Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN KASUS ILMU PENYAKIT SARAF

SUPRATENTORIAL MASS
SUSP. MENINGIOMA

Disusun oleh:
Reza Stevano – 01073180016

Pembimbing:
dr. Anyeliria Sutanto, Sp. S

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF


SILOAM HOSPITAL LIPPO VILLAGE - RUMAH SAKIT UMUM SILOAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
PERIODE 24 AGUSTUS 2020 – 26 SEPTEMBER 2020
TANGERANG
Reza Stevano – 01073180016 Laporan Kasus Ilmu Penyakit Saraf

BAB I.
ILUSTRASI KASUS

1.1. RESUME
Pasien Tn. A, lelaki usia 64 tahun, datang dengan keluhan penurunan kesadaran sejak 2 minggu
SMRS, yang memberat 2 hari SMRS. Keluhan dimulai 5 – 7 tahun yang lalu, dimana pasien
mengalami sefalgia bilateral ringan (VAS 2-3/10) hilang-timbul, terutama malam hari. Pasien
mengalami unknown onset atonic seizure berulang sejak 5 tahun yang lalu. Kejang tidak
terprovokasi oleh aktivitas fisik, tidak disertai aura ataupun gejala postictal. Pasien diberikan
diagnosis epilepsi dan konsumsi rutin divalproex sodium 500 mg 2 x 1 dan asam folat 1 mg 1
x 1. 3 – 4 tahun yang lalu, timbul tremor pada tangan kiri, yang meluas ke seluruh anggota
gerak dan memberat perlahan hingga mengganggu aktivitas sehari-hari. Pasien diberikan
diagnosis penyakit Parkinson, dan konsumsi levodopa 100 mg/ benserazide HCl 28,5 mg 3 x
1, dengan perbaikan. 6 bulan SMRS, pasien mengalami kejang kedua, dengan pola sama.
Setelahnya, pasien tampak lemas, menjadi inaktif, dan mulai mengalami gejala demensia
seperti sulit bicara, isi percakapan pasien kacau, dan terkadang berpikir bahwa ia masih tinggal
di kampung halaman. Sefalgia memberat, dan menjadi lebih sering. Sejak 2 minggu SMRS,
pasien tidak sanggup jalan dan lebih sering tidur, namun tetap dapat bicara dan walaupun tidak
lancar. 2 hari SMRS, pasien tidak responsif bila diajak bicara, dan tatapan tampak kosong.
Pasien memiliki kebiasaan merokok sekitar 12 batang per hari selama ± 40 tahun, namun telah
berhenti sejak 5 tahun SMRS.
Pada pemeriksaan fisik, ditemukan bahwa pasien memiliki ptosis oculi dextra, anisocoria
dengan diameter pupil 4 mm / 2mm, RCL (–/+), RCTL (–/–), dan keterbatasan pergerakan
kedua bola mata kepada sisi kanan. Pada pemeriksaan motorik, ditemukan kekuatan motorik
anggota gerak atas 3333/4444, dan anggota gerak bawah 2222/2222.

1.2. DIAGNOSIS
- Diagnosis klinis : Demensia, sefalgia sekunder, unknown onset atonic seizure,
Parkinsonisme (tremor, rigiditas), anisocoria, mydriasis OD, ptosis OD, RCL (–/+),
RCTL (–/–), keterbatasan pergerakan bola mata kepada sisi kanan, hemiparesis duplex.
- Diagnosis topis : Cortex cerebrii, CN II dextra, CN III dextra, ganglia basalis
- Diagnosis etiologis : Neoplasma
- Diagnosis patologis : Efek masa, edema

1
Reza Stevano – 01073180016 Laporan Kasus Ilmu Penyakit Saraf

1.3. DIAGNOSIS KERJA


1.3.1. Diagnosis kerja
1. SOL supratentorial hemisfer dextra susp. ec. meningioma
2. Parkinsonisme susp. ec. massa intrakranial ddx/ penyakit Parkinson
3. Epilepsy susp ec. massa intrakranial

1.3.2. Diagnosis banding


– SOL supratentorial hemisfer dextra ec. glioma
– SOL supratentorial hemisfer dextra ec. ependymoma
– SOL supratentorial hemisfer dextra ec. abses cerebri
– SOL supratentorial hemisfer dextra ec. tuberculoma
– SOL supratentorial hemisfer dextra ec. metastasis

1.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG


1.4.1. Pemeriksaan laboratorium

Hasil pemeriksaan laboratorium 23/08/2020.

