Anda di halaman 1dari 18

Konsep Asuhan Keperawatan pada Pneumonia

1. Pengkajian
1. Identitas Klien
Lakukan pengkajian pada identitas pasien dan isi identitasnya, yang meliputi :
Nama, jenis kelamin, suku bangsa, tanggal lahir, alamat, agama, tanggal
pengkajian.
- Jenis kelamin : Paling banyak menderita pneumonia yaitu laki- laki tapi tidak
menutup kemungkinan perempuan.
- Umur : Usia yang paling rentang terkena pneumonia yaitu usia tua (lanjut
usia) dan anak-anak.
2. Keluhan utama
Keluhan dimulai dengan infeksi saluran pernafasan, kemidian mendadak panas
tinggi disertai batuk yang hebat, nyeri dada dan nafas sesak (Wahid &
Suprapto, 2013).
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Gejala saat ini dan durasinya : adanya sesak nafas atau kesulitan bernafas,
nyeri dada dan kaitan nyeri dengan pernapasan: batuk, produktif atau tidak
produktif, warna, konsistensi sputum,: gejala lain: kesakitan pernapasan atas
saat ini atau kesakitan akut lain; penyakit kronik seperti DM, PPOK, atau
penyakit jantung; medikasi saat ini; alergi obat. (LeMone atal, 2016).
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Dengan riwayat penyakit yang diderita klien yang berhubungan dengan
penyakit saat ini atau penyakit yang mungkin dapat dipengaruhi atau
memengaruhi penyakit yang diderita klien saat ini, dikaji apakah pasien
pernah menderita penyakit seperti ISPA, TBC paru, DM, tuberkulosis, trauma.
Hal ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya faktor predisposisi
(Rohman & Walid, 2010).
5. Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat kesehatan keluarga dihubungkan dengan kemungkinan adanya
penyakit keturunan,kecenderungan alergi dalam satu keluarga,penyakit yang
menular akibat kontak langsung antara anggota keluarga. Dikaji apakah ada
anggota keluarga yang menderita penyakit-penyakit yang disinyalir sebagai
penyebab pneumoni seperti Ca paru, asma, TB paru dan lain sebagainya
(Rohman & Walid, 2010).
6. Riwayat Alergi
Dikaji apakah pasien memiliki riwayat alergi terhadap beberapa oba, makanan,
udara, debu.
7. Pemeriksaan Fisik
Setelah melakukan anamnese yang mengarah pada keluhan klien pemeriksaan
fisik berguna untuk mendukung data dari pengkajian anmnesis. Pemeriksaan
fisik sebaiknya dilakukan secara per system (B1-B6) :
Primary Survey pada pasien Pneumonia:
a. Airway
Periksa jalan nafas paten, bisa terjadi sumbatan jalan nafas pada kasus
pneumonia berat dengan produksi sputum yang produktif (PDPI,
2020).
b. Breathing
Paru didapatkan inspeksi tidak simetris statis dan dinamis, fremitus
raba mengeras, redup pada daerah konsolidasi, suara napas
bronkovesikuler atau bronkial dan ronki kasar, penggunaan otot bantu
nafas, retraksi dada. distress pernapasan berat atau saturasi oksigen
pasien 30x/menit (2) distres pernapasan berat, atau (3) saturasi oksigen
93% tanpa bantuan oksigen (Adityo Susilo, 2020).
c. Circulation
Perubahan frekuensi jantung (bradikardia atau takikardia), hipertensi
atau hipotensi. Inspeksi membran mukosa : warna dan kelembaban,
turgor kulit, CRT meningkat (>2 detik), sianosis, peningkatan suhu
tubuh (Adityo Susilo, 2020).
d. Disability
Perubahan status kesadaran karena adanya hipoksemia (PDPI, 2020).
Kaji tingkat kesadaran pasien, tanda-tanda respon mata, respon
motorik dan tanda-tanda vital. Inspeksi respon terhadap rangsang,
masalah bicara, kesulitan menelan, kelemahan atau paralisis
ekstremitas, gelisah (Asyifaurrohman, 2017).

1) Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum
Klien tampak lemah, Hasil pemeriksaan tanda - tanda vital pada klien dengan
pneumonia biasanya didapatkan peningkatan suhu tubuh lebih dari 40℃,
frekuensi napas meningkat dari frekuensi normal, denyut nadi biasanya
seirama dengan peningkatan suhu tubuh dan frekuensi pernapasan, dan
apabila tidak melibatkan infeksi sistem yang berpengaruh pada
hemodinamika kardiovaskuler tekanan darah biasanya tidak ada masalah
(Rohman & Walid, 2010).
2) Secondary Survey
B1 (Breathing)
Pemeriksaan fisik pada klien dengan pneumonia merupakan pemeriksaan
fokus, berurutan pemeriksaan ini terdiri atas inspeksi, palpasi, perkusi dan
auskultasi.
Inspeksi: Bentuk dada dan gerakan pernapasan, Gerakan pernapasan simetris.
Pada klien dengan pneumonia sering ditemukan peningkatan frekuensi napas
cepat dan dangkal, serta adanya retraksi sternum dan intercostal space (ICS).
Napas cuping hidung pada sesak berat dialami terutama oleh anak-anak.
Batuk dan sputum. Saat dilakukan pengkajian batuk pada klien dengan
pneumonia, biasanya didapatkan batuk produktif disertai dengan adanya
peningkatan produksi sekret dan sekresi sputum yang purulen.
Palpasi: Gerakan dinding thorak anterior/ ekskrusi pernapasan. Pada palpasi
klien dengan pneumonia, gerakan dada saat bernapas biasanya normal dan
seimbang antara bagian kanan dan kiri. Getaran suara (frimitus vocal). Taktil
frimitus pada klien dengan pneumonia biasanya normal.
Perkusi: : Klien dengan pneumonia tanpa disertai komplikasi, biasanya
didapatkan bunyi resonan atau sonor pada seluruh lapang paru. Bunyi redup
perkusi pada klien dengan pneumonia didapatkan apabila bronkopneumonia
menjadi suatu sarang.
Auskultasi: Pada klien dengan pneumonia, didapatkan bunyi napas melemah
dan bunyi napas tambahan ronkhi basah pada sisi yang sakit. Penting bagi
perawat pemeriksa untuk mendokumentasikan hasil auskultasi di daerah
mana didapatkan adanya ronkhi.

B2 (Blood)
Pada klien dengan pneumonia pengkajian yang didapat meliputi :
Inspeksi : Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum.
Palpasi : Denyut nadi perifer melemah.
Perkusi : Batas jantung tidak mengalami pergeseran.
Auskultasi : Tekanan darah biasanya normal, bunyi jantung tambahan
biasanya tidak didapatkan.

B3 (Brain)
Klien dengan pneumonia yang berat sering terjadi penurunan kesadaran,
didapatkan sianosis perifer apabila gangguan perfusi jaringan berat. Pada
pengkajian objektif, wajah klien tampak meringis. Menangis, merintih,
merengang, dan mengeliat.

B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine berhubungan dengan intake cairan. Oleh
karena itu, perawat perlu memonitor adanya oliguria karena hal tersebut
merupakan tanda awal dari syok.

B5 (Bowel)
Klien biasanya mengalami mual, muntah, penurunan napsu makan, dan
penurunan berat badan.

B6 (Bone)
Kelemahan dan kelelahan fisik secara umum sering menyebabkan
ketergantungan klien terhadap bantuan orang lain dalam melakukan aktivitas
sehari-hari ).

B7(Penginderaan)
Pada klien penderita pneumonia tidak ditemukan adanya kerusakan
penginderaan.

B8(Endokrin)
Pada penderita pneumonia tidak ditemukan adanya pembesaran kelenjar
endokrin.
2. Diagnosis Keperawatan
Setelah pengumpulan data pasien, mengorganisasi data dan menetapkan diagnosis
keperawatan maka tahap berikutnya adalah perencanaan. Pada tahap ini perawat
membuat rencana perawatan dan menentukan pendekatan apa yang digunakan untuk
memecahkan masalah klien. Ada tiga fase dalam tahap perencanaan yaitu menentukan
prioritas, menentukan tujuan dan merencanakan tindakan keperawatan. Berikut adalah
perencanaan dari diagnosa keperawatan pada pasien dengan pneumonia menurut
SDKI, SLKI, SIKI (2017) adalah:
a) Bersihan jalan napas tidak efektif b/d hipersekresi jalan napas, proses infeksi
(SDKI, 2017) D.0001
b) Gangguan pertukaran gas b/d perubahan membran alveolus-kapiler (SDKI,
2017)
c) Hipertermia b/d proses penyakit infeksi) (SDKI, 2017) D.0130
d) Risiko Hipervolemia b/d Kegagalan Mekanisme Regulasi
e) Defisit Nutrisi b/d Ketidakmampuan Mengabsorsi Nutrien (SDKI, 2017)
D.0019

3. Intervensi Keperawatan

Masalah Tujuan dan Intervensi


Kriteria Hasil
Bersihan Setelah dilakukan Manajemen Jalan Napas (SIKI, 2018)
jalan napas asuhan keperawatan 1.01011
tidak efektif selama 4 jam, Observasi
b/d diharapkan bersihan  Monitor pola napas (frekuensi,
hipersekresi jalan napas kedalaman, usaha napas, Rasional:
jalan napas, meningkat dan mengidentifikasi terjadinya hipoksia
proses terbebas dari melalui tanda peningkatan frekuensi,
infeksi hambatan yang kedalaman dan usaha napas.
(SDKI, menyumbat jalan  Monitor sputum (jumlah, warna, bau,
2017) napas dengan kriteria: konsistensi), Rasional: Tanda infeksi
D.0001  Batuk efektif berupa secret tampak keruh dan
meningkat berbau. Sekret kental dapat
 Produksi sputum meningkatkan hipoksemia dan dapat
menurun menandakan dehidrasi.
 Wheezing Terapeutik
menurun  Posisikan semi-Fowler atau Fowler,
 Dispnea Rasional: meningkatkan ekskursi
menurun diafragma dan ekspansi paru.
 Frekuensi napas  Berikan minum hangat, Rasional:
membaik (12-20 memberikan efek ekspektorasi pada
kali/menit) jalan napas.
 Pola napas  Lakukan penghisapan lendir kurang
membaik (16-20 dari 15 detik, Rasional: mengeluarkan
kali/menit) sekret jika batuk tidak efektif.
Edukasi
 Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari
jika tidak kontraindikasi, Rasional:
meningkatkan aktivitas silia
mengeluarkan sekret dan kondisi
dehidrasi dapat meningkatkan
viskositas secret.
 Ajarkan teknik batuk efektif. Rasional:
memfasilitasi pengeluaran secret.
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian bronkodilator,
ekspektorn, mukolitik, jika perlu.
Gangguan Setelah dilakukan Terapi Oksigen (SIKI, 2018) 1.01026
pertukaran asuhan keperawatan Observasi
gas b/d dalam 4 jam,  Monitor kecepatan aliran oksigen,
perubahan pertukaran gas Rasional: memastikan ketepatan dosis
membran Meningkat, dengan pemberian oksigen.
alveolus- kriteria:  Monitor integritas mukosa hidung
kapiler 1. Dispnea akibat pemasangan oksigen, Rasional:
(SDKI, menurun mengidentifikasi terjadinya iritasi
2017) 2. Bunyi napas mukosa akibat aliran oksigen
tambahan  Monitor efektifitas terapi oksigen (mis.
(ronkhi) oksimetri, AGD), Rasional: karena
menurun SpO2 ↓, PO2 ↓ & PCO2 ↑ dapat terjadi
3. PaCO2 membaik akibat peningkatan sekresi paru dan
(35-45 mmHg) keletihan respirasi.
4. PaO2 membaik  Monitor rontgen dada untuk melihat
(>80 mmHg) adanya peningkatan densitas pada area
5. pH arteri paru yang menunjukkan terjadinya
membaik (7.35- pneumonia.
7.45) Terapeutik
6. Takikardia  Bersihkan sekret pada mulut, hidung
membaik, dan trakea, jika perlu Rasional:
frekuensi nadi menghilangkan obstruksi pada jalan
(60- 100x/menit) napas dan meningkatkan ventilasi
7. pola napas  Berikan oksigen Rasional:
membaik mempertahankan oksigenasi adekuat.
pernapasan (16- Dimulai 5 lpm dengan target SpO2 ≥
20 kali/menit) 90% pada pasien tidak hamil & ≥ 92 –
8. Sianosis 95% pada pasien hamil.
membaik  Gunakan perangkat oksigen yang
sesuai seperti high flow nasal canulla
(HFNC) atau noninvasive mechanical
ventilation (NIV) pada pasien ARDS
atau efusi paru luas.
Edukasi
 Jelaskan tujuan dan prosedur
pemberian oksigen. Rasional:
meningkatkan keterlibatan dan
kekooperatifan pasien terhadap terapi
oksigen.
Kolaborasi
 Kolaborasi penentuan dosis oksigen
Hipertermia Setelah dilakukan Manajemen Hipertermia (I.15506) hsl 181
berhubungan tindakan asuhan Observasi
dengan keperawatan dalam  Identifikasi penyebab hipertermia
proses waktu 4 jam (dehidrasi, terpapar lingkungan panas),
penyakit diharapkan  Monitor suhu tubuh,
(infeksi) termoregulasi  Monitor kadar elektrolit dan haluaran
(SDKI, membaik. Ditandai urin,
2017) dengan kriteria hasil:  Monitor komplikasi akibat hipertermia.
D.0130 1. Suhu tubuh Terapeutik
membaik  Sediakan lingkungan dingin,
2. Dispnea
 Longgarkan atau lepaskan pakaian,
membaik
 Berikan cairan oral dan kompres
3. Ventilasi
hangat (daerah dada, abdomen, axilla,
membaik
dahi, leher).
4. Pengisian kapiler
Edukasi
membaik
 Anjurkan tirah baring.
5. Menggigil
Kolaborasi
menurun
 Kolaborasi pemberian cairan, elektrolit
6. Kejang menurun
intravena, dan antiperetik, jika perlu.
7. Sianosis
menurun
8. Pucat menurun
9. Hipoksia
menurun
10. Takipnea
menurun
Risiko Setelah dilakukan Manajemen Hipovolemia (SIKI, 2018) I.
Hipovolemia asuhan keperawatan 03116 hal. 184
b/d dalam 4 jam, Observasi
kegagalan keseimbangan cairan  Periksa tanda dan gejala hipovolemia
mekanisme pada intraseluler dan (mis frekuensi nadi meningkat, nadi
regulasi ekstraseluler menjadi teraba lemah. Tekanan darah menurun,
(SDKI, efektif dengan tekanan nadi menyempit, turgor kulit
2017) kriteria: Status Cairan menurun, membran mukosa kering,
(SLKI, 2019) volume urin menurun, hematokrit
L.03028 hal. 107 meningkat, haus, lemah). Rasional :
1. Turgor kulit menilai tanda gejala risiko
membaik (Normal <2 hipovolemia.
detik)  Monitor status intake dan output
Dispnea membaik 3. Rasional: menilai status keseimbangan
Suara nafas tambahan cairan dan nutrisi yang masuk dalam
menurun 4. Tekanan tubuh.
darah membaik Terapeutik
Tekanan nadi  Hitung kebutuhan cairan Rasional:
membaik untuk memonitor kebutuhan cairan
(60-100x/menit) 6. yang diperlukan oleh tubuh
Kadar hb membaik  Berikan posisi modified trendelenburg
(Normal 12-15 Edukasi
gram/dL) 7. Kadar ht  Anjurkan memperbanyak asupan
membaik (Normal cairan
38-46%) 8. Cvp  Anjurkan menghindari perubahan
membaik (Normal 4- posisi mendadak
10mmHg) Kolaborasi
 Kolaborasi pemberiaan cairan IV
isotonis (mis NaCl, RL)
 Kolaborasi pemberian cairan IV
hipotonis( mis: glukosa 2,5%, NaCl
0,4%)
 Kolaborasi pemberian cairan koloid
(mis albumin)

4. Implementasi Keperawatan
Pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap
perencanaan (intervensi). Proses pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada
kebutuhan klien, faktor-faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan,
strategi implementasi keperawatan dan kegiatan komunikasi.Implementasi merupakan
komponen dari proses keperawatan. Implementasi keperawatan adalah pengelolaan
dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan
(Setiadi, 2012).Tujuan implementasi adalah melaksanakan hasil dari rencana
keperawatan untuk selanjutnya di evaluasi untuk mengetahui kondisi kesehatan pasien
dalam periode yang singkat, mempertahankan daya tahan tubuh, mencegah
komplikasi, dan menemukan perubahan sistem tubuh.

