Anda di halaman 1dari 25

IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. AT
Umur : 37 tahun
Alamat : Popayato Barat
Agama : Islam
Status : Menikah
Pekerjaan : Petani
Masuk RS : 14 Juni 2019

ANAMNESIS

Keluhan utama : Sesak

Riwayat penyakit sekarang :

Pasien datang ke IGD RSUD Bumi Panua dengan keluhan sesak sejak 3 hari yang
lalu. Keluhan sesak disertai dengan batuk sejak kurang lebih 2 tahun yang lalu namun
keluhan memberat sejak 2 bulan terakhir, pasien mengatakan batuk berdahak berwarna
kehijauan, dan kadang batuk disertai dahak dengan bercampur darah. Pasien juga mengeluh
demam naik turun, badan pasien terasa menggigil dan pasien mengalami penurunan berat
badan selama keluhan mulai muncul.

Sebelumnya pasien sempat dirawat di RSUD Bumi Panua pada bulan Maret 2019,
dan dinyatakan positif TB kemudian pasien memulai pengobatan TB dibulan tersebut, dan
menjalani pengobatan selama 1 bulan, lalu pasien melanjutkan pengobatan di puskesmas
terdekat dari tempat tinggal pasien, tetapi karna puskesmas tersebut mengalami masalah,
pengobatan TB yang seharusnya pasien sudah dapatkan dibulan kedua tiba – tiba dihentikan,
sampai akhirnnya pasien mengalami keluhan batuk bertambah sering dan sesak, maka pasien
memutuskan datang ke IGD RSUD Bumi Panua untuk mendapatkan dan melanjutkan
mengobatan TB.

Riwayat penyakit dahulu :

Pada tahun 2017 pasien pernah mendapatkan pengobatan tuberkulosis paru kategori 1
selama enam bulan, pasien mengatakan ia sudah selesai pengobatan tetapi setelah itu pasien
tidak pergi ke dokter untuk memastikan apakah pasien sudah dinyatakan sembuh oleh dokter.
1
Riwayat Penyakit Keluarga

Dari riwayat penyakit dalam keluarga, tidak ada keluarga yang memiliki keluhan yang
sama seperti pasien. Keluarga pasien juga tidak ada yang menderita penyakit jantung,
hipertensi, alergi obat, penyakit hati atau penyakit persendian.

PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan umum : sakit sedang/kompos mentis
b. Tanda vital
- Tekanan darah : 110/70 mmHg
- Nadi : 78 kali/menit
- Pernapasan : 30 kali/ menit
- Suhu : 36.7oC
- SpO2 : 95%
c. Kepala
- Deformitas : tidak ada
- Bentuk : normocephal
- Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
- Mulut : lidah kotor (-), karies (-)
d. Leher
- Kelenjar GB : pembengkakan (-)
- Tiroid : mengikuti gerakan menelan, pembesaran (-)
- Massa lain : tidak ada
e. Thoraks
- Jantung
I : iktus kordis tidak tampak
P : iktus kordis teraba di ICS 5 linea midklavikularis sinistra
P : pekak, batas-batas jantung dalam batas normal
A : bunyi jantung 1 & 2 murni reguler
- Paru
I : pengembangan dada simetris bilateral, tidak ada retraksi
P : vokal fremitus kiri meningkat dan kanan menurun
P : sonor di seluruh lapangan paru
A : vesikuler +/+, rhonki +/+, wheezing -/-
2
f. Abdomen
I : datar, lemas, sikatrik (-)
A : peristaltik kesan normal
P : tympani
P : nyeri tekan (-), organomegali (-), massa (-)
g. Ekstremitas atas : hangat, oedem (-), fungsi sensorik normal, tonus normal,
kekuatan otot 5/5.
h. Ekstremitas bawah : hangat, oedem (-), fungsi sensorik normal, tonus normal,
kekuatan otot 5/5.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan Hematologi

Hematologi

Hb 12,6 gr/dL

Leukosit 28.800 /µL

Hitung Jenis Leukosit

Basofil 0%

Eosinofil 0%

Netrofil stab 0%

Netrofil Segmen 83%

Limfosit 16%

Monosit 3%

Trombosit 347.000 /µL

3
Eritrosit 4,7 juta

PVC 38

MCV 81 Fentoliter

MCH 26 Picogram

MCHC 32%

RDW 17

GDS 133

HbsAg Non reactive

Pemeriksaan Faal Hati

Albumin 3,1

Globulin 4,4

SGOT 75

SGPT 369

Diagnosis IGD
Dispneu ec. TB Paru on treatment

Penatalaksanaan di IGD
O2 4 Lpm nasal canul
IVFD NaCl 0,9 % 20 tpm
Nebulizer Forbivent 1 amp + NaCl 5 cc / 8jam
4
Inj. Dexametason 1 amp / 12 jam
Inj. Raniditin 1 amp / 8jam
Teosal 3x1 tab

Follow Up
18/06/2019
S : Sesak (+), batuk (+), mual (+), Muntah (+)
O : KU : cm, TSS
TD : 110/70 ;
HR : 86 x/m ;
RR : 30 x/m ;
SB : 36,50C
• Mata : CA -/- , SI -/-
• Pulmo : SND Ves(+) , Wh -/-, Rh +/+
• Cor : BJ I – II murni , reg, murmur (-), gallop (-)
• Abdomen : Supel , BU (+) normal , NTE (+)
• Extremitas : akral hangat, CRT < 2 dt
A : TB paru MDR on treatment
P :
• IVFD RL 20 tpm
• Sucralfat syrup 3x1 cth
• Sysmuco 3x1
• Omeprazole 2x1
• Buscopan 3x1
• Grantusit 3x1
• Hepamax 3x1
• Pemeriksaan TCM

5
26/06/2019

S : Sesak (+), batuk (+), mual (+), Muntah (-)


O : KU : cm, TSS
TD : 120/70 ;
HR : 88 x/m ;
RR : 30 x/m ;
SB : 360C
• Mata : CA -/- , SI -/-
• Pulmo : SND Ves(+) , Wh -/-, Rh +/+
• Cor : BJ I – II murni , reg, murmur (-), gallop (-)
• Abdomen : Supel , BU (+) normal , NTE (+)
• Extremitas : akral hangat, CRT < 2 dt
A : TB paru MDR on treatment

P :
• IVFD RL 20 tpm
• Sucralfat syrup 3x1 cth
• Sysmuco 3x1
6
• Omeprazole 2x1
• Buscopan 3x1
• Grantusit 3x1
• Ambroxol 3x1
• Foto thorax :
Tanggal : 26 – 06 - 2019

Keterangan foto :

Cor : ukuran dan bentuk normal


Pulmo : tampak fibroinfiltrat disupra-parahiler kanan
Tampak area lusen tanpa jaringan paru di hemithorax kiri atas
Sinus phrenicostalis kanan tajam, kiri tertutup perselubungan
Tulang – tulang dan soft tissue normal

Kesan :
- TB Paru
- Hidropneumothorax kiri

7
 USG Abdomen

Kesan :
Saat ini hepar / GB/ Lien/ pancreas / ginjal kanan kiri / buli / prostat tak tampak
kelainan

27/06/2019
S : Sesak berkurang, batuk (+), mual (+)
O : KU : cm, TSS
TD : 110/80 ;
HR : 84 x/m ;
RR : 24 x/m ;
SB : 36,50C
• Mata : CA -/- , SI -/-
• Pulmo : SND Ves(+) , Wh -/-, Rh +/+
• Cor : BJ I – II murni , reg, murmur (-), gallop (-)
• Abdomen : Supel , BU (+) normal , NTE (+)
• Extremitas : akral hangat, CRT < 2 dt
8
A : TB paru MDR on treatment
P :
• IVFD RL 20 tpm
• Sucralfat syrup 3x1 cth
• Sysmuco 3x1
• Omeprazole 2x1
• Hepamax 3x1
• Grantusit 3x1
• Erdostein 3x1
• OAT MDR :
- INH 1 x 450 mg
- Pirazinamid 1 x 500 mg
- Etambutol 1 x 800 mg
- Kanamisin 3 ml / im (bokong kiri)
- Clofazimin 1 x 100 mg
- Moxifloxacin 1 x 600 mg

06/09/2019
S : Sesak berkurang, batuk (+), mual (+)
O : KU : cm, TSS
TD : 110/70 ;
HR : 80 x/m ;
RR : 24 x/m ;
SB : 36,50C
• Mata : CA -/- , SI -/-
• Pulmo : SND Ves(+) , Wh -/-, Rh +/+
• Cor : BJ I – II murni , reg, murmur (-), gallop (-)
• Abdomen : Supel , BU (+) normal , NTE (+)
• Extremitas : akral hangat, CRT < 2 dt
A : TB paru MDR on treatment

9
P :
• IVFD RL 20 tpm
• Ambroxol 3x2 cth
• PCT 3x1 tab
• Vit B6 3x1
• Antasida Syrup 3x1 cth
• Sysmuco 3x1
• Omeprazole 2x1
• Mozuku 2x1
• CTM 0-0-1
• OAT MDR :
- INH 1 x 450 mg
- Pirazinamid 1 x 500 mg
- Etambutol 1 x 800 mg
- Kanamisin 3 ml / im (bokong kiri)
- Clofazimin 1 x 100 mg
- Moxifloxacin 1 x 600 mg

10
Lampiran
1. Pemeriksaan TCM
(18-08-2019)

2. Pemeriksaan Rontgen Thorax


(16-08-2019)

Keterangan foto :
Cor : normal

11
Pulmo : fibroinfiltrat lapang paru kanan, area lusen tanpa jaringan paru di hemithorax
kiri
Pleura : sinus kiri tertutup perselubungan
Tulang – tulang : Normal
Abdomen yang tervisualisasi : Normal
Trachea : Tertarik ke sisi kanan

Kesan :
- TB Paru
- Hidropneumothorax kiri

12
TUBERKULOSIS PARU

Pendahuluan

Penyakit tuberkulosis saat ini menjadi masalah kesehatan utama di berbagai Negara di
dunia. Penanganan TB yang substandard (di bawah standard) akan berakibat terjadinya
kegagalan pengobatan, transmisi kuman TB yang berkelanjutan kepada anggota keluarga dan
masyarakat yang lain serta menimbulkan resistensi obat yang dikenal sebagai kasus Multi
Drug Resistance Tuberculosis (TB MDR).1 Badan kesehatan dunia (World Health
Organization / WHO) menyatakan bahwa pada tahun 2008 terdapat sekitar 440.000 kasus
TB yang resisten terhadap INH rifampisin (TB MDR) dan pada tahun 2011 sekitar 500.000
kasus TB MDR dengan angka kematian sekitar 150.000 setiap tahunnya. Dari jumlah tersebut
baru 10 % yang telah ditemukan dan diobati.2,3
Resistensi terhadap Obat Anti Tuberkulosis (OAT) terlebih lagi multi drug resistant
tuberculosis (MDR TB) telah menjadi masalah kesehatan yang serius di beberapa negara
termasuk Indonesia.3 Indonesia telah melakukan beberapa survey resistensi OAT di berbagai
wilayah yang ada di Indonesia dengan mendapatkan angka persentasi yang berbeda-beda.
WHO tahun 2011 untuk memperkirakan jumlah kasus TB MDR di Indonesia menggunakan
angka 2 % untuk data kasus TB MDR diantara kasus baru, dan 12 % untuk kasus TB MDR
pada TB yang pernah diobati sebelumnya.4
Resistensi obat terjadi akibat penggunaan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) yang tidak
tepat dosis pada pasien yang masih sensitif terhadap rejimen OAT. Ketidaksesuaian ini bisa
ditimbulkan oleh berbagai sebab seperti pemberian rejimen yang tidak tepat oleh tenaga
kesehatan atau karena kegagalan dalam memastikan pasien menyelesaikan seluruh tahapan
pengobatan. Dengan demikian, kejadian resistensi obat banyak meningkat di wilayah dengan
kendali program TB yang kurang baik.1
Angka resistensi / TB-MDR paru dipengaruhi oleh kinerja program penanggulangan
TBC paru terutama ketepatan diagnosis mikroskopik untuk menetapkan kasus dengan BTA
(+), dan penanganan kasus termasuk peran pengawas minum obat (PMO) yang dapat
berpengaruh pada tingkat kepatuhan penderita untuk minum obat dan ketersediaan OAT yang
cukup dan berkualitas.5

13
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Tuberkulosis Multi Drug Resistance adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
kuman M.tuberculosis yang resisten terhadap rifampisin dan isoniazid dengan atau tanpa obat
TB lainnya. TB MDR dapat berupa primer dan dapat juga berupa sekunder. Resistensi primer
ialah resistensi yang terjadi pada pasien yang belum pernah mendapat OAT sebelumnya
sedangkan resistensi sekunder ialah resistensi yang didapat selama pengobatan yang
sebelumnya sensitif terhadap OAT.6
Terdapat empat jenis kategori resistensi terhadap OAT7 :
 Mono-resistance : kekebalan terhadap salah satu OAT
 Poly-resistance : kekebalan terhadap lebih dari satu OAT, selain kombinasi isoniazid
dan rifampisin
 Multidrug-resistance (MDR) : kekebalan terhadap sekurang-kurangnya isoniazid dan
rifampisin
 Extensive drug-resistance (XDR) : TB-MDR ditambah kekebalan terhadap salah satu
obat golongan fluorokuinolon, dan sedikitnya salah satu dari OAT injeksi lini kedua
(kapreomisin, kanamisin, dan amikasin).
2.2 Epidemiologi
Resisten obat anti TB (OAT) menjadi ancaman besar dalam mengontrol kasus TB di
dunia. Pada akhir tahun 2013, data resisten OAT ditemukan pada 144 negara, dan perkiraan
kasus TB mencapai 95 % dari populasi dunia. Pada umumnya di dunia perkiraan 3,5 % dari
kasus baru dan 20,5 % dari kasus sebelumnya adalah TB MDR. Pada tahun 2013
diperkirakan 480.000 orang kasus baru TB MDR di dunia 210.000 orang diantaranya
meninggal dunia. Analisis terbaru yang dilakukan dari tahun 2008-2013 menunjukkan bahwa
proporsi dari kasus baru TB MDR tidak mengalami perubahan, namun TB MDR tetap
menjadi masalah yang serius karena epidemi di beberapa Negara berkembang.8
2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi resistensi obat
Adapun yang menjadi faktor penyebab munculnya resistensi kuman terhadap OAT
ialah tatalaksana pengobatan pasien TB yang tidak dilaksanakan dengan baik (tidak adekuat).
Penatalaksanaan pasien TB yang tidak adekuat tersebut dapat dinilai dari sisi:4
a. Pemberi jasa/petugas kesehatan, dikarenakan:
 Diagnosis tidak tepat
14
 Pengobatan tidak menggunakan panduan yang tepat
 Dosis, jenis, jumlah obat dan jangka waktu pengobatan tidak adekuat
 Penyuluhan kepada pasien yang tidak adekuat
b. Pasien, yaitu karena:
 Tidak mematuhi anjuran dokter/ petugas kesehatan
 Tidak teratur menelan panduan OAT
 Menghentikan pengobatan secara sepihak sebelum waktunya
 Gangguan penyerapan obat
c. Program pengendalian TB, dikarenakan:
 Persediaan OAT yang kurang
 Kualitas OAT yang disediakan rendah.
Menurut Program Nasional, terdapat 9 kriteria pasien yang menjadi suspek TB-MDR
yaitu7:
1. Kasus kronik atau pasien gagal pengobatan kategori 2
2. Pasien dengan hasil pemeriksaan dahak tetap positif setelah bulan ke 3 dengan kategori 2
3. Pasien yang pernah diobati TB termasuk OAT lini kedua seperti kuinolon dan kanamisin
4. Pasien gagal pengobatan kategori 1
5. Pasien dengan hasil pemeriksaan dahak tetap positif setelah sisipan dengan kategori 1
6. Kasus TB kambuh
7. Pasien yang kembali setelah lalai/default pada pengobatan kategori 1 dan atau kategori 2
8. Suspek TB dengan keluhan, yang tinggal dekat dengan pasien TB-MDR konfirmasi,
termasuk petugas kesehatan yang bertugas di bangsal TB-MDR.
9. Ko-infeksi TB-HIV yang tidak respon dengan pemberian OAT
Bagi pasien yang memenuhi kriteria suspek harus dirujuk ke Rumah Sakit rujukan TB
MDR dan krmudian dikirim ke laboratorium rujukan TB MDR yang ditunjuk untuk
dilakukan pemeriksaan biakan dan uji kepekaan obat.
2.4 Mekanisme resistensi M. tuberculosis9
Berbeda dengan resistensi pada kebanyakan bakteri terhadap antibiotika dimana
resistensi yang didapat dengan cara transformasi, transduksi atau konyugasi gen, resistensi
yang didapat basil Mycobacterium tuberculosis adalah pada mutasi kromosom utama. Basil
tuberkulosis mempunyai kemampuan secara spontan melakukan mutasi kromosom yang
mengakibatkan basil tersebut resisten terhadap obat antimikroba. Mutasi yang terjadi adalah
unlinked, oleh karenanya resistensi obat yang terjadi biasanya tidak berkenaan dengan obat
15
yang tidak berhubungan. Munculnya resistensi obat menggambarkan peninggalan dari mutasi
sebelumya, bukan perubahan yang disebabkan karena terpapar dengan pengobatan. Mutasi
yang bersifat unlinked ini menjadi dasar utama dalam prinsip pengobatan tuberkulosis
modern.
Mutan basil yang resisten terhadap suatu obat timbul secara alamiah dan diseleksi oleh
pengobatan yang tidak adekuat. Pengobatan yang tidak adekuat ini meliputi penggunaan satu
macam obat saja (direct monotherapy) atau penggunaan terapi kombinasi tetapi strain kuman
hanya sensitif terhadap satu macam obat saja, sebagai hasilnya timbul resistensi sekunder
terhadap satu obat. Mutasi yang baru pada populasi basil yang berkembang ini akhirnya dapat
menimbulkan MDR apabila pengobatan yang tidak adekuat dilanjutkan. Penderita
tuberkulosis dengan resistensi sekunder bisa menularkan kuman yang sudah resisten tersebut
kepada orang lain yang kemudian disebut resistensi primer. Resistensi primer, sama seperti
resistensi sekunder dapat ditularkan kepada orang lain sehingga terjadi penyebaran penyakit
resisten obat pada masyarakat.
2.4.1 Resistensi terhadap INH9
Isoniazid adalah derivat nikotinamid yang juga dikenal dengan isonikotinic acid
hydrazide (INH) dengan rumus kimia 4-pyridinecarboxylic acid hidrazide. Target kerja
isoniazid sebagai antituberkulosis sama dengan mekanisme terjadinya resistensi isoniazid.
Sacchetiniand Blachard menunjukkan bahwa isoniazid bekerja menghambat enoyl-acyl carier
protein reductase, yang diperlukan dalam biosintesa asam mikolat dinding sel kuman
tuberkulosis. Isoniazid menghambat pembentukan dinding sel kuman dalam bentuk isoniazid
aktif yaitu setelah mengalami oksidasi. Aktivasi isonizid memerlukan enzim catalase-
periksidase (gen katG) dan hidrogen peroksida yang dihasilkan kuman TB. KatG adalah satu-
satunya enzim yang dapat mengaktifkan isoniazid, dengan demikian mutasi gen katG strain
kuman TB merupakan kuman yang resisten terhadap isoniazid. Demikian juga mutasi gen
inhA yang diperlukan dalam pembentukan asam mikolat pada kuman TB akan menjadikan
kuman resisten terhadap isoniazid.
2.4.2 Resistensi terhadap Rifampisin9
Rifampisin menghambat proses transkripsi RNA kuman TB dengan berikatan pada sub
unit beta (RpoB) RNA polimerase dan mencegah pembentukan RNA. Mutasi pada gen RpoB
menyebabkan kuman TB resisten terhadap rifampisin. Resisten terhadap rifampisin dapat
dianggap mewakili MDR –TB sejak dijumpai paling banyak strain kuman TB yang resisten
terhadap rifampisin juga resisten terhadap isoniazid.
16
2.4.3 Resistensi terhadap Pirazinamid9
Pirazinamid sama seperti isoniazid juga menghambat sintesa dinding sel kuman TB,
namun mekanisme kerjanya secara pasti belum diketahui. Pirazinamid hanya efektif
membunuh kuman TB apabila kuman tersebut menghasilkan nikotinamidase dan
pirazinamidase, yaitu enzim yang diperlukan dalam mengubah pirazinamid menjadi asam
pirazinoat. Scorpio dan Zhang mengisolasi gen pncA mikobakteria, kode untuk enzim
amidase, menunjukkan mutasi gen pncA bertanggung jawab terhadap terjadinya resistensi
kuman TB terhadap pirazinamid
2.4.4 Resistensi terhadap Etambutol9
Sampai saat ini mekanisme kerja ethambutol serta dasar genetik resistensi belum
diketahui secara jelas. Spesifik etambutol untuk spesies mikobakteria diindikasikan bahwa
target yang dituju menyangkut pengrusakan dinding sel. Etambutol mencegah pembentukan
dinding sel dengan menghambat arabinosyltransferase yang menyangkut dalam biosintesa
arabinogalactan dan lipoarabinomannan. Resistensi terhadap etambutol ternyata berhubungan
dengan perubahan pada gen embCAB arabinosyltransferase, dengan kode protein embA,
embB dan embC. Protein ini berperan dalam produksi komponen dinding sel arabinogalactan
dan lipoarabinomannan. Alcaide dkk menunjukkan bahwa mutasi pada embB sangat
berhubungan dengan resistensi kuman TB terhadap etambutol.
2.4.5 Resistensi terhadap Streptomisin9
Streptomisin merupakan obat antituberkulosis yang telah lama ditemukan dan dikenal
sangat aktif membunuh kuman TB dengan mengganggu pembacaan kode amicoacyl-tRNA,
sehingga menghambat penerjemahan mRNA. Salah satu yang umum sebagai tambahan
mekanisme resistensi kuman terhadap streptomisin adalah asetilasi obat oleh enzim
modifikasi aminoglycoside, namun ini tidak dijumpai pada kuman TB. Resistensi TB
terhadap streptomisin dihubungkan dalam dua kelas mutasi yang berbeda, yaitu mutasi pada
point S12 protein ribosom dengan kode gen rpsL dan mutasi pada 16S rRNA dengan kode
gen rrs. Mutasi pada rpsL dan rrs dapat menyebabkan resistensi kuman TB terhadap
streptomisin.

17
2.5 Diagnosis4
Diagnosis TB MDR dipastikan berdasarkan uji kepekaan M.tuberculosis baik secara
konvensional dengan menggunakan media padat atau cair, maupun metode cepat (rapid test).
Semua fasilitas pelayanan kesehatan yang terlibat dalam pelaksanaan manajemen terpadu
pengendalian TB resisten obat akan merujuk semua suspek TB MDR ke Rumah Sakit
Rujukan TB MDR untuk selanjutnya akan dirujuk ke laboratorium yang telah ditunjuk oleh
Kemenkes RI untuk diperiksa dahaknya dan selanjutnya dilakukan pemeriksaan biakan dan
uji kepekaan. Jika hasil uji kepekaan terdapat yang resisten minimal terhadap rifampisin dan
INH, maka dapat ditegakkan diagnosis TB MDR.
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah:
a. Pemeriksaan mikroskopik BTA dengan pewarnaan Ziehl Neelsen
b. Biakan M.tuberculosis dapat dilakukan pada media padat maupun media cair. Masing-
masing media tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.
c. Uji kepekaan M.tubeculosis terhadap OAT. Ketepatan uji kepekaan tergantung pada jenis
obat yang diuji. Untuk lini pertama ketepatan tertinggi dimulai dari rifampisin, INH,
sterptomisin dan etambutol. Sedangkan pirazinamid tidak dianjurkan karena tingkat
kepercayannya masih rendah. Untuk lini kedua, aminoglikosida dan floroquinolon
memiliki tingkat kepercayaan dan keterulangan yang baik. Metode yang tersedia yang
sudah direkomendasikan oleh WHO ialah Line Probe Assay (LPA) dan geneXpert test.

18
19
2.6 Penatalaksanaan TB MDR4
Sebelum memulai pengobatan saat diagnosis TB MDR telah ditegakkan maka harus
dilakukan terlebih dahulu persiapan awal. Persiapan awal yang dilakukan ialah melakukan
persiapan penunjang yang bertujuan untuk mengetahui data awal berbagai fungsi organ
(ginjal, hati, jantung) dan elektrolit. Adapun persiapan awal (pra terapi MDR) adalah:
1. Konsultasi VCT dan psikolog
2. Konsultasi THT
3. Cek lab: Hb, hematokrit, leukosit, hitung jenis leukosit, trombosit, LED, asam urat,
GDP, protein total, albumin, SGOT, SGPT, ureum, kreatinin, kolesterol total,
kolesterol LDL, HDL, trigliserida, CRP kuantitatif, HbSAg, IgM, elektrolit, T3, T4,
TSH.
4. Cek lab BTA sedian langsung pewarnaan BTA.

20
a. Pengelompokan OAT yang digunakan dalam pengobatan TB-MDR
Digunakan secara hirarki secara berurutan dimulai dari kelompok satu sampai kelompok
lima.
Tabel 2.1. Pengelompokan OAT
Golongan Jenis Obat
Golongan-1 Obat lini pertama  Isoniazid (H)
 Rifampisin (R)
 Etambutol (E)
 Pirazinamid (Z)
 Streptomisin (S)
Golongan-2 Obat suntik lini kedua  Kanamisin (Km)
 Amikasin (Am)
 Kapreomisin (Cm)
Golongan-3 Golongan florokuinolon  Levofloksasin(Lfx)
 Moksifloksasin (Mfx)
 Ofloksasin (Ofx)
Golongan-4 Obat bakteriostatik lini  Etionamit (Eto)
kedua  Protionamid (Pto)
 Sikloserin (Cs)
 Terizidon (Trd)
 Para amino salisilat
(PAS)
Golongan-5 Obat yang belum terbukti  Amoksilin/asam
efikasinya dan tidak klavulanat (Amx/
direkomendasikan oleh Clv)
WHO untuk pengobatan
rutin TB MDR
Dikutip dari: Pedoman manajemen terpadu Pengendalin Tuberkulosis Resisten Obat.
Kemenkes RI.2013

b. Paduan obat TB MDR yang ada di Indonesia


Pilihan paduan OAT TB MDR saat ini adalah paduan standart pada permulaan
pengobatan akan diberikan sama kepada semua pasien TB MDR. Adapun paduan yang akan
diberikan ialah:
 Km-Eto-Lfx-Cs-Z-E / Eto-Lfx-Cs-Z-E. Paduan ini diberikan kepada pasien yang
sudah dikonfirmasi TB MDR secara laboratories..
 Jika terbukti resisten terhadap kanamisin, maka paduan standar disesuaikan sebagai
berikut : Cm-Lfx-Eto-Cs-Z-E / Lfx-Eto-Cs-Z-E
 Jika terbukti resisten terhadapa kuinolon, maka paduan standar disesuaikan sebagai
berikut: Km-Mfx-Eto-Cs-PAS-Z-E / Mfx-Eto-Cs-PAS-Z-E.

21
Paduan pengobatan ini diberikan dalam dua tahap yaitu tahap awal dan tahap lanjutan.
Tahap awal ialah tahap dengan pemberian suntikan paling sedikit selama 6 bulan atau 4 bulan
setelah terjadi konversi biakan. Tahap lanjutan ialah pemberian panduan OAT tanpa
pemberian suntikan setelah menyelesaikan tahap awal. Pada fase awal obat oral diminum
setiap hari (7 hari dalam seminggu), suntikan diberikan 5 hari dalam seminggu (senin-jumat).
Sedangkan pada fase lanjutan obat peroral diminum selama 6 hari dalam seminggu (hari
minggu pasien tidak minum obat). Lama pengobatan tahap awal dan tahap lanjutan paling
sedikit selama 18 bulan setelah terjadi konversi biakan.
Adapun perhitungan dosis OAT TB MDR dapat dilihat pada table berikut:
Tabel.2.2. Perhitungan dosis OAT TB MDR
OAT BB < 33 kg BB 33-50 kg BB 51-70 kg BB > 70 kg
Pirazinamid 20-30 750-1500 mg 1500-1750 1750-2000
mg/kgBB/hari mg mg
Kanamisin 15-20 500-750 mg 1000 mg 1000 mg
mg/kgBB/hari
Etambutol 20-30 800-1200 mg 1200-1600 1600-2000
mg/kgBB/hari mg mg
Kapreomisin 15-20 500-750 mg 1000 mg 1000 mg
mg/kgBB/hari
Levofloksasin 7,5-10 750 mg 750 mg 750-1000
(dosis standar) mg/kgBB/hari mg
Levofloksasin 1000 mg 1000 mg 1000 mg 1000 mg
(dosis tinggi)
Moksifloksasin 7,5-10 400 mg 400 mg 400 mg
mg/kgBB/hari
Sikloserin 15-20 500 mg 750 mg 750-1000
mg/kgBB/hari mg
Etionamid 15-20 500 mg 750 mg 750-1000
mg/kgBB/hari mg
PAS 150 8g 8g 8g
mg/kgBB/hari
Dikutip dari: Pedoman manajemen terpadu Pengendalin Tuberkulosis Resisten Obat.
Kemenkes RI.2013

22
Paduan Pengobatan TB RO :

a. Paduan Jangka Pendek

4-6 Km – Mfx – Eto (Pto) – H (DT) - Cfz – E – Z / 5 Mfx – Cfz – E - Z


* tahap awal selama 4 – 6 bulan dan tahap lanjutan selama 5 bulan

b. Paduan Pemberian Pengobatan Individual

 Pasien TB RO yang tidak dapat diberikan paduan jangka pendek akan


mendapatkan paduan individual
 Paduan individual terdiri dari setidaknya 5 obat efektif yaitu 4 obat inti
lini kedua ditambah pirazinamid (Z).
 Lama Pengobatan 20 – 24 bulan

Cara Pemilihan Paduan Individual :

1. Obat dari grup A


2. 1 obat dari grup B
3. Sisanya dari grup C, D2 atau D3 sampai terpenuhi sejumlah 5 obat efektif

23
Pengobatan tambahan
a. Pendukung nutrisi
Pasien TB-MDR sering mengalami malnutrisi, selain itu OAT lini kedua dapat
menyebabkan penurunan nafsu makan. Vitamin B6, vitamin A dan mineral sebaiknya
ditambahkan dalam diet sehari-hari.
b. Kortikosteroid
Diberikan pada gangguan pernapasan berat, keterlibatan SSP atau perikard. Prednison
diberikan mulai 1 mg/kgbb, dosis diturunkan secara bertahap apabila akan diberikan dalam
jangka lama.

2.7 Prognosis
Dari beberapa studi ada yang menyebutkan bahwa adanya keterlibatan ekstrapulmoner,
usia tua, malnutrisi, infeksi HIV, riwayat menggunakan OAT dengan jumlah yang cukup
banyak sebelumnya, terapi yang tidak adekuat (<2 macam obat yang aktif) dapat menjadi
petanda prognosis buruk pada pasien tersebut.10

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Burhan, Erlina. Tuberkulosis Multi Drug Resistance (TB-MDR). FKUI; 2010


2. Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2013 Tentang
Menajement Terpadu Pengendalian Tuberkulosis Resisten obat; 2013
3. Wright A, Zignol M. Anti-Tuberculosis Drug Resistance in The World. Fourth Global
Report. Wright A, Zignol M, Dye C.etds. Geneva: WHO; 2012
4. Petunjuk Teknis Manajemen Terpadu Pengendalian Tuberkulosis Resisten Obat.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Dirjen P2PL; 2013
5. Gitawati R, Isnawati A, Raini M. Proporsi resistensi ganda (MDR) TB paru di
Kabupaten dan kota pekalongan berdasarkan survey. Jakarta: Balitbangkes; 2006
6. Syahrini, Heny. Tuberkulosis Paru Resistensi Ganda. Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatra Utara. 2008
7. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.Tuberkulosis: Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Paru Indonesia; 2011
8. World Health Organization. Global Tuberculosis Report 2014. France.
WHO/HTM/TB/2014.08
9. Riyanto BS, Wilhan. Management of MDR TB Current and Future dalam Sebuah
tinjauan kepustakaan MDR TB. FK-UNSYAH. 2012
10. Sharma SK, Mohan A. Multidrug-Resistant Tuberculosis : A menace That Threatens
To Destabilize Tuberculosis Control. CHEST 2006; 130:261-272

25

Anda mungkin juga menyukai