Anda di halaman 1dari 67

Reynaldi Aulia Rahman (712017020)

Limfoma maligna neoplasma Pneumonia inflamasi akut pada


maligna/ganas yang muncul parenkim paru disebabkan oleh
dalam kelenjar limfe atau jaringan sebagian besar oleh
limfoid ekstranodal yang ditandai mikroorganisme dan sebagian
dengan proliferasi atauakumulasi kecil oleh hal lain seperti aspirasi
sel-sel asli jaringan limfoid dan radiasi

pasien berjenis kelamin perempuan, usia


30 tahun dengan keluhan timbul benjolan
di leher, ketiak, dan selangkangan sejak 3
minggu sebelum masuk rumah sakit,
pasien juga mengalami demam, sesak
nafas dan batuk berdahak

pasien diagnosis dengan Limfoma


maligna dan Pneumonia.
1.1 Identifikasi
Identitas Pasien
Nama : Ny. K
Tanggal Lahir/ Usia : 21 Mei 1988 (30 tahun)
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. Syakyarkirti
Pekerjaan : IRT
Status Perkawinan : Sudah menikah
Agama : Islam
No. RM : 55.57.07
MRS : 28 Mei 2018
Keluhan Utama
 Os mengeluh timbul benjolan di leher , ketiak, dan
selangkangan sejak ± 3 minggu SMRS

Riwayat Perjalanan Penyakit


 Sejak ± 1 bulan SMRS os mengeluh batuk disertai dahak
berwarna putih, sering timbul pada malam hari, disertai
demam dan keringat malam, kadang disertai muntah ± 3
kali , isi apa yang dimakan.
 ± 3 minggu SMRS os mengeluh timbul benjolan di leher
kiri dan kanan, ketiak, dan selangkangan, nyeri (-),
demam (+) hilang timbul. Os juga mengeluh sesak nafas
sejak 1 minggu SMRS, Sesak dirasakan terus menerus dan
tidak dipengaruhi cuaca, sesak tidak dipengaruhi
perubahan posisi dan aktivitas. ± 1 minggu yang lalu Os
masih mengalami batuk berdahak namun dahak sulit
untuk dikeluarkan. Nafsu makan mulai menurun, berat
badan menurun 6 kg selama 1 bulan. Buang air besar
normal, buang air kecil normal. Riwayat asma sebelumnya
tidak ada (-), Hipertensi tidak ada (-), Diabetes melitus
tidak ada (-).
1.1 Pemeriksaan Fisik
A. Pemeriksaan Fisik Umum
Keadaan umum : tampak sakit berat
Kesadaran : compos mentis
Tekanan Darah : 130/80 mmHg
Nadi : 80 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
Pernapasan : 38 x/menit, reguler, thoracal, kussmaul (-)
Suhu Axila : 38,8 oC
BB : 69 kg
TB : 154 cm
IMT : 29
Thoraks : simetris, retraksi (-/-)
 Paru
- Inspeksi : simetris, retraksi (-/-)
- Palpasi : stem fremitus kanan dan kiri simetris
- Perkusi : redup pada kedua lapang paru kanan dan kiri
- Auskultasi : vesikuler (+/+) normal, ronchi (+/+),
wheezing (-/-)
 Jantung
- Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
- Palpasi : ictus cordis tidak teraba, thrill (-)
- Perkusi : batas jantung normal
- Auskultasi : BJ I/II (+) normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
- Inspeksi : datar
- Palpasi : lemas, nyeri tekan (-), hepar lien tidak teraba
- Perkusi timpani (+), asites (-) massa tidak ada, turgor
: kembali cepat (< 2 detik)
- Auskultasi bising usus (+) normal
Genitalia eksterna : dalam batas normal
Ekstremitas : akral hangat, edema (+/+) pada tungkai
bawah, deformitas (-)
Laboratorium darah rutin dan kimia darah (diperiksa tanggal 18/05/2018)
Tanggal 18 Mei 2018

Parameter Hasil Nilai Normal Interpretasi


Hematologi
Hemoglobin 13,3 g/dl 12,0 - 14,0 g/dl Normal
Leukosit 12,6 /ul 4 – 10 /ul Leukositosis
Hitung Jenis 0/4/3/67/13/13 0-1/1-3/2-6/50- Normal
70/20-40/2-8
Trombosit 338.000 /ul 150.000 – 400.000 Normal
/ul
Hematokrit 40 % 37 – 43 % Normal
Kimia Klinik
Glukosa sewaktu 61 mg/dl <180 mg/dl Normal
Ureum 29 mg/dl 20-40 mg/dl Normal
Kreatinin 0,82 mg/dl 0,6-1,1 mg/dl Normal
Na 135 135 - 155 mmol/dl Normal
mmol/dl
K 4,16 3,6 - 6,5 mmol/dl Normal
mmol/dl
Protein total 6,37 g/dl 6,7-8,7 g/dl Hipoproteinemia
Albumin 3,78 g/dl 3,8-5,1 g/dl Hipoalbuminemia
Globulin 2,59 1,5-3,0 g/dl Normal
Foto Thorax (tanggal 28 Mei 2018)
◦ Pada pemeriksaan FotoThorax
didapatkan:
◦ Cor : bentuk dan ukuran dalam
batas normal
◦ Perselubungan homogen pada
lapangan tengah paru dextra &
sinistra
◦ Diafragma kanan dan kiri baik
◦ Sinus kostofrenikus kanan dan
kiri lancip
◦ Tulang-tulang intak
◦ Soft tissue baik
Kesan : Pneumonia
USG Abdomen (tanggal 2 Mei 2018)
 Pada pemeriksaan USG didapatkan:
 Hepar: Ukuran baik
 Lesi Nodular/kistik multiple di epigastrium,
Diagnosa banding : Lymphoma
 Usul : CT Scan Abdomen + Lubal I-V
Pemeriksaan FNAB:
Makroskopik:
 Nodul pada regioncolli lateral sinistra, sejak 3 bulan yang lalu,
ukuran 4 cm x 5 cm, batas tegas. Hasil aspirat berupa darah.
 Nodul pada regio axilla sinistra, sejak 3 bulan yang lalu, ukuran
8 xm x 8 cm, batas tegas. Hasil aspirat berupa darah.
 Nodul pada regio inguinal dextra, sejak 3 bulan yang lalu,
ukuran 6 cm x 8 cm, batas tegas. Hasil aspirat berupa darah.

Mikroskopik:
 Sediaan sitologi FNAB pada regio colli lateral sinstra, regio axilla
sinistra, dan regio inguinal dextra, dengan gambaran yag
hampir sama, populasi sel banyak terdiri dar sel-sel limfoid
dengan inti pleomorfik, beberapa bizarre, nukleoli prominent,
N/C ratio meningkat, membran inti irregular, sitoplasma banyak
basofilik. Tampak juga sel PMN, sel plasma, sel makrofag,
dengan latar belakang RBC.
 Kesan : Lymphoma pada regio colli lateral sinistra, regio axilla
sinistra dan regio ingunal dextra
 Catatan : Untuk menentukan jenisnya, mohon konfirmasi
pemeriksaan histopatologi.
Ny.K, perempuan, 30 tahun, mengeluh timbul benjolan di leher, ketiak,
dan selangkangan sejak + 3 minggu SMRS. Benjolan tidak nyeri. Os
juga mengeluh mual, keringat malam hari dan demam, os juga
mengeluh nafsu makan berkurang dan berat badan turun. Sesak nafas
sejak + 1 minggu SMRS, Sesak dirasakan terus menerus dan tidak
dipengaruhi cuaca, perubahan posisi dan aktivitas. ± 1 minggu yang
lalu Os masih mengalami batuk berdahak namun dahak sulit untuk
dikeluarkan.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan tampak sakit berat, tekanan darah


130/80 mmHg, nadi 94 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup,
pernafasan 38x/menit, suhu 38,8o C.
Pada hasil laboratorium didapatkan leukosit 12,600 /ul, hitung jenis:
0/4/3/67/13/13. Protein total 6,37 g/dl, Albumin 3,78 g/dl. Pada
Pada pemeriksaan Foto Thorax didapatkan Pneumonia, USG
abdomen didapatkan lesi nodular/kistik multiple di epigastrium,,
dan FNAB didapatkan lymphoma pada regio colli lateral sinistra,
regio axilla sinistra dan regio ingunal dextra.

DIAGNOSIS KERJA

Lympohma maligna + Pneumonia

DIAGNOSIS BANDING

Lymphoma non hodgkins + TB paru


Lymphoma hodgkin + TB Paru
TATALAKSANA

• IVFD Rl gtt 20 x/m


• Inj. Ceftriaxone 1 gram
• Ambroxol syr 1 c
• Acetylcystein tab 200 mg
• Methyl prednison tab 4 mg
• Furosemide 1 amp (2 ml)
• Spironolactone 100 mg
• Kalium klorida tab
• Paracetamol fls

PEMERIKSAAN ANJURAN
• Pemeriksaan Kultur BTA
• Mikrobiologi Sputum
• CT Scan Abdomen+ Lumbal I-V
• Histopatologi
Prognosis

Quo ad vitam : Dubia ad bonam


Quo ad functionam : Dubia ad
bonam
(tanggal 30 Mei 2018)
S : Batuk berdahak, benjolan di leher, ketiak, dan selangkangan
O : Keadaan umum tampak sakit ringan
TD : 120/80 N : 64x/menit RR : 36x /menit Temp : 37,1° C
A : Dispnea ec pneumonia + susp. limfoma maligna
P:
1. IVFD RL gtt 20 x/m
2. Ambroxol syr 3x1c

(tanggal 31 Mei 2018)


S : Batuk berdahak, Sesak napas
O : Keadaan umum tampak sakit ringan
TD: 120/90 N : 101x/m RR : 35x/m T : 37,30C
A : Dispnea ec pneumonia + susp. limfoma maligna
P:
1. IVFD RL gtt 20 x/m
2. Ambroxol syr 3x1c
3. Methyl prednisolone 3 x 4 mg
4. Acetylcysteine 2x200 mg
(tanggal 1 Juni 2018)
S : Batuk berdahak, sesak berkurang
O : Keadaan umum tampak sakit ringan
TD: 120/80 N : 98 x/m RR : 30 x/m T : 37 0C
A : Dispnea ec pneumonia + limfoma maligna
P:
1. IVFD RL gtt 20 x/m
2. Ambroxol syr 3x1c
3. Acetylcysteine 2x200 mg

(tanggal 2 Juni 2018)


S : Batuk berdahak, Nyeri kepala, sesak napas
O : Keadaan umum tampak sakit sedang
TD: 110/70 N : 64 x/m RR : 36 x/m T : 37,30C

A : TB paru
P : Dispnea ec pneumonia + susp. limfoma maligna
1. IVFD RL gtt 20 x/m
2. Inj Ceftriaxone 1 gr
3. Inj Ranitidin 1 amp
4. Ambroxol syr 3x1c
5. Acetylcysteine 2x200 mg
6. Metil prednisolone 3x 4 mg
7. Retaphyl SR 2 x ½ tab
(tanggal 3 Juni 2018)
S : Sesak nafas berkurang, Batuk berkurang
O : Keadaan umum tampak sakit sedang
TD: 130/80 N : 111x/m RR : 42x/m T : 36,90C

A : Dispnea ec pneumonia + susp. limfoma maligna


P:
1. IVFD RL gtt 20 x/m
2. Ambroxol syr 3x1c
3. Acetylcysteine 2x200 mg
4. Metil prednisolone 3x4 mg
5. Retaphyl SR 2 x ½ tab

(tanggal 4 Juni 2018)


S : Sesak nafas, batuk kering
O : Keadaan umum tampak sakit sedang
TD: 110/70 N : 64x/m RR : 36x/m T : 37,30C

A : Dispnea ec bronkitis + susp. limfoma maligna


P:
1. IVFD RL gtt 20 x/m
2. Ambroxol syr 3x1c
3. Acetylcysteine 2x200 mg
4. Metil prednisolone 2x4 mg
5. Retaphyl SR 2 x ½ tab
6. Tindakan FNAB
(tanggal 5 Juni 2018)
S : Sesak nafas disertai nyeri, batuk kering
O : Keadaan umum tampak sakit sedang
TD: 130/80 N : 52x/m RR : 38x/m T : 37,10C

A : Dispnea ec bronkitis + susp. limfoma maligna


P:
1. IVFD RL gtt 20 x/m
2. Ambroxol syr 3x1c
3. Acetylcysteine 2x200 mg
4. Metil prednisolone 2x4 mg
5. Retaphyl SR 2 x ½ tab

(tanggal 6 Juni 2018)


S : Sesak nafas disertai nyeri, batuk kering
O : Keadaan umum tampak sakit sedang
TD: 120/80 N : 134x/m RR : 36x/m T : 37,80C

A : Dispnea ec pneumonia + susp. limfoma maligna


P:
1. IVFD RL gtt 20 x/m
2. Furosemid 1 amp
3. Kalium Klorida 1x1 mg
4. Spironolakton 2x 100 mg
5. Neurodex 1 tab
6. Ambroxol syr 3x1c
7. Acetylcysteine 2x 200 mg
8. Metil prednisolone 2x4 mg
9. Retaphyl SR 2 x ½ tab
(tanggal 7 Juni 2018)
S : Sesak nafas, batuk kering, mual
O : Keadaan umum tampak sakit sedang
TD: 120/70 N : 80x/m RR : 38x/m T : 38,80C

A : Dispnea ec pneumonia + limfoma maligna


P:
1. IVFD RL gtt 20 x/m
2. Inj. Ondansetron 2 x 1 amp
3. Paracetamol 1 fls
4. Furosemid 2x 4 mg
5. Kalium Klorida 1x1 mg
6. Spironolakton 2x 100 mg
7. Neurodex 1 tab
8. Ambroxol syr 3x1c
9. Acetylcysteine 2x200 mg
10. Metilprednisolone 2 x 4 mg

Retaphyl SR 2 x ½ tab
Keganasan primer jaringan limfoid yang bersifat padat. Penyakit ini
dibagi dalam 2 golongan besar, yaitu penyakit Hodgkin dan
limfoma non Hodgkin (LNH).

ETIOLOGI

Abnormalitas sitogensik :
Translokasi kromosom dan Infeksi Virus

Cth:
• Human immunodeficiency virus (HIV/AIDS)
• Human T cell leukemia-lymphoma virus-1 (HTLV-1)
• Epstein-Barr virus (EBV)
SISTEM LIMFATIK

1. Pembuluh Limfe
2. Limfe
3. Nodus Limfatikus :
4. Tonsil, thymus, limpa

FISIOLOGI SISTEM LIMFATIK

Dua Jenis limfosit  Sel B dan Sel T

Masa kanak kanak, limfosit yang dibentuk sumsum tulang


bermigrasi ke kelenjar thymus  matur menjadi sel T,
sebagian menetap di sumsum tulang & matur sebagai sel B

Sel T mengenali dan menghancurkan sel tubuh abnromal


Sel B mengenali sel asing , dan memproduksi antibodi yang
melekat ke permukaan asing dan merusaknya
 Limfoma non Hodgkin mempunyai gambaran klinis oleh
massa abdominal dan intrathorakal (massa mediastinum)
yang sering kali disertai dengan adanya efusi pleura.
Massa mediastinal ini seringkali (25-35%) ditemukan
khususnya pada limfoma limfoblastik sel T.

 Gejala yang menonjol adalah nyeri, disfagia, sesak napas,


pembengkakan daerah leher, muka, dan sekitar leher
akibat adanya obstruksi vena cava superior.
Pembengkakan kelenjar limfe (limfadenopati) di sebelah
atas diafragma meliputi leher, supraklavikula atau aksiler,
tetapi jarang sekali retroperitoneal.

 Adanya pembesaran kelenjar limpa dan hati menunjukkan


adanya keterlibatan sumsum tulang dan seringkali pasien
menunjukkan gejala-gejala leukemia limfoblastik akut,
jarang sekali melibatkan gejala susunan saraf pusat,
kadang-kadang disertai pembesaran testis.
 Gejala awal yang dapat dikenali adalah
pembesaran kelenjar getah bening di suatu
tempat (misalnya leher atau selangkangan) atau
di seluruh tubuh. Kelenjar membesar secara
perlahan dan biasanya tidak menyebabkan nyeri.
Kadang pembesaran kelenjar getah bening di
tonsil (amandel) menyebabkan gangguan
menelan.

 Pembesaran kelenjar getah bening jauh di dalam


dada atau perut bisa menekan berbagai organ
dan menyebabkan gangguan pernapasan,
berkurangnya nafsu makan, sembelit berat, nyeri
perut, dan pembengkakan tungkai.
Tabel 1. Rangkuman Berbagai Gejala1,2,3
Kemungkinan timbulnya
Gejala Penyebab
gejala
Gangguan pernapasan Pembesaran kelenjar getah bening
20-30%
Pembengkakan wajah di dada
Hilang nafsu makan
Sembelit berat Pembesaran kelenjar getah bening
30-40%
Nyeri perut atau perut di perut
kembung
Penyumbatan pembuluh getah
Pembengkakan tungkai 10%
bening di selangkangan atau perut
Penurunan berat badan
Diare Penyebaran limfoma ke usus halus 10%>
Malabsorbsi
Pengumpulan cairan di sekitar
Penyumbatan pembuluh getah
paru-paru 20-30%
bening di dalam dada
(efusi pleura)
Daerah kehitaman dan
menebal di kulit yang terasa Penyebaran limfoma ke kulit 10-20%
gatal
Penurunan berat badan
Penyebaran limfoma ke seluruh
Demam 50-60%
tubuh
Keringat di malam hari
Perdarahan ke dalam saluran
pencernaan
Penghancuran sel darah merah
oleh limpa yang membesar &
terlalu aktif
Penghancuran sel darah merah
Anemia
oleh antibodi abnormal (anemia 30%, pada akhirnya bisa
(berkurangnya jumlah sel
hemolitik) mencapai 100%
darah merah)
Penghancuran sumsum tulang
karena penyebaran limfoma
Ketidakmampuan sumsum tulang
untuk menghasilkan sejumlah sel
darah merah karena obat atau
terapi penyinaran
Penyebaran ke sumsum tulang dan
kelenjar getah bening,
Mudah terinfeksi oleh bakteri 20-30%
menyebabkan berkurangnya
pembentukan antibodi
Tabel 2. Skema Stadium LNH dari St.Jude Childrens Research
Hospital.1
I Tumor tunggal ekstranodal atau tumor di daerah tunggal nodal,
kecuali di daerah mediastinum atau abdomen
II Tumor tunggal (ekstranodal) dengan keterlibatan kelenjar
regional pada satu sisi diafragma pada dua atau lebih area nodul
Dua tumor (ekstranodal) dengan atau tanpa keterlibatan kelenjar
regional
Tumor lebih dari satu, tetapi masih satu sisi dengan diafragma
Tumor primer pada gastrointestinal (ileosaekal) dengan atau
tanpa keterlibatan kelenjar mesenterium
III Tumor lebih dari dua (ekstranodal) pada kedua sisi diafragma
Tumor dua atau lebih pada satu sisi diafragma
Tumor primer di daerah intrathorakal (mediastinal, pleura, timus)
Tumor meluas pada intraabdominal yang tidak dapat direseksi
Tumor pada paraspinal atau epidural
IV Tumor meluas dan penyebaran ke sumsum tulang atau susunan
saraf pusat
 Limfoma Hodgkin adalah kanker yang
berawal dari sel-sel sistem imun. Limfoma
Hodgkin berawal saat sel limfosit yang
biasanya adalah sel B (sel T sangat jarang)
menjadi abnormal. Sel limfosit yang abnormal
tersebut dinamakan sel Reed Sternberg.7
1) Virus tertentu
 Terinfeksi virus Epstein Barr (EBV) atau human immunodeficiency virus (HIV) dapat
meningkatkan risiko penyakit Hodgkin. Bagaimanapun juga, limfoma tidak menular, sehingga
tidak mungkin mendapatkan limfoma dari orang lain.
1) Sistem imun lemah
 Risiko mengidap penyakit Hodgkin meningkat dengan sistem imun yang lemah (seperti keadaan
sedang mengkonsumsi obat-obatan penekan imun pasca transplantasi organ).
1) Usia
 Penyakit Hodgkin umumnya terdapat pada usia remaja dan dewasa muda berumur 15-35 tahun,
juga pada dewasa berumur ≥ 50 tahun.
1) Riwayat keluarga
 Anggota keluarga khususnya kakak atau adik dari seseorang dengan penyakit Hodgkin atau
limfoma lainnya, dapat meningkatkan kemungkinan seseorang mengidap penyakit Hodgkin.
 Pembesaran kelenjar limfe daerah servikal dan
supraklavikular yang hilang timbul dan tidak
menimbulkan rasa nyeri (asimtomatik). Pada 80%
pasien dengan penyakit Hodgkin pembesaran kelenjar
leher yang menonjol, 60% diantaranya juga disertai
pembesaran massa di mediastinal yang akan
menimbulkan gejala kompresi pada trakea dan
bronkus.

 Pembesaran kelenjar juga ditemukan di daerah


inguinal, aksiler, dan supra diafragma meskipun
jarang. Gejala konstitusi yang menyertai diantaranya
adalah demam, keringat malam hari, dan penurunan
berat badan yang tidak dapat dijelaskan, ditemukan
pada 40% pasien, sedangkan demam intermittent
diobservasi pada 35% kasus.1
Tabel 3. Staging menurut system Ann Arbor modifikasi Costwald.1,5

 Stage I : Penyakit menyerang satu regio kelenjar getah bening atau satu
struktur limfoid (misal: limpa, timus, cincin Waldeyer).
 Stage II : Penyakit menyerang dua atau lebih regio kelenjar pada satu sisi
diafragma, jumlah regio yang diserang dinyatakan dengan subskrip angka,
misal: II2, II3, dsb.
 Stage III: Penyakit menyerang regio atau struktur limfoid di atas dan
dibawah diafragma.
III1 : menyerang kelenjar splenikus hiler, seliakal, dan portal
III2 : menyerang kelenjar para-aortal, mesenterial dan iliakal.
 Stage IV : Penyakit menyerang organ-organ ekstra nodul, kecuali yang
tergolong E (E: bila primer menyerang satu organ ekstra nodal).
Penentuan stadium ini menggunakan klasifikasi AnnArbor yang berdasarkan
anatomis.1
Tabel 4. Staging menurut Ann Arbor berdasarkan anatomis.1
I Pembesaran kelenjar limfe regional tunggal atau pembesaran organ
ekstra limfatik tunggal atau sesisi.
II Pembesaran kelenjar limfe regional dua atau lebih yang masih sesisi
dengan diafragma atau pembesaran organ ekstralimfatik satu sisi atau
lebih yang masih sesisi dengan diafragma
III Pembesaran kelenjar limfe pada kedua sisi diafragma disertai dengan
pembesaran limpa atau pembesaran organ ekstra limfatik sesisi atau
kedua sisi
IV Pembesaran organ ekstra limfatik dengan atau tanpa pembesaran
kelenjar limfe
Anamnesis:
Keluhan penderita terbanyak adalah pembesaran kelenjar getah
bening di leher, aksila ataupun lipatan paha, berat badan semakin
menurun dan kadang-kadang disertai demam,keringat .

Pemeriksaan Fisik:
Palpasi pembesaran kelenjar getah bening yang tidak nyeri dapat
ditemukan di leher terutama supraklavikular (60-80%), aksiler (6-
20%), dan yang paling jarang adalah di daerah inguinal (6-20%)
dengan konsistensi kenyal sepert karet. Mungkin lien dan hati
teraba membesar.
Sitologi Biopsi Aspirasi

Biopsi Aspirasi Jarum Halus (BAJAH) atau Fine needle Aspiration


Biopsy (FNAB) sering digunakan pada diagnosis limfadenopati
untuk identifikasi penyebab kelainan tersebut seperti reaksi
hiperplastik kelenjar getah bening, metastasis karsinoma dan
limfoma malignum.

Penyulit lain dalam diagnosis sitologi biopsi aspirasi LH ataupun


LNH adalah adanya negatif palsu, dianjurkan melakukan biopsi
aspirasi multiple hole di beberapa tempat permukaan tumor.
Apabila ditemukan juga sitologi negatif dan tidak sesuai dengan
gambaran klinis, maka pilihan terbaik adalah biopsi insisi atau
eksisi.6
Histopatologi

Biopsi tumor sangat penting, selain untuk diagnosis juga untuk


identifikasi subtipe histopatologi LH ataupun LNH. Biopsi dilakukan
bukan sekedar mengambil jaringan, namun harus diperhatikan
apakah jaringan biopsi tersebut dapat memberi informasi yang
adekuat

Radiologi

• Foto toraks untuk menentukan keterlibatan KGB mediastinal


• Limfangiografi untuk menentukan keterlibatan KGB di daerah
iliaka dan pasca aortal
• USG banyak digunakan melihat pembesaran KGB di paraaortal
dan sekaligus menuntun biopsi aspirasi jarum halus untuk
konfirmasi sitologi
• CT-Scan sering dipergunakan untuk diagnosa dan evaluasi
pertumbuhan LH
 peradangan paru yang disebabkan oleh
mikroorganisme (bakteri, virus, jamur,
parasit).
1. Bakteri
Agen penyebab pneumonia dibagi menjadi organisme Gram Positif atau
Gram Negatif seperti: Streptococcus pneumoniae (pnemokokus),
Streptococcus piogenes, Staphylococcus aureus, Klebsiela pneumonia,
Legionella, Haemophilus influenza.13
2. Virus
Influenza virus, Parainfluenza virus, Syncytial adenovirus, chicken-pox
(cacar air), Rhinovirus, Sitomegalovirus, Virus herpes simpleks, Hanta
virus.13
3. Fungi
Aspergilus, Fikomisetes, Blastomisetes dermatitidis, Histoplasma
kapsulatum.13
4. Aspirasi
Makanan, kerosene (bensin, minyak tanah), cairan amnion, benda
asing.13
1. Usia lebih dari 65 tahun.
2. Merokok.
3. Malnutrisi baik karena kurangnya asupan makan ataupun dikarenakan
penyakit kronis lain.
4. Kelompok dengan penyakit paru, termasuk kista fibrosis, asma, PPOK,
dan emfisema.
5. Kelompok dengan masalah-masalah medis lain, termasuk diabetes dan
penyakit jantung.
6. Kelompok dengan sistem imunitas dikarenakan HIV, transplantasi organ,
kemoterapi atau penggunaan steroid lama.
7. Kelompok dengan ketidakmampuan untuk batuk karena stroke, obat-
obatan sedatif atau alkohol, atau mobilitas yang terbatas.
8. Kelompok yang sedang menderita infeksi traktus respiratorius atas oleh
virus (7)
1. Stadium I (4 – 12 jam pertama/ kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon
peradangan permulaan yang berlangsung pada
daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai
dengan peningkatan aliran darah dan
permeabilitas kapiler di tempat infeksi.

2. Stadium II (48 jam berikutnya)


Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus
terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin
yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai
bagian dari reaksi peradangan.
3. Stadium III (3 – 8 hari)
Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu
sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah
paru yang terinfeksi

4. Stadium IV (7 – 11 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi
sewaktu respon imun dan peradangan mereda,
sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan
diabsorsi oleh makrofag sehingga jaringan
kembali ke strukturnya semula
Berdasarkan klinis dan epidemiologis:
a. Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia)
b. Pneumonia nosokomial (hospital-acqiured pneumonia/nosocomial
pneumonia)
c. Pneumonia aspirasi
d. Pneumonia pada penderita Immunocompromised
Pembagian ini penting untuk memudahkan penatalaksanaan8
1. Anamnesis
Gambaran klinik biasanya ditandai dengan demam,
menggigil, suhu tubuh meningkat dapat melebihi 40 C,
batuk dengan dahak mukoid atau purulen kadang-
kadang disertai darah, sesak napas dan nyeri dada.

2. Pemeriksaan Fisik
inspeksi dapat terlihat bagian yang sakit tertinggal
waktu bernapas, pasa palpasi fremitus dapat
mengeras, pada perkusi redup, pada auskultasi
terdengar suara napas bronkovesikuler sampai bronkial
yang mungkin disertai ronki basah halus, yang
kemudian menjadi ronki basah kasar pada stadium
resolusi
2. Pemeriksaan penunjang
A. Gambaran Radiologis
Foto toraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan
penunjang utama untuk menegakkan diagnosis.
Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat sampai
konsolidasi dengan "air broncogram", penyebab
bronkogenik dan interstisial serta gambaran kaviti.

B. Pemeriksaan Lab
peningkatan jumlah leukosit, biasanya lebih dari
10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul,
dan pada hitungan jenis leukosit terdapat
pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan LED.
Untuk menentukan diagnosis etiologi diperlukan
pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi
 antibiotik golongan florokuinolon, yaitu
moksifloksasin 1x400 mg selama 10 hari, atau
Levofloxacin 1x 500 mg selama 7-14 hari.
pemeberian antibiotik golongan florokuinolon
akif terhadap organisme gram positif dan gram
negatif, terutama moksifloksasin dan
levofloksasin yang memiliki aktivitas
bakteriostatik besar terhadap bakteri
streptococcus pneumonia.

 Alternatif antibiotik yang dapat diberikan berupa


golongan Makrolid yang bersifat bakteriostatik
yaitu erythromycin 1x 1-2 g, dibagi dalam 4
dosis.
Gejala Klinis Limfoma:

pembesaran kelenjar getah bening yang masif dan tidak nyeri, gejala
sistemik berupa demam tipe intermiten, berkeringat pada malam
hari, penurunan berat badan dan nafsu makan

Pada kasus seorang perempuan berusia 30 tahun, pekerjaan sebagai


IRT mengeluh timbul benjolan di leher, ketiak, dan selangkangan
sejak + 3 minggu SMRS. Benjolan tidak nyeri. Os juga mengeluh
mual, keringat malam hari dan demam, os juga mengeluh nafsu
makan berkurang dan berat badan turun.
Perbesaran Kelenjar getah bening pada cervical, axilla, dan inguinal
 timbul karena limfosit yang terserang berhenti beregulasi secara
normal  limfosit membelah secara abnormal atau terlalu cepat, dan
atau tidak mati dengan cara sebagaimana biasanya  Limfosit
abnormal terkumpul di kelenjar getah bening  kelenjar getah
bening membengkak.

Pembekakan KGB yang awalnya timbul dari leher hingga ketiak, dan
selangkangan  metastasis/penyebaran limfoma secara limfogen ke
nodus limfatikus lain yaitu pada nodus axilla, dan nodus inguinal
Terdapat empat kelompok gen yang menjadi sasaran kerusakan
genetik pada sel-sel tubuh manusia, termasuk sel-sel limfoid, yang
dapat menginduksi terjadinya keganasan. Gen-gen tersebut adalah
proto-onkogen yang mengatur diferensiasi dan pertumbuhan, gen
supresortumor yang menekan proliferasi sel antionkogen, gen yang
mengatur apaptosis, dan gen yang berperan dalam perbaikan.

Gen Proto Gen Supressor Gen perbaikan


Gen Apaptosis
onkogen tumor

Bermutasi
Inakti
Onkogen vasi
(Tranformasi
neoplastik)
Hiperproliferasi
Mutasi gen berupa translokasi kromosom dan perubahan
molekular sangat berperan penting dalam patogenesis
limfoma, dan berhubungan dengan histologi dan
imunofenotiping.

Hal ini dapat dipicu oleh karena imunodefisiensi, Agen


infeksius seperti Epstein-Barr Virus, dan paparan lingkungan
pekerjaan dengan agen herbisida dan pelarut organik.
Namun pada pasien ini tidak dapat diketahui etiologi dari
penyakit Limfoma maligna yang diderita.
Gejala sistemik berupa demam, berkeringat pada malam hari,
penurunan berat badan  penyebaran limfoma ke seluruh tubuh
secara limfogen

penurunan nafsu makan serta malnutrisi yang menyebabkan


penurunan berat badan dapat  penyebaran limfoma ke usus halus

Keluhan Mual  penyebaran limfoma di abdomen sehingga


menyebabkan adanya pembesaran kelenjar getah bening yang
menimbulkan penekanan pada lambung sehingga timbul rasa mual
dan kembung pada perut
Sesak nafas sejak + 1 minggu SMRS, Sesak dirasakan terus menerus
dan tidak dipengaruhi cuaca, perubahan posisi dan aktivitas. Sesak
disertai demam yang berlangsung terus menerus, batuk berdahak
namun dahak sulit untuk dikeluarkan.

Keluhan yang dialami oleh pasien sejak + 1 minggu SMRS merujuk ke


diagnosis pneumonia, dimana gejala klinis pneumonia berupa klinik
biasanya ditandai dengan demam, menggigil, suhu tubuh meningkat
dapat melebihi 40 C, batuk dengan dahak mukoid atau purulen
kadang-kadang disertai darah, dan sesak napas
Adanya keluhan sesak nafas pasien yang tidak dipengaruhi aktivitas
dan cuaca serta sesak yang tidak berkurang dengan adanya
perubahan posisi  bukan disebabkan oleh kelainan asma bronkial
ataupun gangguan jantung.

respon peradangan  peningkatan aliran darah dan permeabilitas


kapiler di tempat infeksi  Pelepasan mediator-mediator peradangan
dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan
Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen
Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk
melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas
kapiler paru  perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang
interstisium  Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus 
terganggunya proses perpindahan gas mekansime kompensasi
dengan meingkatkan frekuensi respiratory rate Takipneu.
pemeriksaan fisik didapatkan leukosit 12,600 /ul, hitung
Tampak sakit berat, jenis: 0/4/3/67/13/13.
pernafasan 38x/menit, suhu Protein total 6,37 g/dl,
38,8 C. Albumin 3,78 g/dl

Leukositosis yang
Febris & Takipneu disebabkan oleh infeksi
pneumonia atau keganasan
+
Hipopretonemia &
hipoalbuminemia
Pemeriksaan Fisik Khusus

Edema Tungkai Bawah:

Penyumbatan/ Obstruksi pembuluh limfe di inguinal  Keadaan statis


Pembuluh Limfe  perpindahan cairan ke jaringan interstisial tungkai
bawah

Hipoalbuminemia  terganggunya tekanan onkotik  perpindahan


cairan dari intravaskule ke interstisial

Suara Ronkhi basah halus saat inspirasi :

Saat inspirasi udara melewati dan menggetarkan timbunan cairan pada


alveolus yang merupakan manifestasi dari pneumonia
Pemeriksaan Tambahan

foto thorax didapatkan perselubungan homogen atau konsolidasi


pada lapangan tengah paru dextra & sinistra  gambaran radiologi
pneumonia.

USG abdomen didapatkan lesi nodular/kistik multiple di epigastrium,


dan FNAB didapatkan lymphoma pada regio colli lateral sinistra, regio
axilla sinistra dan regio ingunal dextra.  diagnosis limfoma maligna.
Tatalaksana

Inj .Ceftriaxone 1 gram, Ambroxol syr 1 c, Acetylcystein tab


200 mg , Methyl prednison tab 4 mg, Theophylline ½ tab
150 mg, Furosemide 1 amp (2 ml), Spironolactone 100 mg,
dan Kalium klorida tab.

Cefrtriaxone

antibiotik golongan Chepalosporin Generasi ke III yang


(bakterisidal) , dimana antibiotik ini efektif melawan bakteri
gram negatif maupun bakteri gram positif. Pada kasus
pneumonia  digunakan sebagai terapi empiris.

Dosis 1-2 gram/ hari dan dapat diberikan secara injeksi i.v
atau i.m.
Ambroxol

golongan mukolitik yang dapat mengencerkan sekret


saluran nafas  memecah benang benang mukoprotein
dan mukopolisakarida dari sputum  dahak dapat mudah
dikeluarkan dari saluran nafas

Dosis : 2-3 x 30 mg, dengan sediaan syrup 15 mg/5 ml

Acetylcystein

Obat golongan mukolitik yang diindikasi sebagai terapi


hipersekresi mukus kental pada saluran nafas

dosis 3x 200 mg.


Methyl prednison

obat golongan kortikosteroid  efek antiinflamasi dan


kemampuan menekan reaksi imun.
Pada penyakit yang mempunyai penyebab berupa repon
imun, obat ini sangat bermanfaat, sehingga obat ini dapat
diberikan untuk menekan reaksi keganasan dari limfoma.

Dosis 5-20 mg/ hari , dan diturunkan secara bertahap


hingga dosis efektif terendah.
Furosemide

obat golongan loop diuretik  meningkatkan ekskresi


natrium, air, dan klorida sehingga menurunkan volume
darah dan cairan ekstraseluler, sangat cepat menguras
cairan tubuh dan elektrolit.
Pada pasien ini furosemid dapat diberikan untuk
mengurang edema tungkai.

Dosis awal 20-40 mg injeksi intravena

Spironolactone

obat golongan diuretik hemat kalium. merupakan


antagonis aldosteron

penggunaannya dapat dikombinasikan dengan diuretik lain


seperti furosemid untuk mencegah efek samping seperti
hipokalemia, dosis 1 x 25-100 mg.
KSR (Kalium klorida)

suplemen Kalium untuk mencegah efek samping diuretik


yang diberikan berupa hipokalemia

dosis 1x 600 mg.


Tatalaksana Limfoma
Maligna

Kemoterapi & Radiologi  perlu dibedakan jenis Limfoma


dengan pemeriksaan tambahan histopatologi berdasarkan
ada tidaknya sel Reed-Setinberg untuk menentukan
tatalaksana yang tepat pada pasien ini

Limfoma Hodgkins

Radioterapi : extended field radotherapy (EFRT), involved field


radiotherapy (IFRT), serta radioterapi pada limfoma residual dan
bulky disease.
Kemoterapi : ABVD (adriamisin, bleomisin, vinblastin,
dakarbazin) dan Stanford V (mekloretamin, adriamisin,
vinblastin, vinkristin, bleomisin, etoposid, prednison, G-CSF).
Limfoma Non
Hodgkins

• Untuk derajat keganasan rendah diberikan kemoterapi obat


tunggal/ ganda (per oral), radioterapi paliatif.

• Untuk derajat keganasan menengah, pada stadium I-II A


diberikan radioterapi atau kemoterapi perenteral kombinasi,
stadium IIB-IV diberikan kemoterapi perenteral kombinasi,
radioterapi berperan untuk tujuan paliatif, dan
• derajat keganasan tinggi berupa kemoterapi perenteral
kombinasi (lebih agresif), radioterapi hanya berperan untuk
tujuan paliatif.
Telah dilaporkan kasus Limfoma Maligna dan
Pneumonia pada seorang perempuan berusia
30 tahun dirawat di bangsal penyakit dalam
Rumah Sakit Umum Palembang Bari.
Berdasarkan anamnesa didapatkan pada
pasien, mengeluh timbul benjolan di leher,
ketiak, dan selangkangan sejak + 3 minggu
SMRS.
Benjolan tidak nyeri. Os juga mengeluh mual,
keringat malam hari dan demam, os juga
mengeluh nafsu makan berkurang dan berat
badan turun.
 Sesak nafas sejak + 1 minggu SMRS, Sesak dirasakan
terus menerus dan tidak dipengaruhi cuaca, perubahan
posisi dan aktivitas. ± 1 minggu yang lalu Os masih
mengalami batuk berdahak namun dahak sulit untuk
dikeluarkan. Pasien juga mengeluh mual dan nyeri pada
ulu hati serta nafsu makan menurun. Pada pemeriksaan
fisik didapatkan, ronki basah halus pada kedua lapang
tengah paru, adanya edema pada tungkai. Pada
pemeriksaan penunjang ditemukan adanya Leukositosis,
serta adanya penurunan albumin dan protein serum.

 Pada Pada pemeriksaan Foto Thorax didapatkan


Pneumonia, USG abdomen didapatkan lesi nodular/kistik
multiple di epigastrium,, dan FNAB didapatkan lymphoma
pada regio colli lateral sinistra, regio axilla sinistra dan
regio ingunal dextra.
DAFTAR PUSTAKA

1. Sudarmanto M, Sumantri AG. Limfoma Maligna. Dalam: Buku Ajar


Hematologi Onkologi. IDAI. Ed-3. Jakarta: 2012. h. 248-54.
2. Hudson MM. Limfoma Non Hodgkin. Dalam: Ilmu Kesehatan Anak
Nelson. 15th ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2012.h. 1780-
83.
3. Ballentine JR. Non Hodgkin Lymphoma. Jan 20, 2012 (Cited May 17th,
2012). Available at http://emedicine.medscape.com/article/203399-
overview
4. Alarcone P. Hodgkin Lymphoma.Oct 11,2011 (Cited May 17th,2012).
Available at http://emedicine.medscape.com/article/987101-
overview#a0101
5. Hudson MM. Penyakit Hodgkin. Dalam: Ilmu Kesehatan Anak Nelson.
15th ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.2012.h. 1777-83.
6. Gillchrist G. Lymphoma. Dalam: Nelson Textbook of Pediatrics. 17th ed.
Wisconsin: Elsevier. 2007.h. 1701-6.
1. Stoppler MC. Hodgkin Lymphoma. May 1st2011 (Cited May 17th,2012)
.Available at (http://www.medicinenet.com/Hodgkin’s disease/article.htm)
2. American Thoracic Society. 2001. Guidelines for management of adults
with community-acquired pneumonia. Diagnosis, assessment of severity,
antimicrobial therapy, and prevention. Am J Respir Crit.Care Med; 163:
1730-54.
3. PDPI. 2003. Pneumonia Komuniti-Pedoman Diagnosis Dan Penatalaksaan
Di Indonesia, Perhimpunan Dokter Paru Indonesia
4. Fauci, et al,. 2009. Harrison’s Manual Of Medicine. 17th Edition. By The
Mc Graw-Hill Companies In North America.
5. Sudoyo, 2005. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III Edisi IV. Penerbit
FK UI.
6. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT). Badan Litbang Depkes RI,
Jakarta 2002.
7. Laporan tahunan bagian Pulmonologi FKUI, Jakarta tahun 2002.
8. Leman, 2007. Pneumonia dan Bronkopneumoia di Indonesia.
http://www.scribd.com/doc/7688175/referat-bronkopneumonia.
9. Helmi et all. 2005. Pnemonia Mikoplasma.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/2033/1/anak-helmi3.pdf.
10. Kurniawan, dkk. 2009. Pneumonia Pada Dewasa. FK Universitas Riau.
Pekanbaru. http://belibis-a17.com/2009/10/11/pneumonia-pada-dewasa/.

Anda mungkin juga menyukai