Anda di halaman 1dari 44

Case Report Session (CRS)

 
SPINAL ANESTESI PADA TINDAKAN TURP ATAS INDIKASI BPH
Tiara Cesaria
G1A220007

Pembimbing : dr. Dedy Fachrian, Sp.An


Pendahuluan
01 Transurethral resection of the prostate (TURP) merupakan teknik
pembedahan urologi dimana prosedur tersebut menggunakan resectoscope
untuk melakukan reseksi, serta menggunakan cairan irigasi yang bersifat
hipotonis.
Pada berbagai Negara maju telah menjadi sebuah kesepakatan bahwa
02 dalam tindakan operative TURP yang digunakan adalah anestesi local yaitu
anestesi spinal.

Anastesi spinal dilakukan dengan tindakan penyuntikan obat anestetik lokal


03 ke dalam ruang subaraknoid (cairan serebrospinal) untuk menghambat rasa
sakit rasa pada bagian yang lebih luas dari tubuh oleh blokade selektif
jaringan spinal dan saraf terkait.
Laporan Kasus
Nama : Tn. S
Umur : 69 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Alamat : Muaro Jambi
Pekerjaan : Petani
BB : 70 Kg
MRS : 25 September 2021

Keluhan Utama :
Susah buang air kecil sejak 1 minggu SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien dibawa ke RSUD Raden Mattaher Jambi dengan


keluhan sejak ± 1 minggu smrs, pasien merasa sulit buang air
kecil, setiap kali BAK pasien harus mengedan, pancaran BAK
lemah, BAK merembes, karena setiap kali BAK pasien kurang
merasa puas, sehingga sehari-harinya pasien sering ke kamar
mandi untuk BAK terutama pada malam hari. Tidak ada riwayat
kencing berpasir, BAK berdarah (-), nyeri pinggang (-)
 
 
.
RPD

● Riwayat Hipertensi : (-)


● Riwayat Diabetes Mellitus : (-)
● Riwayat Asma : (-)
● Riwayat Alergi : (-)
● Riwayat Kejang : (-)
RPK

• Riwayat Alergi : (-)


• Riwayat Asma : (-)
• Riwayat Diabetes Mellitus : (-)
• Riwayat Hipertensi : (-)

RSE

Pasien merupakan seorang petani dan


menggunakan BPJS kelas III
7

BB: 70kg
• Kesadaran : GCS 15 (E4M6V5), Compos Mentis TB: 165 cm

Nadi TD RR
• Suhu

36,5° C 80x/menit, reguler 130/70 20x/menit


kuat angkat
PEMERIKSAAN FISIK
Mata
Konjungtiva anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-),
Pupil isokor Kepala
Normocephal, jejas (-),
hematom (-)

Mulut
Leher
Mallampati 1, Mukosa anemis
Mobile, Perbesaran KGB (-)
(-), Gigi goyang (-)

Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Teraba ICS V linea midclavicula Paru
sinistra Inspeksi : Simetris kiri dan kanan,
Perkusi : Batas Atas: ICS II Linea parasternal
sinistra jejas (-)
Batas Kiri : ICS V Linea midclavicula Palpasi : Nyeri tekan (-),
sinistra Fremitus taktil kanan = kiri
Batas Kanan: ICS III Linea
Perkusi : Sonor kanan dan kiri
parasternal dextra
Batas Bawah : ICS IV Line Auskultasi : Vesikuler kanan dan kiri,
parasternal dextra Rhonki (-), Wheezing (-)
Auskultasi : BJ I/II Reguler, Murmur (-), Gallop (-)
Ekstremitas sup
Abdomen akral hangat, CRT <2 Detik,
Inspeksi : Datar, Simetris, Jejas (-) Edem (-)
Palpasi : Defens muskular, Nyeri tekan (+)
seluruh regio perut.
Perkusi : Timpani.
Auskultasi : Bising Usus (+)

Ekstremitas inf
akral hangat, CRT <2 Detik,
Edem (-)

PEMERIKSAAN FISIK

Identifikasi Anamnesis Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan Laboratorium

Darah Rutin Kimia Darah


WBC : 8,40 MCV : 86,2 SGOT : 22 SGPT : 33 CT : 4
MCH : 28,6 BT : 1
HGB: 15,1 MCHC : 33,3
PLT : 459, HCT : 45,3
GDS: 98

Kesan : Trombositosis
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Hasil Nilai normal
GDS 98 <200 mg/dl
Warna Urine Kuning keruh Kuning muda
Kejernihan urine Keruh Jernih
Protein +3 Negative
Glukosa reduksi +1 Normal EKG : Sinus Rhythm
Ro/ Thorax : Cor dan Pulmo dalam batas normal
Ureum 13 15 – 39 mg/dl
USG urologi : BPH, volume prostat 20 cc
Creatinin 1.31 0.55 – 1.3 mg/dl
Urobilinogen Normal Normal
Bilirubin Negative Negative
Keton Negative Negative
PSA 4,60 < 4 ng/mL
Diagnosa Pre-Operatif

BPH ( BENIGN PROSTATIC HYPERPLASIA)


Kunjungan Pra Anestesi

1 2 3
Penentuan Persiapan
Status Fisik ASA Mallampati Pra Anestesi

1/ 2 / 3 / 4 / 5 • Pasien dan keluarga telah diberikan


grade 1
EMG / Non EMG Informed Consent
• Periksa laboratorium, Ro Thorax
• Persiapan operasi :
- Puasa mulai jam 02.00
- Surat persetujuan tindakan
operasi
Laporan Anestesi Pasien

Tanggal : 29 September 2021


Pasien : Tn. S (69 th)
Diagnosis : BPH
Jenis Pembedahan : TURP
Jenis Tindakan Anastesi : Anestesi Spinal
Laporan Anestesi Pasien

Premedikasi anestesi • Ondansetron 4 mg


• Ketorolac 30mg
Tindakan Anestesi Spinal
Lokasi penusukan L3-L4
Obat anastesi lokal Bupivacain 0,5%
Adjuvant Morphin 0,1mg
Pemeliharaan anestesi Ephedrin 10 mg
Operasi mulai 09.00 WIB
Operasi selesai 10.00 WIB
Berat badan pasien 70 kg
Durasi operasi 1 jam
Pasien puasa 6 jam
Laporan Anestesi Pasien

Keadaan Selama Operasi Kebutuhan Cairan


Posisi Penderita : Litotomi  Maintenance = 2 cc/KgBB/jam
Penyulit waktu anestesi : Tidak ada = 2 cc x 70 Kg/jam
Lama Anestesi : 1 jam = 140 cc/jam

 Pengganti puasa = puasa x maintenance


= 7 x 140 cc/jam
= 980 cc

 Stress operasi = 6 cc/KgBB/jam


= 6 cc x 70 Kg/jam
= 420 cc/jam
Laporan Anestesi Pasien
Kebutuhan cairan selama Operasi

Input durante operasi


RL : 1000cc

Output durante operasi


Perdarahan : Tidak ada

Perubahan teknik anestesi : Tidak ada


selama operasi
Monitoring
Peri Operatif
Jam (WIB) Nadi (x/menit) RR (x/menit) TD (mmHg)

09.00 69 22 130/70

09.15 68 20 100/66

09.30 67 20 92/64

09.45 65 22 105/70

10.00 68 21 11070
Ruang Pemulihan Instruksi Post Operasi

Masuk jam : 10.15 WIB


Kesadaran : CM ● Monitoring KU, tanda vital dan perdarahan
Tanda vital : TD : 131/83 mmHg minimal 15 menit sekali
Nadi : 66 x/menit ● Tirah baring 1x24jam
RR : 18x/menit terpasang ● Boleh makan dan minum secara bertahap
O2 Nasal canul 3L/menit
● Terapi sesuai dokter urologi
Scoring bromage : 2
Tinjauan Pustaka
Benign Prostat Hyperplasia (BPH)
Benign prostatic hyperplasia (BPH) adalah suatu keadaan dimana terjadi
hiperplasia sel-sel stroma dan sel-sel epitel kelenjar prostat. BPH terjadi
karena proliferasi stroma dan epithelial dari glandula prostat
Gejala Klinis
Gejala Iritatif Gejala Obstruktif

• Frekuensi = Sering miksi • Pancaran melemah


• Nokturia = Terbangun untuk miksi • Rasa tidak lampias sehabis miksi
pada malam hari • Terminal dribbling = Menetes setelah
• Urgensi = Perasaan miksi yang miksi
sangat mendesak • Hesitancy = Bila mau miksi harus
• Disuria = Nyeri pada saat miksi menunggu lama
• Straining = Harus mengedan jika
miksi
• Intermittency = Kencing terputus–
putus
Diagnosis
Anamnesis Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan penunjang

• keluhan, berapa lama, riwayat • Status generalis, status • Urinalisis : Leukosituria,


trauma urologis, status neurologis, hematuria
• infeksi, operasi neuromuskuler ekstremitas • Fungsi ginjal : Petunjuk perlu
• kesehatan secara umum, bwh tdknya imaging TU atas
fungsi seksual • Direct rectal Examination / • PSA : jika meningkat
• obat-obatan DRE🡪 pemeriksaan mutlak menunjukkan pertumbuhan
• skor IPSS : 7 pertanyaan (0-5) ( pembesaran, konsistensi, volume makin cepat, keluhan
nodul ) & Qmax makin jelek, lbh
• DRE cenderung mudah retensi
underestimate • Voiding diaries : sebaiknya 7
• Refleks bulbokavernosus hari berturut-turut
• Post voiding residual urine
(PVR) : N < 12 ml
• Uroflometri
• Pencitraan : sistografi, USG
(TRUS dan TAUS)
Pilihan Terapi