JENIS PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI RUJUKAN


HEMATOLOGI
Hemoglobin 15,20 g/dL 13,20 – 17,30
Hematokrit 42,60 % 40,0 – 52,0
Eritrosit 4,70 106/μL 4,40 – 5,90
Leukosit 9,56 103/μL 3,80 – 10,60
Trombosit 167 103/μL 150,00 – 440,00
Laju endap darah 5 mm/jam 0 – 15
HITUNG JENIS
Basofil 1 % 0–1
Eosinofil 0 % 1–3
Neutrofil batang 3 % 2–6
Neutrofil segmen 66 % 50 – 70
Limfosit 22 % 25 – 40
Monosit 8 % 2–8
MCV, MCH, MCHC
MCV 90,60 fL 80,0 – 100,0
MCH 32,30 pg 26,0 – 34,0

2
Reza Stevano – 01073180016 Laporan Kasus Ilmu Penyakit Saraf

MCHC 35,70 g/dL 32,0 – 36,0


KIMIA
SGOT (AST) 23 U/L 0 – 40
SGPT (ALT) 17 U/L 0 – 41
Gula Darah Sewaktu 129 mg/dL < 200,00
Ureum 43,0 mg/dL < 50,00
Kreatinin 1,11 mg/dL 0,5 – 1,1
eLFG 69,80 mL/menit/1,73m2
ELEKTROLIT
Natrium (Na) 134 ↓ mmol/L 137 – 145
Kalium (K) 4,1 mmol/L 2,6 – 5,0
Klorida (Cl) 99 mmol/L 98 – 107
ANALISA GAS DARAH
Suhu 37,6°C
pH 7,44 7,350 – 7,450
pO2 120,00 ↑ mmHg 83,0 – 108,0
pCO2 24,10 ↓ mmHg 32,0 – 45,0
HCO3- 15,80 ↓ mmol/L 21,0 – 28,0
Total CO2 16,50 ↓ mmol/L 24,0 – 30,0
Base excess -6.90 ↓ mmol/L (-)2,40 – (+) 2,30
Saturasi O2 98,80 ↑ % 95,0 – 98,0
Natrium (Na+) 138,0 mmol/L
+
Kalium (K ) 3,20 mmol/L
Kalsium (Ca2+) 0,21 mmol/L
Hematokrit 26 % RNF

Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 24/08/2020.

JENIS PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI RUJUKAN


PT-APTT
Prothrombin time
Kontrol 11,40 detik 9,30 – 12,50
Pasien 11,40 detik 9,40 – 11,30
aPTT
Kontrol 32,40 detik 28,30 – 38,30
Pasien 29,80 detik 27,70 – 40,20

3
Reza Stevano – 01073180016 Laporan Kasus Ilmu Penyakit Saraf

1.4.2. Pemeriksaan pencitraan


I. Computed tomography thorax

Dilakukan pemeriksaan CT – low dose lung screening tanpa kontras IV potongan aksial mulai
dari suprasternal sampai abdomen atas, tanggal 24 Agustus 2020.

PENEMUAN:
TRAKEA: Normal.
KARINA: Normal.
BRONKUS UTAMA KANAN: Normal.
BRONKUS UTAMA KIRI: Normal.
BRONKUS RUL, RML, RLL: Normal.
BRONKUS LLUL, LLL: Normal.
BRONKUS SEGMENTAL: Normal.
PARU KANAN-KIRI: Penebalan pleura dan fibrosis pada apex paru kanan.
Penebalan pleura pada basal paru bilateral. Dependent atelectasis di aspek
posterior lobus bawah kedua paru akibat kurang inspirasi.
FISSURA: Normal.
PLEURA: Normal.
PERIKARDIUM: Normal.
JANTUNG: Normal.
PEMBULUH DARAH: Atherosclerotic heart vessel.
MEDIASTINUM: Normal.
KELENJAR GETAH BENING: Tampak pembesaran KGB berkalsifikasi pada
peribronkial kanan diameter ± 0,6 cm.
ESOFAGUS: Normal.
GASTROESOPHAGEAL JUNCTION: Normal.
ABDOMEN YANG TERVISUALISASI: Normal.
TULANG YANG TERVISUALISASI: Spondylosis thoracalis, dextroscoliosis
vertebra thoracalis.

KESAN:
Tidak tampak ground glass opacity/ crazy paving pattern pada kedua paru pada
saat ini yang mencurigakan gambaran viral pneumonia.
Penebalan pleura dan fibrosis pada apex paru kanan
Penebalan pleura pada basal paru bilateral
Tidak tampak efusi pleura maupun SOL/ massa paru – mediastinum.

4
Reza Stevano – 01073180016 Laporan Kasus Ilmu Penyakit Saraf

II. Computed tomography – Head without IV contrast

Dilakukan pemeriksaan CT kepala tanpa kontras IV potongan aksial mulai dari vertex sampai
basis cranii atas, tanggal 24 Agustus 2020.

PENEMUAN:
Tampak massa isodens lobulated dengan komponen kalsifikasi pada lobus
temporal kanan ukuran ± 6,7 x 5,6 x 5,9 cm disertai minimal edema perifokal.
MIDLINE SHIFT/EFEK MASSA: Midline shift ke kiri sejauh ± 0,48 cm.
PARENKIM CEREBRI: Normal
CORPUS CALLOSUM: Normal
BASAL GANGLIA: Normal
THALAMUS: Normal
KAPSULA INTERNA: Normal
MIDBRAIN: Normal
PONS: Normal
MEDULLA OBLONGATA: Normal
PARENKIM CEREBELLI: Normal
VENTRIKEL: Ventrikel lateralis kanan terobliterasi, ventrikel lateralis kiri
melebar, ventrikel III prominen, ventrikel IV tidak melebar.
SISTERNA, SULCI: Sulci cerebri kanan menyempit
FALX, TENTORIUM: Normal
KANALIS AKUSTIKUS INTERNUS: Normal
SELLA: Normal
CV JUNCTION: Normal
NASOFARING: Normal

5
Reza Stevano – 01073180016 Laporan Kasus Ilmu Penyakit Saraf

ORBITA: Normal
SINUS PARANASAL: Normal, concha nasalis inferior kiri menebal
TULANG: Deviasi septum ke kanan

KESAN:
Massa isodens lobulated dengan komponen kalsifikasi pada lobus temporal
kanan ukuran ± 6,7 x 5,6 x 5,9 cm disertai minimal edema perifokal
menyebabkan midline shift ke kiri sejauh ± 0,48 cm.
Rinitis kronik
Deviasi septum nasi ke kanan

III. Computed tomography – Head with IV contrast

Dilakukan pemeriksaan CT kepala dengan kontras IV potongan aksial mulai dari vertex sampai
basis cranii atas, tanggal 24 Agustus 2020.

PENEMUAN:
Tampak massa isodens lobulated menyangat heterogen pasca kontras dengan
komponen kalsifikasi pada lobus temporal kanan ukuran ± 6,7 x 5,9 x 5,4 cm
disertai minimal edema perifokal, massa melekat pada sella, parasella/sinus
cavernous sisi kanan, arteri carotis interna distal kanan akan tetapi tidak tampak
obliterasi dan pangkal nervus opticus kanan dan m. rectus orbita lateral kanan,
massa tampak mendesak mesencephalon sisi kanan.
MIDLINE SHIFT/EFEK MASSA: Midline shift ke kiri sejauh ± 0,48 cm.
PARENKIM CEREBRI: Normal
CORPUS CALLOSUM: Normal
BASAL GANGLIA: Normal

6
Reza Stevano – 01073180016 Laporan Kasus Ilmu Penyakit Saraf

THALAMUS: Normal
KAPSULA INTERNA: Normal
MIDBRAIN: Normal
PONS: Normal
MEDULLA OBLONGATA: Normal
PARENKIM CEREBELLI: Normal
VENTRIKEL: Ventrikel lateralis kanan terobliterasi, ventrikel lateralis kiri
melebar, ventrikel III prominen, ventrikel IV tidak melebar.
SISTERNA, SULCI: Sulci cerebri kanan menyempit
FALX, TENTORIUM: Normal
KANALIS AKUSTIKUS INTERNUS: Normal
SELLA: Normal
CV JUNCTION: Normal
NASOFARING: Normal
ORBITA: Normal
SINUS PARANASAL: Normal, concha nasalis inferior kiri menebal
TULANG: Deviasi septum ke kanan

