Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit buerger atau thromboangiitis obliterans (TAO) adalah suatu


kondisi inflamasi oklusif segmental dari arteri dan vena dengan thrombosis dan
rekanalisasi pada pembuluh darah tersebut.1
Buerger disease ditemukan di seluruh dunia, tetapi insiden tertinggi buerger
disease terjadi paling banyak di wilayah timur tengah. Prevalensi penyakit pada
populasi umum di Jepang diperkirakan 5/100, 000 orang pada tahun 1985.
Prevalensi penyakit di antara semua pasien dengan penyakit arteri perifer berkisar
dari nilai-nilai serendah 0,5-5,6% di Eropa Barat dengan nilai-nilai setinggi 45-
63% di India, 16-66% di Korea dan Jepang, dan 80% di antara Yahudi Ashkenazi
keturunan yang tinggal di Israel. Bagian dari variasi ini prevalensi penyakit
mungkin karena variabilitas dalam kriteria diagnostik.
Timbulnya penyakit Buerger terjadi antara 40 dan 45 tahun, dan laki-laki
yang paling sering terkena. Ini dimulai dengan iskemia pembuluh distal kecil dari
lengan, kaki, tangan dan kaki. Meskipun penyakit Buerger paling sering
mempengaruhi arteri kecil dan menengah dan vena di lengan, tangan, kaki dan
kaki, telah dilaporkan di banyak tempat tidur vascular lainnya.2
Di Indonesia berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan Indonesia,
prevalensi remaja terhadap rokok hanya 7%. Kemudian naik menjadi 19%.
Sebesar 54,1 % orang di atas usia 15 tahun merokok dan 43,3 % dari jumlah
keseluruhan perokok mulai merokok pada rentang usia 14-19 tahun. Angka ini
menunjukkan perkiraan setidaknya ada 65 juta orang yang merokok setiap hari.
Statistik ini memberikan peringatan bahwa kemungkinan prevalensi penyakit-
penyakit pembuluh darah, dalam hal ini penyakit Buerger dapat meningkat,
sehubungan dengan peran dominannya yang utama adalah tembakau.
Penderita penyakit Buerger biasanya datang dengan keluhan yang sangat
mirip dengan penyakit trombosis dan radang pembuluh darah (vaskulitis) lain.
Penyakit ini dapat menimbulkan kecacatan akibat oklusi pembuluh darah yang

1
mengakibatkan gangren atau kerusakan jaringan sehingga perlu diamputasi, oleh
karena itu sangat diperlukan diagnosis dini dan akurat.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Histologi Pembuluh Darah


Pembuluh darah terdiri atas 3 jenis : arteri, vena, dan kapiler.
1. Arteri
Arteri membawa darah dari jantung dan disebarkan ke berbagai
jaringan tubuh melalui cabang-cabangnya. Arteri yang terkecil,
diameternya kurang dari 0,1 mm, dinamakan arteriol. Persatuan cabang-
cabang arteri dinamakan anastomosis. Pada arteri tidak terdapat katup.
Dan arteri anatomik merupakan pembuluh darah yang cabang-cabang
terminalnya tidak mengadakan anastomosis dengan cabang-cabang arteri
yang memperdarahi daerah yang berdekatan. End arteri fusngsional adalah
pembuluh darah yang cabang-cabang terminalnya mengadakan
anastomosis dengan cabang-cabang terminal arteri yang berdekatan, tetapi
besarnya anastomosis tidak cukup untuk mempertahankan jaringan tetap
hidup bila salah satu arteri tersumbat.3
2. Vena
Vena adalah pembuluh darah yang mengalirkan darah kembali ke
jantung; banyak vena mempunyai kutub. Vena yang terkecil dinamakan
venula. Vena yang lebih kecil atau cabang-cabangnya, bersatu membentuk
vena yang lebih besar, yang seringkali bersatu satu sama lain
membentuk pleksus vena. Arteri profunda tipe sedang sering diikuti oleh
dua vena masing-masing pada sisi-sisinya, dan dinamakan venae
cominantes.
3. Kapiler
Kapiler adalah pembuluh mikroskopik yang membentuk jalinan yang
menghubungkan arteriol dengan venula. Pada beberapa daerah tubuh,
terutama pada ujung-ujung jari dan ibu jari, terdapat hubungan langsung
antara arteri dan vena tanpa diperantai kapiler. Tempat hubungan seperti
ini dinamakan anastomosis arteriovenosa.

3
Gambar 2.1. Anatomi pembuluh darah

Histologi pembuluh darah


1. Tunica intima. merupakan lapisan yang kontak langsung dengan darah.
Lapisan ini dibentuk terutama oleh sel endothel.
2. Tunica media. Lapisan yang berada diantara tunika media dan adventitia,
disebut juga lapisan media. Lapisan ini terutama dibentuk oleh sel otot
polos dan jaringan elastic.
3. Tunica adventitia. Merupakan Lapisan yang paling luar yang tersusun oleh
jaringan ikat.

4
Gambar 2.2 Histologi pembuluh darah

2.2 Buerger Disease


2.2.1 Definisi
Penyakit Burger atau Tromboangitis Obliterans (TAO) adalah penyakit
pembuluh darah arteri dan vena yang bersifat segmental pada anggota gcrak dan
jarang pada alat-alat dalam, berupa peradangan, proliferasi dan non supurasi serta
terjadi penyumbatan oleh trombus pada segmen yang terkena, terutama mengenai
pembuluh darah kecil dan sedang.
Penyakit Buerger merupakan suatu peradangan pada pembuluh darah arteri
dan vena serta saraf pada tungkai yang menyebabkan gangguan aliran darah. Jika
tidak diobati dapat menyebabkan gangren pada daerah yang dipengaruhinya
Biasanya mengenai pria dewasa muda (terbanyak pada umur 20–40 tahun),
jarang di atas umur 50 tahun dan sangat jarang mengenai wanita. Hipersensitif
terhadap protein tembakau banyak disebut sebagai penyebab, namun demikian
faktor-faktor seperti: faktorgenetik, ras, hormon, iklim, trauma dan infeksi
merupakan faktor predisposisi. Gejala yang klasik adalah tungkai terasa berat dan

5
nyeri bila penderita berjalan (klaudikasio intermiten) maupun pada waktu istirahat
(rest pain).

Gambar 2.3 Buerger Disease

2.2.2 Epidemiologi
Tingkat kejadian TAO lebih besar di Asia dibandingkan di Amerika atau
Eropa utara dan Afrika. Sedangkan India, Korea, Jepang, Israel, Yahudi
mempunyai insiden penyakit yang paling tinggi. Juga sering pada asia selatan dan
asia tengah. Sering terjadi pada orang yang merokok. Banyak pasien dengan
penyakit buerger adalah perokok berat, tetapi beberapa kasus terjadi pada pasien
perokok sedang. Disebutkan bahwa penyakit ini merupakan reaksi autoimun yang
dipacu oleh bahan didalam rokok. Bagaimanapun faktor risiko kardiovaskuler lain
selain rokok juga penting ,khususnya intole ransi glukosa. 4
75-90% terjadi pada pria kurang dari 45 tahun. 10-25% terjadi pada pasien
wanita. Paling sering pada umur 20-40 tahun, jarang di atas 50 tahun, Kematian
yang diakibatkan oleh Penyakit Buerger masih jarang, tetapi pada pasien penyakit
ini yang terus merokok, 43% dari penderita harus melakukan satu atau lebih
amputasi pada 6-7 tahun kemudian. Telah dilaporkan total dari 9 kematian
berhubungkan dengan Tromboangitis Obliterans, dengan perbandingan laki-laki
dan perempuan adalah 2:1 dan etnis putih dan hitam adalah 8:1.

6
Gambar 2.4 Buerger Disease

2.2.3 Etiologi dan Faktor Risiko


Thromboangiitis obliterans (buerger’s disease) disebabkan oleh pembuluh
darah kecil yang mengalami inflamasi dan pembengkakan. Pembuluh darah
menjadi tersumbat oleh blood clots (thrombosis). Pembuluh darah pada tangan
dan kaki yang paling sering terkena. Usia rata – rata insiden sekitar 35 tahun
dimana wanita dan orang usia lebih tua lebih jarang terkena. Keadaan ini sering
terjadi pada pria muda usia 20 – 45 tahun yang merupakan perokok berat atau
pecandu tembakau.
Paparan tembakau merupakan inti dari inisiasi, maintenans dan perjalanan
penyakit thromboangiitis obliterans. Meskipun merokok tembakau sejauh ini
merupakan faktor resiko tersering, thromboangiitis obliterans juga dapat
berkembang dari mengunyah tembakau atau konsumsi marijuana. Dua per tiga
dari pasien thromboangiitis obliterans memiliki penyakit periodontal yang berat
dan infeksi periodontal anaerobik kronik, menjadi faktor resiko tambahan
perkembangan penyakit. Analisis polymerase chain reaction (PCR) menunjukkan
fragmen DNA dari bakteri anaerbik pada lesi arterial kavitas oral pasien
thromboangiitis obliterans tetapi tidak pada sampel arterial dari kontrol yang
sehat.

2.2.4 Patofisiologi

7
Thromboangiitis obliterans merupakan suatu vasculitis yang ditandai
dengan banyaknya thrombus inflamasi selular. Meskipun reaktan fase akut seperti
laju endap darah dan C-reactive protein, serta pengukuran autoantibodi biasanya
normal, abnormalitas pada immunoreaktivitas dipercaya mengarah pada proses
inflamasi. Pasien dengan thromboangiitis obliterans mengalami peningkatan
imunitas selular kolagen tipe I dan III dibandingkan dengan yang mengalami
aterosklerosis. Titer yang tinggi pada antibodi sel anti-endothelial ditemukan pada
pasien ini.
Prothrombotik dan faktor hemorheological juga berperan dalam
patofisiologi thromboangiitis obliterans. Mutasi gen prothrombin 20210 dan
adanya antibodi anticardiolipin berhubungan dengan meningkatnya resiko
penyakit ini. Pasien thromboangiitis obliterans dengan titer antibodi
anticardiolipin yang tinggi cenderung pada usia yang lebih muda dan peningkatan
amputasi mayor dibandingkan dengan pasien yang tidak terdeteksi antibodi
tersebut. Parameter hemorheological seperti hematokrit, rigiditas sel darah merah,
dan viskositas darah meningkat pada pasien dengan thromboangiitis obliterans
dibandingkan atherosklerosis. 3,4
Thromboangiitis obliterans melibatkan tiga fase: akut, subakut, dan kronik.
Fase akut meliputi thrombus inflamasi selular oklusif. Neutrofil
polymorphonuclear, mikroabses, and multinucleated giant cells sering ditemukan.
Fase kronik ditandai oleh kumpulan trombus dan fibrosis vaskular sehingga
menyerupai penyakit atherosklerosis. Bagaimanapun, thromboangiitis obliterans
pada fase manapun berbeda dari atherosckerosis dan vaskulitis lain dilihat dari
lamina elastik internal. 3,4

8
Gambar 2.5 Tiga fase pada thromboangiitis obliterans

9
Gambar 2.6 Patofisiologi thromboangiitis obliterans

10
2.2.5 Manifestasi Klinis
Gambaran yang klasik pada Buerger’s disease yaitu penyakit ini terjadi pada
laki-laki usia muda dengan onset gejala timbul sebelum usia 40-45 tahun.
Buerger’s disease menyerang arteri ukuran sedang sampai kecil, dan sering terjadi
pada pembuluh darah ekstremitas bawah walaupun juga mengenai pembuluh
darah ekstremitas superior. Pembuluh mesenterial, serebral, dan koroner agak
jarang terkena. Kelainan di ekstremitas bawah biasanya mulai dari trifurkasio
arteri poplitea hingga ke arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior, arteri
fibularis, dan arteri digitalis. Pada ekstremitas atas, kelainan ini terjadi pada arteri
radialis dan arteri ulnaris, berlanjut ke arteri jari-jari. Bisanya kelainan atologik
bersifat segmental, artinya terdapat daerah normal diantara lesi yang dapat
berukuran beberapa milimeter sampai sentimeter. Namun pada fase lanjut, seluruh
pembuluh darah akan terkena. Gambaran klinis Buerger’s disease terutama
disebakan oleh iskemia, yang khas sangat erat dengan kebiasaan merokok. Gejala
pada Buerger’s disease antara lain sebagai berikut:5
1. Klaudikasio intermiten
Gejala pada Buerger’s disease yang paling sering dan utama adalah
nyeri. Bila penderita jalan, pada jarak tertentu akan merasa nyeri pada
ekstremitas dan setelah beristirahat sebentar dapat berjalan kembali.
Gejala ini biasanya progresif.
2. Nyeri spontan
Nyeri dirasakan hebat pada jari dan daerah sekitarnya. Nyeri bertambah
pada waktu malam dan keadaan dingin, dan akan berkurang bila
ekstremitas dalam keadaan tergantung. Serangan nyeri juga dapat bersifat
paroksismal dan sering mirip dengan gambaran penyakit Raynaud.
Biasanya merupakan tanda awal akan terjadinya ulserasi dan gangren.
Pada keadaan lanjut, ketika telah ada tukak atau gangren, nyeri sangat
hebat dan menetap.8
3. Bila terjadi osteoporosis kaki akan sakit bila diinjakkan, dan karena saraf
juga terganggu maka akan ada perasaan hiperestesi.

11
4. Perubahan kulit
Seperti pada penyakit sumbatan arteri kronik lainnya, perubahan warna
kulit pada Buerger’s disease kurang nyata. Pada mulanya kulit hanya
tampak memucat ringan. Pada mulanya kulit hanya tampak memucat
ringan, terutama di ujung jari. Pada fase lebih lanjut tampak
vasokonstriksi yang ditandai dengan campuran pucat-sianosis-kemerahan
bila mendapat rangsangan dingin. Berbeda dengan penyakit Raynaud,
serangan iskemia disini biasanya unilateral.
5. Suhu kulit
Pada perabaan, kulit sering terasa dingin pada daerah yang terkena.
6. Pulsasi arteri
Pulsasi arteri yang hilang merupakan tanda yang penting. Biasanya
pulsasi arteri menghilang pada arteri dorsalis pedis dan arteri tibialis
posterior.
7. Tromboflebitits migrans superfisialis

Gambar 2.7 Tromboflebitis superfisial pada Buerger’s disease


Keadaan ini dapat terjadi bulan atau tahun sebelum tampaknya gejala
sumbatan Buerger’s disease. Fase akut menunjukkan kulit kemerahan, sedikit
nyeri, dan vena teraba sebagai saluran yang mengeras sepanjang beberapa
milimeter sampai sentimeter dibawah kulit. Kelainan ini sering muncul
dibeberapa tempat pada ekstremitas tersebut dan berlangsung selama beberapa
minggu. Setelah itu tampak bekas yang berbenjol-benjol, tanda ini tidak terjadi

12
pada penyakit arteri oklusif, hal ini hampir patognomonik untuk Buerger’s
disease.

8. Ulkus dan gangren

Gambar 2.8 Ulkus dan gangren yang terjadi pada Buerger’s disease

Ulkus dan gangren terjadi pada fase yang lebih lanjut, sering didahului
dengan udem, dan dicetuskan oleh trauma. Daerah iskemia ini sering berbatas
tegas, yaitu pada ujung jari kaki sebatas kuku. Batas ini akan mengabur bila ada
infeksi sekunder mulai dari kemerahan sampai ke tanda selulitis.
Perjalanan penyakit ini khas, yaitu secara bertahap bertambah berat.
Pernyakit berkembang secara intermiten, tahap demi tahap, bertambah falang
demi falang. Datangnya serangan baru dan jari mana yang akan terserang tidka
dapat diprediksi. Penderita biasanya kelelahan dan payah sekali karena tidurnya
terganggu oleh nyeri iskemia. Berikut adalah sistem staging oleh Lerich et al pada
Buerger’s disease yang kemudian dimodifikasi oleh Fontaine, dimana klasifikasi
didasarkan pada gejala klinis yang timbul.
Tabel 2.1. Klasifikasi oleh Lerich et al dimodifikasi oleh Fontaine.
Stadium Gejala Patofisiologi
I Asimptomatik atau nyeri Hipoksia relatif
saat berkatifitas
IIA Nyeri timbul saat berjalan > Hipoksia relatif
200 meter
IIB Nyeri timbul saat berjalan < Hipoksia relatif
200 meter
IIIA Nyeri saat beristirahat, Hipoksia kutaneus, asidosis
tekanan arteri pergelangan jaringan, neuritis iskemia

13
kaki > 50 mmHg
IIIB Nyeri saat beristirahat, Hipoksia kutaneus, asidosis
tekanan arteri pergelangan jaringan, neuritis iskemia
kaki < 50 mmHg
IV Terdapat lesi, nekrosis atau Hipoksia kutaneus, asidosis
gangren jaringan, nekrosis

2.2.6 Penegakan Diagnosa


Diagnosis pada Buerger’s disease merupakan diagnosis secara klinis. Hal-
hal yang menjadi dasar pertimbangan dalam penegakan diagnosis seperti adanya
tand ainsufisiensi ateri, umumnya terjadi pada pria dewasa muda, perokok berat,
adanya gangren yang sukar sembuh, riwayat tromboflebitis yang berpindah, tidak
ada tanda arterosklerosis di tempat lain dan yang terlibat biasanya ekstremitas
bawah. Diagnosis Buerger’s disease meliputi anamnesis, penemuan pada
pemeriksaan fisik dan studi pencitraan diagnostik abnormalitas vaskular serta
diagnostik pasti adalah dengan pemeriksaan patologi anatomi.
1. Anamnesis
Pada anamnesis pasien dengan Buerger’s disease akan ditemukan
riwayat merokok serta rasa nyeri, klaudikasio pada kaki atau juga tangan saat
berkativitas dan istirahat. Sebagian besar individu yang terkena Buerger’s
disease merupakan perokok, terutama perokok berat, yaitu individu yang
mengkonsumsi lebih dari 20 batang rokok setiap harinya. Perlu ditanyakan
juga adanya riwayat menderita keluhan serupa dalam keluarga, dan juga
riwayat luka pada bagian tubuh yang sukar sembuh dan menghitam, serta
riwayat tromboflebitis yang berpindah.
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik, dapat ditemukan adanya Raynaud’s
phenomenon, yaitu perubahan warn akulit menjadi lebih pucat ketika berada
di lingkungan yang dingin. Hal ini dapat terjadi ada sekitar 40% penderita
Buerger’s disease. Tes Allen juga dapat digunkana untuk mengetahui
keadaan vaskularisasi di tangan. Pada tes Allen, pasien diminta untuk
mengepalan tangannya dan pemeriksa akaan menekan pergelangan tangan

14
pasien yang bertujuan untuk mengobstruksi aliran darah ke tangan. Setelah
itu, pasien diminta untuk membuka kepalan tangan, dan pemeriksa akan
melepaskan tekanan pada pergelangan tangan pasien. Normalnya, telapak
tangan akan dialiri darah kembali dalam 5-15 detik. Hasil tes Allen pada
pasien dengan Buerger’s disease biasanya negatif atau abnormal, dimana
terjadi perlambatan aliran darah pada tangan. Hal ini membuktikan adanya
gangguan pada aliran darah pada tangan pasien.
Hasil abnormal pada tes Allen pada perokok muda ditambah dengan
adanya ulserasi dapat menjadi indikasi yang jelas menunjukkan adanya
Buerger’s disease. Namun hasil yang abnormal ini juga dapat terlihat pada
tipe penyakit oklusif arteri kecil pada tangan seperti skleroderma, calcinosis
syndrome, oesophageal dysmotility, sclerodactyly, dan telangiectasia;trauma
berulang; emboli; hiperkoagulabilitas dan vaskulitis. Tak jarang pasien datang
ketika telah terjadi kematian jaringan yang menimbulkan luka dan nyeri pada
ekstremitas yang terkena (gangren) atau ulkus kronik di jari tangan atau kaki.
Pemeriksaan fisik pada pembuluh darah yang juga penting seperti
palpasi pulsasi arteri perifer, auskultasi adanya bruits arteri, dan pengukuran
ankle-brachial index (ABI). Pada ekstremitas dilakukan inspeksi adanya
nodul vena superfisial, dan mencari tanda-tand aiskemia pada jari-jari.
Penegakan diagnosis Buerger’s disease sulit dilakukan pada tahap awal,
karena gejala yang ditemukan tidak spesifik dan tidak ada pemeriksaan
penunjang yang spesifik. Oleh karena itu penegakan diagnosa dibantu dengan
menggunakan kriterira diganosis. Terdapat beberapa kriteria yang telah
diajukan untuk Buerger’s disease adalah sebagai berikut:5,6

1. Kriteria Shionoya
Kriteria Shionoya terdiri atas lima kriteria yaitu:
 Adanya riwayat merokok
 Usia belum 50 tahun
 Memiliki penyakit oklusi arteri infrapopliteal

15
 Flebitis migrans pada salah satu ekstremitas atas
 Tidak ada faktor risiko atherosklerosis selain merokok
Seluruh kriteria ini harus terpenuhi untuk menegakkan diagnosis Buerger’s
disease.
2. Kriteria Olin
Berikut adalah hal-hal yang termasuk dalam kriteria Olin:
 Berumur 20-40 tahun
 Merokok atau memiliki riwayat merokk
 Ditemukan iskemia ekstremitas distal yang ditandai oleh
klaudikasio, nyeri saat istirahat, ulkus iskemuk atau gangren
 Telah menyingkirkan penyakit autoimun lain, kondisi hiperkoagulasi
dan diabetes melitus dengan pemeriksaan laboratorium.
 Telah menyingkirkan emboli berasal dari bagian proksimal yang
diketahui dari echokardiografi atau arteriografi.
 Penemuan arteriografi yang konsisten dengan kondisi klinik pada
ekstremitas yang terlibat dan yang tidak terlibat
3. Kriteria Mills dan Porter
Kriteria ini dikembangkan oleh Oregon kemudian di evaluasi oleh Mills dan
Porter. Kriteria mayor merupakan kriteria yang esensial dalam penegakan
diagnosis sedangkan kriteria minor mendukung diagnosis. Pada kriteria ini,
terdapat kriteria eksklusi yang menyingkirkan berbagai kondisi yang juga
dapat menyebabkan iskemia berat yaitu:
 Adanya sumber emboli proksimal seperti aneurisma
 Adanya trauma dan lesi lokal seperti popliteal entrapment atau
penyakit sistik adventisial
 Adanya ergotisme atau arteritis yang diinduksi obat
 Adanya vaskulitis autoimun
 Adanya keadaan hiperkoagulabilitas
 Adanya faktor risiko ateroskelrosis lain: diabtese, hiperlipidemia,
hipertensi, gagal ginjal

16
Adapun kriteri mayor berdasarkan Mills dan Porter yaitu:
 Onset gejala iskemi ekstremitas distal sebelum usia 45 tahun
 Pecandu rokok
 Tidak ada penyakit arteri proksimal pada poplitea atau tingkat distal
brakial
 Dokumentasi objektif penyakit oklusi distal seperti Doppler arteri
segmental dan plestimgrafi 4 tungkai, arteriografi, dan histopatologi
Adapun yang termausk kriteria minor yaitu sebagai berikut:
a. Flebitis superfisila migran, yaitu episode berulang trombosis lokal dan
vena superfisial pada ekstremitas dan badan
b. Terdaapt sindrom Raynaud yang merupaka penuruana aliran darah
sebagai akibat spasme arteriole perifer sebagai respon terhadap kondisi
stres atau dingin. Sindrom in ipaling sering dilihat di tangan atau juga
dapat di hidung telinga dan lidah dalam bentuk respon trifasik yaiut:
- Pucat karena vasokosntriksi arteriol prekapiler
- Sianosis karena vena terisi penih oleh darah terdeoksigenisasi
- Eritema karena reaksi hiperemis
c. Melibatkan ekstremitas atas
d. Klaudikasio saat berjalan

4. Kriteria Skoring Papa


Papa et al mengembangkan sistem skoring untuk memudahkan diagnosis,
antara lain sebagai berikut:

Tabel 2.2 Sistem skoring Papa untuk diagnosis Buerger’s disease


Poin Positif
Usia
30 tahun/30-40 tahun +2/+1
Klaudikasio di kaki Ada/ terdapat riwayat +2/+1
Eksremitas atas Simtomatik/asimtomatik +2/+1

17
Flebitis migran Ada/terdapat riwayat +2/+1
Sindrom Raynaud Ada/terdapat riwayat +2/+1
Angiografi; biopsi Tipikal keduanya/salah
+2/+1
satu
Poin Negatif
Usia 40-50/ >50 tahun -1/-2
Jenis kelamin/aktivitas
Wanita/bukan perokok -1/-2
merokok
Lokasi Hanya satu
-1/-2
ekstremitas/tidak ada
Hilangnya pulsasi Barchialis/femoralis -1/-2
Atherosklerosis,
Telah didiagnsosi
diabetes, hipertensi, -1/-2
selama 5-10 tahun
hiperlipidemia
Sistem skoring ini dikategorikan menjadi:
a. Probabilitiy of diagnosis:
- Diagnsosis excluded  0-1
- Low likelihood  2-3
- Probable, medium likelihood  4-5
b. Definite, high likelihood  ≥6
Saat ini belum ada pemeriksaan laboratorium khusus untuk mendiagnosis
penyakit Buerger. Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk membantu diagnosis
adalah sebagai berikut:
1. Darah lengkap, hitung platelet
2. Tes fungsi hati
3. Tes fungsi ginjal dan urinalisis
4. Gula darah puasa untuk menyingkirkan diabetes melitus
5. Profi l lipid
6. Tes Venereal Disease Research Laboratory (VDRL)
7. Penapisan autoimun:
a. Laju sedimentasi eritrosit (ESR Westergren). Pada penyakit Buerger
biasanya normal.
b. Faktor reumatoid (RF). Pada penyakit Buerger biasanya normal.

18
c. Antibodi antinuklear (ANA). Pada penyakit Buerger normal.
d. Antibodi antisentromer merupakan petanda serologis untuk sindrom
CREST dan Scl 70 (penanda serologis untuk skleroderma).
8. Penapisan keadaan hiperkoagulasi:
a. Kadar protein C, protein S, dan antitrombin III
b. Antibodi antifosfolipid
c. Faktor V Leiden
d. Prothrombin
e. Homosisteinemia

Pemeriksaan Radiologi
a. Arterial Duplex Scan dan USG Doppler
Arterial duplex scan tidak hanya digunakan untuk menyingkirkan
lesi aterosklerotik proksimal dan menunjukkan adanya oklusi arteri distal
saja, tetapi juga untuk memvisualisasi dan mengevaluasi secara fungsional
gambaran corkscrew collateral dengan menggunakan continues wave
Doppler ultrasound. Dari sebuah studi di Poland, analisis gelombang
spektrum Doppler yang dilakukan pada 40 subjek dengan penyakit
Buerger dan 40 subjek yang sehat menunjukkan bahwa terdapat penurunan
amplitudo reversed diastolic flow, tanpa adanya penurunan amplitudo
peak systolic yang signifikan pada subjek dengan penyakit Buerger. Para
penulis menyimpulkan bahwa penurunan resistensi vaskular dapat terjadi
karena akibat dari meningkatnya aliran darah kolateral dan rendahnya
resistensi arteri kutan. Maka dari itu, indeks resistensi dapat menjadi
parameter yang berguna dalam diagnosis dini penyakit Buerger dan
memantau progresivitas penyakit.7

19
Gambar 2.9 USG Doppler
b. Angiografi
Digital Substraction Angiography (DSA) memainkan peran penting
dalam mendukung diagnosis penyakit Buerger dan untuk menyingkirkan
penyebab iskemia lain. Temuan arteriografi pada penyakit Buerger
mungkin sugestif tapi tidak patognomonik, oleh karena itu metode ini
tidak dapat dikatakan menjadi gold standard untuk mendiagnosis penyakit
Buerger. Pada pemeriksaan angiografi dapat ditemukan:
1. Gambaran lesi oklusi segmental pembuluh darah kecil dan sedang
(medium) diselingi gambaran segmen normal
2. Martorell sign atau gambaran kolateral pembuluh darah seperti
“corkscrew,” “spider legs” or “tree roots” meskipun gambaran ini
dapat juga dijumpai pada skleroderma, sindrom CREST
(Calcinosis, Raynaud’s phenomenon, esophageal dysmotility,
sclerodactyly and telangiectasia)
3. Di arteri proksimal tidak dijumpai aterosklerosis, aneurisma dan
sumber emboli lain.

20
Gambar 2.10 Gambaran angiografi pada tangan menunjukkan sumbatan arteri
ulnaris (kiri) dan gambaran corkscrew (kanan-tanda panah)

Gambar 2.11 Doppler ultrasound arteri dan vena femoralis kiri menunjukkan
hasi normal (kiri) evaluasi doppler ultrasound menunjukkan 2 trombus pada
vena femoralis.

21
Gambar 2.12 Gambaran Corkscrew pada Buerger’s disease.

Gambar 2.13 Sebelah kiri merupakan angiogram normal. Gambar sebelah


kanan merupakan angiogram abnormal dari arteri tangan yang ditunjukkan dengan
adanya gambaran khas “corkscrew” pada daerah lengan. Perubahannya terjadi pada
bagian kecil dari pembuluh darah lengan kanan bawah pada gambar (distribusi arteri
ulna).

Penurunan aliran darah (iskemi) pada tangan dapat dilihat pada angiogram.
Keadaan ini akan memgawali terjadinya ulkus pada tangan dan rasa nyeri.

22
Pemeriksaan dengan doppler dapat juga membantu dalam mendiagnosis penyakit
ini, yaitu dengan mengetahui kecepatan aliran darah dalam pembuluh darah. Pada
pemeriksaan histopatologis, lesi dini memperlihatkan oklusi pembuluh darah oleh
trombus yang mengandung PMN dan mikroabses, penebalan dinding pembuluh
darah secara difus. LCsi yang lanjut biasanya memperlihatkan infiltrasi limfosit
dengan rekanalisasi.

c. Ct Scan dan MRI


Metode penggambaran secara modern, seperti computerize tomography (CT)
dan Magnetic resonance imaging (MRI) dalam diagnosis dan diagnosis banding
dari penyakit Buerger masih belum dapat menjadi acuan utama. Pada pasien
dengan ulkus kaki yang dicurigai Tromboangitis Obliterans, Allen test sebaiknya
dilakukan untuk mengetahui sirkulasi darah pada tangan dan kaki. 8

Gambar 2.14 hasil angiogram abnormal dari tangan

Pemeriksaan lain yang dapat dikerjakan adalah Allen’s test, untuk menilai
aliran arteri radialis dan arteri ulnaris. Hasil abnormal menunjukan adanya
sumbatan pada arteri distal dan menunjukan keterlibatan ekstremitas atas. Ini
dapat digunakan untuk membedakan dari penyakit aterosklerosis.

23
2.2.7 Diagnosa Banding
Penyakit buerger harus dibedakan dari penyakit oklusi arteri kronik
aterosklerotik yang jarang mengenai ekstremitas atas dan biasanya lebih dulu
diikuti oleh neuropati.
1. Atherosclerosis
2. Gout imaging
3. Infrainguinal occlusive disease
4. Peripheral arterial occlusive disease
5. Raynaud phenomenon
6. Systemic lupus erythematous
7. Diabetes melitus

2.2.8 Tatalaksana
Tujuan utama penatalaksanaan pada penderita Buerger’s disease adalah
memperbaiki kualitas hidup pasien. Cara yang dapat dilakukan adalah
menghindari dan mengehtikan faktor yang memperburuk penyakit, memperbaiki
aliran darah menuju ekstremitas, mengurangi rasa sakit akibat iskemia, mengobati
tromboflebitis, memperbaiki penyembuhan luka atau ulkus.
Tatalaksana yang paling penting harus dilakukan pada pasien dengan
Buerger’s disease adalah mengentikan konsumsi rokok. Berhenti merokok secara
total harus dilakukan karena walaupun hanya mengkonsumsi beberapa rokok
dalam sehari tetap saja dapat menimbulkan progresi penyakit. Pasien diberikan
edukasi mengenai bahaya pajanan tembakau terhadap penyakitnya. Suportif
lainnya yaang dapat diterapkan seperti membangun komunitas berhenti merokok.
Terapi pengganti nikotin sebaiknya dihindari karena juga berkontribusi terhadap
progresifitas penyakit. Pasien juga sebaiknya menjauh dari lingkungan yang
terpajan asap rokok (perokok pasif) dan menghindari produk-produk lain yang
mengandung nikotin. Tampaknya juga diperlukan konseling psikiater pada pasien
yang sulit untuk berhenti merokok.
Selain berhenti merokok, edukasi yang penting kepada pasien adalah
menghindari terjadinya trauma atau luka pada bagian bawah ekstremitas.

24
Anjurkan pasien untuk selalu menggunakan alas kaki dan sarung tangan dalam
melakukan kegiatan yang berisiko menimbulkan cedera jaringan. Pasien juga
diedukasi untuk menghindari cuaca dingin dan mengkonsumsi obat-obatan yang
dapat menibulkan vasokonstriksi. Jika terjadi luka pada ekstremitas maka
anjurkan pasien untuk segera mendapatkan pengobatan untuk mencega
progresifitas penyakit dan infeksi.9
1. Terapi medikamentosa (non bedah)
a. Analgetik
Dalam mengontrol rasa nyeri akibat iskemia yang terjadi pada
Buerger’s disease sering dibutuhkan analgetik narkotik atau obat anti
inflamasi non steroid hingga progresifitas penyakit itu sendiri dapat
dikontrol dengan berhenti merokok. Pada pasien dengan nyeri iskemia
yang hebat diperlukan analgetik epidural.
b. Terapi antiplatelet dan prostasiklin
Diketahui bahwa aspirin dapat memberikan manfaat pada pasien
denan Buerger’s disease karena dapat meredakan nyeri pada saat
istirahat dan menurunkan risiko amputasi. Penggunaan prostasiklin
(PGI2) atau analognya seperti iloprost juga dapat digunakan sebagai
inhibitor agregasi platelet. Penelitian oleh Fessinger dan Schafer yang
membandingkan pemberian iloprost dan aspirin dosis rendah
menunjukkan bahwa pasien yang mendapatkan iloprost intravena infus
selama 6 jam lebih banyak yang mengalami perbaikan rasa nyeri dan
iskemia dibandingkan dengan pasien yang mendapatkan terapi aspirin
dosis rendah. Pada pasien yang menerima iloprost lebih banyak yang
mengalami perbaikan ulkus dibandingkan pada pasien yang diberikan
aspirin. Keuntungan pemberian iloprost yaitu efek terapeutik bertahan
untuk 6 bulan kedepan sehingga risiko untuk amputasi semakin kecil
dalam 6 bulan kedepan. Namun iloprost oral tidak memiliki efektifitas
sebaik pemberian intravena pada pasien dengan Buerger’s disease.

25
Pemberian clopidogrel yang merupakan agen antiplatelet
tampaknya lebih poten dibandingkan aspirin. Penggunaan clopidogrel
jangka lama dapat mengurangi klaudikasio pada Buerger’s disease.11
c. Terapi dengan calcium channel blocker (CCB) dapat diberikan untuk
mengurangi efek vasokonstriksi pada Buerger’s disease seperti amlodipine,
nifedipine atau verapamil. Pada penelitian oleh Bagger et al, peningkatan
dosis verapamil dapat memperpanjang jarak perjalanan bebas nyeri pada
pasien Buerger’s disease dari 44,9 meter menjadi 57,8 meter. Golongan
obat CCB memiliki efek sekunder yang mengubah kapasitas penggunaan
oksigen dimana CCB meningkatkan efisiensi penggunaan oksigen oleh
ekstremitas. Dosis verapamil yang digunakan dapat mencapai 480 mg/hari
yang dapat diberikan pada pasien Buerger’s disease.10
d. Pemberian antagonis kompetitif Endothelin-1
Bosentan merupakan antagonis kompetitif dari endotelin-1 yang memiliki
kemampuan vasodilatasi. Pada penlitian oleh de Haro et al, mereka
memberika bosentan dengan dosis 65 mg dua kali sehari selama satu bulan
diikuti dengan 125 mg dua kali sehari. Dari penelitiannya terdapat perbaikan
ulkus walaupun beberapa peserta penelitian tetap mengkonsumsi rokok.
Selain itu, juga terdapat peserta penelitian yang mengalami peningkatan
aliran darah distal melalui pemeriksaan angiografi. Pemberian bosentan
selama 28 hari lebih efektif dibandigkan aspirin untuk mengatasi nyeri saat
istirahat dan penyembuhan ulkus.
e. Terapi trombolitik
Adapun peran terapi trombolitik dalam penatalaksanaan Buerger’s disease
masih kontroversial. Penggunaan trombolitik seperti streptokinase mungkin
dapat bermanfaat pada keadaan akut yang secara defenitif disebabkan oleh
trombosis. Pada penelitian dari 11 pasien dengan Buerger’s disease dengan
onset akut iskemia, 58% mengalami keberhasilan terapi trombolitik dan
mengalami perbaikan gejala iskemik dan mengurangi risiko amputasi.9,15
f. Terapi imunosupresan

26
Beberapa penelitian telah mengemukakan adanya etiologi autoimun yang
berperan dalam Buerger’s disease. Walaupun tidak pernah diketahui
penggunaan kortikosteroid dalam pengobatan Buerger’s disease, namun
telah dilaporkan adanya manfaat pemberian siklofosfamid. Pada peneltiian
yang dilakukan oleh Saha et al, pada penggunaan siklofosfamid selama 8
minggu diketahui memberikan perbaikan klaudikasio dan nyeri saat
istirahat. Perbaikan juga terjadi pada ulkus. Pada pemberian terapi dengan
siklofosfamid, tampaknya tidak menunjukan adanya perbaikan pada
penemuan angiografi, pengukuran volume pulsasi, atau pada pengukuran
suhu kulit. Walaupun demikian, pemberian siklofosfamid menurunkan
jumlah sel-sel inflamasi pada dinding pembuluh darah yang kemungkinan
akibat formasi autoantibodi yang akan mencegaj terjadinya inflamasi yang
dimediasi oleh sistem autoimun.walaupun demikian, penggunaan
imunosupresan saat ini belum direkomendasikan.8,9
g. Terapi gen, stem cell dan spinal cord stimulation
Terapi gen dengan vascular endothelial growth factor (VEGF) pada
penelitian mengemukakan bahwa penyuntikan total 4000 ug VEGF165
plasmid DNA dengan dua kali penyuntikan intramuskular memberikan hasil
menjanjikan dalam penyembuhan ulkus akibat iskemia dan menghilangkan
nyeri saat istirahat. Terpai stem cell yaitu dengan terapi autolog whole bone
marrow stem cell (WBMSC) menunjukkan perbaikan seperti penyembujan
ulkus, menghilangkan nyeri iskemik, rekanalisasi arteri dan menurunkan
risiko amputasi tungkai. Spinal cord stimulation hasilnya baik untuk
menghilangkan nyeri dan penyembuhan ulkus. Stimulasi ini dapat
menghambat transmisi sinyal penghantar nyeri pada serabut saraf simpatis.
Selain itu juga pada saat bersamaan terjadi peningkatan perfusi
mikrosirkulasi akibat inhibis serabut saraf simpatis. Stimulasi dilakukan
biasanya pada nervus spinalis T10-L1 yang menyebabkan parestesia
ekstremitas bawah dan mengurangi nyeri karena iskemia.

Terapi Bedah

27
Terapi bedah untuk penderita buerger meliputi debridement konservatif
jaringan nekrotik atau gangrenosa , amputasi konservatif dengan perlindungan
panjang maksimum bagi jari atau ekstremitas, dan kadang-kadang simpatektomi
lumbalis bagi telapak tangan atau simpatetomi jari walaupun kadang jarang
bermanfat. 3,4,7
1. Revaskullarisasi Arteri
Revaskularisasi arteri pada pasien ini juga tidak mungkin
dilakukan sampai terjadi penyembuhan pada bagian yang sakit.
Keuntungan dari bedah langsung (bypass) pada arteri distal juga msih
menjadi hal yang kontroversial karena angka kegagalan pencangkokan
tinggi. Bagaimanapun juga, jika pasien memiliki bebrapa iskemik pada
pembuluh darah distal, bedah bypass dengan pengunaan vena autolog
sebaiknya dipertimbangkan.

Gambar 2.15 Bypass arteri

2. Simpatektomi
Dikatakan simpaktektomi dapat mencegah amputasi. Simpatektomi
dapat dilakukan untuk menurunkan spasma arteri pada pasien penyakit
Buerger. Melalui simpatektomi dapat mengurangi nyeri pada daerah
tertentu dan penyembuhan luka ulkus pada pasien penyakit buerger

28
tersebut, tetapi untuk jangka waktu yang lama keuntungannya belum dapat
dipastikan.11
Simpatektomi lumbal dilakukan dengan cara mengangkat paling
sedikit 3 buah ganglion simpatik, yaitu Th12, L1 dan L2. Dengan ini efek
vasokonstriksi akan dihilangkan dan pembuluh darah yang masih elastis
akan melebar sehingga kaki atau tangan dirasakan lebih hangat. 12,13

3. Amputasi
Terapi bedah terakhir untuk pasien penyakit Buerger (yaitu pada
pasien yang terus mengkonsumsi tembakau) adalah amputasi tungkai tanpa
penyembuhan ulcers, gangrene yang progresif, atau nyeri yang terus-
menerus serta simpatektomi dan penanganan lainnya gagal. Hidarilah
amputasi jika memungkinkan, tetapi, jika dibutuhkan, lakukanlah operasi
dengan cara menyelamatkan tungkai kaki sebanyak mungkin.

2.2.9 Komplikasi
 Gangren
Gangrene adalah kematian bagian jaringan tubuh. Gangrene biasanya
disebabkan oleh suplai darah tidak adekuat, tetapi kadang kala disebabkan
oleh cedera langsung (gangrene traumatic) atau infeksi (gas gangren).
Suplai darah yang buruk dapat disebabkan oleh:
a. Penekanan pada pembuluh darah (misalnya: tunikuet, balutan
yang terlalu ketat, dan pembengkakan ekstremitas)
b. Obstruksi di dalam pembuluh darah yang sehat (misalnya:
emboli arteri, kerusakan jaringan akibat suhu rendah, jika
kapiler menjadi tersumbat)
c. Spasme dinding pembuluh darah (misalnya: toksisitas ergot)
d. Thrombosis yang disebabkan oleh penyakit dinding pembuluh
darah (misalnya: arteriosklerosis pada arteri flebitis pada vena)

29
Gangrene kering jika terjadi aliran darah dari area yang terkena
menjadi hitam dan emasiasi. Gangrene lembab terjadi jika aliran vena
tidak adekuat, sehingga jaringan mengalami pembengkakan akibat cairan.
 Ulkus
Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lendir
dan ulkus adalah kematian jaringan yang luas dan disertai invasive kuman
saprofit. Adanya kuman saprofit tersebut menyebabkan ulkus berbau.
Ulkus diabetikum juga merupakan salah satu gejala klinik dan perjalanan
penyakit DM dengan neuropati perifer.
 Kemerahan
 Sianosis
Diskolorasi kebiruan pada kulit dan membrane mukosa akibat konsentrasi
yang berlebihan hemoglobinereduksi dalam darah yang lebih dari 5g%.12

2.2.10 Prognosis
Pada pasien yang berhenti merokok, 94% pasien tidak perlu mengalami
amputasi, apalagi pada pasien yang berhenti merokok sebelum terjadi gangrene,
angka kejadian amputasi mendekati 0%. Hal ini tentunya sangat berbeda sekali
dengan pasien yang tetap merokok, sekitar 43% dari mereka berpeluang harus
diamputasi selama periode waktu 7 sampai 8 tahun kemudian, bahkan pada
mereka harus dilakukan multiple amputasi. Pada pasien ini selainUmumnya
dibutuhkan amputasi tungkai, pasien juga terus merasakan klaudikasi (nyeri pada
saat berjalan) atau fenomena raynaud’s walaupun sudah benar-benar berhenti
mengkonsumi tembakau.13

30
BAB III
KESIMPULAN

Buerger’s disease merupakan penyakit inflamasi segemental pembuluh darah


arteri dan vena berukuran kecil dan sedang. penyakit ini berbeda dengan vaskulitis
lain dan memerlukan ketelitian diagnosis. Penyebab penyakit in belum diketahui
tetapi faktor merokok, imunitas dan genetik saling berkaitan dan diduga berperan
penting terhadap progresifitas penyakit ini. belum ada pemeriksaan laboratorium
spesifik. Penanganan bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup, mengurangi
progresifitas, mengurangi komplikasi, dapat dilakukan dnegan pendekatan non
bedah dan bedah. Deteksi din sangat membantu mengatasi gejala dan dapat
mengurangi komplikasi.
Presentasi klinis dan angiografi merupakan dasar dalam mendiganosis
Buerger’s disease. Penghentian merokok merupakan terapi definitif, penggunaan
obat vasodilator dan terapi pendukung lainnya dapat membantu mengurangi
gejala, namun tidak mencegah progresi penyakit.

31
Daftar Pustaka
1. Aminuddin, M. Devie, C. A Middle-age women suffering buerger’s
disease; 2020.
2. Ignacio, J. Jose, D. Thromboangiitis obliterans (Buerger's disease). NCBI;
2016.
3. Ates A., Yekeler I., Ceviz M., Erkut B., Pac M., Basoglu A. One of the
most frequent vascular diseases in northeastern of Turkey: thromboangiitis
obliterans or Buerger's disease (experience with 344 cases) Int. J.
Cardiol. 2016.
4. yun H., Kim D., Lee K., Lim S., Hwang W., Yun S. End stage renal
disease caused by thromboangiitis obliterans: a case report. J. Med. Case
Rep; 2015.
5. Dimmick, S. Goh, A. Imaging appearances of Buerger's disease
complications in the upper and lower limbs. Clinical radiology; 2015.
6. Dalia, I. Buerger disease. Radiopedia; 2015.
7. Abhishek, V. Rahul, T. Thromboangiitis Obliterans (Buerger’s Disease)—
Current Practices. International journal of inflammation; 2015.
8. Heri, H. Tromboangiitis Obliterans dengan Komorbid DVT; 2016.
9. Alexandre, L. Simon, S. Long‐Term Outcome and Prognostic Factors of
Complications in Thromboangiitis Obliterans (Buerger's Disease): A
Multicenter Study of 224 Patients. Journal of the american heart
association; 2018.
10. Sun, T. Treatment of Buerger’s disease (Thromboangiitis obliterans) with
autologous adipose tissue-derived mesenchymal stem cell: Report of three
cases; 2019.
11. Naiem, N. Vincent, L. Thromboangiitis Obliterans (Buerger
Disease) Treatment & Management. Medscape; 2020.
12. Daniel, G. Cristiane, R. Pharmacological treatment for Buerger's disease.
NCBI; 2016.
13. Cacione, D. Macedo, C. Pharmacological treatment (drugs) for Buerger's
disease; 2020.

32
33

Anda mungkin juga menyukai