Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

BRONKITIS KRONIS

1.1 Pengertian
Bronkitis adalah suatu infeksi saluran pernafasan yang menyebabkan
inflamasi yang mengenai trakea, bronkus utama dan menengah yang
bermanifestasi sebagai batuk, dan biasanya akan membaik tanpa terapi dalam
dua minggu. Bronkitis umumnya disebabkan oleh virus seperti rhinovirus,
RSV, virus influenza, virus para influenza, adenovirus, virus rubeola dan
paramixovirus dan bronkitis karena bakteri biasanya dikaitkan dengan
mycoplasma pneumonia, Bordetella pertussis atau corynebacterium diptheria
(Raharjoe, 2012).
Bronkitis merupakan inflamasi (peradangan) yang terjadi pada bronkus
(saluran udara ke paru-paru). Penyakit ini bersifat ringan dan bisa sembuh
secara total namun bronkitis juga dapat bersifat serius pada penderita yang
memiliki penyakit kronis seperti penyakit jantung atau penyakit paru-paru
(Suryo, 2010).
Bronkitis merupakan penyakit infeksi pada saluran nafas yang menyerang
bronkus. Penyakit ini banyak menyerang anak-anak yang lingkungannya
banyak polutan, misalnya orang tua yang merokok dirumah, asap kendaraan
bermotor, asap hasil pembakaran pada saat masak yang menggunakan bahan
bakar kayu. Bronkitis kronis itandai dengan gejala yang berlangsung lama (3
bulan dalam setahun selama 2 tahun berturut-turut). Pada bronkitis kronik
peradangan bronkus tetap berlanjut selama beberapa waktu dan terjadi
obstruksi/hambatan pada aliran udara yang normal dalam bronkus (Marni,
2014).

1.2 Etiologi
Penyebab utama penyakit ini adalah virus. Penyebab bronkitis kronik yang
paling sering adalah virus seperti rhinovirus, respiratory sincytial virus
(RSV), virus influenza, virus parainfluenza dan coxsackie virus. Bronkitis
akut sering terdapat pada anak yang menderita morbili, pertusis, dan infeksi
Mycoplasma pneumoniae. Infeksi sekunder oleh bakteri dapat terjadi, namun
ini jarang dilingkungan sosio-ekonomi yang baik (Ngastiyah, 2005). Biasanya
virus agens lain (seperti bakteri, jamur, gangguan alergi, iritan udara) dapat
memicu gejala (Wong, 2008).

1.3 Klasifikasi
Menurut Juanidi (2010) bronkitis terbagi menjadi 2 jenis sebagai berikut:
a. Bronkitis kronik karena infeksiosa, disebabkan oleh infeksius dan bakteri
atau organisme lainnyang menyerupai bakteri (mycoplasma pnemoniae
dan clamydia) serangan ini berulang bisa terjadi pada perokok, penderita
penyakit paru-paru dan saluran pernafasan menahun. Infeksi berulang bisa
terjadi akibat sinusitis kronis, bronkhietasis, alergi pembesaran amandel
dan andenoid.
b. Bronkitis kronik iriliatif karena disebabkan oleh zat atau benda yang
bersifat iriliatif seperti debu, asap (dari asam kuat, amonia sejumlah
pelarut organik klorin, hidrogen,sulfida, sulfur dioksida).
1.4 Patofisiologi
1.5 Pathway/WOC
1.6 Menifestasi Klinis
Tanda dan gejala bronkitis kronis yaitu: batuk yang parah pada pagi hari
dan pada kondisi lembab, aering mengalami infeksi saluran nafas ( seperti
pilek atau flu) yang dibarengi dengan batuk, gejala bronkitis kronis lebih dari
3 bulan, demam tinggi, sesak nafas jika saluran tersumbat, produksi dahak
bertambah banyak berwarna kuning atau hijau kemudian dapat timbul ronki
basah kasar dan suara napas kasar (Ngastiyah, 2005).

1.7 Pemeriksaan Penunjang


a. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan foto toraks anterior-posterior dilakuakan untuk menilai
derajat progersifitas penyakit yang berpengaruh menjadi penyakit paru
obstruktif menahun.
b. Pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan laboratotium menunjukan adanya perubahan pada
peningkatan eosinofil (berdasarkan pada hasil hitungan jenis darah).
Sputum diperiksa secara maskrokopis untuk diagnosis banding dengan
tuberkulosis paru
(Soemantri, 2007).

1.8 Diagnosa Banding


Menurut Widysanto dkk. (2022), Adapun diagnosa banding sebagai
berikut:
a. Sinusitis akut
b. Asma
c. faringitis bacterial
d. Bronkiektasis
e. Bronkiolitis
f. Bronkitis
g. Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK)
h. Sinusitis kronis
1.9 Komplikasi
Gangguan pernapasan secara langsung sebagai akibat bronkitis kronis
ialah bila lendir tetap tinggal di dalam paru akan menyebabkan terjadinya
atelektasis atau bronkiektasis, kelainan ini akan menambah penderitaan
pasien lebih lama. Untuk menghindarkan terjadinya komplikasi ini pasien
bronkitis harus mendapatkan pengobatan dan perawatan yang benar
sehingga lendir tidak selalu tertinggal dalam paru. Berikan banyak minum
untuk membantu mengencerkan lendir, berikan buah dan makanan bergizi
untuk mempertinggi daya tahan tubuh.
Pada pasien yang sudah mengerti beritahukan bagaimana sikapnya jika
sedang batuk dan apa yang perlu dilakukan. Pada pasien batuk-batuk yang
keras sering diakhiri dengan muntah, biasanya bercampur lendir. Setelah
muntah pasien menjadi agak tenang. Tetapi bila muntah berkelanjutan,
maka maka dengan keluarnya makanan dapat menyebabkan pasien
menjadi kurus serta menurunkan daya tahan tubuh. Untuk mengurangi
kemungkinan tersebut setelah bayi muntah dan tenang perlu diberikan
minum susu atau makanan lain (Ngastiyah, 2005).

1.10 Proses Keperawatan


1.10.1 Pengkajian
Menurut Ngastiyah (2005), pengkajian di bagi sebagai berikut:
a. Anamnesis
Keluahan utama pada klien dengan bronkitis meliputi batuk kering dan
produktif dengan sputum purulen, demam dengan suhu tubuh dapat
mencapai ≥ 40 C dan sesak napas.
b. Riwayat penyakit saat ini
Riwayat penyakit saat ini pada klien dengan bronkitis bervariasi
tingkat
keparahan dan lamanya. Bermula dari gejala batuk-batuk saja, hingga
penyakit akut dengan manifestasi klinis yang berat.sebagai tanda-tanda
terjadinya toksemia klien dengan bronkitis sering mengeluh malaise,
demam, badan terasa lamah, banyak berkeringat, takikardia, da
takipnea. Sebagai tanda terjadinya iritasi, keluahan yang didapatkan
terdiri atas batuk, ekspektorasi/peningkatan produksi sekret, dan rasa
sakit dibawah sternum. Pentingnya ditanyakan oleh perawat mengenai
obat – obat yang telah atau biasa diminum oleh klien untuk
mengurangi keluhannya dan mengkaji kembali apakah obat – obat
tersebut masih relavan untuk dipakai kembali.
c. Riwayat penyakit dahulu
Pada pengkajian riwayat kesehatan terdahulu sering kali klien
mengeluh pernah mengalami infeksi saluran pernapasan bagian atas
dan adanya riwayat alergi pada pernapasan atas. Perawat haru
memperhatikan dan mencatatnya baik-baik.
d. Pengkajian Psiko-sosial-spiritual
Pada pengkajian psikologis klien dengan bronkitis didapatkan klien
sering mengalami kecemasan sesuai dengan keluhan yang dialaminya
dimana adanya keluahan batuk, sesak napas, dan demam merupakan
stresor penting yang menyebabkan klien cemas. Perawat perlu
memberikan dukungan moral dan memfasilitasi pemenuhan informasi
dengan tim medis untuk pemenuhan informasi mengenai prognosis
penyakit dari klien. Kaji pengetahuan klien dan keluarga tentang
pengobatan yang diberikan (nama, cara kerja, frekuensi, efek samping,
dan tanda – tanda terjadinya kelebihan dosis). Pengobatan non
farmakologi seperti olahraga secara teratur serta mencegah kontak
dengan alergen atau iritan (jika diketahui penyebab alergi), sistem
pendukung, kemauan dan tingkat pengetahuan keluarga.
e. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum dan tanda-tanda vital, hasil pemeriksaan tanda-tanda
vital pada klien dengan bronkitis biasanya didapatkan adanya
peningkatan suhu tubuh lebih dari 40C, frekuensi napas meningkat dari
frekuensi normal, nadi biasanya meningkat seirama dengan
peningkatan suhu tubuh dan frekuensi pernapasan serta biasanya tidak
ada masalah dengan tekanan darah (Soemantri, 2007).
1) Inspeksi
Klien biasanya mengalami peningkatan usahadan frekuensi
pernapasan, biasanya menggunakan otot bantu pernapasan. Pada
kasus bronkitis kronis, sering didapatkan bentuk dada barrel/tong.
Gerakan pernapasan masih simetris, hasil pengkajian lainnya
menunjukan klien juga mengalami batuk yang produktif dengan
sputum purulen berwarna kuning kehijauan sampai hitam
kecoklatan karena bercampur darah.
2) Palpasi
Taktil fermitus biasanya normal
3) Perkusi
Hasil pengkajian perkusi menunjukan adanya bunyi resonan pada
seluruh lapang paruh.
4) Auskultasi
Jika abses terisi penuh dengan cairan pus akibat drainase yang
buruk, maka suara napas melemah, jika bronkus paten dan
drainasenya baik ditambah adanya konsuldasi disekitar abses,
maka akan terdengar suara napas bronkial dan ronkhi basah.
f. Pemeriksaan diagnostik
1) Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan foto thoraks posterior – anterior dilakukan untuk
menilai derajat progresivitas penyakit yang berpengaruh menjadi
penyakit paru obstruktif menahun.
2) Pemeriksaan laboratorium
Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukan adanya perubahan
pada peningkatan eosinofil (berdasarkan pada hasil hitung jenis
darah). Sputum diperiksa secara makroskopis untuk diagnosis
banding dengan tuberculosis paru
(Soemantri, 2007).
1.10.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan pada pasien dengan bronkitis kronis sebagai
berikut: Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017):
a. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan tubuh yang menghambat
ekspansi paru
b. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan hiperskresi
jalan napas
c. Hipertermia berhubungan dengan dehidrasi
d. Resiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan
ketidakseimbangan cairan

1.11 Perencanaan terapi komplementer yang bisa diintegrasikan


Terapi komplementer yang di intregasikan pada pasien bronkitis kronis
yaitu terapi Akupuntur, salah satu contoh pada titik meridian tay yin
tangan paru-paru:
a. LU – 1 / ZHONG FU
LETAK: Pada garis lateral dada III, setinggi sela iga I.
CARA PENJARUMAN: Miring/datar ke arah lateral 0,3 – 05 cun;
moxa, dilarang tusuk tegak lurus.
FUNGSI: Membersihkan melancarkan Jiao atas, melancarkan Qi paru.
INDKASI: Batuk, sesak napas, nyeri dada atau nyeri punggung.
KEISTIMEWAAN: Titik Mu paru-paru. Titik pertemuan meridian
paru dengan limpa.
b. LU – 2 / YU MEN
LETAK: Pada garis lateral dada III, di atas LU – 1 (Zhong Fu) di
bawah pars acrominalis claviculae, di dalam lekukan M pectoralis.
CARA PENJARUMAN: Miring / datar ke lateral 0,3 – 0,5 cun,
dilarang tusuk tegak lurus.
INDKASI: Batuk, disppance (sesak napas), nyeri dada atau punggung,
TBC, radang paru-paru (pneumonia).
PERHATIAN: Tusuk terlalu dalam bisa menyebabkan sesak napas.
c. LU – 3 / TIAN FU
LETAK: Pada sulkus M bicep radialis, pada 3 cun di bawah garis lurus
yang ditarik dari sudut ketiak depan.
CARA PENJARUMAN: Tegak lurus sedalam 0,5 – 0,8 cun bisa
moxa.
INDKASI: Sesak napas, nyeri dada, nyeri lengan atas bagian media,
batuk, berdebar-debar (tachicardia), epistaxis.
d. LU – 4 / XIA BAI
LETAK: 1 cun di bawah Lu – 3, pada sisi radial M. biceps.
CARA PENJARUMAN: Tegak lurus sedalam 0,5 – 0,8 cun bisa
moxa.
INDKASI: Batuk tersengkal, rasa penuh di dada, nyeri dada, berdebar,
nyeri lengan atas sisi medial.
e. LU – 5 / CHI ZE
LETAK: Pada lipat siku, sisi radial tendon M. biceps.
CARA PENJARUMAN: Tegak lurus sedalam 0,5 – 1 cun bisa moxa.
FUNGSI: Membersihkan panas defisiensi paru, menurunkan Qi yang
membalik, membersihkan Jiao atas.
INDKASI: Flu, batuk darah, rasa penuh di dada, nyeri di daerah siku.
Nyeri tenggorokan, sekit kepala, radang selaput dada (pleuritis).
KEISTIMEWAAN: Titik He meridian paru, titik anak atau titik
sedatif.
f. LU – 6 / KONG ZUI
LETAK: Pada sisi radial lengan bawah, pada garis yang
menghubungkan Lu – 5 (chize) dan Lu – 9 (taiyuan), 7 cun di atas
pergelangan tangan sisi medial lengan bawah.
CARA PENJARUMAN: Tegak lurus sedalam 0,3 – 0,7 cun bisa
moxa.
FUNGSI: Memelihara paru, menghentikan pendarahan, membersihkan
panas, mengusir patogen luar.
INDKASI: Batuk, sesak napas, batuk darah, pharyngitis, kaku dan
nyeri di daerah pundak.
KEISTIMEWAAN: Titik Xi meridian paru.
g. LU – 7 / LEI QUE
LETAK: Di atas procesus styloideus os radii, 1 ½ cun di atas lipat
pergelangan tangan, di antara M brachioradialis dan tendon abductor
policis longus, atau 2 huko (bagian tangan antara ibu jari dan jari
telunjuk) saling bersilang, ujung jari telunjuk yang di arahkan pada
procesus stiloideus menunjukkan letak titik tersebut.
CARA PENJARUMAN: Miring dengan ujung jaru di arahkan ke siku
sedalam 0,2 – 0,5 cun bisa moxa.
FUNGSI: Melancarkan paru, mengusir pathogen angin, melancarkan
meridian.
INDKASI: Chepalgia, batuk, sesak napas, pharyngitis, kaku kuduk,
bels pallsy.
KEISTIMEWAAN: Titik Luo meridian paru dan titik pertemuan
induk. Meridian istimewa Ren.
h. LU – 8 / JING QU
LETAK: Pada sisi medial proc. Styloideus os radii, 1 cun di atas
pergelangan tangan.
CARA PENJARUMAN: Tegak lurus sedalam 0,1 – 0,3 cun Ki moxa.
INDKASI: Batuk, sesak napas, pharyngitis dan nyeri dada, mual, nyeri
lengan tangan, dada dan punggung kencang.
KEISTIMEWAAN: Titik Jing meridian paru.

i. LU – 9 / TAY YUAN
LETAK: Pada lekukan ujung radial lipat pergelangan tangan, tepi
radial dari arteri radialis.
CARA PENJARUMAN: Tegak lurus sedalam 0,2 – 0,3 cun.
FUNGSI: Mengusir angin, melarutkan riak, mengatur Qi paru,
menghentikan batuk, membersihkan Qi paru dan Jiao atas.
INDKASI: Batuk, sesak napas, batuk darah, pharyngitis, sakit gigi dan
penyakit mata.
KEISTIMEWAAN: Titik Yuan dan titik Su meridian paru. Titik
dominan pembuluh darah; titik tonifikasi.
j. LU – 10 / YU JI
LETAK: Pada pertengahan os. Metacarpal I sisi radial dan terletak
pada batas perubahan warna telapak tangan.
CARA PENJARUMAN: Tegak lurus sedalam 0,5 – 0,7 cun bisa
moxa.
FUNGSI: Melancarkan paru, stabilkan lambung, melancarkan
tenggorokan, membersihkan panas darah.
INDKASI: Batuk, batuk darah, pharyngitis, demam, influenza.
KEISTIMEWAAN: Titik Ying meridian paru.
k. LU – 11 / SHAO SHANG
LETAK: Pada sisi radial ibu jari, 0,1 cun di belakang sudut kuku.
CARA PENJARUMAN: miring sedalam 0,1 cun dengan jarum
diarahkan ke atas, kadang dengan jarum prisma ditusuk hingga timbul
pendarahan.
FUNGSI: Melancarkan meridian, menyadarkan (pingsan),
melancarkan tenggorokan, mencegah dan pelancar Qi yang membalik
(12 meridian).
INDKASI: Batuk, sesak napas, pharyngitis, epistaxis, tonsilsitis,
kekakuan jari, nyeri pada hemiphelgi, koma apoplexia dan gangguan
mental, vomitus tak bisa konsumsi makanan.
KEISTIMEWAAN: Titik Jing meridian paru.

DAFTAR PUSTAKA

Junaidi Iskandar., 2010. Penyakit Paru Dan Saluran, Jakarta: PT. Bhuana Ilmu
Populer.

Ngastiyah. (2005). Buku Perawatan Anak Sakit. Edisi 2. Jakarta: EGC

Marni. 2014. Buku Ajar Keperawatan Pada Anak Dengan Gangguan Pernapasan.
Yogyakarta: Gosyen Publishing.

Rahajoe N., 2012. Buku Ajar Respirologi Anak. Jakarta: Badan Penerbit IDAI.
pp.583-593
Soematri,I. (2007). Keperawatan Medikal Bedah: Asuhan Keperawatan pada
pasien
dengan gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:
Definisidan Indikator Diagnostik. Jakarta; Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Widysanto A, Mathew G. Bronkitis Kronis. [Diperbarui 2022 Nov 28]. Di dalam:


StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): Penerbitan StatPearls; 2022
Jan-. Tersedia dari: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK482437/

Wong L. Donna et al. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pedriatik. Cetakan pertama.
Jakarta: EGC.

LAPORAN PENDAHULUAN
KEBUTUHHAN OKSIGENASI

1.1 Definisi
Oksigenasi adalah memberikan aliran gas oksigen lebih dari 21%
pada tekanan 1 atmosfer sehingga konsentrasi oksigen meningkat dalam
tubuh. Oksigenasi adalah sebuah proses dalam pemenuhan kebutuhan O2
dan pembuangan CO2. Pemenuhan kebutuhan oksigen ini tidak terlepas dari
kondisi sistem pernapasan secara fungsional. Bila ada gangguan pada salah
satu organ sistem respirasi, maka kebutuhan oksigen akan mengalami
gangguan. Apabila lebih dari 4 menit seseorang tidak mendapatkan oksigen,
maka akan berakibat pada kerusakan otak yang tidak dapat diperbaiki dan
kemungkinan berujung fatal seperti meninggal (Kusnanto, 2016).
Kebutuhan oksigenasi merupakan salah satu kebutuhan dasar
manusia yang digunakan untuk kelangsungan metabolisme tubuh dalam
mempertahankan kelangsungan hidup dan berbagai aktivitas sel tubuh
dalam mempertahankan kelangsungan hidup dan berbagai aktivitas sel
tubuh dalam kehidupan sehari-hari. Kebutuhan oksigenasi dipengaruhi oleh
berapa faktor seperti fisiologis, perkembangan, perilaku, dan lingkungan
(Ernawati, 2012).

1.2 Etiologi
Menurut Ambarwati (2014), terdapat beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi kebutuhan oksigen, seperti faktor fisiologis, status
kesehatan, faktor perkembangan, faktor perilaku, dan lingkungan.
a. Faktor fisiologis
Gangguan pada fungsi fisiologis akan berpengaruh pada kebutuhan
oksigen seseorang. Kondisi ini dapat mempengaruhi fungsi
pernapasannya diantaranya adalah:
1) Penurunan kapasitas angkut oksigen seperti pada pasien anemia atau
pada saat terpapar zat beracun
2) Penurunan konsentrasi oksigen yang diinspirasi
3) Hipovolemia
4) Peningkatan laju metabolik
5) Kondisi lain yang mempengaruhi pergerakan dinding dada seperti
kehamilan, obesitas dan penyakit kronis
b. Status kesehatan
Pada individu yang sehat, sistem pernapasan dapat menyediakan kadar
oksigen yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Akan tetapi,
pada individu yang sedang mengalami sakit tertentu, proses oksigenasi
dapat terhambat sehingga mengganggu pemenuhan kebutuhan oksigen
tubuh seperti gangguan pada sistem pernapasan, kardiovaskuler dan
penyakit kronis.
c. Faktor perkembangan
Tingkat perkembangan juga termasuk salah satu faktor penting yang
mempengaruhi sistem pernapasan individu. Berikut faktor-faktor yang
dapat mempengaruhi individu berdasarkan tingkat perkembangan:
1) Bayi prematur: yang disebabkan kurangnya pembentukan surfaktan
2) Bayi dan toddler: adanya risiko infeksi saluran pernapasan akut
3) Anak usia sekolah dan remaja: risiko infeksi saluran pernapasan dan
merokok
4) Dewasa muda dan paruh baya: diet yang tidak sehat, kurang
aktivitas, dan stres yang mengakibatkan penyakit jantung dan paru-
paru
5) Dewasa tua: adanya proses penuaan yang mengakibatkan
kemungkinan arteriosklerosis, elastisitas menurun, dan ekspansi paru
menurun
d. Faktor perilaku
Perilaku keseharian individu tentunya juga dapat mempengaruhi fungsi
pernapasan. Status nutrisi, gaya hidup, kebiasaan olahraga, kondisi
emosional dan penggunaan zat-zat tertentu secara sedikit banyaknya
akan berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan oksigen tubuh.
e. Lingkungan
Kondisi lingkungan juga dapat mempengaruhi kebutuhan oksigen.
Kondisi lingkungan yang dapat mempengaruhi pemenuhan oksigenasi
yaitu:
1) Suhu lingkungan
2) Ketinggian
3) Tempat kerja (polusi)

1.3 Klasifikasi
Pemenuhan kebutuhan oksigenasi didalam tubuh terdiri atas 3
tahapan yaitu ventilasi, difusi, dan transportasi.
a. Ventilasi
Proses ini merupakan proses keluar dan masuknya oksigen dan atmosfer
dalam alveoli atau dari alveoli ke atmosfer. Proses ventilasi ini
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:
1) Adanya perbedaan tekanan antara atmosfer dengan paru, semakin
tinggi tempat maka tekanan udara semakin rendah. Demikian pula
sebaliknya.
2) Adanya kemampuan thorak dan paru pada alveoli dalam
melaksanakan ekspansi atau kembang kempis.
3) Adanya jalan napas yang dimulai dari hidung hingga alveoli yang
terdiri atas berbagai otot polos yang kerjanya sangat dipengaruhi
oleh system saraf otonom. Terjadinya rangsangan simpatis dapat
menyebabkan relaksasi sehingga dapat terjadi vasodilatasi,
kemudian kerja saraf parasimpatis dapat menyebabkan kontriksi
sehingga dapat menyebabkan vasokontriksi atau proses
penyempitan.
4) Adanya reflek batuk dan muntah
Adanya peran mucus silliasis sebagai penangkal benda asing yang
mengandung interferon dan dapat mengikat virus.
b. Difusi
Merupakan pertukaran antara oksigen di alveoli dengan kamler
paru dan CO2, di kapiler dengan alveoli. Proses pertukaran ini
dipengaruhi oleh beberapa faktor:
1) Luasnya permukaan paru
2) Tebalnya membrane respirasi atau permeabilitas yang terjadi antara
epitel alveoli dan intertisial. Keduanya ini dapat mempengaruhi
proses difusi apabila terjadi proses penebalan.
3) Perbedaan tekanan dan konsentrasi O2 hal ini dapat terjadi sebagai
mana O2 dari alveoli masuk ke dalam darah oleh karena tekanan O2
dari rongga alveoli lebih tinggi dari tekanan O2 dalam darah vena
pulmonalis (masuk dalam darah secara berdifusi) dan PaCO. Dalam
arteri pulmonalis juga akan berdifusi ke dalam alveoli.
4) Afinitas gas
Merupakan kemampuan untuk menembus dan saling mengikat hb.
c. Transportasi Gas
Merupakan proses pendistribusian antara O2 kapiler ke jaringan
tubuh CO2, jaringan tubuh ke kapiler. Pada proses transportasi akan
berikatan dengan hb membentuk oksihemoglobin (97%) dan larut dalam
plasma (3%) sedangkan CO2 akan berikatan dengan hb membentuk
karbominohemiglobin (30%) dan larut dalam plasma (50%) dan
sebagian menjadi HCO3 berada pada darah (65%). Transportasi gas
dapat dipengaruhi oleh beberapa factor diantaranya:
1) Kardiak output merupakan jumlah darah yang dipompa oleh darah.
2) Kondisi pembuluh darah, latihan dan lain-lain secara langsung
berpengaruh terhadap transport oksigen.
1.4 Patofisiologi dan WOC
1.5 Pathway
1.6 Manifestasi Klinis
Menurut Nanda (2018), tanda dan gejala pada masalah kenutuhan
oksigenasi yaitu:
a. Bunyi nafas tambahan (ronchi, wheezing, stridor)
b. Perubahan pada irama dan frekuensi pernapasan
c. Batuk tidak ada atau tidak efektif
d. Sianosis
e. Kesulitan untuk bersuara
f. Penurunan bunyi nafas
g. Ortopnea
h. Sputum

1.7 Proses Keperawatan


1.7.1 Pengkajian
a. Identitas klien
Meliputi: nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, suku, bangsa,
pendidikan, pekerjaan, tanggal dan jam masuk Rumah Sakit, no register,
dan diagnosis medis.
b. Keluhan utama
Pada masalah oksigenasi biasanya pasien merasakan sesak napas,
batuk berdahak, batuk berdarah, nyeri dada.
c. Data riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
2) Riwayat penyakit dahulu
3) Riwayat penyakit keluarga
4) Riwayat alergi (makanan/obat/lainnya).
d. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pada masalah kebutuhan oksigenasi meliputi 4
teknik, yaitu inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi.
1) Inspeksi
Pada saat inspeksi perawat meng penampilan umum, postur tubuh,
kondisi kulit dan membran mukosa, dada (kontur rongga intercosta;
diameter anteroposterior (AP), struktur toraks, pergerakan dinding
dada), pola napas (frekuensi dan kedalaman pernapasan; durasi
inspirasi dan ekspirasi), ekspansi dada secara umum, adanya sianosis,
adanya deformitas dan jaringan perut pada dada, dll.
2) Palpasi
Palpasi dilakukan dengan menggunakan tumit tangan pemeriksa
mendatar diatas dada pasien.Pemeriksaan ini berguna untuk
mendeteksi nyeri tekan, peradangan setempat, metastasis tumor ganas,
pleuritis, atau pembengkakan dan benjolan pada dada. Palpasi
dilakukan untuk mengkaji temperatur kulit, pengembangan dada,
adanya nyeri tekan, abnormalitas massa dan kelenjar, sirkulasi perifer,
denyut nadi, pengisi kapiler, dan lain-lain.
3) Perkusi
Secara umum, perkusi dilakukan bertujuan untuk menentukan
ukuran dan bentuk organ dalam serta untuk mengkaji adanya
abnormalitas, cairan, atau udara di dalam paru. Hal-hal tersebut dapat
dinilai dari normal tidaknya suara perkusi paru.Suara perkusi normal
adalah suara perkusi sonor dengan bunyi seperti “dug-dug”.
4) Auskultasi
a. Auskultasi adalah proses mendengarkan suara yang dihasilkan di dalam
tubuh. Auskultasi dapat dilakukan langsung atau dengan menggunakan
stetoskop.Bunyi yang terdengar digambarkan berdasarkan nada,
intensitas, durasi, dan kualitasnya.Untuk mendapatkan hasil yang lebih
valid dan akurat, auskultasi sebaiknya dilakukan lebih dari satu
kali.Pada pemeriksaan fisik paru, auskultasi dilakukan untuk
mendengarkan bunyi napas vesikuler, bronkial, bronkovesikuler, rales,
ronki, juga untuk mengetahui adanya perubahan bunyi n

1.10.3 Intervensi Keperawatan


No. SDKI SLKI SIKI

1. Bersihan jalan napas Bersihan Jalan Napas L.01001 Manajemen Jalan Napas
tidak efektif b.d I.0934
Setelah dilakukan tindakan
peningkatan sekret
keperawatan diharapkan bersihan Observasi
jalan napas meningkat dengan
1. Monitor pola napas
kriteria hasil :
2. Monitor bunyi napas
indikator SA ST 3. Monitor sputum

Batuk efektif 3 5 Terapeutik

Produksi sputum 3 5 1. Pertahankan kepatenan


jalan napas
Mengi 3 5 2. Berikan minum air hangat
Wheezing 3 5 3. Posisikan fowler atau
semifowler
Sianosis 3 5 4. Lakukan fisioterapi dada
Ket: 5. Lakukan suction
6. Berikan oksigen
1 = menurun
Edukasi
2 = cukup menurun
1. Anjurkan supan cairan
3 = sedang 2000ml per hari
4 = cukup meningkat 2. Ajarkan batuk efektif

5 = meningkat Kaloborasi
1. Kaloborasi pemberian
bronkubilator
2. Pola napas tidak Pola napas L.01004 Manajemen jalan napas
efektif b.d depresi I.0934
Setelah dilakukan tindakan
pusat pernapasan
keperawatan diharapkan pola Observasi
napas meningkat dengan kriteria
1. Monitor pola napas
hasil :
2. Monitor bunyi napas
tambahan
3. Monitor sputum
indikator SA ST

Dispnea 3 5
Terapeutik
Penggunaan otot 3 5
1. Pertahankan kepatenan
bantu
jalan napas
Pemanjangan fase 3 5 2. Berikan minum air hangat
ekspirasi 3. Posisikan fowler atau
semifowler
Frekuensi napas 3 5 4. Lakukan fisioterapi dada
5. Lakukan suction
Kedalaman napas 3 5 6. Berikan oksigen

Edukasi
Ket:
1. Anjurkan supan cairan
1 = menurun 2000ml per hari
2 = cukup menurun 2. Ajarkan batuk efektif

3 = sedang Kaloborasi

4 = cukup meningkat 1. Kaloborasi pemberian


bronkubilator
5 = meningkat
DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati, Fitri Respati. 2014. Konsep Kebutuhan Dasar Manusia. Yogyakarta:


Dua Satria Offset.

Ernawati. (2012). Konsep dan Aplikasi Keperawatan dalam Pemenuhan


Kebutuhan
Dasar Manusia. (A. Rifai, Ed.). Jakarta: Trans Info Media.

Kusnanto. (2016). Modul Pembelajaran Pemenuhan Kebutuhan Oksigen.


Surabaya;
Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga.

NANDA (2018) NANDA-I Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi


2018-
2020 (11th ed.; F. T.Heather Herdman, PhD,RN, ed.). 11th edn. Edited by
ECG. Jakarta: ECG

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:
Definisidan Indikator Diagnostik. Jakarta; Dewan Pengurus Pusat PPNI

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia:
Definisi danTindakan Keperaatan. Jakarta; Dewan Pengurus Pusat PPNI

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia:
Definis dan Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta; Dewan Pengurus Pusat
PPNI

Anda mungkin juga menyukai