Medika Terapi
Observasi
mentosa intervensi
Indikasi TURP
• Meningkatnya frekuensi buang air kecil.
• Kesulitan memulai buang air kecil.
• Aliran urin melambat.
• Berhenti sebentar di tengah aliran.
• Dribbling setelah urination.
• Tiba-tiba ada keinginan kuat untuk
BAK.
• Perasaan tidak puas di akhir BAK
• Nyeri selama BAK
• Retensi urin.
• Batu vesica urinaria
Anastesi Spinal
Dilakukan dengan tindakan penyuntikan obat
anestetik lokal ke dalam ruang subaraknoid (cairan
serebrospinal)

Dilakukan pada bedah ekstremitas bawah, bedah panggul,


tindakan sekitar rektum perineum, bedah obstetrik-ginekologi,
bedah urologi, dan bedah abdomen bawah

Tidak dapat dilakukan bila terdapat kontraindikasi


Kontraindikasi
Kontra indikasi absolut:
1. Pasien menolak
2. Hipovolemia berat, syok / renjatan sepsis
3. Koagulopati atau mendapat terapi antikoagulanatau trombositopenia
4. Peningkatan tekanan intracranial (TIK)

Kontra indikasi relatif:


1. Sepsis
2. Infeksi sekitar daerah pungsi
3. Riwayat gangguan neurologis
4. Kelainan anatomi vertebra (Skoliosis)
5. Kondisi jantung yang tergantung pada preload (Stenosis aorta, kardiomiopati
hipertrofi obstruktif)
Perbedaan anestesi spinal dan epidural
Persiapan Analgesia Spinal
Daerah sekitar tempat tusukan diteliti apakah akan
menimbulkan kesulitan

Hal yang perlu diperhatikan :

• Informed Consent (izin dari pasien)


• Pemeriksaan fisik
• Tidak ada kelainan spesifik seperti tulang punggung dan lain-
lain.
• Pemeriksaan laboratorium anjuran
• Hemoglobin, hematokrit, PT (protrombin time) dan PTT (partial
tromboplastine time)
Peralatan Analgesia Spinal

● Peralatan monitor
Tekanan darah, nadi, oksimetri, denyut (pulse
oksimeter) dan EKG
 
● Peralatan resusitasi

● Jarum spinal
Terdapat 3 jenis jarum spinal yaitu dengan ujung tajam
(quincke) atau jarum spinal dengan ujung pensil (pensil poit
whitecare).
Teknik Analgesia Spinal
 Pasien dapat diposisikan duduk, posisi tidur lateral decubitus maupun posisi jack knife
(tengkurap) dengan tusukan paling sering dilakukan pada garis tengah (midline, median).

 Tusukan paramedian biasanya dilakukan bila ada penyulit dan tusukan ini dilakukan 2 cm
lateral dari garis tengah denga sudut 10-25° terhadap garis tengah. Penusukan biasanya
dikerjakan di atas meja operasi tanpa dipindah lagi dan hanya diperlukan sedikit perubahan
posisi pasien.

 Penusukan dilakukan pada perpotongan antara misal L2-L3, L3-L4, L4-L5, L5-S1. Garis yang
menghubungkan kedua garis krista iliaka merupakan titik acuan L4 atau L4-L5. Tusukan pada
L1-L2 atau diatasnya berisiko trauma terhadap medulla spinalis.
Teknik Analgesia Spinal
Inspeksi : Garis yang menghubungkan 2 titik tertinggi krista iliaka kanan-kiri
akan memotong garis tengah punggung setinggi L4 atau L4-L5.
Palpasi : untuk mengenal ruang antara dua vetebra lumbalis
Pungsi lumbal hanya antara : L2-3, L3-4, L4-5 atau L5-S1

Pasien diposisikan duduk, posisi tidur lateral decubitus maupun posisi jack knife dengan punggung fleksi maksimal.

