active Resisted Exercise Dan
Codman Pendular Exercise. Journal of Materials Processing Technology, 1(1), 1–8

Asih, Sri. (2020). Studi Literatur Penanganan Fisioterapi Pada Kasus Frozen Shoulder
Dengan Modalitas Short Wave Diathermy (Swd) Dan Terapi Latihan. Diploma thesis,
Universitas Muhammadiyah Gresik.

Suharti, A., Sunandi, R., & Abdullah, F. (2018). Penatalaksanaan Fisioterapi pada Frozen
Shoulder Sinistra Terkait Hiperintensitas Labrum Posterior Superior di Rumah Sakit
Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto. 1(80), 51–65.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2018). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia Defnisi dan
Indikator Diagnosis Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Defnisi dan
Tindakan Keperawatan Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia Defnisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI
Wahyuningtyas. S. J, (2015). Pengaruh Derajat Depresi Dengan Intensitas Nyeri Kronik.
KTI. Semarang: Universitas Kedokteran Umum
Wijayanti. P. E; Masrurun. A; & Nurseptiani. D, (2019). Gambaran Nyeri Frozen Shoulder
pada Pekerja PT . Java ATBM di Kabupaten Pemalang. 1022– 1025.
Wisnu. K, (2017). Fisik dan Rehabilitas Frozen Shoulder (Adhesive Capsulitis). Skripsi.
Surabaya: Universitas Ilmu Kedokteran. https://pdfcoffee.com/frozen-shoulder-2-pdf-
free.html
Yuniati, Shinta Pristi. (2021). Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Frozen Shoulder
Sinistra Dengan Modalitas Infra Red (Ir), Transcutaneus Electrical Nerve
Stimulation (Tens), Dan Terapi Latihan Di Rsud Ibnu Sina Kabupaten
Gresik. Diploma thesis, Universitas Muhammadiyah Gresik.
Zaimsyah. F. R, (2020). Perbedaan Pengaruh Stretching Dengan Terapi Manipulasi
Terhadap Peningkatan Aktivitas Fungsional Bahu Pada Penderita Frozen Shoulder.
Jurnal Ilmiah Fisioterapi (JIF), Volume 03 Nomor 02 Agustus 2020. 03, 30–37.

Anda mungkin juga menyukai