Anda di halaman 1dari 13

REHABILITASI PASCA FRAKTUR

Tujuan terapi pada fraktur adalah kesembuhan fraktur dengan pulihnya fungsi mekanikal tulang
yaitu kemampuan weight bearing dan pergerakan sendi yang normal serta kembalinya aktivitas
fungsional.

1. Penatalaksanaan Pasca Fraktur Tahap Awal


A. Pergerakan Aktif
Edema normalnya bertahan hingga 1-2 minggu pasca fraktur. Edema terjadi karena
adanya ekstravasasi darah ke jaringan lunak. Disabilitas yang serin terjadi pasca fraktur
disebabkan oleh adanya edema yang persisten. Edema persisten dapat disebabkan oleh
adanya infeksi, gangguan sirkulasi darah, adanya cairan sinovial pada fraktur di daerah
sendi dan kekurangan nutrisi untuk proses penyembuhan. Edema tersebut dapat
mengganggu suplai darah sehingga memperlambat proses penyembuhan. Metode yang
mudah dan murah untuk menghilangkan edema adalah dengan pergerakan aktif anggota
gerak.

B. Elevasi
Metode elevasi merupakan metode terbaik untuk mengurangi edema apabila pergerakan
aktif tidak dapat dilakukan. Metode elevasi digunakan pada fraktur ekstremitas bawah
dengan memposisikan ekstremitas diatas bagian proksimal dan bagian proksimal berada
di atas jantung.

C. Terapi Fisik
Prosedur terapi fisik yang dapat dilakukan adalah dengan pemanasan, massase dan
latihan.
a. Pemanasan
Efek fisiologis dari pemanasan adalah untuk mengurangi nyeri, meningkatkan sirkulasi
darah dan melunakkan jaringan fibrosa.

b. Massase
Efek fisiologis massase adalah untuk menghilangkan nyeri dan mengurangi edema.
Massase dapat meningkatkan sirkulasi darah vena sehingga dapat mengurangi edema.
Stretching jaringan fibrosa yang dilakukan pada massase dapat membantu dalam latihan
lingkup gerak
sendi.

c. Latihan
Latihan pada rehabilitasi tahap awal adalah latihan aktif assistif. Latihan tersebut dapat
dilakukan di bagian proksimal atau distal area yang diimobilisasi.

2. Penatalaksanaan Pasca Fraktur Tahap Lanjut


Tujuan penatalaksanaan pada tahap lanjut adalah meningkatkan penyerapan edema yang
masih ada, melunakkan dan meregangkan jaringan fibrosa, meningkatkan lingkup gerak
sendi, mengembalikan efisiensi sirkulasi dan
meningkatkan kekuatan otot.

a. Pemanasan
Terapi pemanasan bertujuan untuk memberikan sedasi, meningkatkan sirkulasi dan
melunakkan perlekatan fibrosa.

b. Massase
Teknik masase yang dilakukan adalah dengan gerakan usapan dalam (deep stroking) dan
penekanan (compression) yang bertujuan untuk meregangkan perlekatan fibrosa serta
menghilangkan edema yang masih ada. Peregangan perlekatan jaringan fibrosa tersebut
dapat meningkatkan lingkup gerak.

c. Latihan
Pemanasan dan massase harus selalu diikuti dengan latihan. Regimen efektif dimulai
dengan latihan aktif asistif kemudian gerakan bebas dan latihan resistif sesuai perbaikan
pasien. Tujuan latihan pada tahap ini adalah untuk meningkatkan lingkup gerak, kekuatan
dan koordinasi serta ketangkasan/keterampilan manual.
3. Terapi Latihan pada Fraktur
Terapi latihan (Therapeutic exercise) merupakan salah satu modalitas rehabilitasi
medik yang pelaksanaannya menggunakan gerak tubuh baik secara aktif maupun pasif
untuk pemeliharaan dan perbaikan kekuatan, ketahanan dan kemampuan kardiovaskuler,
mobilitas dan fleksibilitas, stabilitas, relaksasi, koordinasi, keseimbangan dan kemampuan
fungsional.
Tujuan utama dari terapi latihan pada fraktur adalah mengembalikan fungsi, gerakan,
kekuatan otot dan daya tahan (endurance) ke tingkat semula sebelum terjadi trauma.
Imobilisasi pada fraktur menyebabkan otot-otot tidak digunakan. Otot yang tidak
digunakan akan mengalami atrofi dan kehilangan kekuatan rata-rata 5% per hari sampai
dengan 8 % per minggunya. Atrofi terjadi pada kedua tipe serabut otot yaitu slow-twitch
(tipe satu) dan fast-twitch (tipe dua). Atropi serabut otot fast-twitch menyebabkan
hilangnya kekuatan dari otot. Sedangkan atropi serabut otot low-twitch menyebabkan
hilangnya daya tahan (endurance) otot. Kekuatan otot artinya kemampuan otot
berkontraksi melawan tahanan. Prinsip dasar dari latihan kekuatan otot adalah
menggunakan tahanan dan kontraksi berulang untuk menaikkan kemampuan keseluruhan
motor unit otot. Daya tahan otot adalah kemampuan untuk melakukan gerakan secara
berulang-ulang. Daya tahan ini didapatkan dengan latihan endurance.
Aktivitas fisik adalah salah satu faktor yang memicu regenerasi tulang. Latihan fisik
dapat meningkatkan konsentrasi plasma hormon pertumbuhan.
Latihan juga dapat meningkatkan aktivitas siklus krebs dan glikolisis sehingga dapat
meningkatkan metabolisme sel-sel kalus dan pembentukan kolagen.

a) Latihan Lingkup Gerak Sendi (LGS) /Range of Motion (ROM)


Exercise
Latihan LGS adalah latihan pergerakan sendi dengan jangkauan parsial atau penuh
yang bertujuan untuk menjaga atau meningkatkan lingkup gerak sendi tersebut.
Latihan LGS merupakan tipe latihan dasar yang paling banyak digunakan pada
kasus-kasus rehabilitasi fraktur. Latihan LGS dapat dilakukan secara penuh
(anatomik) atau fungsional (gerakan untuk melakukan aktivitas khusus). Berikut
ini macam-macam bentuk dari latihan LGS :

a. Full ROM
Full ROM artinya ROM yang sesuai dengan dasar anatomi dari sendi itu sendiri.
Contohnya lutut yang mempunyai ROM 0 sampai dengan 120 derajat.

b. Functional ROM
ROM fungsional adalah gerakan sendi yang diperlukan untuk melakukan aktivitas
sehari-hari atau kegiatan pasien yang spesifik. Contohnya : ROM lutut dari ekstensi
penuh (0 derajat) sampai fleksi 90 derajat merupakan ROM yang tidak penuh, tetapi
ROM tersebut adalah ROM fungsional untuk duduk.

c. Active ROM
Pasien melakukan gerakan sendi secara parsial atau penuh tanpa bantuan orang lain.
Tujuan latihan ini untuk memelihara ROM dan kekuatan minimal akibat kurangnya
aktivitas dan untuk menstimulasi sistem kardiopulmoner. Sasaran latihan tersebut
adalah otot dengan kekuatan poor sampai dengan good (2s.d 4).

d. Active assistive ROM


Latihan ini dilakukan pasien dengan cara mengkontraksikan otot untuk
menggerakkan sendi, dan terapis membantu pasien dalam melakukannya. Latihan
ini merupakan latihan yang paling sering dilakukan pada kelemahan atau hambatan
pergerakan yang disebabkan oleh nyeri atau ketakutan pasien.

e. Passive ROM
Latihan ini dilakukan dengan menggerakkan sendi tanpa kontraksi otot pasien.
Seluruh gerakan dilakukan oleh dokter atau terapis. Tujuannya memelihara
mobilitas sendi ketika kontrol dari otot-otot volunter/sendi hilang atau pasien tidak
sadar/tidak ada respon. Sasaran latihan ini adalah otot dengan
kekuatan zerro – trace (0-1).
Di bawah ini tabel mengenai derajat kekuatan otot.

Derajat Otot Deskripsi


5 - Normal ROM penuh, mampu melawan gravitasi
dengan tahanan penuh
4 – Good ROM penuh, mampu melawan gravitasi
dengan tahanan sedang
3 – Fair ROM penuh, mampu melawan gravitasi
dengan tahanan minimal
2 – Poor ROM penuh, tanpa melawan gravitasi
1 - Trace Kontraksi ringan, tanpa gerakan sendi
0 - zerro Tiada ada kontraksi otot

b) Latihan Kekuatan (Strengthening Exercise)

Latihan kekuatan otot bertujuan untuk meningkatkan tekanan potensial yang dapat dihasilkan oleh
elemen kontraktil dan elemen statis unit otot-tendon.

Berikut ini adalah jenis-jenis latihan kekuatan :

a. Latihan Isometrik

Pada latihan ini, panjang otot tidak berubah. Terjadi kontraksi otot tanpa pergerakan sendi. Latihan
kekuatan ini sangat bermanfaat untuk menjaga atau meningkatkan penguatan otot ketika ada
kontraindikasi lain seperti fraktur yang tidak stabil atau adanya nyeri. Latihan ini digunakan pada
rehabilitasi tahap awal dikarenakan latihan tersebut memberikan perubahan paling kecil pada
stabilitas daerah fraktur dibandingkan dengan latihan kekuatan otot lainnya. Valsava manueuver
sering terjadi pada latihan isometrik. Hal ini dapat menyebabkan penuruanan stroke volume dan
peningkatan tekanan darah yang cepat sehingga latihan ini menjadi kontraindikasi pada penderita
hipertensi dan penyakit jantung koroner.
b. Latihan Isokinetik

Pada latihan ini kecepatan gerakan sendi konstan. Kelebihan latihan ini adalah otot dapat
diperkuat secara optimal sesuai jangkauan lingkup gerak sendi. Latihan ini memerlukan
alat/mesin khusus, contoh alatnya adalah cybex atau biodex (dinamometer). Latihan ini
digunakan pada rehabilitasi tahap akhir, ketika sudah terjadi kestabilan yang baik pada bagian
fraktur.

c. Latihan Isotonik

Latihan isotonik merupakan latihan dinamis menggunakan beban statis, tetapi kecepatan gerakan
tidak terkontrol. Kontraksi otot bersamaan dengan gerak sendi. Tension atau regangan pada
latihan ini relatif konstan. Latihan ini sering digunakan untuk meningkatkan kekuatan pada tahap
pertengahan dan tahap akhir dari rehabilitasi fraktur. Progressive resistive exercise (PRE) adalah
salah satu contoh latihan isotonik.
d. Closed-Chain Exercise

Closed-chain exercise melibatkan pergerakan segmen distal yang difiksasi atau distabilisasi.
Closed-chain exercise dilakukan dalam posisi weight bearing. Closed-chain exercise sangat baik
untuk penguatan grup otot secara simultan dan juga dapat meningkatkan kemampuan secara
fungsional. Hal ini dikarenakan gerakan aktivitas sehari-hari manusia sering berupa gerakan
closed kinetic chain.
e. Open-Chain Exercise

Open-Chain Exercise melibatkan pergerakan segmen distal yang tidak terfiksasi atau dapat
bergerak bebas. Open-Chain Exercise dilakukan pada posisi nonweight bearing. Latihan ini
sering diberikan untuk latihan pasca fraktur.

f. Plyometric Exercise

Latihan ini merupakan latihan dengan kontraksi maksimal otot setelahmengalami peregangan
secara cepat, seperti gerakan melompat. Plyometric exercise hanya dapat diberikan pada
rehabilitasi tahap lanjut. Latihan tersebut bertujuan untuk meningkatkan kekuatan dan performa
dalam melakukan kegiatan sehari-hari.
c) Latihan fungsional/Task Specific Exercise

Latihan ini ditujukan untuk mengembalikan performa. Latihan ini juga bertujuan untuk
meningkatkan hipertrofi serabut otot, koordinasi neuromuskular, agilitas dan kekuatan.
Contohnya : naik tangga pada pasien pasca fraktur femur dan membuka pegangan pintu pada
pasien fraktur colles yang gipsnya telah dilepas.

d) Latihan Ketahanan Tubuh (Endurance Exercise)/Conditioning Exercise

Pada latihan ini memerlukan waktu latihan yang panjang, dengan frekuensi yang tinggi dan
menggunakan beban yang rendah.

Conditioning Exercise bertujuan untuk meningkatkan ketahanan tubuh. Latihan ini secara
keseluruhan meningkatkan fungsi kardiopulmonal, yaitu dengan meningkatkan penggunaan
oksigen perifer dan efisiensi muskular. Conditioning Exercise yang sering dilakukan adalah
latihan dengan sepeda statis atau latihan dengan menggunakan treadmill.

e) Latihan Weight Bearing

Tulang sewaktu-waktu membentuk dan merubah dirinya oleh karena tekanan, bertambah
atau berkurang massanya untuk mengimbangi tekanan tersebut. Respon ini sesuai dengan hukum
Wolff (Julius Wolff, ahli anatomi Jerman). Potensial listrik yang timbul akibat tekanan disebut
Piezoelektrik. Aliran listrik ini akan memberi muatan kepada suatu makromolekul untuk
berinteraksi dengan suatu reseptor pada dinding sel sehingga sel yang berperan dalam proses
remodelling akan bereaksi.

Latihan weight bearing merupakan latihan pembebanan berat badan pada kaki. Program
latihan ini didesain untuk merefleksikan kerja otot pada fungsi weight bearing dalam kegiatan
sehari-hari seperti berdiri, berjalan atau menaiki tangga. Latihan weight bearing terbukti
menghasilkan pemulihan yang lebih baik dibandingkan latihan non-weight bearing, khususnya
pada performa aktivitas fungsional dan keseimbangan.

Tingkatan latihan weight bearing dibedakan menjadi lima yaitu:

1) Non Weight Bearing (NWB): kaki tidak boleh menyentuh lantai. Non weight bearing
adalah 0 % dari beban tubuh, dilakukan selama 3 minggu pasca operasi.
2) Touch Down Weight Bearing (TDWB): berat kaki pada lantai saat melangkah tidak lebih
dari 5 % beban tubuh. Alat bantu yang dibutuhkan adalah walker/crutches.
3) Partial Weight Bearing (PWB): berat dapat berangsur ditingkatkan dari 30-50% beban
tubuh, dilakukan 3-6 minggu pasca operasi. Alat bantu yang dibutuhkan adalah
walker/crutches.
4) Weight Bearing as Tolerated (WBAT): tingkatannya dari 50-100 % beban tubuh. Pasien
dapat meningkatkan beban jika merasa sanggup melakukannya. Alat bantu yang
dibutuhkan adalah cane/tongkat.
5) Full Weight Bearing (FWB): kaki dapat membawa 100 % beban tubuh setiap melangkah,
dilakukan 8-9 bulan pasca operasi.

f) Modalitas Yang Digunakan pada Penatalaksanaan Fraktur

Modalitas pengobatan terapi fisik seperti panas dan dingin, hydrotherapy, fluidotheraphy
dan electrical stimulation sering digunakan untuk perawatan pasca fraktur. Penggunaan
modalitas ini bertujuan untuk mengurangi ketidaknyamanan dan meningkatkan efektifitas terapi
latihan.
1. Terapi Panas

Terapi panas meningkatkan sirkulasi lokal dan regional sehingga dapat mempercepat proses
penyembuhan. Terapi ini juga mengurangi spasme otot, mengurangi reseptor nyeri perifer dan
meningkatkan elastisitas kolagen. Kontra indikasi dari terapi ini adalah pada kasus radang akut,
trauma akut, gangguan sensibilitas, gangguan vaskuler dan malignansi.

a. Terapi Panas Superfisial/Superficial Heating 37

 Penggunaan Hot Pack dan pemanasan radiasi sering digunakan untuk memberikan efek
relaksasi dan meningkatkan elastisitas kulit dan scar tissue.
 Paraffin Bath dan Fluidotherapy
Parafin Bath dan Fluidotherapy digunakan untuk mengurangi nyeri dan untuk
meningkatkan ROM ekstremitas atas bagian distal.

b. Deep Heating 42-46

Low-Intensity Pulsed Ultrasound (LIPUS) merupakan energy ultrasound yang


menggunakan intensitas yang lebih rendah daripada energy ultrasound standar. Alat terapi
standar akan memberikan frekuensi operasional 1 MHz atau 3 MHz sedangkan berdasarkan bukti
yang ada, LIPUS untuk penyembuhan fraktur menghasilkan frekuensi 1,5 MHz.

LIPUS merupakan modalitas terapi noninvasif pada penyembuhan fraktur. Gelombang


yang dikeluarkan LIPUS menimbulkan tekanan mekanik pada sisi fraktur dan menstimulasi
berbagai respon seluler dan molekuler yang terlibat. Parameter operasional yang digunakan
untuk mencapai manfaat tersebut adalah intensitas 30 mW/cm2, frekuensi 1,5 MHz diulang pada
1 kHz dan pulse width 200 µs dan diberikan selama 20 menit setiap hari. LIPUS meningkatkan
ekspresi osteonectin, osteopontin, dan insulin growth factor-1 yang berperan penting pada
diferensiasi osteoblas. Welgus et al menyatakan bahwa perubahan kecil pada suhu jaringan yang
dihasilkan oleh LIPUS akan menstimulasi kolagenase interstitial atau enzim collagenase-1-
fibroblastic yang mendukung formasi kalus lunak dan menghubungkan ujung-ujung fraktur
untuk bersatu.
2. Terapi Dingin

Terapi dingin diterapkan dengan pemakaian ice pack atau jenis cold pack lain atau
penggunaan vapocoolant spray dengan evaporasi merupakan alat yang sering digunakan pada
tahap awal rehabilitasi fraktur untuk mengurangi nyeri dan mengurangi edema. Dingin
menghasilkan efek mati rasa yang disebabkan berkurangnya hantaran reseptor perifer, termasuk
reseptor nyeri. Terapi dingin menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah dan menurunkan
permeabilitas pembuluh darah sehingga dapat mengurangi edema.

3. Hidroterapi

Termasuk kedalam hidroterapi adalah whirlpool atau therapeutic poo treatment. Secara umum
hidroterapi digunakan untuk meningkatkan ROM, khususnya setelah pelepasan gips, stimulasi
penyembuhan luka (dengan mechanical debridement dan membantu mengurangi lapisan
korneum kulit yang berlebih) dan meningkatkan sirkulasi. Therapeutic pool juga dapat
digunakan untuk latihan weight bearing. Warm whirlpool serta tekanannya dapat mengurangi
kekeringan pada kulit setelah penggunaan gips, mengurangi nyeri dan dapat meningkatkan
mobilitas sendi.

4. Modalitas Elektrik

Stimulasi elektrik menjadi bagian dari program penguatan setelah proses penyembuhan fraktur
khususnya ketika pasien merasa cemas karena terganggunya kontraksi otot tubuh. Stimulasi
galvanik tegangan tinggi (direct current) bermanfaat mengurangi spasme otot, dan meningkatkan
ROM setelah pelepasan gips.

 NMES (Neuro Muscular Electrical Stimulation)


NMES efektif dalam meningkatkan ROM dan kekuatan otot setelah penggunaan dalam 5
minggu. Parameter yang digunakan adalah dengan pulse width 300 μs dan pulse
frequency 30 pps, terapi diberikan 2 kali per hari, 5 hari dalam seminggu selama 5
minggu.
5. Spray and Stretch

Spray and Stretch therapy bermanfaat untuk mengatasi spasme otot persisten setelah
penyembuhan fraktur, khususnya servikal, skapula atau otot punggung bagian bawah. Spray and
Stretch therapy dilakukan dengan pemberian vapocoolant dilanjutkan dengan manual stretching.
Terapi ini bermanfaat meregangkan dan merelaksasikan otot, mengurangi nyeri dan
meningkatkan ROM.

Sumber

Apley, G. A and Solomon, L. 2010. Apley’s System of Orthopaedic and Fractures. 9th ed.
London; Hodder Arnold

Greene, W.B. 2016. Netter’s Orthopaedics. Philadelphia; Elseiver

Thomas, M.A 2011. Terapi dan Rehabilitasi Fraktur. Dialihbahasakan oleh Kuncara H.Y.
Jakarta; Penerbit Buku Kedokteran EGC

Anda mungkin juga menyukai