**Posisi pasien pada anastesi spinal


Faktor yang mempengaruhi penyebaran dermatomal dari anestesia spinal

Faktor utama Faktor lainnya

1. Berat jenis anestetika lokal (barisitas) 1. Ketinggian suntikan

2. Posisi pasien (kecuali isobaric) 2. Kecepatan suntikan (barbotase)

3. Dosis dan volum anestetika lokal (kecual 3. Ukuran jarum

isobarik) 4. Keadaan fisik pasien

4. Lokasi Injeksi 5. Tekanan intra abdominal 6. Usia


7. Cairan serebrospinal
8. Lengkung Spina
9. Tinggi Pasien
10. Kehamilan
Persiapan Pra Anestesi

Pasien yang akan menjalani operasi harus disiapkan dengan


baik. Kunjungan pra anestesi pada bedah elektif dilakukan 2-1
hari sebelumnya, sedangkan pada bedah darurat sesingkat
mungkin. Tujuan dari kunjungan pra anestesi ini yakni
mempersiapkan baik fisik maupun mental pasien, serta
merencanakan teknik dan obat-obatan apa saja yang
digunakan.
Premedikasi
Pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi anestesi dengan
tujuan untuk melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari
anestesia, diantaranya :
 Meredakan kecemasan
 Memperlancar induksi anestesi
 Mengurangi seksresi kelenjar ludah dan bronkus
 Meminimalkan jumlah obat-obat anestetik
 Mengurangi mual-muntah pasca bedah
 Menciptakan amnesia
 Mengurangi isi cairan lambung
 Mengurangi refleks yang berlebihan
TURP DAN SYNDROME TURP

Transurethral resection of the prostate (TURP) merupakan teknik pembedahan


urologi dimana prosedur tersebut menggunakan resectoscope untuk melakukan
reseksi dan digunakan untuk 90 persen dari semua operasi prostat dilakukan untuk
BPH.

Manifestasi syndrome TURP:


Hiponatremi, Hipoosmolaritas, Overload cairan, Gagal jantung kongestif, Edema
paru, Hipotens, Hemolisis, Hiperglikemia, Ekspansi volume intravaskular
Analisa Kasus
 Pasien Tn.S usia 69 tahun dengan diagnosa pra bedah
BPH menjalani operasi TURP pada tanggal 29
September 2021.
Diagnosa post op yaitu post TURP atas indikasi BPH.
Persiapan operasi dilakukan sebelum tindakan dimulai.
• Pasien sulit BAK sejak 1 minggu SMRS. Keluhan disertai dengan BAK
tersendat-sendat dan menetes dan pancaran kencing lemah, dan setiap
BAK pasien selalu merasa kurang puas.
• Hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
menunjukkan bahwa pasien masuk dalam ASA II non E.
Dilakukan tindakan TURP dengan menggunakan anesthesia regional tanpa
sedasi (AWAKE TURP) yang lebih dipilih daripada anastesia umum.

Alasan memilih tindakan :


• Manifestasi awal dari sindrom TURP lebih bisa di deteksi pada pasien
yang sadar.
• Vasodilatasi peripheral berfungsi untuk membantu meninimalisir overload
sirkulasi.
• Komplikasi hiponatremi akibat tertariknya Na+ oleh air irrigator dapat
cepat dikenali dengan adanya penurunan kesadaran, mual, kejang.
• Kehilangan darah akan lebih sedikit.
• Operasi dilakukan pada tanggal 29 September 2021 pukul 09.00 wib
sampai 10.00 wib.
• Pasien masuk keruang OKA dengan hasil pemeriksaan TD : 130/90,
HR : 80x/menit , RR : 120x/menit, Suhu : 36,5° C, dan SpO 2 99%.
• Premedikasi anestesi Ondansentron 4 mg, Ketorolac 30mg
• Induksi: Bupivacaine 0,5 % 4 ml, Adjuvant: Morphin 0.1 mg,
Pemeliharaan anestesi: O2 2 Liter.
• Asupan cairan yang diberikan pada pasien : RL 1000 ml
• Operasi selesai dilakukan pada pukul 10.15 WIB dengan pemantauan
akhir TD 120/80 mmHg. Operasi dilakukan selama 1 jam tanpa
perdarahan. Pasien kemudian dibawa ke ruang rawat inap untuk
monitoring lebih lanjut.
KESIMPULAN

• Pemeriksaan pra anestesi memegang peranan penting pada setiap operasi yang
melibatkan anestesi, sehingga dapat memperikaran masalah yang mungkn
timbul dan dapat mengantisipasinya.
• Pada laporan kasus ini diberikan penatalaksanaan anestesi spinal pada operasi
TURP pada pasien Tn.S, umur 69 tahun dengan status fisik ASA II dengan
diagnosis BPH (Benign Prostate Hyperplasia).
• Dalam kasus ini selama operasi berlangsung tidak ada hambatan yan berarti
baik dari segi anestesi maupun tindakan operasinya. Selama di ruang pemulihan
juga tidak terjadi hal yang memerlukan penanganan serius. Secara umum
penatalaksanaan operasi dan penanganan anestesi berlangsung dengan baik.
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai