Anda di halaman 1dari 10

Dislokasi Anterior Glenohumeral Joint pada Dewasa Muda

Agri Ayu Pertasi


102012405
Fakultas Kedokteran,Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta
Jalan Arjuna Utara No.6 Jakarta 11510. Telepon: (021)5694-2061, fax: (021)563-1731
agri.pertasi@yahoo.com

Pendahulaan
Sendi bahu merupakan bagi sendi yang memiliki rentang gerak yang besar, hal itu dapat
menyebabkan rentan terhadap dislokasi.1 Dislokasi sendi adalah sendi terjadi ketika tulang
bergeser dari posisinya pada sendi. Hal ini dapat mengakibatkan sendi bahu sulit untuk
bergerak, akibatnya aktifitas kita yang menggunakan lengan dan tangan pun terganggu. Seperti
makan, minum, mengambil barang, mengenakan pakaian, mandi, dan aktifitas sehari-hari yang
mengguanakan ekstrermitas atas. Dislokasi bahu ini sering dijumpai pada atlet-atlet olahraga.
Olahraga yang biasanya menyebabkan dislokasi pada bahu adalah sepak bola, volly dan lainlain. Seperti kasus yang dibahas pada makalah ini, dimana seorang laki-laki berumur 20 tahun
dibawa oleh keluarganya ke UGD RS dengan keluhan nyeri pada bahu kanannya sejak 6 jam
yang lalu setelah terjatuh saat bermain sepak bola dengan posisi terjatuh menumpu pada bahu
kanannya. Pada pemeriksaan fisik, tampak penonjolan tulangdisertai udema pada bagian sendi
bahu, lengan atas terletak dalam posisi adduksi dan endorotasi, pergerakan sendi bahu sangat
terbatas, nyeri tekan.

Pembahasan
I.

Anamnesis

Sebelum melakukan pemeriksaan terhadap pasien, setiap dokter harus melakukan


anamnesis. Anamnesis merupakan wawancara yang dilakukan terhadap pasien. Tehnik
1

anamnesis yang baik disertai dengan empati merupakan seni tersendiri dalam rangkaian
pemeriksaan pasien secara keseluruhan dalam usaha untuk membuka saluran komunikasi
antara dokter dengan pasien. Anamnesis dapat langsung dilakukan terhadap pasien (autoanamnesis) atau terhadap keluarga atau pengantarnya (alo-anamnesis) jika keadaan pasien
tidak memungkinkan untuk diwawancarai misalnya dalam keadaan gawat darurat.2
Hal-hal yang ditanyakan dokter pada pasien dalam melakukan anamnesis antara lain:
Identitas meliputi nama lengkap pasien, umur, tempat tanggal lahir, alamat, pekerjaan,
pendidikan terakhir, suku bangsa dan agama. Identitas perlu ditanyakan untuk memastikan
bahwa pasien yang dihadapi adalah memang pasien yang dimaksud.2 Dalam kasus
diberitahukan seorang laki-laki berumur 20 tahun.
Nama : Bondan

Menikah : Belum

TTL

Agama

: Jakarat, 27 januari 1994

: Kristen

Umur : 20 tahun

Suku/bangsa : Jawa, Indonesia

Alamat : Jl. Tanjung duren raya no. 2

Jenis kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Mahasiswa

Pendidikan : SMA

Keluhan utama. Merupakan alasan spesifik atau keluhan yang dirasakan seseorang
sehingga ia datang ke dokter atau rumah sakit. Dalam menuliskan keluhan utama, harus disertai
dengan indicator waktu, berapa lama pasien mengalami hal tersebut.2 Dalam kasus, yang
menjadi keluhan utama adalah pasien mengeluh nyeri pada bahu kanan semenjak 6 jam.
KU

: Pasien mengeluh nyeri pada bahu kanan semenjak 6 jam

Riwayat penyakit sekarang merupakan cerita yang kronologis, terperinci dan jelas
mengenai keadaan kesehatan pasien sejak sebelum keluhan utama sampai pasien datang
berobat. Keluhan utama ditelusuri untuk menentukan penyebab, ditanya jawab diarahkan
sesuai dengan hipotesis yang dapat berubah bila jawaban pasien tidak cocok.2
RPS

: Pasien terjatuh saat bermain bola dengan menumpu pada bahu kanannya.

Belum dilakukan tindakan pada bahu pasien. Belum ada meminum obat.

Riwayat penyakit dahulu bertujuan untuk mengetahui kemungkinan-kemungkinan


adanya hubungan antara penyakit yang pernah diderita dengan penyakitnya sekarang.2
RPD

: Pasien belum pernah mengalami kecekaan pada bahu kanannya

Riwayat penyakit keluarga penting untuk mencari kemungkinan penyakit herediter,


familiar atau penyakit infeksi.
RPK

: Tidak ada keluarga yang pernah mengalami kecelakaan pada bahu kanan.

Riwayat Pribadi meliputi data-data sosial, ekonomi, pendidikan, dan kebiasaan.


RP

: suka olahraga, merokok, tidak minum-minuman keras dan obat-obatan

terlarang,
1. Pemeriksaan Fisik
Dalam skenario pemeriksaan fisik yang dilakukan tanda-tanda vital dalam batas normal.
Tekanan Darah: 120/80 mmhg
Suhu
: 360C
Nadi
: 76 permenit
Pernapasan : 17 kali permenit
Status lokalis, saat dilakukan inspeksi (look) tampak ada penonjolan tulang disertai
edema pada bagian anterior. Move (pergerakan) posisi bahu kanan adduksi dan endorotasi,
pergerakan sendi bahu terbatas. Feel (palpasi) dilakukan palpasi Nyeri tekan (+),serta teraba
tonjolan disisi anterior sendi bahu.
2. Diagnosis Kerja
Diagnosis Kerja kasus ini adalah Dislokasi Anterior Glenohumeral Joint Dextra
1. Sendi
Sendi adalah daerah tubuh tempat dua tulang menyatu. Sendi dapat bergerak bebas,
yaitu disebut sendi diartrodial dan tidak dapat bergerak yang disebut sendi sinartrodial. Pada
sendi diartrodial, dua ujung tulang tidak tersambung secara langsung, namun menyatu dalam
kapsul sendi fibrosis yang mengelilingi dan menopang sendi. Terdapat dua kapsul sendi,
lapisan luar dan lapisan membran dalam yang disebut sinovium atau membran sinovial.
Membran sinovil mensekresi cairan licin yang disebut cairan sinovial, yang melumasi sendi.
Membran sinovial juga menutupi tendon yang menghubungkan tulang dengan otot dan ligamen
yang menghubungkan tulang satu sama lain terdapat suplai vaskular yang berkembang dengan
baik pada sinovium, yang dapat rusak pada trauma sendi sehingga menyebabkan
pembengkakan, memar dan nyeri di sekitar sendi. Pada beberapa sendi, membran sinovial
3

membentuk kalung yang tertutup diluar sendi, yang disebut bursa. Bursa ditemukan di daerah
tempat tulang menyatu secara fisik, atau ketika tendon melewati tulang. Bursa juga dapat
mengalami inflamasi. Sendi yang termasuk sendi diartrodial termasuk sendi sarkoiliaka, sendi
interfalangeal, sendi panggul dan lutut, dan sendi bahu dan siku.3
Pada sendi sinartrosis, tulang menyatu dengan jaringan penyambung, kartilago, ligamen
atau tulang lain, dengan demikian, posisinya sangat terfiksasi. Contoh sendi sinartrosis adalah
sendi tulang tengkorak, iga, dan diskus intervertebralis.3
2. Sendi Bahu
Sendi bahu (articulatio glenohumeral). Sendi ini menghubungkan cavitas glenoidase
dan caput humeri. Membrana synovialis pada sendi peluru ini bersifat longgar di bagian
inferior sebagai cadangan untuk gerakan-gerakan sendi tersebut. Sendi bahu tersusun dari
cavitas glenoidase yang relatif kecil, yang berartikulasi dengan kaput humeri hemisferis yang
secara proposional lebih besar. Bahu mempunyai kisaran gerakan yang relatif besar karena
permukaan artikuler yang kecil dan massa otot yang besar ini. Gerakan bahu merupakan
kombinasi gerakan glomerulus dan skapula toraks.4,5

Gambar 1 Sendi Bahu


Stabilitas sendi bahu di pertahankan dengan adanya mm.rotatores dan ligamentumligamentum disekitar artikulasio humeri. Diantara ligamentum-ligamentum ini adalah tiga
ligamentum glenohumerale yang mendukung kapsula di anterior, ligamentum korakohumeral
yang mendukung kapsula di superior, dan ligamentum karakoakromiale yang melindungi sendi
di superior. Yang terutama mempertahankan mempertahankan stabilitas artikulasio humeri
adalah mm. Rotatoren. Kelompok otot ini terdiri dari m. Subskapularis, m. Supraspinatus, m.
Infraspinatus dan m. Teres minor yang masing-masing lewat di depan, atas, dan belakang
sendi. Tiap otot bisa melakuakan fungsinya sendiri dan pergerakan bebas terjadi saat semuanya
dalam keadaan relaksasi, namun bila semuanya berkontraksi stabilitas bahu dipertahankan
kuat-kuat.5
4

3. Dislokasi Anterior Glenohumeral


Dislokasi sendi terjadi ketika tulang bergeser dari posisinya pada sendi. Dimana
stabilitas artikulasio humeri sebagian besar disebabkan oleh mm. Rotatores di anterior,
superior, dan posterior. Namun, di inferior bahu tidak memiliki pendukung sehingga abduksi
yang kuat, bersama dengan rotasi eksternal, bisa mendorong kaput humerus kebawah dan
kedepan sampai titik dislokasi terjadi. Keadaan ini disebut dislokasi bahu anterior
(glenuhumeral dislocation).5 Dislokasi sendi bisa terjadi akibat trauma berat (benturan kuat,
jatuh pada lengan terulur, gerakan yang tiba-tiba mengakibatkan bahu terkilir) yang
menggangu kemampuan ligamen menahan tulang di tempatnya. Akibat trauma, terdapat nyeri
terkait yang nyata, pembekakan, dan terlihat rentang gerak sendi. Dislokasi bahu banyak
disebabkan oleh cedera atletik atau terjatuh.6 Dislokasi hampir selalu terjadi dianterior dengan
caput humerus berada di depan, dan di bawah kavitas glenoid, dislokasi posterior jarang
dijumpai. Alvusi pada labrum glenoid atau pada tuberositas mayor mungkin menyebabkan
dislokasi. Suara defek hatchet, yang merupakan depresi konkaf pada kaput humerus dengan
glenoit inferior. Jadi Dislokasi bahu anterior merupakan kondisi dimana keluarnya caput
humeri dari cavitas artikulare sendi bahu yang dangkal. Dislokasi sendi bahu anterior biasanya
terjadi setelah cedera akut karena lengan di paksa ber abduksi, berotasi eksterna dan ekstensi
sendi bahu.
Gambaran anatomi bahu, sendi yang leluasa, memungkinkan rentang gerakan yang
menakjubkan, tetapi juga membuatnya rentan terhadap dislokasi traumatik. Glenoidalis
anterversi sekitar 20 derajat, yang sebagai bertanggung jawab bagi lebih sering timbulnya
dislokasi bahu anterior dari pada posterior. Stabilitas sendi terutama diberikan oleh labrum
glenoidalis, kapsul sendi serta muskulatur muskulutendineus. Dislokasi bahu anterior
disebabkan oleh abduksi dan rotasi eksterna paksa pada bahu. Dengan mekanisme ini, labrum
anterior dan kapsula mengalami robekan, dan kapsul humeri diungkit di atas pinggir anterior
glenoidalis, yang dapat menyebabkan suatu sulkus didalam sisi posterior humerus. Trauma ini
paling lazim timbul pada dewasa muda yang aktif.1,5-7 Posisi pada waktu akan melempar bola
merupakan suatu contoh posisi tersering, yang kalau berlebihan dapat menimbulkan dislokasi. 7
Dislokasi traumatis bahu tidak biasa pada masa anak-anak tetapi frekuensinya bertambah
selama remaja. Pada anak kecil, fraktur epifisis salter-harris tipe II lebih mungkin terjadi.
Pemeriksaan klinis pasien dengan dislokasi bahu akut akan menujukan lengan terpuntir
pada sisi ini. Indentitas jelas dalam jaringan lunak biasanya terlihat tepat dibawah akromion.
Pemeriksaan fisik akan akan mecakup evaluasi neurologi dan vaskular menyeluruh, karena
trauma pada arteria dan nervus aksilaris dapat timbul. Diagnosin dikomfirmasikan dengan
radiograf, yang mencakup pandangan skapula anteriorposterior.
Dislokasi anterior gambaran klinisnya adalah pendataran daerah deltoid, daerah anterior
yang penuh, dan keterbatasan gerakan karena rasa sakit. Foto anterior posterio dan aksiler
diperlukan untuk menentukan tempat kaput dan, ada atau tidak adanya fraktur penyulit yang
dapat terjadi pada kaput humeri. Dislokasi glenohumeral terjadi di antreior, yang tersering
adalah disubkorakoid kemudian subglenoid. Pasien mengeluh nyeri berat dan biasanya
5

