Anda di halaman 1dari 45

LAPORAN KASUS

ILMU BEDAH
NEGLECTED CONGENITAL TALIPES EQUINOVARUS

Disusun Oleh :
Angelina Pramusinta / 01073170140
Karina Terry / 01073170033
Gabriella Patricia / 01073170090
Putri Paramitha Oeniasih / 01073170122

Pembimbing :
dr. Putut Sugiantoro, Sp.OT

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
RUMAH SAKIT SILOAM
PERIODE JANUARI-APRIL 2019
BAB 1
LAPORAN KASUS

1.1 IDENTITAS PASIEN


Nama : Nn. L
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 24 tahun
Agama : Kristen
No. Rekam Medis : 8277xx
Admisi : 27 Februari 2019

1.2 ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada:
Waktu dan Tanggal : pukul 14.00 WIB
Lokasi : Bangsal Lt. 6 Rumah Sakit Umum Siloam
Keluhan Utama : Kedua kaki bengkok sejak lahir.

1.3 RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


Pasien datang dengan keluhan kedua kaki bengkok sejak lahir. Pasien mengatakan tidak
terasa nyeri pada kakinya ketika digunakan berjalan sebelumnya, tidak ada rasa kebas, tetapi
pasien mengatakan kesulitan menggerakan kaki kirinya setelah menjalani operasi di bulan
Januari karena terasa nyeri. Saat ini pasien berjalan menggunakan bantuan tongkat dengan
sebagian besar bertumpu pada kaki kanannya. Pasien mengatakan tidak ada masalah untuk
menggerakkan pergelangan kaki kanannya ke atas dan ke samping, serta menggerakkan jari-
jari kaki. Tetapi gerakan kaki kiri pasien terbatas karena nyeri.

1.4 RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


Pasien mengatakan lebih dari 6 bulan lalu terjatuh, kaki kiri bengkak lalu rutin berobat ke
rumah sakit,

1.5 RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA


Pasien tidak tahu pasti riwayat keluarga dan kerabat. Namun, kedua orang tua pasien tidak
memiliki riwayat penyakit serupa. Pasien juga tidak mengetahui riwayat kehamilan ibunya.
1.6 RIWAYAT KEBIASAAN
1. Riwayat rokok (-)
2. Alkohol (-)
3. Olahraga rutin (-)

1.7 RIWAYAT OBAT-OBATAN


Tidak ada obat-obatan rutin yang dikonsumsi

1.8 RIWAYAT OPERASI


Pasien mengatakan pernah melakukan opeasi Postero-medial release pada 25 Januari 2019.

1.9 PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis (GCS=15)
Tanda-tanda vital
• Tekanan darah : 110/70 mmHg
• Nadi : 70 x/menit
• Pernapasan : 18 x/menit
• Suhu : 36,2 oC

Status Generalis
Kepala dan wajah:
o Bentuk kepala simetris
o Rambut hitam tersebar merata
o Kulit kepala normal
o Tidak ada luka atau scar bekas operasi, massa, deformitas
· Mata:
o Mata normal, tidak cekung
o Pupil isokor (3mm/3mm)
o Refleks cahaya +/+
o Konjungtiva tidak pucat
o Sklera tidak ikterik
· THT:
Telinga:
o Telinga kanan dan kiri simetris
o Tidak ada bekas luka, deformitas
o Tidak nyeri
o Tidak ada sekret
Hidung:
o Bentuk normal dan septum di tengah
o Tidak ada bekas luka, deformitas, massa, darah
o Mukosa tidak hiperemis
o Tidak ada pernapasan cuping hidung
Tenggorokan:
o Faring tidak hiperemis
o Uvula di tengah
o Tonsil: T1/ T1tidak hiperemis·
Mulut:
o Mukosa mulut normal, tidak ada massa
o Lidah normal, tidak ada defiasi
o Tidak ada luka di bibir, lidah, dan pallatum

· Leher:
o Leher simetris, tidak ada luka atau bekas operasi, jejas dan kemerahan
o Tidak ada pembesaran KGB
o Trakea intak di tengah
o JVP 7 cm

· Thorax:
Jantung:
o Inspeksi:
- Iktus kordis tidak terlihat
o Palpasi:
- Iktus kordis tidak teraba
o Perkusi
- Kanan atas: SIC II Linea Para Sternalis Dextra.

- Kanan Bawah : SIC VI linea para sternalis dextra


- Kiri atas : SIC II Linea para sternalis sinistra
- Kiri Bawah : SIC VI Linea mid clavicula sinistra
o Auskultasi:
- S1-S2 reguler
Paru:
o Inspeksi:
- Bentuk dada normal
- Pergerakan dada cepat dan simetris
- Tidak ada paru tertinggal
o Palpasi:
- Tactile fremitus kedua lapang paru simetris
o Perkusi:
- Batas paru hati normal
- Sonor pada kedua paru
o Auskultasi:
- Suara napas vesikular

· Abdomen
o Inspeksi:
- Perut datar
- Tidak ada massa, deformitas, bekas operasi, scar, jejas, distensi striae
o Auskultasi:
- Bising usus normal
o Perkusi:
- Perkusi 4 regio abdomen normal (timpani)
- Tidak ada shifting dullness
- Batas hepar normal, tidak ada hepatomegali
o Palpasi:
- Nyeri tekan negatif pada sembilan regio.
- Tidak teraba masa pada 9 regio
- Tidak ada pembesaran hati, limpa dan ginjal
· Ekstremitas :
- Akral hangat
- CRT normal <2 detik

Status Lokalis Ekstremitas bawah:


Inspeksi:
- Forefoot dan midfoot inversi dan adduksi (+)
- Sisi lateral kaki konveks, sisi medial konkaf, terdapat kerutan pada medial
plantar kaki (+)
- Hindfoot equines (+), tumit tertarik ke atas dan inversi.

Palpasi dan Gerakan:

- Kaki tidak dapat dibuat posisi netral

- Forefoot dan midfoot dapat diposisikan dan digerakkan pada posisi dorsofleksi
dan plantarfleksi, tetapi hindfoot tidak dapat digerakkan.

- Otot betis tidak teregang, lingkar betis > 5cm.


1.10 RESUME
Pasien datang dengan keluhan kedua kaki bengkok sejak lahir. Pasien mengatakan tidak
terasa nyeri pada kakinya ketika digunakan berjalan, tidak ada rasa kebas, tetapi pasien
mengatakan kesulitan menggerakan kaki kirinya setelah menjalani operasi di bulan Januari
karena terasa nyeri. Pasien berjalan menggunakan bantuan tongkat dengan sebagian besar
bertumpu pada kaki kanannya.Pasien mengatakan masih dapat menggerakkan pergelangan
kaki kanannya ke atas dan ke samping, tetapi kaki kiri terbatas karena nyeri. Lebih dari enam
bulan lalu pasien terjatuh lalu bengkak pada kaki kirinya, rutin berobat ke rumah sakit. Di
keluarga tidak ada yang memiliki riwayat penyakit serupa. Pasien tidak mengkonsumsi obat-
obatan jangka panjang.

1.11 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan darah per tanggal 24 Februari 2019

Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai


Rujukan

Glukosa Sewaktu 87 mg/dL <200

SGOT 22 U/L 0 - 32

SGPT 15 U/L 0 - 33
Platelet Count 293.00 10^3/uL 150.00 –
440.00

ESR 30 mm/hours 0 - 20

MCV, MCH, MCHC

MCV 88.7 fL 80 - 100

MCH 28.9 pg 26-34

MCHC 32.5 g/dL 32 - 36

PT-APTT

Prothtombin Time

Control 11.8 Seconds 8.8 – 12

Patient 10.0 seconds 9.4 – 11.3

INR 0.92

A.P.T.T

Control 35.6 Seconds 27.1 – 36.7

patient 36.7 seconds 27.7 – 40.2

Diff Count

Basofil 0 % 0-1

Eosinophil 2 % 1-3
Band Neutrophil 3 % 2-6

Segment Neutrophil 68 % 50 -70

Lymphocyte 21 % 25 - 40

Monocyte 6 % 2-8

Elektrolit

Na 140 mmol/L 137-145

K 4,2 mmol/L 3.6-5.0

Cl 104 Mmol/L 98-107

Darah Rutin

Hb 12.3 Gr/dl 11.7 – 15.5

Ht 37.8 % 35 - 47

Leukosit 5.97 Rb/ul 3.6 - 11

Trombosit 293 Rb/ul 150-440

Ureum 20 Mg/dL <50

Creatinine

Creatinine 0.68 Mg/dL 0.5 – 1.1

eGFR (CKD EPI) 122.4 mL/mnt/1.73 m^2


*eGFR Comment

>=60 Normal kidney function

Pemeriksaan darah per tanggal 27 Februari 2019

Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai


Rujukan

Glukosa Sewaktu 94 mg/dL <200

SGOT 21 U/L 0 - 32

SGPT 13 U/L 0 - 33

Platelet Count 270.00 10^3/uL 150.00 –


440.00

ESR 42 mm/hours 0 - 20

MCV, MCH, MCHC

MCV 88 fL 80 - 100

MCH 29.3 pg 26-34

MCHC 33.3 g/dL 32 - 36

PT-APTT

Prothtombin Time

Control 10.8 Seconds 8.8 – 12


Patient 10.3 seconds 9.4 – 11.3

INR 0.95

A.P.T.T

Control 32.5 Seconds 27.1 – 36.7

patient 35 seconds 27.7 – 40.2

Diff Count

Basofil 0 % 0-1

Eosinophil 2 % 1-3

Band Neutrophil 3 % 2-6

Segment Neutrophil 68 % 50 -70

Lymphocyte 24 % 25 - 40

Monocyte 3 % 2-8

Elektrolit

Na 140 mmol/L 137-145

K 4,2 mmol/L 3.6-5.0

Cl 104 Mmol/L 98-107

Darah Rutin
Hb 12.5 Gr/dl 11.7 – 15.5

Ht 37.5 % 35 - 47

Leukosit 6.42 Rb/ul 3.6 - 11

Trombosit 270 Rb/ul 150-440

Foto Thorax PA per tanggal 24 Januari 2019

Paru : Normal
Mediastinum : Normal
Trakea dan Bronkus : Normal
Hilus : Normal
Pleura : Normal
Diafragma : Normal
Jantung CTR : <50%
AORTA : Normal
Vertebra Thoracal dan tulang-tulang lainnya : Normal
Jaringan Lunak : Normal
Abdomen yang tervisualisasi : Normal
Leher yang tervisualisasi : Normal

EKG per tanggal 27/2/19

Sinus Rythm
Foto pedis sinistra per tanggal 25 / 1 / 19 AP, oblique view

Findings : terpasang fiksasi eksterna pada regio pedis sinistra, kedudukan pedis sinistra valrus

Impression : terpasang fiksasi eksterna pada regio pedis sinistra, kedudukan pedis sinistra
valrus

1.12 DIAGNOSIS
Neglected Congenital Talipes Equinovarus

1.13 TINDAKAN :
Dilakukan Operasi Subtalar Arthrodesis Sinistra pada tanggal 28/2/19
Foto pedis sinistra per tanggal 1 / 3 / 19 AP, oblique view

Findings : terpasang fiksasi eksterna pada regio pedis sinistra, kedudukan pedis sinistra valrus

Impression : terpasang fiksasi eksterna pada regio pedis sinistra, kedudukan pedis sinistra
valrus

1.14 PROGNOSIS
AD VITAM : Bonam
AD FUNCTIONAM : Dubia Ad Bonam
AD SANATIONAM : Dubia Ad Bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI
Kaki merupakan organ anggota gerak yang berfungsi sebagai penyangga beban tubuh
manusia dalam keadaan berdiri serta mampu memindahkan posisi saat sedang dalam keadaan
berpijak. Secara spesifik, kaki terletak distal dari sendi ankle dan terdiri dari mata kaki,
metatarsal dan jari-jari kaki. Fungsi kaki secara anatomis dan fisiologis dapat bekerja dengan
baik dengan adanya bantuan dari struktur-struktur seperti tulang, otot serta ligamen.

A. Tulang
Secara keseluruhan, kaki manusia memiliki 26 buah tulang. Ke-26 tulang ini terdiri dari 7
tulang tarsal, 5 metatarsal dan 14 falang. Tulang-tulang ini kemudian dikelompokkan lagi
berdasarkan letaknya pada segmen fungsional kaki, yaitu:
1. Hindfoot (segmen posterior)
Terdiri dari talus dan kalkaneus, yang merupakan bagian proksimal tulang tarsal.
● Talus adalah bagian paling superior dari kaki dan terletak di atas tulang
kalkaneus. Selain berartikulasi dengan tulang kalkaneus, talus juga
berartikulasi dengan tulang tibia dan fibula untuk membentuk sendi
ankle, serta dengan tulang navikular pada sisi medial kaki.
● Kalkaneus merupakan tulang yang terletak di bawah talus. Kalkaneus
berproyeksi ke belakang dari sendi ankle untuk membentuk tumit.
Bagian posterior dari tumit dibagi lagi menjadi regio atas, tengah dan
bawah, dimana pada regio tengah merupakan tempat menempelnya
tendon akiles.
2. Midfoot (segmen tengah)
Terdiri dari 5 tulang tarsal yaitu navikular yang merupakan bagian intermediate
tulang tarsal serta tulang kuboid, kuneiform lateral, kuneiform intermedia dan
kuneiform medial yang merupakan bagian distal dari tulang tarsal.
● Tulang navikular berbentuk seperti perahu dan terletak di sisi medial
dari kaki. Navikular berartikulasi dengan talus pada bagian belakang
dan dengan tulang tarsal bagian distal pada sisi depan dan lateralnya.
● Tulang kuboid (berasal dari kata yunani ‘kubus’) berartikulasi dengan
kalkaneus pada posterior, dengan kuneiform lateral pada sisi medial
serta dengan dasar dari metatarsal lateral pada sisi anteriornya.
● Tulang kuneiform terdiri dari 3 yaitu kuneiform lateral, intermedia dan
medial. Selain berartikulasi dengan satu sama lain, tulang tersebut juga
membentuk sendi dengan navikular pada sisi posterior dan ketiga
metatarsal bagian medial pada bagian posteriornya.
3. Forefoot (segmen anterior)
Terdiri dari 5 metatarsal dan 14 falang
● Metatarsal: tulang metatarsal terdiri dari metatarsal I sampai V, dimana
I yang membentuk ibu jari dan V membentuk kelingking. Setiap dari
metatarsal memiliki bagian kepala pada ujung distalnya, batang yang
memanjang pada bagian tengah dan dasar pada ujung proksimalnya.
● Falang: Merupakan tulang jari-jari kaki. Setiap jari kaki memiliki 3
falang (proksimal, tengah dan distal), kecuali pada ibu jari dimana
hanya memiliki 2 bagian yaitu proksimal dan distal.

