BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
LAPORAN KASUS
2.2 ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan pada tanggal 11 Juli 2019, bertempat di Ruangan ICCU
RSUD Prof. DR.W.Z. Johanes, pada pukul 15.30 WITA. Anamnesis dengan
menggunakan metode autoanamnesis dengan pasien.
KELUHAN UTAMA
Lemas sejak ± 7 jam sebelum MRS
3
RIWAYAT PENGOBATAN
Pasien tidak mengingat obat-obatan yang diminum.
RIWAYAT KEBIASAAN
Pasien tidak merokok dan tidak mengonsumsi alkohol.
Status Generalis
Kulit : Pucat (+), Ikterus (-) sianosis (-)
Kepala : normochepal, rambut berwarna hitam kecoklatan
Mata : Konjungtiva anemis (+/+), Sklera ikterik (-)
Hidung : rhinorea (-), epiktasis (-)
Telinga : Otorea (-) , Nyeri tekan tragus (-)
Mulut : Mukosa bibir kering, hiperemis (-), leuplakia (-), lidah kotor (-)
Leher : pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-),
Thorax
Pulmo anterior
Inspeksi : tampak simteris, tidak ada massa, retraksi dinding dada (-)
Palpasi : taktil fremitus dextra = sinistra, pergerakan
dinding dada simetris.
5
Pulmo posterior
Inspeksi : tampak simteris, tidak ada scar, lesi, tidak ada massa
Palpasi : taktil fremitus dextra sama dengan sinistra
Perkusi : sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : suara napas vesikuler
Cor
Inspeksi : massa (-) scar (-) ictus cordis tidak terlihat.
Palpasi : ictus tidak cordis teraba, thrill (-)
Perkusi : batas jantung kanan : ICS 3 linea parasternalis kanan, kiri
: ICS 6 linea midclavicularis sinistra
Auskultasi : S1S2 tunggal, reguler, gallop (-) , Murmur (-)
Abdomen
Inspeksi : tampak datar, massa (-) scar (-)
Auskultasi : bising usus (+), 10 x/mt
Palpasi : supel, nyeri tekan epigastrium(+), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : timpani
6
Ekstremitas
Akral dingin, CRT < 2 detik,
Edema - -
- -
KIMIA DARAH
Kolesterol Total = 142 mg/dL
Trigliserida = 40 mg/dL
HDL Kolesterol = 38 mg/dL (L)
LDL Kolesterol = 90 mg/dL
Gula Darah Puasa = 94 mg/dL
Gula Darah Post Prandial = 96 mg/dL
Asam urat = 6,4 mg/dL
SEROLOGI
Troponin I <0,10 ug/L
2.4.2 Foto Thorax (11/7/2019)
Ro thorax PA: Cardiomegali
2.4.3 EKG
(dr.umum)
- IVFD NaCl 0,9% guyur 500cc Maintenance 20 tpm
- Injeksi Ranitidine 1 amp IV
- Injeksi Ondansentron1 amp IV
- Injeksi Omeprazole 40mg IV (pukul 23.00 WITA)
- O2 NC 4 lpm (pukul 02.50 WITA)
(DPJP)
- Loading Aspilet 320mg dan Clopidogrel 300mg
- Injeksi Arixtra 1x2,5mg (subcutan)
- Injeksi Ranitidin 2x1 amp IV
- Simvastatin 0-0-20mg
- Sucralfat syr. 3xCI
A UAP
Dyspepsia syndrome
P Tx:
- IVFD NaCl 0,9% 500cc/24jam
- Injeksi Arixtra 2,5mg 1x1 subcutan (H3)
- Aspilet 80mg 1-0-0
- Clopidogrel 75mg 0-0-1
- Simvastatin 20mg 0-0-1
- Trizedon MR 35mg 2x1
- Injeksi Ranitidin 2x1ampul IV
- Sucralfat syr. 3xCII
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Gam
bar 1. Aspek Anterior (Kiri) dan Posterior (Kanan) Sirkulasi Coronaria
Dapat Diubah
- Hiperlipidemia (LDL-C): batas atas, 130-159 mg/dL; tinggi > 160 mg/dL
16
Gambar 3. Formasi plak fibrous yang terdiri atas tutup dan inti
Gambar 2. Pembentukan formasi lapisan lemak dalam ruang subendotel
Patofisiologi
3.6 KLASIFIKASI
3.6.1 Angina Pektoris Stabil
Definisi
Sindroma klinis berupa rasa tidak nyaman di dada, rahang, bahu, punggung,
atau lengan yang dipicu oleh aktifitas atau stress emosional yang berangsur menurun
intensitas dan kuantitasnya dengan atau tanpa pengobatan11.
Anamnesis
Nyeri dada angina biasanya mempunyai karakteristik tertentu11,12:
Lokasinya biasanya di dada, substernal atau sedikit di kirinya, dengan penjalaran
ke leher, rahang, bahu kiri sampai dengan lengan dan jari-jari bagian ulnar,
punggung/ pundak kiri.
Kualitas nyeri biasanya merupakan nyeri yang tumpul seperti rasa tertindih/berat
di dada, rasa desakan yang kuat dari dalam atau dari bawah diafragma, seperti
diremas-remas atau dada mau pecah dan biasanya pada keadaan yang berat disertai
keringat dingin dan sesak napas serta perasaan takut mati. Biasanya bukanlah nyeri
yang tajam, seperti rasa ditusuk- tusuk/ diiris sembilu, dan bukan pula mules.
Tidak jarang pasien mengatakan bahwa ia merasa tidak enak didadanya. Nyari
berhubungan dengan aktivitas, hilang dengan iistirahat; tapi tidak berhubungan
dengan gerakan pernapasan atau gerakan dada ke kiri dan ke kanan. Nyeri juga
dapat dipresipitasi oleh stres fisik ataupun emosional.
Kuantitas: nyeri yang pertama kali timbul biasanya agak nyata, dan beberapa
menit sampai kurang dari 20 menit. Bila lebih dari 20 menit dan berat maka harus
dipertimbangkan sebagai angina tak stabil. (unstable angina pectoris = UAP)
sehingga dimasukkan ke dalam sindrom koroner akut atau acute coronary
syndrome (ACS), yang memerlukan perawatan khusus. Nyari dapat dihilangkan
dengan nitrogliserin sublingual dalam hitungan detik sampai beberapa menit.
Nyeri tidak terus menerus, tapi hilang timbul dengan intensitaas yang makin
bertambah atau makin berkurang sampai tekontrol. Nyaeri yang berlangsung terus
20
yang sama, hanya berbeda dalam derajatnya.Bila ditemui petanda biokimia nekrosis
miokard (peningkatan troponin I, troponin T, atau CK-MB) maka diagnosis adalah
NSTEMI; sedangkan bila petandabiokimia ini tidak meninggi, maka diagnosis adalah
APTS11,13.
Klasifikasi
Ketiga jenis kejadian koroner itu sesungguhnya merupakan suatu
prosesberjenjang: dari fenomena yang ringan sampai yang terberat. Dan jenjang
ituterutama dipengaruhi oleh kolateralisasi, tingkat oklusinya, akut tidaknya
danlamanya iskemia miokard berlangsung11,12,13.
Patogonesis11,12,13,14
Tabel 2. Patogenesis Pada Berbagai Manifestasi Klinik SKA(Majid, 2014)
Angina pektoris tak stabil adalah suatu spektrum dari sindroma iskemik
miokard akut yang berada di antara angina pektoris stabil dan infark miokard akut.
Yang dimasukan ke dalam angina tak stabil yaitu: (1) Pasien dengan angina yang
masih baru dalam 2 bulan, dimana angina cukup berat dan frekuensi cukup sering,
lebih dari 3 kali perhari; (2) Pasien dengan angina yang bertambah berat, sebelumnya
angina stabil, lalu serangan angina timbul lebih sering, dan lebih berat sakit dadanya,
sedangkan faktor presipitasi makin ringan; (3) Pasien dengan serangan angina pada
waktu istirahat14.
ii. Klasifikasi
Klasifikasi berdasarkan beratnya serangan angina dan keadaan klinik1,11,14.
Berdasarkan beratnya serangan:
Kelas I: Angina yang berat untuk pertama kali, atau makin bertambah beratnya
nyeri dada.
Kelas II: Angina pada waktu istirahat dan terjadinya subakut dalam 1 bulan, tapi
tidak ada serangan angina dalam waktu 48 jam terakhir.
Kelas III: adanya serangan angina waktu istirahat dan terjadinya secara subakut
baik sekali atau lebih, dalam jangka waktu 48 jam terakhir.
Intensitas pengobatan:
Tak ada pengobatan atau hanya mendapat pengobatan minimal.
25
Angina saat Angina terjadi saat istirahat dan terus menerus, biasanya
1
istirahat lebih dari 20 menit
2 Angina pertama Angina yang pertama kali terjadi, setidaknya CCS Kelas
kali III
besar secara progresif pada terapi dengan LMWH versus UFH, dengan platelet GP
IIb/IIIa receptor blocker tirofiban versus placebo, dan strategi invasif versus
konservatif15.
Pada pasien untuk semua level skor resiko TIMI, penggunaan clopidogrel
menunjukkan penurunan outcome yang buruk relatif sama. Skor resiko juga efektif
dalam memprediksi outcome yang buruk pada pasien setelah pulang11,15.
Tabel 4. Skor Resiko TIMI untuk UAP/NSTEMI
3.7 DIAGNOSIS11,15,16
Tabel 4. Penegakan Diagnosis Sindrom Koroner Akut
No Diagnostik Sindrom Koroner Akut
1 Anamnesis: Nyeri dada iskemik, identifikasi faktor pencetus dan atau faktor
resiko. Sifat nyeri dada yang spesifik angina sebagai berikut:
a. Lokasi: substermal, retrostermal dan prekordial.
b. Sifat nyeri: rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat,
seperti ditusuk, rasa diperas, dan dipelintir.
c. Penjalaran ke: leher, lengan kiri, mandibula, gigi, punggung/interskapula,
dan dapat juga ke lengan kanan.
d. Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat atau obat nitrat.
e. Faktor pencetus : latihan fisik, stress emosi, udara dingin, dan sesudah
makan
f. Gejala yang menyertai : mual, muntah, sulit bernafas, keringat dingin.
g. Hati-hati pada pasien diabetes mellitus, kerap pasien tidak mengeluh nyeri
dada akibat neuropati diabetik.
Berikut perbedaan nyeri dada jantung dan non-jantung
Pemeriksaan Penunjang
Elektrokardiogram (EKG)
Pemeriksaan EKG 12 sadapan harus dilakukan pada semua pasien dengan nyeri
dada atau keluhan yang dicurigai STEMI. Pemeriksaan ini harus dilakukan segera
dalam 10 menit sejak kedatangan IGD. Jika pemeriksaan EKG awal tidak diagnostic
untuk STEMI tetapi pasien tetap simtomatik dan terdapat kecurigaan kuat STEMI,
EKG serial dengan interval 5-10 menit atau pemantauan EKG 12 sandapan secara
kontinyu harus dilakukan untuk mendeteksi potensi perkembangan elevasi segmen
30
ST. pada pasien dengan STEMI inferior. EKG sisi kanan harus diambil untuk
mendeteksi kemungkinan infark pada ventrikel kanan17.
Sebagian besar pasien dengan presentasi awal elevasi segmen ST mengalami
evolusi menjadi gelombang Q pada EKG yang akhirnya didiagnosis infark miokard
gelombang Q. sebagian kecil menetap menjadi infark miokard gelombang non Q. Jika
obstruksi thrombus tidak total, obstruksi bersifat sementara atau ditemukan banyak
kolateral, biasanya tidak ditemukan elevasi segmen ST. Pasien tersebut biasanya
mengalami angina pectoris tak stabil atau Non STEMI. Pada sebagian pasien tanpa
elevasi ST berkembang tanpa menunjukkan gelombang Q disebut infark non Q.
sbelumnya istilah infark miokard transmural digunakan jika EKG menunjukkan
gelombang Q atau hilangnya gelombang R dan infark miokard non transmural jika
EKG hanya menunjukkan perubahan sementara segmen ST dan gelombang T, namun
ternyata tidak selalu ada korelasi gambaran patologisi EKG dengan lokasi infark
(mural/ transmural) sehingga terminology IMA gelombang Q dan non Q
menggantikan IMA mural/ nontransmural11,17.
31
Laboratorium
Pemeriksaan yang dianjurkan adalah creatinine kinase (CK)MB dan cardiac
specific troponin (cTn)T atau cTn I dan dilakukan secara serial. cTn harus digunakan
sebagai petanda optimal untuk pasien STEMI yang disertai kerusakan otot skeletal,
karena pada keadaan ini juga akan diikuto peningkatan CKMB, pada pasien dengan
elevasi ST dan gejala IMA, terapi reperfusi diberikan segera mungkin dan tidak
tergantung pada pemeriksaan biomarker19.
Peningkatan nilai enzim di atas 2 kali nilai batas atas normal menunjukkan ada
nekrosis jantung (infark miokard)19.
o CKMB: meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak
dalam 10- 24 jam dan kembali normal dalam 2- 4 hari. Operasi jantung,
miokarditis dan kardioversi elektrik dapat meningkatkan CKMB.
o cTn (cardiac spesific troponin): ada 2 jenis cTn T dan cTn I. enzim ini meningkat
setelah 2jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10- 24 jam dan
cTn T masih dapat dideteksi setelah 5- 14 hari, sedangkan cTnI setelah 5- 10 hari.
Pemeriksaan enzim jantung yang lain yaitu11,19:
o Mioglobin: dapat dideteksi satu jam setelah infark dan mencapai puncak dalam 4-
8 jam.
o Creatinine kinasi (CK): meningkat setelah 3-8 jam bila ada infark miokard dan
mencapai puncak dalam 10- 36 jam dan kembali normal dalam 3- 4 hari.
32
o Latic dehydrogenase (LDH): meningkat setelah 24- 48 jam bila ada infark
miokard, mencapai puncak 3-6 hari dan kembali normal dalam 8- 14 hari.
Ekokardiogram
Dilakukan untuk menentukan dimensi serambi, gerakan katup atau dinding
ventrikuler dan konfigurasi atau fungsi katup. Dapat pula digunakan untuk melihat
luasnya iskemia bila dilakukan waktu dada sedang berlangsung11.
Angiografi Koroner
Coronary angiography merupakan pemeriksaan khusus dengan sinar x pada
jantung dan pembuluh darah. Sering dilakukan selama serangan untuk menemukan
letak sumbatan pada arteri koroner20.
33
3.9 TATALAKSANA
Secara umum tatalaksana STEMI dan NSTEMI hampir sama baik pramaupun
saat di rumah sakit hanya berbeda dalam strategi reperfusi terapi, dimana STEMI
lebih ditekankan untuk segera melakukan reperfusi baik dengan medikamentosa
(trombolisis) atau intervensi percutaneus coronary intervention (PCI). Berdasarkan
rekomendasi AHA/ACC tahun 2013, sangat ditekankan waktu efektif reperfusi
terapi.Tatalaksana ACS dibagi atas:
1. Prehospital
Monitoring dan amankan ABC, persiapkan RJP dan defibrilasi
Berikan Aspirin dan pertimbangkan oksigen, nitrogliserin dan morfinjika
diperlukan
Pemeriksaan EKG 12 sadapan dan interpretasi
Lakukan pemberitahuan ke Rumah sakit untuk persiapan penerimaanpasien
dengan STEMI
2. Hospital
Cek tanda vital, evaluasi saturasi oksigen
Pasang intravena
Lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang singkat dan terarah
Lengkapi check list fibrinolitik, cek kontraindikasi
Lakukan pemeriksaan enzim jantung, elektrolit dan pembekuan darah
Pemeriksaan sinar X (<30 menit setelah pasien sampai IGD)
Berikan Aspirin 160-325 mg dikunyah
Nitrogliserin sublingual
Morfin IV jika nyeri dada tidak berkurang
3. Pengobatan trombolitik
Lebih dari 1000 pasien secara random diikutkan dalam penelitian trombolisis
vs kontrol, memakai satu macam trombolitik dibandingkan dengan yang lainnya.
Pada pasien yang mempunyai onset gejala infark dalam 12 jam, terbukti bahwa
35
Bahaya trombolisis
Terapi trombolitik dihubungkan dengan timbulnya efek samping cukup
signifikan, yaitu 3-9 ekstra stroke per 1000 pasien yang diobati, dan semua bahaya
tersebut timbul pada hari pertama setelah pengobatan. Stroke awal dianggap
berasal dari perdarahan serebral; stroke selanjutnya lebih sering karena trombosis
36
atau emboli. Resiko stroke bervariasi tergantung pada umur. Terdapat peningkatan
resiko untuk orang dengan usia diatas 75 tahun dan juga bagi mereka yang
mempunyai hipertensi sistolik. Pemberian streptokinase dan anistreplase mungkin
dihubungkan dengan hipotensi, tetapi reaksi alergi berat jarang terjadi. Pemberian
hidrokortison secara rutin bukan merupakan indikasi. Jika terjadi hipotensi, berilah
infus, letakkan pasien berbaring dengan posisi kaki lebih tinggi. Terkadang atropin
dan plasma ekspander juga dibutuhkan.
Implikasi klinis
Berdasarkan pada beberapa kejadian yang diamati, terdapat keuntungan
ganda dalam morbiditas dan mortalitas untuk terapi yang tepat pada IMA dengan
trombolisis dan aspirin, bahwa kedua obat tersebut juga berefek aditif. Jika
fasilitas yang memadai tersedia, dengan tenaga medis dan paramedis yang terlatih,
trombolisis pre-rumah sakit mungkin dapat dilakukan jika penderita menunjukkan
gambaran klinis infark miokard dan ECG menunjukkan elevasi ST dan bundle
branch block.
Kecuali jika jelas ada kontra indikasi, pasien dengan infark, yang
didiagnosis dengan gejala klinis, elevasi segmen ST atau bundle branch block,
harus mendapat terapi aspirin dan obat trombolitik dengan penundaan seminim
mungkin. Jika EKG pertama tidak menunjukkan perubahan diagnostik, rekaman
EKG serial dan kontinyu sebaiknya dilakukan. Analisa enzim yang cepat, ECG,
37
dan kadang-kadang angiografi dapat berguna. Tujuan yang realistik adalah untuk
pemberian trombolisis dalam waktu 90 menit pada pasien yang butuh terapi
segera. Pada pasien yang mengalami perubahan secara perlahan atau yang infark
miokardnya tidak jelas, EKG serial dan pemeriksaan klinis sebaiknya dilakukan
untuk mendeteksi infark yang bekembang secara lambat (dengan analisa enzym
yang cepat jika tersedia).
Terapi trombolitik tidak boleh diberikan pada keadaan:
Mereka dengan kemungkinan keberhasilan kecil, misal jika EKG tetap normal,
atau menunjukkan hanya ada perubahan gelombang T. Pada percobaan klinis tidak
menunjukkan adanya keuntungan pada pasien dengan depresi ST, walau resiko
pasien ini
Kontraindikasi relatif
Serangan iskemia transient dalam 6 bulan terakhir
Terapi coumadin/walfarin
Kehamilan
Puncture atau kebocoran yang tidak bisa ditekan saja
Resusitasi trauma
Hipertensi refrakter (sistolik>180mmHg)
Riwayat terapi laser retina.
38
5. Terapi non-reperfusi
Terapi non reperfusi ini dilakukan jika onset serangan sudah melebihi 12
jam. Obat-obat yang digunakan meliputi antitrombotik, meliputi aspirin,
clopidogrel, serta agen antithrombin seperti UFH, enoxaparin, atau
fondaparinuxharus diberikan sesegera mungkin.
6. Terapi STEMI untuk jangka waktu yang lama terdiri dari :
Modifikasi gaya hidup dan faktor risiko, meliputi berhenti merokok,kontrol
diet dan berat badan, meningkatkan aktivitas fisik, control tekanan darah,
intervensi faktor psikososial.
Terapi Antiplatelet, meliputi pemberian aspirin dan clopidogrel
Pemberian Beta-Blocker.
Pemberian agen untuk merendahkan kadar lemak tubuh serta nitrat sebagai
anti angina.
41
3.10 Pencegahan
a. Perubahan life style (termasuk berhenti merokok dan lain-lain), penurunan
BB, penyesuaian diet, olahraga teratur dan lain-lain.
b. Mengobati faktor predisposisi dan faktor pencetus : stress, emosi, hipertensi,
penyakit DM, hiperlipidemia, obesitas, anemia.
c. Menghindari bekerja pada keadaan dingin atau stres lain yang diketahui
mencetuskan serangan angina klasik pada seseorang.
d. Memberikan penjelasan perlunya melatih aktivitas sehari-hari sehingga
untuk meningkatkan kemampuan jantung agar dapat mengurangi serangan
jantung.3
43
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada kasus, pasien wanita usia 49 tahun datang dengan keluhan lemas sejak
± 7 jam SMRS disertai keringat dingin, nyeri dada sebelah kanan seperti tertusuk
yang dirasakan secara tiba-tiba, nyeri juga dirasakan di seluruh daerah perut, ada
muntah hebat yang tidak diawali rasa mual dan langsung muncrat, mulut terasa
pahit, dan pusing.
Hal ini menunjukkan pasien mengalami suatu sindrom yang disebut sindrom
koroner akut (SKA) dimana SKA merupakan salah satu bentuk manifestasi klinis dari
penyakit jantung kronis yang disebabkan oleh proses aterothrombosis. SKA
diklasifikasikan menjadi 2 yaitu STE-ACS (acute coronary syndrome with segmen
ST elevation) dan NSTE-ACS (acute coronary syndrome without segmen ST
elevation). NSTE-ACS terdiri dari NSTEMI (non ST elevation myocard infarct) dan
UA (unstable angina). Pada semua klasifikasi SKA memiliki keluhan utama nyeri
dada dan diidentifikasi nyeri dada tersebut dari lokasi (substernal, retrosternal dan
prekordial), sifat nyeri (rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat,
seperti ditusuk, rasa diperas, dan dipelintir), penjalaran (ke leher, lengan kiri,
mandibula, gigi, punggung/interskapula, dan dapat juga ke lengan kanan), nyeri
membaik atau hilang dengan istirahat atau obat, adakah faktor pencetus (latihan fisik,
stress emosi, udara dingin, dan sesudah makan), dan gejala yang menyertai seperti
mual, muntah, sulit bernafas, keringat dingin.
Pada kasus, pasien tidak ada riwayat demam. Hasil ukur tanda-tanda vital
saat di IGD didapatkan TD 80/60 mmHg dan nadi 58 x/menit. Hasil pemeriksaan
fisik yang bermakna ialah kulit tampak pucat, konjungtiva anemis, dan akral dingin.
Hal ini menunjukkan pasien mengalami syok. Syok terbagi menjadi tiga yaitu
syok hipovolemik, syok kardiogenik, dan syok distributive. Gangguan perfusi pada
syok kardiogenik menyebabkan gejala yang serupa dengan syok hipovolemik. Jika
44
nonkardiak yang dapat meningkatkan kadar troponin I/T adalah sepsis, luka bakar,
gagal napas, penyakit neurologik akut, emboli paru, hipertensi pulmoner, kemoterapi,
dan insufisiensi ginjal. Pada dasarnya troponin T dan troponin I memberikan
informasi yang seimbang terhadap terjadinya nekrosis miosit, kecuali pada keadaan
disfungsi ginjal. Pada keadaan ini, troponin I mempunyai spesifisitas yang lebih
tinggi dari troponin T. Dalam keadaan nekrosis miokard, pemeriksaan CK-MB atau
troponinI/T menunjukkan kadar yang normal dalam 4-6 jam setelah awitan SKA,
pemeriksaan hendaknya diulang 8-12 jam setelah awitan angina. Jika awitan SKA
tidak dapat ditentukan dengan jelas, maka pemeriksaan hendaknya diulang 6-12 jam
setelah pemeriksaan pertama.
Pada kasus, dilakukan pemeriksaan EKG untuk mengevaluasi fungsi
jantung. Pada pemeriksaan EKG pada tanggal 10-07-2019 didapatkan av block pada
gambaran EKG di lead I,II,III,aVR,aVF, dan V1-V6.
Semua pasien dengan keluhan nyeri dada atau keluhan lain yang mengarah
kepada iskemia harus menjalani pemeriksaan EKG 12 sadapan sesegera mungkin
sesampainya di ruang gawat darurat. Sebagai tambahan, sadapan V3R dan V4R, serta
V7-V9 sebaiknya direkam pada semua pasien dengan perubahan EKG yang
mengarah kepada iskemia dinding inferior. Sementara itu, sadapan V7-V9 juga harus
direkam pada semua pasien angina yang mempunyai EKG awal nondiagnostik.
Sedapat mungkin, rekaman EKG dibuat dalam 10 menit sejak kedatangan pasien di
ruang gawat darurat. Pemeriksaan EKG sebaiknya diulang setiap keluhan angina
timbul kembali. Perekaman EKG harus dilakukan dalam 10 menit sejak kontak medis
pertama. Bila bisa didapatkan, perbandingan dengan hasil EKG sebelumnya dapat
sangat membantu diagnosis. Setelah perekaman EKG awal dan penatalaksanaan,
perlu dilakukan perekaman EKG serial atau pemantauan terus-menerus. EKG yang
mungkin dijumpai pada pasien NSTEMI dan UAP antara lain: Depresi segmen ST
dan/atau inversi gelombang T; dapat disertai dengan elevasi segmen ST yang tidak
persisten (<20 menit), Gelombang Q yang menetap, nondiagnostik, dan normal.
46
Pada kasus, tatalaksana saat pasien pertama kali datang adalah IVFD NaCl
0,9% guyur 500cc lalu maintenance 20 tpm, O2 NC 4 lpm, Loading Aspilet 320mg
dan Clopidogrel 300mg, injeksi Arixtra 1x2,5mg (subcutan), Injeksi Ranitidin 2x1
amp IV, Simvastatin 0-0-20mg, dan Sucralfat syr. 3xCI.
Penatalaksanaan pada kasus SKA adalah tirah baring, pemberian suplemen
oksigen harus diberikan segera bagi mereka dengan saturasi O2 arteri <95% atau
yang mengalami distres respirasi, Suplemen oksigen dapat diberikan pada semua
pasien SKA dalam 6 jam pertama, tanpa mempertimbangkan saturasi O2 arteri,
Aspirin 160-320 mg diberikan segera pada semua pasien yang tidak diketahui
intoleransinya terhadap aspirin (Kelas I-A). Aspirin tidak bersalut lebih terpilih
mengingat absorpsi sublingual (di bawah lidah) yang lebih cepat, Penghambat
reseptor ADP (adenosine diphosphate) dengan dosis awal ticagrelor yang dianjurkan
adalah 180 mg dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 2 x 90 mg/hari kecuali pada
pasien STEMI yang direncanakan untuk reperfusi menggunakan agen fibrinolitik atau
Dosis awal clopidogrel adalah 300 mg dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 75
mg/hari (pada pasien yang direncanakan untuk terapi reperfusi menggunakan agen
fibrinolitik, penghambat reseptor ADP yang dianjurkan adalah clopidogrel),
Nitrogliserin (NTG) spray/tablet sublingual bagi pasien dengan nyeri dada yang
masih berlangsung saat tiba di ruang gawat darurat. Jika nyeri dada tidak hilang
dengan satu kali pemberian, dapat diulang setiap lima menit sampai maksimal tiga
kali. Nitrogliserin intravena diberikan pada pasien yang tidak responsif dengan terapi
tiga dosis NTG sublingual. Dalam keadaan tidak tersedia NTG, isosorbid dinitrat
(ISDN) dapat dipakai sebagai pengganti, Morfin sulfat 1-5 mg intravena, dapat
diulang setiap 10-30 menit, bagi pasien yang tidak responsif dengan terapi tiga dosis
NTG sublingual.
47
DAFTAR PUSTAKA
1. National Heart and Blood Institute, 2011. Coronary heart disease risk factors.
Available from:
http://www.nhlbi.nih.gov/health/healthtopics/topics/hd/atrisk.html
2. Nerrida S. Karakteristik penderita Penyakit Jantung Koroner Rawat Inap di
RSUP H. Adam Malik. 2009.
3. Holt Knut. How to Prevent Coronary Heart Disease and heart Attack.
[website on the internet]. Avaliabe from;
http;//healthguidance.org/entry/4683/I/How-to-Prevent-Coronary-Heart-
Disease-and-Heart-Attack.html
4. Raden, Inmar. Anatomi Kedokteran: Sistem Kardiovaskular. Jakarta: Bagian
Anatomi FKUY.2010.
5. Snell, Richard. S. Anatomi Klinis untuk Mahasiswa Edisi 6. EGC. Jakarta.2006.
hal. 101 – 111
6. Coughlin, DeBeasi. Gangguan Sistem Kardiovaskuler. Patofisiologi Konsep
Klinis Proses-proses Penyakit (6thed.). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.2006
7. Black, HR. Cardiovascular Risk Factor. [homepage on the internet].
Download from: http;//www.med.yale.edu/library/heartbk/e.pdf p28-31
8. Champe PC; Harvey RA; Frrier DR. Lippincott’s Illustrated Review :
Biochemistry 3 rd edition. Lippincott William & Wilkins.2005.
9. Ranjith, N., Pegoraro, R.J., Zaahl, M.G., Risk Factors Associated With Acute
Coronay Syndromes In South African Asian Indian Patients. Clinical
Experiment Cardiol. 2(10). 2011. pp. 1-5
10. Sudoyo AW, et al.2009.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna
Publishing
11. Departemen Kesehatan. Pharmaceutical Care Untuk Pasien Penyakit Jantung
Koroner: Fokus Sindrom Koroner Akut. Jakarta: Direktorat Bina Farmasi
Komunitas Dan Klinik. 2006.
12. Price, SA. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: ECG.
2008. Hal: 576-581.
13. AHA. 2013. Statistical factsheet. Asian & Pasific Inslanders and
cardiovascular disease. (online). https://www.heart.org/idc/groups/heart-
public/@wcm/@sop/@smd/document/downloadable/mcm-319570.pdf
diaskes pada 04 September 2017.
14. WHO. 2013. Cardiovascular Diseases. Fact Sheet No 317. Updated March.
(online). http://ww.who.int/medicentre/factsheets/F3317/en/. Diaskes pada
04 September 2017.
15. Trisnohadi H.B. Angina Pektoris Tak Stabil. In: A.W Sudoyo, et al. 5 th
ed..Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Jakarta : Interna Publising, 2009.
pp.1728-1729.
48