memegang lengan kearah tubuhnya. Secara khas pasien tampak duduk membungkuk di ruang
gawat darurat, menopang lengan yang mengalami cedera dengan tangan yang normal, lengan
yang cedera tersebut biasanya berada dalam posisi fleksi dan menjauhi dada atau sisi tubuh.
Bahu tampak datar kearah lateral dan menonjol kearah anterior. Prosesus akromion menonjol,
juga bahu tampak berhadapan.

Gambar no.1 anterior dislokasi


Dislokasi bahu yang berulang-ulang hampir selalu merupakan dislokasi anterior. Bagian
yang mempengaruhi dislokasi yang beulang-ulang. Avulsi labium glenoid yang berulang-ulang
avulsi labium glenoidale bagian anterior dan inferior atau robekan didalam kapsula anterior
menghilangkan diding alami yang memberikan kestabilan pada lengan melakukan abduksi dan
rotasi ekstrerna reduksi dislokasi episodik akut adalah dengan manipulasi tertutup. Imobilisasi
tidak mencegah dislokasi berikutnya, dan tidakan ini ini harus dihentikan segera setelah
hilangnya gejala-gejala akut, biasanya dalam beberapa hari.8
Dislokasi sendi bahu lebih banyak kasus dislokasi sendi dibahu terjadi ke anterior,
dislokasi posterior jarang terjadi. Dislokasi posterior ditandai bagian penuh dibawah spinal
skapula dan oleh keterbatasan gerak rotasi eksterna. Foto rontgen aksiler memperlihatkan
posisi kaput humeri dalam hubungannya dengan glenoid. Lesi yang jarang terjadi ini dapat
direduksi dengan kombinasi yang sama dari traksitranvesal dan koaksial seperti yang diuraikan
untuk dislokasi anterior. Imobilisasi yang dilakukan setelah episod permulaan harus dilakukan
dengan plaster spina, dengan lengan dalam posisirotasi eksterna kira-kira 30 0 dan siku
difleksikan 900.8

4. Pemeriksaan Penunjang
Radiografi sendi bahu
6

Indikasi pemeriksaan sandi bahu dan fraktur, fisur, dislokasi, luksasi, dan kelainan
patologis. Agar tercapai kesesuaian hasil diagnosis dengan alasan pemeriksaan radiografi
kesesuaian hasil diagnosis dengan alasan pemeriksaan radiografi sendi bahu, maka harus
dilakukan prosedur yang benar dan tehnik yang sesuai.
Teknik radiografi sendi bahu dangan proyeksi anteroposterior
Posisi pasien berdiri atau tidur telentang. Pada posisi berdiri, pasien diatur
membelakangi kaset yang diatur vertikaldengan menggunakan standar kaset. Bagian sendi
bahu diletakan di pertengahan kaset. Posisi lengan dan tangan menghadap ke depan
(anteroposterior). Luas lapanan penyinaran dibatasi sesuai dengan besarnya organ tubuh yang
diperiksa. Film yang digunakan berukuran 18 cm 24 cm. Pusat berkas sinar horizontal tegak
lurus film, titik tuju tepat di taju korakoideus (processus coracoideus). Meminta pasien tidak
bergerak selama pemeriksaan. Faktor eksposi diberikan sesuai dengan ketebalan objek. Daerah
gonad harus dilindunggi dari bahya radiasi dengan menggunakan apron jarak fokus ke film 90
cm. Luas lapangan penyinaran dibatasi objek yang di periksa.
Pada posisi tidur terlentang, pasien berbaring di atas meja pemeriksaan. Sendi bahu
yang tidak diperiksa diganjal dengan bantal sedangkan sendi bahu yang diperiksa menempel di
atas kaset dengan posisi anteroposterior. Lengan atas, lengan bawah dan tangan lurus posisi
anteroposteriordi samping tubuh pasien. Kaset diatur horizontal pusat berkas sinar ventrikal
tegak lurus menuju taju korakoideus di pertengahan film. Kriteria yang tampak pada gambar
radiografi adalah sendi bahu dengan proyeksi anteroposterior, bagian distal tulang lengan atas
dan tunerkulum mayus.9
Pemeriksaan radiologis harus meliputi sudut anteroposterior dan lateral. Pada sudut
anteroposterior dapat ditentukan bilamana terjadi rotasi interna dan eksterna. Pada rotasi
interna dapat dilihat lesi Hills-sachs pada caput humerus posterolateral. Pada sudut lateral dapat
dilihat sublukasasi glenohumeral ataupun dislokasi, dapat juga untuk melihat bilamana terdapat
fraktur. Pada dislokasi sendi bahu anterior, kaput humerus berada dibagian depan. Ataupun
medial dan glenoid.

Gambar 3 dislokasi anterior


7

5. Penatalaksanaan
1. Medica mentosa
Pasien yang mengalami dislokasi anterior sendi bahu akan merasakan nyeri yang hebat
pada bahunya. Oleh karena itu, dapat diberikan obat analgesik atau NSAID untuk mengurangi
rasa nyeri dan membuat otot mengalami relaksasi.
Analgesia dan relaksasi yang mencukupi bila dicapai dengan suntikan 20 ml lindokain
1% intra artikular. Obat ini lebih unggul dibandingkan 10 mg morfin IV dan 2 mg midazolam.
Narkotika dan relaksan otot (misalnya morfin dan diazepam) dapat digunakan sebagai obat
tambahan.10
2. Medica non mentosa
Terapi harus segera karena bahu lebih lama tidak direduksi, maka lebih sulit untuk
mendapatkan reduksi karena spasme otot progresif. Reposisi harus dilakukan dengan lembut
serta biasanya diperlukan sedasi. Kadang-kadang anastesi umum diperlukan. Reposisi biasanya
dicapai dengan traksi longitudinal bertahap pada lengan dengan kontraksi yang diterapkan ke
aksila.
Metode rotasi eksterna (teknik hennipen). Pasien dalam posisi telentang lengan dalam
keadaan abduksi dan siku dalam posisi fleksi 90 derajat. Pemeriksa memegang siku di
tempatnya dan menggerakan lengan bawah pasien ke arah luar, dan melakukan rotasi eksterna
bahu. Lengan bawah tidak diberi tekanan untuk memaksakan rotasi eksterna. Jika perlu, lengan
dapat di abduksikan sambil melakukan rotasi eksternal. Reduksi biasanya terjadi dengan
tenang, tidak disadari oleh pasien. Metode ini memiliki angka komplikasi terendah.10
Sebagai alternatif reduktasi metode stimson yang dimodifikasi, Pasien dapat ditetapkan
dalam posisi tengkurap dengan lengan dibiarkan menjuntai dimeja. Digantungkan beban
(sampai 10 pon), reduksi bisanya timbul spontan dalam 15 sampai 20 menit.
Dislokasi anterior berulang lajim dtemukan pada kelompok usia yang lebih muda dan
rekontruksi bisa diperlukan.7,10Perawatan pascareduksi radiograf dilakukan untuk memastikan
pengambilan lokasi dengan baik. Lakukan inmobilisasi lengan pasien dengan balutan sling and
swathe (kain gendongan dan perban selama 6 minggu. Dislokasi berulang lazim terjadi dan
dapat memerlukan perbaikan pembedahan.10

6. Komplikasi
Komplikasi pada dislokasi anterior adalah cedera pada saraf-saraf yang berasal dari
pleksus brakialis, fraktu ujung atas humerus caput atau tumberositas mayor, kompresi dan
8

avulsi glenoid anterior dan robeknya. Komplikasinya antara lain kerusakan nervus radialis dan
aksilaris atau otot-otot rotator lengan.8
Pada pemeriksaan awal perlu diperiksa keadaan neurovaskular dari ekstermitas yang
mengalami cedera, yaitu dengan memeriksa sensasi di insersio otot deltoideus humerus. Daerah
ini menerima persarafan sensoris dari saraf aksilaris. Bila terdapat daerah anestetik lokal
dengan batas jelas maka ada kemugkinan terjadi cedera saraf aksilaris. Demikian pula
kemampuan penderita untuk menegakan otot deltoideus secara minimal dalam usahanya
melalui abduksi juga merupakan faktor untuk menilai fungsi saraf aksilaris. Fungsi saraf
aksilaris perlu untuk abduksi bahu sehingga pasien dapat menempatkan lengan secara
fungsional. Saraf ini sering mengalami cedera pada dislokasi.11
Gangguan saraf ulnaris juga terjadi dalam frekuensi yang sama dengan gangguan saraf
aksilaris pada dislokasi bahu.Kelumpuhan saraf ulnaris sangat berpengaruh dalam fungsi
tangan.11
7.
Prognosi
Tingkat kesembuhan pada kasus ini baik jika tidak timbul komplikasi.

1.
2.
3.
4.

Daftar Pustaka
Kartono, Mohamad. Pertolongan pertama. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama; 2000.
Hl.33-4.
Sudoyo, Aru W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. Buku ajar ilmu penyakit
dalam.Edisi Kelima. Jakarta: Internal Publishing.hl25-7.
Corwin, Elizabeth J. Buku saku patofisiologi crowin. Edisi Ketiga. Jakarta: EGC;
2009.
Wibowo D.S, Paryana W. Anatomi tubuh manusia. Bandung: Graha Ilmu; 2007.
9

5. Farz, Omar. Mofrat, David. At a glance anatomi. Jakarta: Erlangga Medical


Series;2004.hl.75.
6. Patel, Ipradip R. Radiologi. Edisi kedua. Jakarta: Erlangga; 2007.hl. 228.
7. Sabiston. Buku ajar bedah. Jakarta: EGC;1994.hl.374.
8. Schrock, Theodore R. Ilmu bedah. Edisi ketujuh. Jakarta: EGC; 1985.hl.437-8.
9. Suhartono. Putra, Eka S H. Teknik radiografi tulang ekstremitas atas. Jakarta:
EGC;2004.hl.91-3.
10. Graber, Mark A. Dokter Keluarga Universitas of Lowa. Edisi Ketiga. Jakarta: EGC;
2006.hl.300.
11. Price, Sylvia A. Wilson,Lorraine M. Patofisiologi. Edisi Keenam.
Jakarta:EGC;2006.hl.1368-70.

10

Anda mungkin juga menyukai