5. Evaluasi
Evaluasi keperawatan adalah kegiatan yang terus – menerus dilakukan untuk
menentukan apakah rencana keperawatan efektif dan bagaimana rencana keperawatan
dilanjutkan, merevisi rencana atau menghentikan rencana keperawatan (Manurung,
2011).
Perumusan evaluasi sumatif ini meliputi 4 komponen yang dikenal dengan istilah
SOAP, yakni subjektif, objektif, analisis data dan perencanaan.
1) S (subjektif) Data subjektif dari hasil keluhan klien, kecuali pada klien yang afasia
2) O (objektif) Data objektif dari hasi observasi yang dilakukan oleh perawat.
3) A (analisis) Masalah dan diagnosis keperawatan klien yang dianalisis atau dikaji
dari data subjektif dan data objektif.
4) P (perencanaan) Perencanaan kembali tentang pengembangan tindakan
keperawatan, baik yang sekarang maupun yang akan datang dengan tujuan
memperbaiki keadaan kesehatan pasien.
Konsep Asuhan Keperawatan pada Efusi Pleura

A. Primary Survey
1. Airway
Kepatenan jalan napas adalah komponen yang terpenting yang harus segera ditangani
untuk mencegah terjadinya hipoksia pada pasien stroke. Hal yang dapat dilakukan yaitu
bebaskan jalan napas kaji apakah ada obstruksi, kaji adanya perdarahan, muntah, secret,
dan saliva. Oropharyngeal airway diperlukan pada pasien dengan penurunan kesadaran
tanpa gangguan refleks muntah.
2. Breathing
Kaji kemampuan bernapas pada pasien, hitung frekuensi napas pasien, adanya perubahan
pola napas (takipnea), dispnea, auskultasi paru terdengar stridor atau ronchi atau mengi,
dan amati pergerakan dinding dada, kaji penggunaan otot bantu napas dan retraksi dada.
3. Circulation
Sirkulasi yang memadai perlu diperhatikan untuk mengetahui fungsi pemompaan jantung
dalam mempertahankan perfusi ke seluruh jaringan ketika terjadi stroke, adanya
perubahan tekanan darah, tekanan darah cenderung meningkat karna adanya tekanan
pada perfusi serebral, kaji denyut nadi, disritmia dapat terjadi pada pasien stroke
hemoragik karena adanya darah dalam CSF (Cerebrospinal Fluid), suhu dapat meningkat
akibat masalah metabolik atau infeksi tertentu. Akses intravena perlu dilakukan,
pengambilan darah rutin.
4. Disability
Penilaian neurologis untuk menilai defisit motorik atau sensorik yang terjadi karena
adanya penurunan kesadaran yang dapat mempengaruhi status airway, breathing,
circulation pada pasien. Adanya lemah, kaku, hilang keseimbangan, kaji tingkat
kesadaran menggunakan GCS, kaji respon menelan pasien, kaji bentuk dan reaksi pupil
terhadap cahaya, kaji kemampuan motorik pasien, kaji respon terhadap rangsangan, kaji
peningkatan TIK.
5. Exposure
Penilaian seluruh anggota tubuh dapat dilakukan untuk memastikan apakah pasien
mengalami trauma atau cedera pada saat serangan stroke hal ini dapat dilakukan dengan
melepaskan pakaian pasien dengan tetap menghormati privasi pasien dengan meletakkan
selimut di atas tubuh pasien. Hipotermia mungkin dapat terjadi akibat adanya kesulitan
aliran darah, gangguan oksigenasi ataupun gangguan koagulasi (Monemnasi, 2019).

B. Secondary Survey
Secondary survey dilakukan apabila kondisi yang mengancam jiwa pasien sudah diatasi.
Panduan dalam melakukan anamnesis dapat dilakukan dengan menggunakan akronis AMPLE
yaitu A = Allergies, apakah pasien memiliki alergi tertentu, M = Medications, apakah ada obat
yang sedang dikonsumsi, P = Past medical history, apakah pasien pernah dirawat atau berobat
sebelumnya, L = Last meal, apa saja yang dikonsumsi pasien terakir kali, dan E = Events
surrounding injury, apakah pasien mengalami cedera atau trauma sebelumnya.

C. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan upaya untuk
pengumpulan data secara lengkap dan sistematis mulai dari pengumpulan data, identitas dan
evaluasi status kesehatan klien (Tarwoto, 2013) dalam (Sulistiyawati, 2020) hal yang perlu
dikaji antara lain :
1. Identitas Klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan,
alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register dan
diagnosis medis.
2. Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah kelemahan
anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi dan penurunan
tingkat kesadaran.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Serangan stroke sering kali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien sedang
melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang
sampai tidak sadar, selain gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi otak
yang lain. Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran disebabkan
perubahan di dalam intrakranial. Keluhan perubahan perilaku juga umum terjadi.
Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi, tidak responsif dan koma.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes melitus, penyakit
jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-
obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif dan kegemukan. Pengkajian
pemakaian obat-obat yang sering digunakan klien, seperti pemakaian obat
antihipertensi, antilipidemia, penghambat beta dan lainnya. Adanya riwayat merokok,
penggunaan alkohol dan penggunaan obat kontrasepsi oral. Pengkajian riwayat ini
dapat mendukung pengkajian dari riwayat penyakit sekarang dan merupakan data dasar
untuk mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan tindakan selanjutnya.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes melitus, atau adanya
riwayat stroke dari generasi terdahulu

D. Pemeriksaan Fisik
B1 (Breath)
Inspeksi didapatkan peningkatan produksi sputum, pola napas takipnea. Auskultasi bunyi
napas tambahan seperti ronchi pada klien dengan peningkatan produksi sekret dan
kemampuan batuk yang menurun. Pada klien dengan tingkat kesadaran composmentis pada
pengkajian inspeksi pernapasan tidak ada kelainan. Palpasi thorak didapatkan taktil premitus
seimbang kanan dan kiri. Auskultasi tidak didapatkan bunyi napas tambahan.
B2(Blood)
Tekanan darah biasanya terjadi peningkatan dan bisa terdapat adanya hipertensi masif
TD>200 mmHg. Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis bergantung pada lokasi lesi
(pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat dan aliran
darah kolateral (sekunder atau aksesori). Lesi otak yang rusak tidak dapat membaik
sepenuhnya.
B3(Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkotinensia urine sementara karena konfusi,
ketidakmampuan untuk menggunakan urinal karena kerusakan kontrol motorik dan postural.
Kadang-kadang kontrol sfingter urinarus eksternal hilang atau berkurang. Selama periode ini,
dilakukan kateterisasi intermitten dengan tekhnik steril.Inkotinensia urine yang berlanjut
menunjukkan kerusakan neurologis luas.
B4(Brain)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual dan muntah pada
fase akut. Mual sampai muntah dihubungkan dengan peningkatan 27 produksi asam lambung
sehingga menimbulkan masalah pemenuhan kebutuhan nutrisi. Pola defekasi biasanya terjadi
konstipasi akibat penurunan peristaltik usus. Adanya inkontinensia alvi yang berlanjut
menunjukkan kerusakan neurologis luas.
B5(Bowel)
Stroke dalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan kehilangan kontrol volunter pada
salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada neuron motor atas pada sisi yang
berlawanan dari otak. Disfungsi motor paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada saah
satu) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satusisi
tubuh, adalah tanda yang lain.
B6(Bone)
Pada kulit, jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan
maka turgor kulit akan jelek. Disamping itu perlu juga dikaji tandatanda dekubitus, terutama
pada daerah yang menonjol karena klien stroke mengalami masalah mobillitas fisik. Adanya
kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensorik, atau
paralisis/hemiplegia, mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat,
Muttaqin, 2004 dalam (Erliyana, 2016).

Pengkajian Saraf Kranial


a) Saraf I: Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi penciuman
b) Saraf II. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer di antara
mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visual-spasial (mendapatkan hubungan
dua atau lebih objek dalam area spasial) sering terlihat pada mien dengan hemiplegia
kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena
ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.
c) Saraf III, IV, dan VI. Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis pada tubuh
d) Saraf V. Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf trigenimus,
penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah, penyimpangan rahang bawah
ke sisi ipsilateral, serta kelumpuhan satu sisi otot pterigoideus internus dan eksternus.
e) Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, dan otot wajah
tertarik ke bagian sisi yang sehat.
f) Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
g) Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan membuka mulut.
h) Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoi dan trapezius
i) Saraf XII. Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi, serta indra
pengecapan normal (Ariani, 2012).

E. Diagnose Keperawatan
1. Penurunan kapasitas adaptif intrakranial berhubungan dengan Edema serebral (stroke
iskemik)
2. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d hipersekresi jalan napas
3. Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membrane alveolus kapiler
4. Gangguan mobilitas fisik b.d gangguan neuromuskular
5. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d hipersekresi jalan napas
6. Hipertermi b.d proses penyakit (infeksi)
7. Penurunan curah jantung b.d perubahan frekuensi jantung
8. Risiko luka tekan
9. Risiko perfusi serebral tidak efektif
10. Risiko aspirasi
11. Perfusi perifer tidak efektif b.d peningkatan tekanan darah
12. Defisit perawatan diri b.d gangguan neuromuskuler

F. Intervensi Keperawatan

Masalah Tujuan dan Kriteria Intervensi


Hasil
Penurunan Setelah dilakukan Observasi :
kapasitas adaptif intervensi  Identifikasi penyebab peningkatan TIK
intracranial b.d keperawatan selama (edema serebral)
stroke iskemik 3x24 jam maka  Monitor tanda dan gejala peningkatan
kapasitas adaptif TIK (TD meningkat, nadi meningkat,
intrakranial meningkat pola napas takipnea, kesadaran menurun)
dengan kriteria hasil :  Monitor MAP
1. Tingkat kesadaran  Monitor CVP
meningkat  Monitor respon pupil (anisokor)
2. Tekanan
 Monitor terjadinya kejang
intrakranial
 Monitor intake output
membaik
Terapeutik :
3. Tekanan darah
 Berikan posisi semifowler
membaik
 Cegah terjadinya kejang
4. Tekanan nadi
Kolaborasi :
membaik
 Kolaborasi pemberian sedasi (miloz) dan
5. Pola napas
antikonvulsan (phenytoin, valproate)
membaik
 Kolaborasi pemberian diuretic osmosis
6. Respon pupil
(manitol)
membaik (SLKI,
L.06049) hal. 35
Gangguan Setelah dilakukan Intervensi utama (SIKI, I.01014) hal. 247
pertukaran gas intervensi Observasi :
b.d perubahan keperawatan 3x24 jam  Monitor pola napas (takipnea)
membrane maka pertukaran gas  Monitor posisi alat terapi oksigen
alveolus kapiler meningkat dengan  Monitor adanya produksi sputum
kriteria hasil : (jumlah dan warna)
1. Dispnea menurun  Auskultasi bunyi napas (ronchi)
2. Bunyi napas  Monitor saturasi oksigen
tambahan  Monitor nilai AGD
menurun Intervensi pendukung (SIKI, I.01011) hal. 186
3. Pola napas Terapeutik :
membaik  Lakukan suction
4. PCO2 membaik
 Lakukan fisioterapi dada
5. pH arteri membaik
 Berikan oksigenasi sesuai kebutuhan
6. PO2 membaik
Kolaborasi :
7. Takikardia
 Kolaborasi pemberian bronkodilator,
membaik
ekspektoran (bisolvon, midatro).
Penurunan curah Setelah dilakukan Observasi :
jantung b.d intervensi  Identifikasi tanda dan gejala penurunan
perubahan keperawatan 3x24 jam curah jantung (dispnea, edema,
frekuensi jantung maka curah jantung peningkatan CVP, oliguria, ronchi)
meningkat dengan  Monitor tekanan darah
kriteria hasil :  Monitor intake dan output cairan
1. Takikardia  Monitor saturasi oksigen
menurun  Monitor nilai laboratorium jantung (hct,
2. Gambaran EKG
Na, K, Cl, BUN)
aritmia menurun
Terapeutik :
3. Edema menurun
 Berikan oksigen untuk mempertahankan
4. Oliguria menurun
saturasi oksigen >94%
5. Tekanan darah
Kolaborasi :
membaik
 Kolaborasi pemberian antiaritmia
6. CVP membaik
(digoxin)
7. CRT membaik
 Kolaborasi pemberian antiplatelet
(SLKI, L.02008)
(aspilet)
hal. 20
Defisit nutrisi b.d Setelah dilakukan Observasi :
ketidakmampuan intervensi  Identifikasi status nutrisi
menelan keperawatan 3x24 jam  Monitor berat badan
makanan maka manajemen  Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
nutrisi meningkat (albumin serum, hemoglobin,
dengan kriteria hasil : hematokrit, elektrolit darah)
1. Serum albumin  Monitor jumlah residu lambung sebelum
meningkat pemberian makanan
2. Jumlah residu Terapeutik :
cairan lambung  Pasang selang NGT
menurun  Lakukan oral hygiene sebelum makan
3. Bising usus Kolaborasi :
membaik  Kolaborasi pemberian medikasi sebelum
4. Membran mukosa makan (inpepsa)
membaik  Kolaborasi dengan ahli gizi jenis nutrien
yang dibutuhkan
Hipertermi b.d Setelah dilakukan Observasi :
proses penyakit Tindakan keperawatan  identifikasi penyebab hipertermi (infeksi)
3x24 jam diharapkan  monitor suhu tubuh
suhu tubuh pasien  monitor haluaran urine
menurun dengan  monitor kadar elektrolit, TD, suhu,
kriteria hasil : frekuensi napas, dan nadi
1. suhu tubuh Terapeutik :
membaik  longgarkan atau lepaskan pakaian
2. suhu kulit
 berikan kompres dingin
membaik
Kolaborasi :
3. kadar glukosa
 Kolaborasi pemberian cairan dan
darah membaik
elektrolit intravena (NS 500 cc)
4. kulit merah
 Kolaborasi pemberian antipiretik
menurun
(paracetamol)
5. takikardi menurun
6. takipnea menurun

G. Implementasi
Pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap
perencanaan (intervensi). Proses pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada
kebutuhan klien, faktor-faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan,
strategi implementasi keperawatan dan kegiatan komunikasi.Implementasi merupakan
komponen dari proses keperawatan. Implementasi keperawatan adalah pengelolaan
dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan
(Setiadi, 2012).Tujuan implementasi adalah melaksanakan hasil dari rencana
keperawatan untuk selanjutnya di evaluasi untuk mengetahui kondisi kesehatan pasien
dalam periode yang singkat, mempertahankan daya tahan tubuh, mencegah
komplikasi, dan menemukan perubahan sistem tubuh.

H. Evaluasi
Evaluasi keperawatan adalah kegiatan yang terus – menerus dilakukan untuk
menentukan apakah rencana keperawatan efektif dan bagaimana rencana keperawatan
dilanjutkan, merevisi rencana atau menghentikan rencana keperawatan (Manurung,
2011).
Perumusan evaluasi sumatif ini meliputi 4 komponen yang dikenal dengan istilah
SOAP, yakni subjektif, objektif, analisis data dan perencanaan.
1) S (subjektif) Data subjektif dari hasil keluhan klien, kecuali pada klien yang afasia
2) O (objektif) Data objektif dari hasi observasi yang dilakukan oleh perawat.
3) A (analisis) Masalah dan diagnosis keperawatan klien yang dianalisis atau dikaji
dari data subjektif dan data objektif.
4) P (perencanaan) Perencanaan kembali tentang pengembangan tindakan
keperawatan, baik yang sekarang maupun yang akan datang dengan tujuan
memperbaiki keadaan kesehatan pasien.

Anda mungkin juga menyukai