Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

DISLOKASI

Oleh

Nama : 1. Yulita Dwi Putri


2. Via Nickita
3. Kurniawan
Kelas : Konversi Keperawatan

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


BHAKTI HUSADA BENGKULU
TAHUN 2023
LAPORAN PENDAHULUAN
DENGAN DISLOKASI

A. DEFINISI

Keadaan dimana tulang-tulang yang membentuk sendi tidak lagi berhubungan


secara anatomis (tulang lepas dari sendi) (brunner&suddarth).

Keluarnya (bercerainya)kepala sendi dari mangkuknya, dislokasi merupakan


suatu kedaruratan yang membutuhkan pertolongan segera. (Arif Mansyur, dkk. 2000).

Patah tulang di dekat sendi atau mengenai sendi dapat menyebabkan patah tulang
di sertai luksasi sendi yang disebut fraktur dis lokasi. ( Buku Ajar Ilmu Bedah, hal 1138).

Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi.


Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya
seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya (dari mangkuk sendi). Seseorang
yang tidak dapat mengatupkan mulutnya kembali sehabis membuka mulutnya adalah
karena sendi rahangnya terlepas dari tempatnya. Dengan kata lain: sendi rahangnya telah
mengalami dislokasi.

Dislokasi yang sering terjadi pada olahragawan adalah dislokasi sendi bahu dan
sendi pinggul (paha). Karena terpeleset dari tempatnya, maka sendi itupun menjadi
macet. Selain macet, juga terasa nyeri. Sebuah sendi yang pernah mengalami dislokasi,
ligamen-ligamennya biasanya menjadi kendor. Akibatnya, sendi itu akan gampang
dislokasi lagi.
B. KLASIFIKASI
Dislokasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Dislokasi congenital :
Terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan.
2. Dislokasi patologik :
Akibat penyakit sendi dan atau jaringan sekitar sendi. misalnya tumor, infeksi,
atau osteoporosis tulang. Ini disebabkan oleh kekuatan tulang yang berkurang.
3. Dislokasi traumatic :
Kedaruratan ortopedi (pasokan darah, susunan saraf rusak dan mengalami stress
berat, kematian jaringan akibat anoksia) akibat oedema (karena mengalami
pengerasan). Terjadi karena trauma yang kuat sehingga dapat mengeluarkan
tulang dari jaringan disekeilingnya dan mungkin juga merusak struktur sendi,
ligamen, syaraf, dan system vaskular. Kebanyakan terjadi pada orang dewasa.
Berdasarkan tipe kliniknya dibagi :

 Dislokasi Akut
Umumnya terjadi pada shoulder, elbow, dan hip. Disertai nyeri akut dan
pembengkakan di sekitar sendi.
 Dislokasi Kronik
 Dislokasi Berulang
Jika suatu trauma Dislokasi pada sendi diikuti oleh frekuensi dislokasi yang berlanjut
dengan trauma yang minimal, maka disebut dislokasi berulang. Umumnya terjadi
pada shoulder joint dan patello femoral joint.

Dislokasi biasanya sering dikaitkan dengan patah tulang / fraktur yang disebabkan oleh
berpindahnya ujung tulang yang patah oleh karena kuatnya trauma, tonus atau kontraksi otot dan
tarikan.

C. ETIOLOGI
Dislokasi disebabkan oleh :
1. Cedera olah raga
Olah raga yang biasanya menyebabkan dislokasi adalah sepak bola dan hoki,
serta olah raga yang beresiko jatuh misalnya : terperosok akibat bermain ski,
senam, volley. Pemain basket dan pemain sepak bola paling sering mengalami
dislokasi pada tangan dan jari-jari karena secara tidak sengaja menangkap bola
dari pemain lain.
2. Trauma yang tidak berhubungan dengan olah raga
Benturan keras pada sendi saat kecelakaan motor biasanya menyebabkan
dislokasi.
3. Terjatuh
Terjatuh dari tangga atau terjatuh saat berdansa diatas lantai yang licin
4. Patologis : terjadinya ‘tear’ligament dan kapsul articuler yang merupakan
kompenen vital penghubung tulang

D. PATOFISIOLOGI
Dislokasi biasanya disebabkan oleh jatuh pada tangan .Humerus terdorong
kedepan ,merobek kapsul atau menyebabkan tepi glenoid teravulsi.Kadang-kadang bagian
posterolateral kaput hancur.Mesti jarang prosesus akromium dapat mengungkit kaput ke
bawah dan menimbulkan luksasio erekta (dengan tangan mengarah ;lengan ini hampir
selalu jatuh membawa kaput ke posisi da bawah karakoid).
E. MANIFESTASI KLINIS
Nyeri terasa hebat .Pasien menyokong lengan itu dengan tangan sebelahnya dan
segan menerima pemeriksaan apa saja .Garis gambar lateral bahu dapat rata dan ,kalau
pasien tak terlalu berotot suatu tonjolan dapat diraba tepat di bawah klavikula.

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Dengan cara pemeriksaan Sinar –X ( pemeriksaan X-Rays ) pada bagian
Anteroposterior akan memperlihatkan bayangan yang tumpah-tindih antara kaput
humerus dan fossa Glenoid, Kaput biasanya terletak di bawah dan medial terhadap
terhadap mangkuk sendi.
G. KOMPLIKASI
Dini
 Cedera saraf : saraf aksila dapat cedera ; pasien tidak dapat mengkerutkan otot
deltoid dan mungkin terdapat daerah kecil yang mati rasa pada otot tesebut
 Cedera pembuluh darah : Arteri aksilla dapat rusak
 Fraktur disloksi

Komplikasi lanjut

 Kekakuan sendi bahu:Immobilisasi yang lama dapat mengakibatkan kekakuan


sendi bahu, terutama pada pasien yang berumur 40 tahun.Terjadinya kehilangan
rotasi lateral, yang secara otomatis membatasi abduksi
 Dislokasi yang berulang:terjadi kalau labrum glenoid robek atau kapsul terlepas
dari bagian depan leher glenoid
 Kelemahan otot

H. PENATALAKSANAAN
 Dislokasi reduksi: dikembalikan ketempat semula dengan menggunakan anastesi
jika dislokasi berat.
 Kaput tulang yang mengalami dislokasi dimanipulasi dan dikembalikan ke
rongga sendi.
 Sendi kemudian dimobilisasi dengan pembalut, bidai, gips atau traksi dan dijaga
agar tetap dalam posisi stabil.
 Beberapa hari sampai minggu setelah reduksi dilakukan mobilisasi halus 3-4X
sehari yang berguna untuk mengembalikan kisaran sendi
 Memberikan kenyamanan dan melindungi sendi selama masa penyembuhan.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
 Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai, status
perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no. register, tanggal MRS,
diagnosa medis.
 Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari disklokasi yang nantinya
membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi
terjadinya penyakit.
 Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab dislokasi, serta penyakit yang
pernah diderita klien sebelumnya yang dapat memperparah keadaan klien dan
menghambat proses penyembuhan.
 Pemeriksaan Fisik
Pada penderita Dislokasi pemeriksan fisik yang diutamakan adalah nyeri, deformitas,
fungsiolesa misalnya: bahu tidak dapat endorotasi pada dislokasi anterior bahu.

2. Diagnosa Keperawatan
 Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan discontinuitas jaringan.
 Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas dan nyeri saat mobilisasi.
 Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kegagalan untuk mencerna atau
ketidakmampuan mencerna makanan /absorpsi nutrient yang diperlukan untuk
pembentukan sel darah merah.
 Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit.
 Gangguan bodi image berhubungan dengan deformitas dan perubahan bentuk tubuh.

3. Intervensi Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan discontinuitas jaringan.
Tujuan asuhan keperawatan : Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan rasa
nyeri teratasi, dengan kriteria hasil :
a. Klien tampak tidak meringis lagi.
b. Klien tampak rileks.
Rencana Tindakan / Rasional:
 Kaji skala nyeri
Rasional : Mengetahui intensitas nyeri.
 Berikan posisi relaks pada pasien.
Rasional : Posisi relaksasi pada pasien dapat mengalihkan focus pikiran pasien pada
nyeri.
 Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi
Rasional : Tehnik relaksasi dan distraksi dapat mengurangi rasa nyeri.
 Berikan lingkungan yang nyaman, dan aktifitas hiburan.
Rasional : Meningkatkan relaksasi pasien.
 Kolaborasi pemberian analgesik.
Rasional : Analgesik mengurangi nyeri

2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas dan nyeri saat mobilisasi.
Tujuan asuhan keperawatan : Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan
gangguan mobilitas fisik klien teratasi, dengan kriteria hasil :
a. Klien melaporkan peningkatan toleransi aktivitas (termasuk aktivitas sehari-hari).
b. Klien menunjukkan penurunan tanda intolerasi fisiologis, misalnya nadi, pernapasan, dan
tekanan darah masih dalam rentang normal.
Rencana Tindakan / Rasional:
 Kaji tingkat mobilisasi pasien.
Rasional : Menunjukkan tingkat mobilisasi pasien dan menentukan intervensi
selanjutnya.
 Berikan latihan ROM.
Rasional : Memberikan latihan ROM kepada klien untuk mobilisasi.
 Anjurkan penggunaan alat bantu jika diperlukan.
Rasional : Alat bantu memperingan mobilisasi pasien.
 Monitor tonus otot
Rasional : Agar mendapatkan data yang akurat.
 Membantu pasien untuk imobilisasi baik dari perawat maupun keluarga.
Rasional : Dapat membantu pasien untuk imobilisasi.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan
untuk mencerna atau ketidakmampuan mencerna makanan/absorpsi nutrient yang
diperlukan untuk pembentukan sel darah merah.
Tujuan asuhan keperawatan : Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan
kebutuhan nutrisi terpenuhi, dengan kriteria hasil :
a. Klien menunjukkan peningkatan atau mempertahankan berat badan dengan nilai
laboratorium normal
b. Tidak mengalami tanda mal nutrisi.
c. Klien menunjukkan perilaku, perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan atau
mempertahankan berat badan yang sesuai.
Rencana Tindakan / Rasional:
 Kaji riwayat nutrisi, termasuk makan yang disukai.
Rasional : Mengidentifikasi defisiensi, memudahkan intervensi
 Observasi dan catat masukkan makanan pasien.
Rasional : Mengawasi masukkan kalori atau kualitas kekurangan konsumsi makanan.
 Timbang berat badan setiap hari.
Rasional : Mengawasi penurunan berat badan atau efektivitas intervensi nutrisi.
 Berikan makan sedikit dengan frekuensi sering dan atau makan diantara waktu makan.
Rasional : Menurunkan kelemahan, meningkatkan pemasukkan dan mencegah distensi
gaster.
 Observasi dan catat kejadian mual/muntah, flatus dan dan gejala lain yang berhubungan.
Rasional : Gejala GI dapat menunjukkan efek anemia (hipoksia) pada organ
 Berikan dan Bantu hygiene mulut yang baik ; sebelum dan sesudah makan, gunakan
sikat gigi halus untuk penyikatan yang lembut. Berikan pencuci mulut yang di encerkan
bila mukosa oral luka
Rasional : Meningkatkan nafsu makan dan pemasukkan oral. Teknik perawatan mulut
khusus mungkin diperlukan bila jaringan rapuh/luka/perdarahan dan nyeri berat.
 Kolaborasi pada ahli gizi untuk rencana diet.
Rasional : Membantu dalam rencana diet untuk memenuhi kebutuhan individual.
 Kolaborasi ; pantau hasil pemeriksaan laboraturium.
Rasional : Meningkatakan efektivitas program pengobatan, termasuk sumber diet nutrisi
yang dibutuhkan.
 Kolaborasi; berikan obat sesuai indikasi.
Rasional : Kebutuhan penggantian tergantung pada tipe anemia dan atau adanyan
masukkan oral yang buruk dan defisiensi yang diidentifikasi.

4. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit.


Tujuan asuhan keperawatan : Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan
kecemasan pasien teratasi, dengan kriteria hasil :
a. Klien tampak rileks
b. Klien tidak tampak bertanya-tanya.
Rencana Tindakan / Rasional:
 Kaji tingakat ansietas klien.
Rasional : Mengetahui tingakat kecemasan pasien dan menentukan intervensi
selanjutnya.
 Bantu pasien mengungkapkan rasa cemas atau takutnya.
Rasional : Mengali pengetahuan dari pasien dan mengurangi kecemasan pasien.
 Kaji pengetahuan pasien tentang prosedur yang akan dijalaninya.
Rasional : Agar perawat mengetahui seberapa tingkat pengetahuan pasien dengan
penyakitnya.
 Berikan informasi yang benar tentang prosedur yang akan dijalani pasien.
Rasional : Agar pasien mengerti tentang penyakitnya dan tidak cemas lagi.

5. Gangguan body image berhubungan dengan deformitas dan perubahan bentuk


tubuh.
Tujuan asuhan keperawatan : Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan
gangguan body image teratasi.
Rencana Tindakan / Rasional:
 Kaji konsep diri pasien
Rasional : Dapat mengetahui pasien.
 Kembangkan BHSP dengan pasien.
Rasional : Menjalin saling percaya pada pasien.
 Bantu pasien mengungkapkan masalahnya
Rasional : Menjadi tempat bertanya pasien untuk mengungkapkan masalahnya.
 Bantu pasien mengatasi masalahnya.
Rasional : Mengetahui masalah pasien dan dapat memecahkannya.
DAFTAR PUSTAKA

1. O'Halloran, K., Coor, P., & Schram, G. 2019. Acute management of joint dislocations.
Emergency Medicine Clinics, 37(2), 347-363.
2. Waterman, B. R., Laughlin, M. D., & Kilcoyne, K. G. 2012. Risk factors for short-term
complications of anterior shoulder dislocation in the young patient. Journal of Shoulder
and Elbow Surgery, 21(7), 947-952.
3. Makhni, E. C., & Makhni, M. C. 2020. Elbow dislocations: Evaluation, management, and
complications. Current Reviews in Musculoskeletal Medicine, 13(3), 345-356.
4. Tintle, S. M., & Keeling, J. J. 2020. Acute management of knee dislocations. Current
Reviews in Musculoskeletal Medicine, 13(4), 484-493.
5. Kang, S., & Thordarson, D. B. 2019. Management of ankle fractures and dislocations.
Current Reviews in Musculoskeletal Medicine, 12(2), 229-239.
6. PPNI, 2017. Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) edisi 1 cetakan II. DPP
PPNI. Jakarta
7. PPNI, 2018. Standart Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) edisi 1 cetakan II. DPP
PPNI. Jakarta
8. PPNI, 2019. Standart Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) edisi 1 cetakan II. DPP
PPNI. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai