Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN KASUS

ANESTESI
BENIGN PROSTAT
HYPERPLASIA (BPH)
PENDAHULUAN
Benign prostat Insidensi BPH di Di Indonesia pada

INSIDENSI
BPH

EPID-INDO
hipertrofi (BPH) Dunia, pada usia usia lanjut,
merupakan 40-an adalah beberapa pria
kelainan sebesar 40%, dan mengalami
pembesaran setelah pembesaran prostat
kelenjar yaitu meningkatnya usia benigna. Keadaan
hiperplasia yang 60 hingga 70 tahun, ini di alami oleh
mendesak jaringan persentasenya 50% pria yang
asli ke perifer menjadi 50% dan berusia 60 tahun
diatas 70 tahun, dan kurang lebih
sehingga 90%. 80% pria yang
berusia 80 tahun
PENDAHULUAN
Tindakan yang Salah satu Pada TURP ini

OPERASI

ANESTESI
TINDAKAN
akan dilakukan tindakan dilakukan tindakan
adalah dengan operasinya adalah anestesi untuk
operasi prostat transurethral memudahkan
atau prostatektomi resection of the dalam proses
untuk mengangkat prostate (TURP). reseksi jaringan
pembesaran Tindakan ini prostat. Salah satu
prostat. mereseksi jaringan tindakan anestesi
yang ada diprostat. yang sering
dilakukan pada
TURP adalah
anestesi spinal
LAPORAN KASUS
IDENTITAS
Nama : Tn. J
Jenis Kelamin : Laki-laki
No. rekam medis : 10.62.08
Umur : 73 tahun
Alamat :D
Agama : Islam
Status perkawinan : Kawin
Suku : Aceh
Pekerjaan : Wiraswasta
Tanggal Masuk : 22 November 2018
Tanggal Operasi : 26 November 2018
Diagnosa Medis : Retensio urine ec BPH + DM Tipe II
ANAMNESIS
 Keluhan utama
Buang air kecil tertahan selama 3 hari.

 Keluhan tambahan
Lemas, mual tanpa disertai muntah.

 Riwayat penyakit sekarang


Pasien datang ke IGD RSU Cut Meutia pada pukul 15.44 WIB
dengan keluhan berupa buang air kecil tertahan sejak ±3 hari yang
lalu. Keluhan lainnya, lemas, mual tidak disertai dengan mutah.
ANAMNESIS
 Riwayat penyakit dahulu
Tidak ada

 Riwayat penyakit keluarga


Tidak ada

 Riwayat pemakaian obat


Tidak ada

 Riwayat kebiasaan dan sosial

Pasien merupakan seorang petani/pekebun di Desa Alue bugeng.


 
 Riwayat Anestesi

Pasien tidak pernah dilakukan operasi dan anestesi sebelumnya.


PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : Sedang

Kesadaran : Composmentis

Tekanan darah : 130/80 mmHg

Frekuensi nadi : 84 x/menit, regular

Frekuensi nafas : 14 x/menit

Suhu tubuh (aksila) : 37 ̊C


1 Kulit  
  Warna : Coklat
  Turgor : Cepat kembali, , suhu raba hangat
  Sianosis : (-)
  Ikterus : (-)
  Oedema : (-)
  Anemia : (-)
  Pigmen : tidak terdapat hipopigmentasi ataupun hiperpigmentasi

2 Kepala  
: Warna rambut hitam, beruban, tidak mudah dicabut, distribusi merata
  Rambut

  Wajah : Simetris, deformitas (-)


: Konjunctiva pucat (-/-), sclera ikterik (-/-), mata cekung (-/-), palpebra
  Mata normal, gerakan bola mata normal, pupil bulat, isokor +/+, diameter
3mm/3mm, RCL/RCTL +/+
: bentuk normal (eutrofilia), discharge (-/-), Sekret (-/-), darah (-/-)
  Telinga
: Sekret (-/-), darah (-/-), deviasi septum nasi (-/-)
  Hidung
: lidah normoglosia, tidak kotor, tidak tremor, bibir pucat (-), mukosa mulut
  Mulut tidak hiperemis, tonsil tidak hiperemis, arcus faring simetris, uvula ditengah
3 Leher  
  Inspeksi : Simetris, kelenjar tiroid tidak membesar, trakea ditengah
  Palpasi : Distensi vena jugularis (-)

4 Thorax  
  Paru  
  Inspeksi : Bentuk dada normal, gerak dada simetris kanan dan kiri saat statis
dan dinamis, pergerakan dada sama, tidak ada retraksi
  Palpasi : Tidak ada benjolan, nyeri tekan (-), massa (-), taktil fremitus
kanan=kiri, ekspansi dada simetris
  Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
  Auskultasi : Vesikuler (+/+), Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)
  Jantung  
  Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
  Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V 2 jari medial linea midklavikula sinistra
  Perkusi : Batas atas jantung di ICS II, kanan di ICS V LPSD, kiri di ICS V
dua jari medial dari LMCS, batas pinggang di ICS III LPSS
  Auskultasi : BJ I/II normal, bising jantung (-), Gallop (-)
5 Abdomen  
  Inspeksi : Simetris, perut datar
  Palpasi : Defans muscular (-)
  Hepar : Tidak teraba
  Lien : Tidak teraba
  Ginjal : Ballotement (-), nyeri ketok (-/-)
  Perkusi : Timpani seluruh lapang abdomen, Shifting dullness (-)
  Auskultasi : Peristaltik usus normal
6 Genetalia : Pada inspeksi tidak terdapat kelainan
7 Kelenjar limfe : Pemeriksaan KGB (-)
8 Ekstremitas : Akral hangat, edema tungkai (-/-), atrofi otot (-/-), sianosis (-/-),
kelemahan anggota gerak (-/-), CRT <2 detik

Ekstremitas Superior Inferior

kanan Kiri kanan Kiri

Sianosis - - - -

Oedema - - - -

Fraktur - - - -
PEMERIKSAAN FISIK
 Status Lokalis

Status Urologis
Nyeri tekan (-)
OUE dalam batas normal
PEMERIKSAAN PENUNJANG

Deskripsi :
Foto thorax, PA, erect, inspirasi dan kondisi cukup dan dalam batasan normal
Nomor Lab : 1811002735
Tanggal : 22/11/2018
 
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI RUJUKAN
HEMATOLOGI      
Hematologi Rutin      
Hemoglobin 11,9 g/dL 13 ~ 18
Eritrosit 4,44 juta/mm3 4,5 ~ 6,5
Leukosit 9,20 ribu/mm3 4,0 ~ 11,0
Hematokrit 37,9 % 42 ~ 52
       
Indeks Eritrosit      
MCV 85,2 fL 79 ~ 99
MCH 26,7 Pg 27 ~ 32
MCHC 31,4 % 33 ~ 37
RDW-CV 11,1 % 11,5 ~ 14,5
Trombosit 168 ribu/mm3 150 ~ 450
Golongan Darah A    
       
HEMOSTASIS      
Masa Pendarahan/BT 2’ Menit 1~3
Masa Pembekuan/CT 8”15” Menit 9 ~ 15
       
KIMIA KLINIK      
Karbohidrat      
Glukosa Stik 336 mg/dl 70 ~ 125
Fungsi Ginjal      
Ureum 37,52 mg/dl 20 ~ 40
Kreatinin 1,47 mg/dl 0,60 ~ 1,00
Asam Urat 4,3 mg/dl <7,2
EKG

Deskripsi :
EKG dalam batasan normal
DIAGNOSA
Pasien didiagnosis dengan Retensio urine + DM tipe II dengan status ASA II.
RENCANA TINDAKAN
Tindakan operasi : TURP

Jenis Anestesi : Anestesi Regional dengan teknik spinal.

Posisi : Litotomi.
TINDAKAN ANESTESI
• Persiapan Alat
PREOPERA • Persiapan Obat Anestesi
SI •

Persiapan Pasien
Penatalaksanaan

• Pemberian Medikasi
DURANTE • Pemberian Cairan
OPERASI
TINJAUAN PUSTAKA
BENIGN PROSTATE
HYPERPLASIA
ANATOMI
ETIOLOGI
Teori Stem Cell, dikemukakan oleh Isaacs, menyatakan bahwa dalam kondisi normal kelenjar
periuretral berada dalam keadaan seimbang antara sel yang tumbuh dengan yang mati.
Kemudian oleh sebab tertentu seperti usia, gangguan keseimbangan hormon, atau faktor
pencetus lainnya, stem cell berproliferasi lebih cepat sehingga sel yang tumbuh lebih banyak
daripada sel yang mati, akibatnya terjadilah hiperplasi kelenjar periuretral.
Teori Reawakening, dikemukakan oleh McNeal, menyatakan bahwa jaringan periuretral
kembali berkembang seperti pada tingkat embriologik sehingga tumbuh lebih cepat dari
jaringan sekitarnya.
Teori yang dikemukakan McConnel menyatakan bahwa hiperplasi kelenjar periuretral
disebabkan oleh ketidakseimbangan testosteron dengan estrogen. Testosteron bebas, yaitu
testosteron yang tidak terikat protein dalam bentuk Serum Binding Hormone, akan dihidrolisis
oleh enzim 5-alfa reduktase menjadi dihidrotestosteron (DHT). Kemudian DHT akan
berikatan dengan reseptor di sel-sel prostat dan mengakibatkan proliferasi sel.
MANIFESTASI KLINIK
Obstruktif Iritatif
Menunggu pada permulaan miksi Peningkatan frekuensi miksi
(hesitancy) (frequency)
Miksi terputus (intermittency) Peningkatan frekuensi miksi malam
hari (nocturia)
Urin menetes pada akhir miksi (terminal Miksi sulit ditahan (urgency)
dribbling)
Pancaran miksi lemah Nyeri pada waktu miksi (dysuria)

Rasa tidak puas setelah miksi (tidak  


lampias)
Gejala pada saluran kemih bagian atas
Keluhan akibat penyulit hiperplasia prostat pada saluran kemih bagian atas,
berupa gejala obstruksi antara lain: nyeri pinggang, demam yang merupakan
tanda dari infeksi atau urosepsis, benjolan di pinggang (yang merupakan
tanda dari hidronefrosis), yang selanjutnya dapat menjadi gagal ginjal dapat
ditemukan uremia, peningkatan tekanan darah, perikarditis, foetoruremik dan
neuropati perifer.

 
Gejala di luar saluran kemih
Pasien yang berobat ke dokter biasanya mengeluh adanya hernia inguinalis
dan hemoroid. Timbulnya kedua penyakit ini karena sering mengejan pada
saat miksi sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan intra abdominal.
DIAGNOSIS
•Anamnesis
•Pemeriksaan Fisik
Colok dubur (rectal touché, RT) dilakukan untuk memeriksaan tonus sfingter ani,
mukosa rektum, dan prostat. Jika batas atas prostat masih teraba, dapat diperkirakan
massa prostat kurang dari 60 gram.
Jika prostat teraba membesar maka diberi deskripsi lebih lanjut mengenai konsistensi,
simetri, dan nodul untuk menentukan dugaan pembesaran jinak atau ganas.
Pembesaran prostat jinak biasanya memiliki konsistensi kenyal, bentuknya simetris,
dan tidak terdapat nodul. Sedangkan pada adenokarsinoma prostat konsistensinya
keras, bentuk asimetris, dan terdapat nodul.
DIAGNOSIS
•Pemeriksaan laboratorium
Dilakukan untuk mendeteksi adanya komplikasi atau faktor komorbid pada penderita
seperti infeksi, penurunan fungsi ginjal, batu saluran kemih, dan diabetes mellitus.
•Pemeriksaan darah terdiri dari darah perifer lengkap, elektrollit, PSA, ureum,
kreatinin, dan kadar glukosa.
•Pemeriksaan urin terdiri dari urinalisis, biakan, dan tes sensitivitas antibiotik.
DIAGNOSIS
•Pemeriksaan pencitraan
Ultrasonografi (USG) secara Trans Abdominal Ultrasound (TAUS) atau Trans Rectal
Ultrasound (TRUS).
TAUS digunakan untuk menilai volume buli, volume sisa urin, divertikel, tumor, atau batu
buli.
TRUS digunakan untuk mengukur volume prostat, prostat digolongkan besar jika volumenya
lebih dari 60 gram. TRUS juga dapat mendeteksi kemungkinan keganasan dengan
memperlihatkan adanya daerah hypoehoic, dan bisa dapat dilakukan biopsi prostat dengan
jarum yang dituntun TRUS diarahkan ke daerah yang hypoechoic
Blaas Nier Overzicht-Intravenous Pyelogram (BNO-IVP) untuk melihat adanya batu saluran
kemih, hidronefrosis, divertikulae, volume sisa urin, dan indentasi prostat.
CT Scan dan MRI jarang digunakan karena dianggap tidak efisien.
DIAGNOSIS BANDING
Selain pada BPH, keluhan LUTS dijumpai pula pada:
Striktur uretra,
Kontraktur leher vesika,
Batu buli-buli kecil,
Karsinoma prostat, atau
Kelemahan detrusor, misalnya pada penderita asma kronik yang menggunakan obat-obat
parasimpatolitik.

Sedang bila hanya gejala-gejala iritatif yang menyolok, lebih sering ditemukan apda penderita:
Instabilitas detrusor,
Karsinoma in situ vesika,
Infeksi saluran kemih,
Prostatitis,
Batu ureter distal, atau
Batu vesika kecil.9
PENGUKURAN DERAJAT
OBSTRUKSI
Secara klinik derajat berat BPH dibagi menjadi 4 gradasi, yaitu : 
Derajat 1: Apabila ditemukan keluhan protatismus, pada DRE (colok dubur) ditemukan penonjolan prostat
dan sisa urin kurang dari 50 ml. Penonjolan 0-1 cm kedalam rektum prostat menonjol pada bladder inlet.
Pada derajat ini belum memerlukan tindakan operatif, dapat diberikan pengobatan secara konservatif, misal
alfa bloker, prazozin, terazozin 1-5 mg per hari.
Derajat 2: Ditemukan tanda dan gejala seperti pada derajat 1, prostat lebih menonjol. Penonjolan 1-2 cm ke
dalam rektum, prostat menonjol diantara bladder inlet dengan muara ureter. Batas atas masih teraba dan sisa
urin lebih dari 50 ml tetapi kurang dari 100 ml. Pada derajat ini sudah ada indikasi untuk intervensi operatif.
Derajat 3: Seperti derajat 2, hanya batas atas prostat tidak teraba lagi dan sisa urine lebih dari 100 ml.
penonjolan 2-3 cm ke dalam rektum. Prostat menonjol sampai muara ureter. TURP masih dapat dilakukan
akan tetapi bila diperkirakan reseksi tidak selesai dalam satu jam maka sebaiknya dilakukan operasi terbuka.
Derajat 4: Terjadi retensi urin total. Penonjolan > 3 cm ke dalam rektum prostat menonjol melewati muara
ureter. Tanda klinik terpenting pada BPH adalah ditemukannya pembesaran pada pemeriksaan colok
dubur/digital rectal examination (DRE). Pada BPH, prostat teraba membesar dengan konsistensi kenyal.
TATALAKSANA
Watchfull Waiting
Medical Treatment
Tatalaksana Invasif
Terapi Operatif 
TATALAKSANA INVASIF
oGold standar untuk tatalaksana invasif BPH adalah Trans Urethral Resection of the Prostate
(TURP). TURP adalah reseksi endoskopik malalui uretra. Jaringan yang direseksi hampir
seluruhnya terdiri dari jaringan kelenjar sentralis. Jaringan perifer ditinggalkan bersama
kapsulnya.
oReseksi kelenjar prostat dilakukan trans-uretra dengan mempergunakan cairan irigan
(pembilas) agar supaya daerah yang akan direseksi tetap terang dan tidak tertutup oleh
darah. Cairan yang dipergunakan adalah berupa larutan non ionik, yang dimaksudkan agar
tidak terjadi hantaran listrik pada saat operasi.
oCairan yang sering dipakai dan harganya cukup murah adalah H2O steril (aquades). Salah
satu kerugian dari aquades adalah sifatnya yang hipotonik sehingga cairan ini dapat masuk
ke sirkulasi sistemik melalui pembuluh darah vena yang terbuka padasaat reseksi. Kelebihan
air dapat menyebabkan terjadinya hiponatremia relatif atau gejala intoksikasi air atau
dikenal dengan sindroma TURP.
SINDROMA TURP
•Sindroma ini ditandai dengan pasien yang mulai gelisah, kesadaran somnolen, tekanan
darah meningkat, dan terdapat bradikardi. Jika tidak segera diatasi, pasien akan
mengalami edema otak yang akhirnya jatuh dalam keadaan koma dan meninggal.
•Karena itu untuk mengurangi timbulnya sindroma TURP dipakai cairan non ionik
yang lain tetapi harganya lebih mahal daripada aquades, antara lain adalah cairan
glisin, membatasi jangka waktu operasi tidak boleh melebihi 1 jam dan memasang
sistostomi suprapubik untuk mengurangi tekanan air pada buli-buli selama reseksi
prostat.
•Komplikasi jangka pendek pada TURP antara lain perdarahan, infeksi, hiponatremi,
retensi karena bekuan darah. Komplikasi jangka panjang TURP adalah striktur uretra,
ejakulasi retrograd, dan impotensi.
TERAPI OPERATIF
Tindakan operasi yang dilakukan adalah operasi terbuka atau operasi endourologi transuretra. Indikasi
pembedahan pada BPH adalah :
Klien yang mengalami retensi urin akut atau pernah retensi urin akut (100 ml).
Klien dengan residual urin yaitu urine masih tersisa di kandung kemih setelah klien buang air kecil > 100 ml
Klien dengan penyulit yaitu klien dengan gangguan system perkemihan seperti retensi urine atau oliguria.
Terapi medikamentosa tidak berhasil
Flowmetri menunjukkan pola obstruktif 

Prostatektomi terbuka :
 Retropubic infravesica (Terence Millin)
Suprapubic Transvesica / TVP (Freeyer)
Transperineal
ANESTESI PADA TURP
Anestesi regional sudah sejak lama dipertimbangkan sebagai teknik anestesi pilihan
pada TURP. Teknik anestesi ini memungkinkan pasien untuk tetap terbangun, yang
memungkinkan diagnosis awal dari sindrom TURP atau ekstravasasi dari irigasi
cairan. Beberapa studi memperlihatkan penurunan hilangnya darah ketika prosedur
TURP dilakukan dengan menggunakan anestesi regional dan anestesi umum.
Penggunaan dari anestesi regional jangka panjang, dibandingkan dengan anestesi
umum, pada pasien yang mengalami TURP dihubungkan dengan kontrol nyeri dan
penurunan kebutuhan penyembuhan nyeri postoperatif. Bowman dkk menemukan
bahwa hanya 15 % dari pasien yang mendapatkan anestesi umum kebutuhan
analgesik meningkat empat kali lipat daripada anestesi spinal.
ANESTESI PADA TURP
Studi prospektif yang membandingkan efek antara anestesi umum dengan anestesi
spinal pada fungsi kognitif setelah TURP ditemukan penurunan yang signifikan pada
status mental pada kedua kelompok pada 6 jam setelah pembedahan, tetapi tidak
memiliki perbedaan pada fungsi mental postoperatif pada kapan saja pada 30 hari
pertama setelah pembedahan. Ghoneim dkk juga menemukan tipe anestesi (regional
versus umum) tidak mempengaruhi keadaan pasien yang mengalami prostatektomi,
histerektomi, atau penggantian sendi.
Morbiditas dan mortalitas pada pasien yang berusia lebih dari 90 tahun yang
mengalami TURP tidak bergantung dari tipe anestesi yang digunakan. Sebuah studi
dari kejadian iskemik miokardial perioperatif pada pasien yang mengalami
pembedahan transuretral, ditentukan bahwa kedua insidens dan durasi dari iskemik
miokardial meningkat mengikuti pembedahan TURP tetapi tidak memiliki perbedaan
antara anestesi umum atau anestesi spinal.
ANESTESI PADA TURP
Studi kedua membuktikan bahwa penemuan-penemuan ini dan disimpulkan bahwa
adanya durasi yang singkat atas iskemik miokardial tidak berhubungan dengan efek
samping pada pasien berusia lanjut yang mengalami prosedur TURP.
Bila anestesi regional digunakan pada prosedur, tingkat dermatom anestesi T10
dibutuhkan untuk memblok nyeri dari saluran kemih dengan irigasi cairan.
Bagaimanapun, tingkat S3 dilaporkan adekuat pada 25 % pasien jika saluran kemih
tidak terisi penuh. Anestesi spinal merupakan pilihan utama jika dibandingkan
anestesi epidural karena tulang-tulang sakral tidak terblok sepenuhnya dengan teknik
epidural.
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil anamnesis ditemukan bahwa Tn.J di diagnosa benign prostat
hipertrofi (BPH) dengan retensi urin.
Tindakan operatif yang dilakukan adalah transurethral resection of the prostate
(TURP).
TURP merupakan gold standar pada pasien BPH dengan gejala sedang sampai
berat (retensi urin). Pada tindakan tersebut dilakukan anestesi spinal dengan posisi
litotomy.
Anestesi spinal merupakan salah satu pilihan utama pada pasien BPH dengan
retensi urin . Bowman dkk menemukan bahwa pasien yang mendapatkan anestesi
umum kebutuhan analgesik meningkat empat kali lipat daripada anestesi spinal.
 Anestesi spinal merupakan pilihan utama jika dibandingkan anestesi epidural
karena tulang-tulang sakral tidak terblok sepenuhnya dengan teknik epidural
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai