Anda di halaman 1dari 7

Referat

PRONATOR TERES SYNDROM


Disusun untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik Madya

Dokter Pembimbing
dr. Andre Steven Tjahya B, Sp.KFR

Oleh
Wahyu Rhomadon
Andi Miftah A.S.
Teguh Santoso

KEPANITERAAN KLINIK MADYA


BAGIAN ILMU REHABILITASI MEDIK
RSUD MARDI WALUYO BLITAR
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM MALANG
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah, serta inayah-

Nya kepada penyusun sehingga Referat ini dapat diselesaikan sesuai dengan rencana yang

diharapkan.

Tujuan penyusunan Referat ini adalah guna memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Madya

serta melatih keterampilan klinis dan memahami penyakit yang ada di dunia kesehatan.

Penyusun menyadari bahwa Referat ini belumlah sempurna. Untuk itu, saran dan kritik

dari para pembaca sangat diharapkan demi perbaikan Referat ini. Atas saran dan kritik konsulen

dan pembaca, penyusun ucapkan terima kasih.

Semoga Referat ini bermanfaat bagi penyusun, pembaca serta rekan-rekan lain yang

membutuhkan demi kemajuan ilmu pengetahuan khususnya di bidang kedokteran.

Penyusun

Tim Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pronator Teres Syndrome (atau biasa disebut Pronator syndrome) adalah salah satu dari

tiga syndroma jeratan saraf nervus Median, selain Carpal tunnel Syndrome dan Syndrome saraf

Intrerosseous Anterior yang dimana Pronator teres ini sendiri merupakan Insidensi terbesar

kedua setelah Carpal tunnel Syndrome, pada kasus jeratan Saraf Nervus Median secara umum1.

Otot Pronator teres adalah otot yang berada pada lengan bagian bawah. Sesuai dengan

namanya, Otot ini berfungsi untuk melakukan gerakan pronasi lengan bawah. Salah satu

kelainan yang sering terjadi berkaitan dengan otot ini adalah Sindrom Pronator teres, dimana

menyebabkan rasa nyeri pada pergelangan tangan1.

Pronator Teres Syndrome (PTS) pertama kali dikemukakan oleh Tiedemann pada tahun

1822, dan pada tahun 1848 Struthers adalah orang pertama yang menggambarkan struktur jeratan

pada saraf medianus1,2.

Pronator Teres (PTS) adalah Jebakan neuropati terbanyak kedua setelah Sindroma

terowongan karpal. Peningkatan risiko sindrom pronator dapat dikaitkan dengan kegiatan

individu yang terlibat, gerakan berulang pada siku, pergelangan tangan, dan gerakan tangan

seperti memotong kayu, bermain olahraga raket, dayung, angkat berat, atau melempar. Namun,

insidensi sindrom pronator pada wanita adalah empat kali lebih besar daripada laki-laki,

menunjukkan bahwa anomali anatomi (variasi struktural) dan tidak berlebihan merupakan faktor

risiko yang dominan. Lengan yang dominan kemungkinan besar akan terpengaruh, terutama jika

individu berotot (hipertrofi otot). Sindrom pronator yang paling sering didiagnosis pada orang

antara usia 40 dan 501,2.


1.2 Rumusan Masalah

1. Apa definisi dari Sindroma Pronator Teres?

2. Apa Etiologi dari Sindroma Pronator Teres?

3. Epidemiologi dari Sindroma Pronator Teres?

4. Gejala Klinis dari Sindroma Pronator Teres?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui definisi dari Sindroma Pronator Teres

2. Untuk mengetahui etiologi dari Sindroma Pronator Teres

3. Untuk mengetahui epidemiologi dari Sindroma Pronator Teres

4. Untuk mengetahui gejala klinis dari Sindroma Pronator Teres

1.4 Manfaat

1. Menambah wawasan mengenai ilmu kedokteran pada umumnya, dan ilmu kedokteran

terapi dan rehabilitasi pada khususnya.

2. Sebagai proses pembelajaran bagi dokter muda yang sedang mengikuti kepaniteraan

klinik bagian ilmu kedokteran terapi dan rehabilitasi.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Sindroma Pronator Teres adalah suatu kumpulan gejala yang khas ditandai dengan rasa

nyeri ringan hingga sedang pada lengan bawah, Nyeri bertambah dengan pergerakan siku,

supinasi dan pronasi yang berulang, dan gerakan genggaman yang berulang. Hilangnya

ketangkasan tangan, kelamahan ringan, parastesia saraf median dapat terjadi, rasa baal bisa saja

terjadi tidak hanya pada jari, namun dapat juga terjadi pada daerah telapak tangan karena

terkenanya saraf kutan daerah palmar yang dicabangkan1,2.

2.2 ETIOLOGI

Gerakan menggenggam dengan cepat atau gerakan pronasi (memalu, menyendok

makanan, mencuci piring, bermain tenis) dapat menyebabkan hipertrofi otot dan jebakan MN

(nervus medianus), terutama pada individu yang memiliki gangguan fibrous. Pronator teres

syndrome telah dijelaskan terjadi setelah trauma lokal, kompresi dengan Schwanomma, dan pada

pasien yang menjalani terapi antikoagulasi dan dialisis ginjal. Fibrosis lacertus yang kuat dapat

memperburuk gejala sindrom pronator teres3.

2.3 EPIDEMIOLOGI

Sindroma pronator teres adalah kondisi langka yang mungkin mudah diabaikan dan

disalahartikan sebagai carpal tunnel syndrome (CTS). Tidak ada preferensi kelompok usia yang

telah dijelaskan, tetapi satu penelitian melaporkan prevalensi lebih tinggi sindrom pronator teres

pada pria4.
2.4 MANIFESTASI KLINIS

1. Rasa berat, kaku ataupun kram pada tangan.

2. Kesemutan pada otot tenar ibu jari dan tiga jari di sampingnya.

3. Nyeri pada area otot pronator teres pada siku atau lengan bawah saat otot

berkontraksi.

4. Nyeri dan kesemutan saat melakukan gerakan antagonis seperti pronasi dari lengan

bawah dan fleksi dari pergelangan tangan.

5. Disfungsi motorik dari otot yang diinervasi oleh kolateral distal dari N. Medianus

(setelah persarafan meninggalkan otot pronator teres); sehingga otot pronator teres

dapat tidak terkena disfungsi namun otot pronator quadrates yang terkena.

6. Baal dan tebal pada sisi medial ibu jari dan sisi lateral telunjuk.
DAFTAR PUSTAKA

1. Amato AA, Russel JA, Neuromuscular disorders. New York: McGraw-Hill; 2008.
2. Ropper AH, Samuels MA, editor. Carpal Tunnel syndrome. Adams and Victor’s Principles of
Neurology. 9th edition. New York: Mc Graw-Hill Medical; 2009. p. 1358-59.
3. Hartz CR, Linscheid RL, Gramse RR, Daube JR. The pronator teres syndrome: compressive
neuropathy of the median nerve. J Bone Joint Surg Am. 1981 Jul;63(6):885-90. [PubMed]
4. Asheghan M, Hollisaz MT, Aghdam AS, Khatibiaghda A. The Prevalence of Pronator Teres among
Patients with Carpal Tunnel Syndrome: Cross-sectional Study. Int J Biomed Sci. 2016 Sep;12(3):89-
94. [PMC free article] [PubMed]

Anda mungkin juga menyukai