Gambar 1. Anatomi susunan tulang dari kaki1


B. Persendian dan Ligamen
Tulang-tulang di atas kemudian akan membentuk sendi yang berfungsi untuk mengatur
pergerakan dari kaki. Sendi-sendi tersebut adalah:
● Artikulatio talocruralis (sendi ankle)
Merupakan sendi tipe sinovial yang meliputi tulang talus serta tulang tibia dan fibula.
Sendi ini memegang peran untuk gerakan plantar fleksi, dorsofleksi serta sedikit dari
abduksi dan adduksi pergelangan kaki.
○ Pada sisi medial, sendi ini disokong oleh ligamen deltoid (terdiri dari ligamen
tibionavikularis, kalkaneotibialis dan talotibialis anterior serta posterior)
○ Pada sisi lateral, sendi ini disokong oleh ligamen talofibularis anterior dan
posterior serta ligamen kalkaneofibularis.

Gambar 2. Ligamen medial dan lateral sendi talocruralis1

● Artikulatio talotarsalis
Terdiri dari 2 buah sendi terpisah akan tetapi secara fisiologis merupakan 1 kesatuan,
yaitu artikulatio talokalkanearis (subtalar) dan artikulatio talokalkaneonavikularis.
Fungsi dari sendi ini adalah untuk inversi dan eversi dari kaki.
○ Artikulatio subtalar: sendi di antara permukaan inferior talus bagian posterior
dengan permukaan superior dari kalkaneus. Sendi ini diperkuat oleh ligamen
talokalkaneus lateral, medial, posterior dan interoseus.
○ Artikulatio talokalkaneonavikularis: sendi antara kepala talus dengan
kalkaneus dan ligamen kalkaneonavikular (ligament spring) pada bagian
bawah dan dengan tulang navikular di bagian depan. Ligamen yang
memperkuat adalah ligamen tibionavikular, kalkaneonavikular plantaris dan
ligamen bifurkatum.
● Artikulatio tarsotransversa (CHOPART): disebut juga sebagai sendi midtarsal atau
“surgeon’s tarsal joint”yang sering menjadi tempat amputasi kaki. Sendi ini terdiri
dari artikulatio talonavikular dan artikulatio kalkaneokuboid.
● Artikulatio tarsometatarsal (LISFRANC): sendi di antara basis os metatarsal I-V
dengan permukaan sendi distal pada os kuneirofmis I-III.
● Artikulatio metatarsofalangeal: berfungsi untuk pergerakan fleksi-ekstensi serta
abduksi dan adduksi dari sendi metatarsal
● Artikulatio interfalangeal: berfungsi untuk pergerakan fleksi-ekstensi serta abduksi
dan adduksi dari interfalang.

Gambar 3. Sendi tarsometatarsal, metatarsofalangeal dan interfalangeal1


C. Otot
● Otot-otot ekstrinsik: merupakan otot-otot yang berorigo dan bekerja di luar kaki. Otot
tersebut meliputi otot gastrocnemius dan soleus yang berfungsi untuk plantarfleksi.
Selain kedua otot ini, otot ekstrinsik kaki dibagi lagi menjadi 3:
○ Kelompok lateral: terdiri dari m. peroneus longus dan brevis yang berfungsi
untuk eversi pergelangan kaki
○ Kelompok anterior: terdiri dari m. tibialis anterior untuk inversi dan
dorsofleksi pergelangan kaki, m. ekstensor hallucis longus untuk membantu
dorsofleksi pergelangan kaki, m. ekstensor digitorum longus untuk ekstensi
jari-jari kaki
○ Kelompok medial: m. tibialis posterior untuk inversi pergelangan kaki dan
plantar fleksi, m. fleksor hallucis longus untuk fleksi falang dan ibu jari kaki
serta m. fleksor digitorum longus untuk fleksi jari-jari kaki.
● Otot-otot intrinsik: merupakan otot-otot yang berorigo dan berinsersi pada kaki. Otot
ini terdiri dari 4 lapisan dan berfungsi untuk memodifikasi kerja dari tendon-tendon
panjang serta untuk gerakan halus dari jari kaki. Semua lapisan dari otot intrinsik
dipersarafi oleh nervus tibialis cabang medial dan lateral, kecuali m.extensor
digitorum brevis yang diinervasi oleh n. fibularis.

Gambar 4. Lapisan pertama dan kedua otot intrinsik kaki1


Gambar 5. Lapisan ketiga dan keempat otot intrinsik kaki1
2.2 DEFINISI
Neglected clubfoot merupakan suatu kelainan bawaan yang menyebabkan kecacatan
pada alat gerak. CTEV adalah deformitas yang meliputi fleksi dari pergelangan kaki, inversi
dari tungkai, adduksi dari kaki depan dan rotasi media dari tibia. Sekitar 80% anak yang lahir
dengan neglected clubfoot berasal dari negara berkembang namun kebanyakan dari mereka
tidak mendapat pelayanan medis yang sesuai.2 Anomali ini terjadi pada bulan ke 3 kehidupan
intrauterin dan ditandai dengan disfungsi aspek posterior dan medial dari tungkai bawah dan
pergelangan kaki. Otot-ototnya lebih kecil dan terjadi peningkatan sintesis kolagen yang
mengakibatkan fibrosis pada ligamen tarsal posteromedial, deep fascia, tendon Achilles, dan
tendon posterior tibialis.3 Talipes berasal dari kata talus (ankle) dan pes (foot), menunjukkan
suatu kelainan pada kaki (foot) yang menyebabkan penderita berjalan pada anklenya.
Sedangkan equinovarus berasal dari kata equino dan varus (bengkok ke arah dalam/medial).3

2.3 EPIDEMIOLOGI
Prevalensi neglected clubfoot rata-rata sekitar 1 per 1000 kelahiran hidup. 50% bayi
dengan kelainan ini bersifat bilateral, dan kelainan bentuk unilateral lebih sering terjadi pada
sisi sebelah kanan. Prevalensi global CTEV diperkirakan antara 0,6 dan 1,5 per 1000
kelahiran hidup dengan presentasi sekitar 80%. Menurut perkiraan 2014 oleh Global Clubfoot
Initiative, prevalensi CTEV adalah 1,4 per 1.000 kelahiran hidup di Swedia. Di Australia,
prevalensi lebih tinggi di antara populasi Aborigin daripada populasi Kaukasia, masing-
masing 3,5 dan 1,1 per 1.000 kelahiran hidup. Prevalensinya adalah 0,76 per 1000 kelahiran
hidup di Filipina dan 0,9 per 1.000 kelahiran hidup di India. Sebuah studi menggunakan data
yang dikumpulkan dari 10 program pengawasan cacat lahir di AS menunjukkan prevalensi
keseluruhan CTEV adalah 1,29 per 1.000 kelahiran hidup; 1,38 di antara kulit putih non-
hispanik; 1,30 pada hispanik dan 1,14 di antara kulit hitam non-Hispanik atau Afrika-
Amerika.4
Sebuah tinjauan baru-baru ini yang dilakukan oleh Smythe et al mengungkapkan
bahwa perkiraan yang dikumpulkan untuk prevalensi kelahiran CTEV di LMIC (low middle-
income countries) menurut wilayah WHO adalah 1,11 (0,96 hingga 1,26) di dalam wilayah
Afrika, 1,74 (1,69-1,80) di Amerika, 1,21 (0,73,-1,68 ) di Asia Tenggara (tidak termasuk
India), 1,19 (0,96-1,42) di India, 2,03 (1,54-2,53) di Turki (wilayah Eropa), 1,19 (0,98-1,40)
di wilayah Mediterania Timur, 0,94 (0,64-1,24) ) di Pasifik Barat (tidak termasuk Cina) dan
0,51 (0,50-0,53) di Cina. Dalam LMIC, prevalensi kelahiran CTEV bervariasi antara 0,51 dan
2,03 per 1000 kelahiran hidup.4

2.4 ETIOLOGI
Etiologi dari CTEV masih belum dapat dipastikan walaupun sudah dilakukan beberapa
penelitian, akan tetapi terdapat beberapa hipotesis yang cukup mendukung5.

1. Hipotesis ‘mechanical forces’ atau posisional


Suatu studi mengatakan bahwa CTEV disebabkan karena adanya tahanan dari uterus
ibu saat mengandung anak, sehingga hal ini akan menghambat pergerakan dan
perkembangan dari kaki janin. Tahanan dari uterus bisa saja disebabkan karena ibu
mengalami oligohidramnion, akan tetapi teori ini masih diperdebatkan.
2. Hipotesis tulang/sendi
Hipokrates mengatakan bahwa salah satu penyebab anomali ini adalah adanya
gangguan pada pembentukan tulang seperti pada proses osifikasi. Abnormalitas dan
deformitas dapat terjadi pada serangkai kombinasi tulang kaki sehingga menyebabkan
CTEV.
3. Hipotesis jaringan ikat
Hipotesis ini mengatakan bahwa penyebab utama dari CTEV adalah adanya gangguan
pada sistem jaringan ikat, yang ditandai dengan ditemukannya banyak kasus fibrosis
plantaris pada anak-anak dengan CTEV. Suatu studi yang meneliti mengenai penyakit
ini menemukan bahwa pada pasien dengan CTEV, terdapat kelainan otot, tendon,
fascia dan elemen jaringan lunak lainnya yang tidak ditemukan pada orang normal.
4. Hipotesis vaskular
Hipotesis ini pertama kali dikeluarkan pada tahun 1980, dimana pada 12 kasus pasien
dengan CTEV yang diteliti, ditemukan semuanya memiliki gangguan vaskular berupa
adanya hambatan pada salah satu atau lebih cabang arteri pada kaki. Pasien dengan
CTEV mengalami atrofi pada betis sisi ipsilateral, menandakan adanya penurunan
perfusi dari arteri tibialis anterior pada masa pertumbuhan janin.
5. Hipotesis sindrom neurologis
Hipotesis ini pertama kali dicetuskan karena berdasarkan pengamatan, CTEV
seringkali terjadi bersamaan dengan sindrom neurologis lainnya seperti spina bivida.
Suatu penelitian juga melaporkan sebanyak 18 dari 44 kasus CTEV mengalami
abnormalitas konduksi saraf pada level tulang belakang6.
6. Hipotesis gagal berkembang
Pada fase perkembangan anggota gerak janin (9-38 minggu), kondrifikasi dan
osifikasi dari kaki sudah terjadi sempurna, kavitasi sendi dan pembentukan ligamen
sudah selesai dan anggota gerak bagian bawah berotasi secara medial. Proses rotasi
ini menyebabkan telapak kaki terletak datar pada bagian bawah, bukan menekuk ke
arah dalam. Beberapa studi mengatakan bahwa terdapat gangguan pada proses ini
sehingga rotasinya tidak terjadi secara sempurna.

2.5 PATOLOGI ANATOMI


Patologi anatomi dari CTEV dapat dibagi menjadi 2 yaitu yang terkait dengan tulang
dan sendi dan yang terkait dengan jaringan lunak (ligamen, otot, dan tendon).

Patoanatomi Tulang dan Sendi


Talus adalah tulang yang paling terpengaruh pada CTEV. Talus menjadi terbalik pada
mortle pergelangan kaki. Trochlea menjadi lebih pendek dari biasanya. Hanya bagian
posterior talus yang berartikulasi dengan tibia pada sendi pergelangan kaki sedangkan bagian
anterior hanya ditutupi dengan kapsul sendi pergelangan kaki yang tipis dan renggang.
Biasanya, bagian talus yang paling posterior adalah ekstraartikular. Namun pada neglected
clubfoot dengan fleksi plantar yang parah, bagian posterior talus menjadi intraartikular dan
ditutupi oleh kapsul sendi. Leher talus berkembang menjadi angulasi medial yang signifikan
dan kepala menjadi wedge-shaped. Ada dua permukaan talus yaitu anterolateral dan
anteromedial. Permukaan anterolateral talus dibiarkan terbuka oleh navicular yang displaced
secara medial dan hanya ditutupi oleh kapsul sendi tipis yang renggang dan kulit. Permukaan
anteromedial sekarang berartikulasi dengan navicular yang displaced secara medial dan
proksimal.
Navicular juga sangat terpengaruh pada neglected clubfoot. Navicular rata atau
wedge-shaped dan medially displaced, aduksi dan inverse. Hal ini berartikulasi dengan
permukaan anteromedial talus dan dalam beberapa kasus yang parah, bahkan memiliki
artikulasi semu dengan malleolus medial. Posterior tibialis yang membesar melekat pada area
yang luas pada navicular bersama dengan medial malleolus.
Kalkaneus juga mengalami perubahan yang signifikan. Badan calcaneus sangat
plantarflexed dan membungkuk secara medial. Calcaneus adduksi dan proses lateral
calcaneum berada di bawah talus. Dalam kasus-kasus parah yang terabaikan, badan calcaneus
juga mengalami perubahan parah dan dapat berbentuk bean-shaped. Sumbu dari calcaneum
dan talus sejajar satu sama lain. Kuboid juga displaced secara medial pada sendi calcaneo-
cuboid sehingga hanya permukaan medial dari prosesus anterior calcaneum yang
berartikulasi dengan kuboid.
Cuneiforms dan metatarsal juga mengalami perubahan sekunder. Cuneiforms
displaced secara medial dan memiliki artikulasi yang tidak teratur dengan navicular dan
berbentuk kuoids. Metatarsal menjadi pendek.
Sendi talonavicular medially displaced sepenuhnya. Artikulasi ini antara permukaan
anteromedial talus dan permukaan proksimal navicular. Di sana berkembang pseudoartikulasi
antara navicular dan tibia (pada medial malleolus) dan juga antara navicular dan calcaneum.
Tiga sendi talcalcaneal (anterior, middle, dan posterior) juga menjadi abnormal. Sisi
anterior tetap sangat sempit sedangkan sisi tengah bervariasi. Sisi posterior pendek.
Sustentaculum tali dibiarkan terbuka. Pada neglected clubfoot yang sangat parah, sendi talo-
kalkanealis hampir berada pada poros weight-bearing karena inversi yang parah sehingga
talus mengambil posisi weightbearing.
Orientasi sendi calcaneocuboid sangat penting untuk pengobatan neglected clubfoot.
Sendi calcaneocuboid sangat oblique dengan cuboid yang subluksasi anterior dan medial
sedangkan aspek lateral calcaneum dibiarkan terbuka. Sendi lain dari kaki (yaitu
intercuneiforms dan intermetatarsals) mengikuti perjalanan sendi utama dari midfoot dan
hindfoot. Poin yang perlu diingat adalah bahwa dua metatarsal pertama adalah pronasi
sementara lateral three metatarsal adalah supinasi. Tingkat pronasi akan menentukan cavus,
yang nantinya akan menentukan kaki berjalan di perbatasan lateral atau permukaan dorsal.7

Patoanatomi Jaringan Lunak (Ligamen, Otot dan Tendon)


Jaringan lunak dalam clubfoot juga mengalami sejumlah perubahan sekunder yang
signifikan dan diklasifikasikan sebagai berikut:
1) Perubahan Otot
Trisep surae dan tendoachilles adalah terkena dampak paling parah di antara semua tendon
otot pada neglected clubfoot. Tingkat keparahan neglected clubfoot tergantung pada jumlah
pemendekan tendoachilles. Triceps surae dan tendoachilles foreshortened dan tendon secara
signifikan lebih panjang dari otot. Tendoachilles dimasukkan secara medial pada kalkaneus
dan merupakan salah satu kekuatan deformasi untuk menarik tumit pada varus.
Di antara unit tendon otot yang terkena, tibialis posterior adalah yang paling penting.
Posterior tibialis menjadi sangat luas dan mengalami hipertrofi dan dimasukkan pada area
yang sangat luas pada permukaan inferomedial navicular dan medial cuneiform. Hal ini
merupakan penyebab paling penting dari supinasi kaki. Dalam beberapa kasus yang sangat
parah, tibialis posterior juga tampaknya memiliki band fibrous tebal tambahan yang melekat
pada kuboid, yang menarik kuboid secara medial. Hal ini mengarah pada displacement
signifikan sendi calcaneocuboid.
Tibialis anterior mengalami sejumlah hipertrofi. Hal ini lebih jelas terlihat pada clubfoot yang
tidak dirawat dengan sempurna, di mana tibialis anterior menyebabkan deformasi supinasi
dinamis selama fase gait. Otot-otot lain dari kompartemen fleksor kaki juga mengalami
foreshortening yang mengakibatkan clawing.
2) Perubahan Ligamen dan Jaringan Lunak lainnya
Plantar fasia sangat ketat dan menghasilkan komponen cavus deformitas. Jumlah ketatnya
plantar fascia dan cavus menentukan cara berjalan pada orang dengan clubfoot. Jika cavus
cukup parah maka anak akan berjalan di tepi lateral kaki. Namun jika cavusnya sangat parah,
anak mulai berjalan di permukaan dorsal kaki, membuat ambulasi normal menjadi sangat
sulit.
Dalam ligamen, lapisan dalam ligamentum deltoid sangat tebal dan membentuk bagian dari
pseudoartikulasi antara medial malleolus dan navicular yang displaced secara medial.
Ligamen tibianavicular dan calcaneonavicular menebal dan memendek. Ligamen pada
medial, plantar dan aspek posterior kaki mengalami penebalan yang parah dengan
pemendekan dan merupakan penghalang utama terhadap pengobatan manipulatif tertutup
yang efektif pada neglected clubfoot. Di antara mereka, ligamen talo-calcaneal medial dan
ligamen plantar calcaneonavicular sangat penting. "Knot of Henry" yang eponymous menjadi
band fibrous tebal yang memanjang dari permukaan navicular hingga permukaan plantar dari
medial cuneiform dan talus neglected clubfoot.7

2.6 MANIFESTASI KLINIS


CTEV biasanya dapat langsung terdeteksi pada saat lahir, dimana dapat terlihat bahwa
kaki pasien akan berputar ke arah dalam sehingga tumit akan menghadap ke arah
posteromedial. Secara lebih spesifik, mata kaki akan mengalami equinus, tumit inversi dan
kaki bagian depan adduksi serta supinasi. Pada beberapa kasus, akan ditemukan kavus dan
talus akan menonjol ke arah permukaan dorsolateral.
Pada kasus CTEV yang terabaikan, deformitas yang ditemukan biasanya lebih parah
seiring dengan bertambahnya usia pasien, dikarenakan anak yang tumbuh akan memiliki
beban tubuh yang lebih besar pula. Kaki yang seharusnya tidak dapat menahan beban yang
terlalu berat akibat abnormalitasnya pun akan mendapatkan beban dari berat badan yang
semakin bertambah, sehingga meningkatkan tingkat deformitas. Manifestasi lain yang dapat
ditemukan meliputi:
● Hipoplasia tibia, fibula dan tulang-tulang kaki ringan
● Berbagai kekauan kaki terutama pada saat manipulasi. Kaki seringkali tidak dapat
diabduksikan maupun dieversikan. Hal ini yang membedakan kaki equinovarus
paralisis dan postural (dimana posisinya dapat dikembalikan secara manual dengan
mudah).
● Ibu jari kaki terlihat relatif memendek
● Terdapat ketidakseimbangan otot-otot tungkai bawah seperti m. tibialis anterior dan
posterior lebih kuat sedangkan otot-otot peroneal lemah dan memanjang.8

2.7 POLA DEFORMITAS


Sama seperti kelainan bentuk neglected clubfoot pada periode neonatal dan infantil, ada
beberapa pola kelainan bentuk neglected clubfoot. Walaupun semua komponen utama
deformitas, yaitu cavus, adductus kaki depan, tumit varus, dan equinus terdapat pada semua
pasien, kombinasi yang tepat adalah faktor penyebab utama untuk tipe deformitas tertentu.
Akibatnya, ada berbagai kaki dengan berbagai tingkat kekakuan, mobilitas dan kelainan
bentuk. Hal ini mengarahkan beberapa peneliti untuk mengklasifikasikan deformitas pada
neglected clubfoot menjadi tiga pola deformitas karena modalitas pengobatan diikuti dan
prognosis tergantung pada masing-masing pola ini.8
1) Cukup fleksibel: Kaki dapat dikoreksi ke posisi netral
2) Cukup kaku: Ada beberapa koreksi tetapi tidak ke posisi netral dan deformitas yang terjadi
cukup parah.
3) Kaku: Hampir tidak ada koreksi deformitas.
Klasifikasi dapat diterapkan baik untuk seluruh kaki, atau secara terpisah pada midfoot dan
hindfoot. Selain itu, klasifikasi standar Pirani dan Dimeglio masih dapat digunakan sebagai
tambahan.
Derajat tingkat cavus tetap akan menentukan bagaimana anak berjalan. Jika kavus tidak
parah, atau fleksibel maka anak akan cenderung berjalan dengan lateral kaki dan kaki depan
masih menghadap ke depan. Sementara pada tingkat yang lebih parah dari cavus anak
berjalan pada permukaan dorsal. Dalam kedua scenario klinis, derajat equinus dari kaki
belakang tidak mudah terlihat ketika berdiri tetapi menjadi lebih terlihat ketika adduksi kaki
depan dikoreksi.8
2.8 KLASIFIKASI
Terdapat berbagai klasifikasi clubfoot dalam literature. Dimeglio menyebutkan 4
kategori clubfoot berdasarkan joint motion dan kemampuan untuk mengurangi deformitas.8
1. Soft foot disebut juga postural foot dapat diobati dengan fisioterapi dan perawatan
casting standard
2. Soft > Stiff terjadi pada 33% kasus. Biasanya kaki panjang yang yang lebih dari 50%
dapat direduksi dan dirawat dengan casting dan mencapai koreksi total setelah 7-8 bulan, jika
tidak maka dibutuhkan tindakan pembedahan.
3. Stiff > Soft terjadi pada 61% kasus. Kurang dari 50% dapat direduksi setelah fisioterapi
dan casting. Jika persyaratan khusus diperlukan, setelah pengobatan maka dapat dilakukan
operasi.
4. Stiff Foot Isteratologis dan rumit untuk diperbaiki. Ini merupakan deformitas equinus
bilateral yang parah dan membutuhkan perbaikan bedah yang luas.
Gambar 6. Klasifikasi Dimeglio8
Pirani Score :
Diunakan untuk mengevaluasi pasien, untuk melihat perkembangan dari penyakit serta
menilai kapan akan dilakukan tindakan operasi “tanektomi”.
1. Enam tanda dinilai
○ Skor bergantung pada tigkat keparahan - 0, 0.5, or 1
○ 3 Signs in Midfoot
○ 3 Signs in Hindfoot
2. Skor total bervariasi dari 0-6 dijumlahkan sebagai Midfoot dan Hindfoot Contracture
Score :

MID FOOT CONTRACTURE SCORE

1. Medial Crease (MC)


■ Nilai kedalaman kerutan dan keberadaan kerutan lainnya
■ Jika kerutannya minimal 0, 2 atau 3 kerutan sedang skor 0.5, dan jika
ada satu kerutan yang dalam, dimana dasarnya tidak dapat dinilai
skornya 1.
2. Curved Lateral Border (CLB)
■ Pastikan kaki pasien relaks.
■ Observasi dari aspek plantar, dan gunakan pulpen tahan pada “lateral
edge of calcaneum”
■ Nilai titik batas lateral dari kaki, dimana deviasi dari garis lurus.
■ Jika batas dari kaki (termasuk phalanges) lurus dan tanpa deviasi,
skornya 0. Jika deviasinya pada level metatarsalis, skor 0.5. Jika
deviasi pada calcaneo-cuboid joint, skornya 1.
3. Lateral Head of Talus (LHT)
■ Palpasi kepala dari talus.
■ Posisi ibu jari pemeriksa pada talus, kemudian perlahan koreksi posisi
kaki.
■ Jika Talus sepenuhnya tertutupi di bawah navikular, skor 0.Jika
bergerak sebagian tetapi tidak sepenuhnya tertutupi, skor 0.5. Jika talus
tidak bergerak, skor 1.

HIND FOOT CONTRACTURE SCORE

1. Posterior Crease (PC)


■ Perlahan-perlahan, koreksi plantarfleksi (equinus)
■ Nilai kedalaman lipatan dan keberadaan lipatan lain
■ Jika lipatannya minimal, skor 0, dua atau tiga lipatan sedang 0.5, dan
satu lipatan dalam yang dasarnya tidak dapat dilihat, skor 1.
2. Empty Heel (EH)
■ Palpasi perlahan calcaneum pada heel.
■ Jika calcaneum mudah teraba, skor 0. Skor 0.5 jika calcaneum teraba
agak dalam. Jika calcaneum sulit untuk diraba, skor 1. (0 seperti
meraba dagu, 0.5 seperti meraba ujung hidung, dan 1 seperti meraba
bagian menonjol dari telapak tangan).
3. Rigid Equinus (RE)
■ Perlahan-lahan, koreksi posisi plantarfleksi.
■ Nilai kemampuan untuk dapat dorsofleksi: able to dorsiflex beyond
plantigrade = 0, able to reach plantigrade (or 90°) = 0.5, unable to
reach plantigrade (or 90°) = 1.

2.9 DIAGNOSIS
CTEV dapat didiagnosis melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang. Pada anamnesis dapat diketahui riwayat pasien, sedangkan pada pemeriksaan
fisik inspeksi kaki, biasanya akan ditemukan betis pasien terlihat kurus, serta terdapat
deformitas yang cukup mencolok yaitu equinus pada pergelangan kaki, varus pada hindfoot
dan adduksi serta supinasi pada forefoot. Pemeriksaan palpasi dapat digunakan untuk
menentukan derajat deformitas pasien. Setelah dilakukan pemeriksaan fisik, dapat dilakukan
pemeriksaan penunjang untuk mengetahui lebih lanjut.
Pemeriksaan penunjang yang paling sering digunakan pada kasus CTEV adalah xray.
Posisi yang dipilih adalah anteroposterior (AP) dengan dan tanpa mengaplikasikan beban,
serta posisi lateral. Tujuannya adalah untuk menilai apakah terdapat deformitas osteo-
artikular serta melihat fleksibilitas. Parameter radiologi yang seringkali digunakan adalah
sudut talokalkaneus pada proyeksi AP dan lateral9.
Gambar 7. Foto Xray AP dan Lateral pada kaki kanan pasien dengan CTEV (pre-operasi)10

Selain itu, dikatakan bahwa pemeriksaan sendi talonavikularis dapat digunakan


sebagai faktor prediktor untuk hasil operasi. Selain Xray, pemeriksaan penunjang lain yang
dapat digunakan adalah Ultrasonografi (USG). USG digunakan untuk mendiagnosis CTEV
selama masa pertumbuhan janin di dalam kandungan, akan tetapi data menyimpulkan 10-
20% kasus CTEV yang didiagnosis dengan USG sebelum kelahiran sebenarnya hanya
memiliki kelainan posisional saja. CT scan dan MRI dapat digunakan untuk membantu
mendiagnosis kelainan lain seperti ankylosis serta deformitas struktural dari elemen tarsal.

2.10 TATALAKSANA
CTEV biasanya didiagnosis segera setelah lahir hanya dengan melihat penampilan
kaki bayi. Tatalaksana CTEV biasanya dimulai dengan tatalaksana nonsurgikal dan dimulai
sesegera mungkin setelah bayi lahir.11
Tatalaksana Nonsurgikal
Metode Ponseti
Dr. Ignacio memelopori metode ini pada tahun 1940-an. Metode ini merupakan
metode spesifik casting, manipulasi serial CTEV dan operasi pemotongan tendon Achilles
(contoh : tenotomy). Ligamen dan tendon kaki dimanipulasi setiap minggu diikuti dengan
menerapkan cast fiberglass yang membantu membawa ligamen pada posisi semula (techorto).
Salah satu prinsip utama teknik ini adalah konsep bahwa jaringan-jaringan kaki bayi baru
lahir, termasuk tendon, ligamen, kapsul sendi, dan tulang-tulang tertentu, akan menghasilkan
manipulasi dan casting pada kaki dalam interval mingguan. Dengan menerapkan teknik ini
pada clubfoot dalam beberapa minggu pertama kehidupan, sebagian besar dapat berhasil
dikoreksi tanpa perlu operasi rekonstruksi besar.11
Proses korektif menggunakan teknik Ponseti dapat dibagi menjadi dua fase:
· Fase Perawatan – Pada fase ini kelainan diperbaiki sepenuhnya
Fase perawatan harus dimulai sedini mungkin, secara optimal dalam minggu pertama
kehidupan. Manipulasi dan casting dilakukan setiap minggu. Setiap cast menahan kaki pada
posisi yang dikoreksi dan memungkinkan untuk re-shape secara bertahap. Secara umum, lima
hingga enam cast diperlukan untuk memperbaiki alignment kaki dan pergelangan kaki. Pada
saat cast terakhir, mayoritas bayi (70% atau lebih tinggi) akan memerlukan prosedur bedah
perkutan untuk mendapatkan pemanjangan tendon Achilles yang memadai.
· Fase Pemeliharaan – Fase ini digunakan untuk mencegah rekurensi
Cast terakhir tetap di tempat selama tiga minggu, setelah itu kaki bayi ditempatkan ke dalam
perangkat ortotik yang dapat dilepas. Orthosis dikenakan 23 jam per hari selama tiga bulan
dan kemudian pada malam hari selama beberapa tahun. Kegagalan menggunakan orthosis
dengan benar dapat menyebabkan kekambuhan CTEV. Hasil yang baik telah ditunjukkan di
beberapa pusat, dan hasil jangka panjang menunjukkan bahwa fungsi kaki sebanding dengan
fungsi kaki normal.11

Manipulasi dan Casting – Metode Ponseti


- Casting pertama : Sebelum casting, posisi kaki depan dengan relasi tumit
menghasilkan cavus kaki. Pemasangan cast pertama mengatasi deformitas kaki, meluruskan
kaki depan dengan kaki belakang.
Gambar 10. Sebelum perawatan. Kelengkungan kaki yang disebut deformitas cavus, ditandai
dengan lipatan yang terlihat di bagian tengah kaki. Kaki miring ke bawah karena ketatnya
tendon Achilles.11

Gambar 11. Cast ponseti awal. Perhatikan posisi kaki depan agar sejajar dengan tumit,
dengan ujung luar kaki miring lebih jauh ke bawah karena kekencangan tendon Achilles.11

Gambar 12: Setelah cast pertama, kaki lurus dan cavus dan lipatan tidak lagi terlihat.11

Biasanya cast dipasang dalam dua tahap: pertama short-leg cast tepat di bawah lutut, yang
kemudian diperpanjang di atas lutut ketika plester dipasang. Hal ini lebih disukai pada anak-
anak yang lebih tua (lebih dari 2-3 bulan). Ponseti menekankan pentingnya long-leg casts,
yang penting untuk mempertahankan peregangan tendon dan ligamen yang memadai.11
- Casting Kedua : Setelah 1 minggu, cast pertama dihilangkan dan setelah periode
manipulasi singkat toe-to-groin plaster cast berikutnya diterapkan.

Gambar 13. Cast kedua diterapkan dengan tepi luar kaki masih miring ke bawah dan kaki
depan bergerak sedikit ke luar.11

Fase dalam proses manipulasi dan casting ini berfokus untuk meluruskan kaki, mensejajarkan
kaki depan dengan tumit. Perawatan dilakukan untuk menjaga kemiringan kaki; koreksi
kemiringan ini dikarena ketatnya pergelangan kaki. Sebelum melakukan casting, dokter akan
memanipulasi kaki depan sesuai dengan teknik yang dijelaskan Ponseti dengan hati-hati
untuk meregangkan kaki, menentukan jumlah koreksi yang dapat dipertahankan ketika
plaster cast diterapkan.
Poin penting lainnya dalam teknik Ponseti adalah bahwa tumit tidak pernah dimanipulasi
secara langsung. Koreksi bertahap dari hindfoot dan midfoot sedemikian rupa sehingga tumit
secara alami akan bergerak ke posisi yang benar.

- Casting Selanjutnya
Manipulasi dan casting dilanjutkan setiap minggu selama dua hingga tiga minggu ke depan
untuk meluruskan kaki depan secara bertahap. Hal ini memungkinkan kaki depan bergerak
sesuai dengan tumit.
Gambar 14. Cast ketiga. Tendon Achilles diregangkan, membawa tepi luar kaki ke posisi
yang lebih normal saat kaki depan diputar lebih jauh ke luar.11

Setelah empat atau lima cast diterapkan, kaki mulai kembali ke posisi normal.

- Tendon Achilles
Tendon Achilles adalah tendon di belakang pergelangan kaki yang memungkinkan
pergelangan kaki bergerak ke atas dan ke bawah. Pada anak-anak dengan CTEV tendon ini
memendek sehingga mencegah pergelangan kaki dari membengkok dengan benar. Pada
sebagian besar anak tendon harus diperpanjang untuk memungkinkan gerakan pergelangan
kaki yang cukup. Dalam teknik Ponseti, dilakukan dengan pelepasan tendon bedah perkutan
yang memungkinkan pergelangan kaki diposisikan pada sudut yang tepat dengan kaki.
Pelepasan perkutan ini merupakan prosedur cepat yang biasanya dilakukan melalui punktur
kecil, dalam anestesi lokal.11

- Casting terakhir : Kaki dan pergelangan kaki kemudian dipasang cast pada posisi akhir
yang dikoreksi
gambar 15. Cast terakhir diterapkan, dan tendon Achilles diregangkan lebih jauh dengan kaki
depan menunjuk ke atas.11

Biasanya sebanyak lima atau enam cast yang diperlukan untuk memperbaiki kaki dan
pergelangan kaki.

Denis Brown Bar


Denis Brown Bar juga dikenal sebagai foot abduction orthosis atau Denis Brown
splint juga berguna untuk mengobati clubfoot. Pengobatan ini memiliki bar dinamis yang
memungkinkan pergerakan independen setiap kaki sehingga menghasilkan peningkatan
toleransi bracing yang membuat pasien merasa nyaman. Rotasi pada bar diatur sekitar tujuh
puluh derajat rotasi eksternal untuk clubfoot dan sekitar empat puluh derajat rotasi eksternal
untuk kaki standar. Brace terikat hingga usia empat tahun dengan durasi waktu tiga bulan.
Minggu pertama setelah pemakaian brace membutuhkan lebih banyak perhatian dan tindak
lanjut untuk mengetahui adanya komplikasi.12
Tindak lanjut yang tepat pada interval satu dan tiga bulan dan latihan Range-of-
motion disarankan untuk meningkatkan fleksibilitas. Dalam beberapa kasus, brace
intolerance adalah salah satu alasan terbesar terjadinya masalah kembali. Masalah yang
terjadi diobati dengan casting ulang kemudian diikuti dengan prosedur pembedahan. Anak di
atas usia tiga tahun hanya membutuhkan casting serial hingga enam minggu untuk
memfasilitasi penguatan otot tanpa menggunakan foot abduction brace. Jika posisi tercapai,
berikutnya anak menjalani transfer tibialis tendon anterior ke third cuneiform.12
Gambar 16. Foot Abduction Braces12

Metode French
Metode French merupakan metode populer untuk perawatan clubfoot yang juga
menghindari perawatan bedah yang luas. Metode ini membutuhkan manipulasi harian dan
peregangan clubfoot pada bayi yang baru lahir dengan memberikan perawatan rutin dua
bulan diikuti dengan imobilisasi dengan adhesive taping untuk mempertahankan koreksi.12

Tatalaksana Surgikal
Jika manipulasi atau serial casting gagal maka operasi diperlukan. Koreksi
pembedahan biasanya tidak dilakukan hingga anak berusia antara enam dan sembilan bulan.
Perawatan bedah dilakukan untuk memperbaiki clubfoot dan meluruskan kaki pada posisi
semula. Prosedur bedah biasanya terdiri dari pelepasan dan perpanjangan tendon dan kapsul
sendi kaki. Pembedahan membutuhkan dua insisi dan penyisipan pin kecil untuk
memperbaiki koreksi kelainan bentuk. Pin dilepas dari kaki yang dioperasi setelah empat
sampai enam minggu setelah operasi dan cast ditempatkan dalam periode waktu 84 hari.
Klasifikasi tatalaksana surgical :
1. Pelepasan jaringan lunak yang melepaskan tendon / ligamen ketat di sekitar sendi dan
menghasilkan perpanjangan tendon. Langkah ini diperlukan pada sekitar 30-50% dari semua
pasien clubfoot. Transfer tendon memperbaiki tendon atau ligamen pada posisi yang tepat.
2. Osteotomi atau artrodesis merupakan prosedur yang dilakukan pada tulang. Metode
ini membuat tulang dan sendi lebih stabil, untuk memfasilitasi tulang tumbuh dengan kuat.
Pada anak berusia >5 tahun dilakukan bone procedure osteotomy. Anak berusia diatas 10
tahun atau jika tulang kaki sudah matur, dilakukan tindakan artrodesis triple yang terdiri atas
reseksi dan koreksi letak pada tiga persendian, yaitu : art. Talokalkaneus, art. Talonavikularis,
dan art. Kalkaneokuboid.
Laporan menunjukkan bahwa pelepasan jaringan lunak sirkumferensial radial pada aspek
medial, lateral, posterior dan planar pada usia dini memperoleh hasil yang baik. Expander
jaringan lunak juga membantu untuk penutupan kulit sebelum dilakukan operasi.12

Tatalaksana Neglected Clubfoot


Tatalaksana pada neglected clubfoot adalah tindakan pembedahan. Pembedahan
dilakukan untuk memperoleh kaki plantigrade yang dapat menggunakan sepatu. Jika tujuan
ini dapat dicapai, pembedahan bermanfaat bahkan jika mobilitas, bentuk dan ukuran kaki
tidak normal, dan sisa nyeri masih ada. Pembedahan bersifat invasif dan dapat menyebabkan
masalah kulit sering selama periode pasca operasi.13
Untuk anak berusia 5 - 12 tahun, operasi tulang merupakan bagian dari tatalaksana, dan
tingkat operasi tergantung pada jenis dan tingkat keparahan deformitas. Perawatan harus
dimulai dengan pemanjangan tendon diikuti dengan casting serial untuk mempersiapkan kaki
dan kulit untuk prosedur pembedahan dan prosedur jaringan lunak.13
· Triple Arthrodesis
Untuk anak-anak di atas 10 tahun, triple arthrodesis merupakan prosedur yang sering
digunakan untuk memperbaiki deformitas mayor pada pasien dengan neglected clubfoot.
Setelah usia 10 tahun, sekitar 90% kaki menjadi kaku dan risiko retardasi pertumbuhan
dengan menghilangkan tulang rawan yang terlibat dalam osifikasi enchondral berkurang.
Triple arthrodesis dapat dikaitkan dengan pelepasan posteromedial. Pelepasan posteromedial
dan plantar diikuti oleh casting serial dengan interval 10 hingga 15 hari. Tiga hingga lima
cast kemudian diubah, prosedur tulang tahap kedua seperti triple arthrodesis atau tarsal
wedge osteotomy kemudian dilakukan.13
· External Fixation
Teknik Ilizarov dapat digunakan untuk neglected clubfoot. Kelainan bentuk kaki yang parah
dapat diperbaiki secara progresif dan tanpa merusak suplai darah dan kulit. Cincin dipasang
pada tibia yang terhubung ke sebagian cincin untuk calcaneus dan forefoot. Untuk kelainan
bentuk yang lebih parah, gangguan osteogenesis melalui osteotomi dilakukan.
Casting setelah koreksi total tidak hanya melindungi tulang osteopenic sementara pin track
menyembuh, tetapi juga mempertahankan koreksi dan memungkinkan penumpukan berat
badan secara bertahap.12
· Talektomi
Talektomi adalah prosedur radikal yang awalnya digunakan untuk pengobatan clubfoot
nonidiopatik akibat myelodysplasia dan arthrogryposis. Prosedur ini kemudian digunakan
untuk koreksi neglected clubfoot. Namun teknik ini tidak selalu mencapai koreksi penuh pada
kaki yang cacat dan hampir selalu menciptakan persendian yang salah dan tidak selaras
antara tibia dan tulang tarsal. Sehinggga triple arthrodesis merupakan prosedur yang lebih
banyak digunakan.13
BAB III
ANALISA KASUS

Neglected clubfoot merupakan suatu kelainan bawaan yang menyebabkan kecacatan


pada alat gerak. CTEV adalah deformitas yang meliputi fleksi dari pergelangan kaki, inversi
dari tungkai, adduksi dari kaki depan dan rotasi media dari tibia. Berbagai teori mengenai
etiologi CTEV dikemukakan, tetapi pada kasus Nn. L, etiologi tidak diketahui dengan pasti.
Diagnosis CTEV dapat ditegakkan dengan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang. Pada Nn. L, pemeriksaan fisik ditemukan Forefoot dan midfoot inversi dan
adduksi (+), Sisi lateral kaki konveks, sisi medial konkaf, terdapat kerutan pada medial
plantar kaki (+), Hindfoot equines (+), tumit tertarik ke atas dan inversi, Kaki tidak dapat
dibuat posisi netral, Forefoot dan midfoot dapat diposisikan serta digerakkan pada posisi
dorsofleksi dan plantarfleksi, tetapi hindfoot tidak dapat digerakkan, Otot betis tidak
teregang, lingkar betis > 5cm. Kaki kiri tidak dapat dinilai karena tertutup gips. Berdasarkan
pemeriksaan fisik, klinisi juga dapat menilai pola deformitas antara cukup fleksible, cukup
kaku, dan kaku dimana pada Nn.L dapat dikatakan kaku karena ada kaki pasien tidak dapat
dikoreksi ke posisi normal dan deformitas yang terjadi cukup parah.
Terdapat berbagai klasifikasi clubfoot dalam literature. Berdasarkan klasifikasi
Dimeglio, pada Nn.L ditemukan :
1. Equinus assesment in the sagittal plane = 90% ( 4 poin )
2. Vanus assesment in the frontal plane = 90% ( 4 poin )
3. Derotation assesment of the calcaneal foot block in the horizontal plane= 90% ( 4
poin )
4 .Forefoot assensment in the relation to the hindfoot in the horizontal plane= 90% ( 4
poin )
5. Posterior fold ( 1 poin)
6. Medial fold (1 poin)
Sehingga total poin yang didapat oleh Nn.L adalah 18 poin dimana berdasarkan
klasifikasi Dimeglio masuk dalam Grade IV atau very severe
Tatalaksana CTEV biasanya dimulai dengan tatalaksana nonsurgikal dan dimulai
sesegera mungkin setelah bayi lahir. namun, pada kasus Nn.L, pasien sudah berusia 24 tahun
sehingga tatalaksana yang diberikan merupakan tatalaksana pembedahan. Pada kasus Nn.L,
pembedahan yang dilakukan adalah posteromedial release dan dilanjutkan dengan subtalar
arthrodesis sinistra. Berdasarkan literatur, pada kasus berat atau usia di atas 15 tahun,
pengobatan dengan soft tissue release saja memberikan hasil yang kurang baik, dengan resiko
terjadi rekuren dimana pada kasus tersebut akan menjadi lebih sulit dan lebih menyakitkan.
Kemudian, dari kasus yang sudah ada, pengobatan posteromedial release dan arthrodesis
memberikan hasil yang lebih baik dan mengurangi resiko terjadinya pseudoarthritis.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

1. Drake R, Vogl W, Mitchell A, Tibbitts R, Richardson P, Horn A. Gray’s Basic


Anatomy. Philadelphia: Churchill Livingstone; 2012
2. J. The Neglected Clubfoot. Techniques in Orthopaedics. 2005;20(2):153-166
3. Fletcher C. The Neglected Clubfoot. Global Journal of Medical Research : H
Orthopedic and Musculoskeletal System. 2017;17(1)
4. Ansar A, Rahman A, Romero L, Haider M, Rahman M, Moinuddin M et al.
Systematic review and meta-analysis of global birth prevalence of clubfoot: a study
protocol. BMJ Open. 2018;8(3):e019246
5. Miedzybrodzka Z. Congenital talipes equinovarus (clubfoot): a disorder of the foot
but not the hand. J Anat. 2003;202(1):37-42.
6. Nadeem RD, Brown JK, Lawson G, Macnicol MF. Somatosensory evoked potentials
as a means of assessing neurological abnormality in congenital talipes equinovarus.
Dev Med Child Neurol. 2000 Aug; 42(8):525-30
7. M. Neglected Clubfoot : Patho-anatomy and clinical features. iJPO. 2016;2(1)
8. 5. Wainwright A, Auld T, Benson M, Theologis T. The classification of congenital
talipes equinovarus. The Journal of Bone and Joint Surgery. 2002;.
9. Ganger R., Radler C., Handlbauer A., Grill F. External fixation in clubfoot treatment
– a review of the literature. J Pediatr Orthop B. 2012;21(1):52–58
10. Khanna M, Kumar M. Radiographic analysis of resistant and neglected clubfoot
treated by fixator. The Journal of Foot and Ankle Surgery. 2015; 2(2):71-73
11. The Ponseti Method for Clubfoot Correction: An Overview for Parents. Hospital for
Special Surgery. 2009. Available from: https://www.hss.edu/conditions_the-ponseti-
method-for-clubfoot-correction.asp
12. Kumari P. Congenital Clubfoot: A Comprehensive Review. Orthopedics and
Rheumatology Open Access Journal. 2017;8(1)
13. Dimeglio A, Canavese F. Management of resistant, relapsed, and neglected clubfoot.
Current Orthopaedic Practice. 2013;24(1):34-42.

Anda mungkin juga menyukai