KESAN:
Massa isodens lobulated menyangat heterogen pasca kontras dengan komponen
kalsifikasi pada lobus temporal kanan ukuran ± 6,7 x 5,9 x 5,4 cm disertai
minimal edema perifokal, massa melekat pada sella, parasella/sinus cavernous
sisi kanan, arteri carotis interna distal kanan akan tetapi tidak tampak obliterasi
dan pangkal nervus opticus kanan dan m. rectus orbita lateral kanan, massa
tampak mendesak mesencephalon sisi kanan à Suspek malignan
DD/ Malignant meningioma
Rinitis kronik
Deviasi septum nasi ke kanan

1.5. TATALAKSANA
1.5.1. Non-medikamentosa
- Monitor tingkat kesadaran dan tanda-tanda vital pasien.
- Konsultasi dokter SpBS untuk tindakan lanjut, pertimbangkan kraniotomi elektif.
- IVFD NaCl 0,9% 500 mL/ 8 jam.

1.5.2. Medikamentosa
Obat-obatan yang hanya diberikan sekali:
7
Reza Stevano – 01073180016 Laporan Kasus Ilmu Penyakit Saraf

Tanggal Nama obat Rute Dosis Jam


23/08/2020 Paracetamol IV 1000 mg 21:30
Dexamethasone (2 ampul) IV 10 mg
Kalnex®(asam traneksamat) IV 500 mg

Obat-obatan:
Tanggal Nama obat Rute Dosis Frekuensi Dihentikan
24/08/20 Dexamethasone IV 2 amp 4x1 26/08/20
Kalnex®(asam traneksamat) IV 1 amp 3x1 -
Folavit®(asam folat) PO 400 mcg 1x1 -
Leparson®(levodopa/benserazide) PO 1 tab 3x1 -
®
Depakote (divalproex sodium) PO 500 mg 1-0-2 -
Omeprazole IV 40 mg 2x1 -
Levofloxacin IV 750 mg 1x1 -
Ventolin + bisolvon nebu 16 gtt PRN -
Acetylcysteine PO 200 mg 2x1 25/08/20
25/08/20 Atorvastatin PO 20 mg 1x1 -
26/08/20 Paracetamol PO 500 mg PRN -
Dexamethasone IV 2 amp 3x1 24/08/20
®
27/08/20 Sanadryl DMP PO 5 mL 3x1 -
(5 ml = dextromethorphan 10 mg /
diphenhydramine HCl 12,5 mg /
ammon Cl 100 mg / Na citrate 50
mg / menthol 1 mg)

Nystatin PO 1 mL 4x1 -
Paracetamol IV 1000 mg 3 x1 -

1.6. PROGNOSIS
- Quo ad vitam : dubia
- Quo ad functionam : malam
- Quo ad sanationam : dubia ad malam

8
Reza Stevano – 01073180016 Laporan Kasus Ilmu Penyakit Saraf

BAB II.
ANALISA KASUS

2.1. PENDEKATAN DIAGNOSTIK PADA PASIEN


Pendekatan pada pasien Tn. A dimulai dengan keluhan utama penurunan kesadaran. Langkah
pertama dalam evaluasi seorang pasien dengan gangguan kesadaran ditujukan untuk
menentukan jenis penurunan kesadaran; apakah gangguan tersebut merupakan penurunan
kesadaran akut, demensia, atau coma. Setelah karakter penurunan kesadaran sudah diketahui,
langkah berikutnya adalah untuk menentukan etiologi dari gangguan kesadaran pasien. Ciri-
ciri yang dapat membedakan sebuah proses penurunan kesadaran akut dari demensia adalah
sebagai berikut:

Tabel 2.1. Perbedaan penurunan kesadaran akut (acute confusional state) dari demensia.
Fitur Penurunan kesadaran akut Demensia
Tidak terganggu, kecuali bila sudah pada
Derajat kesadaran Terganggu
stadium lanjut.
Akut hingga subakut; fluktuatif
Awitan Kronik progresif (bulan - tahun)
(jam - hari)
Hiperaktivitas
Dapat hadir Tidak hadir
otonomik
Prognosis Reversibel Umumnya tidak reversibel

Bila terdapat gangguan dari konten pikiran tanpa keterlibatan penurunan derajat kesadaran,
gangguan kognitif global (seperti demensia) harus dibedakan dari sebuah gangguan yang lebih
sirkumskrip seperti amnesia atau afasia. Jenis dari penurunan kesadaran yang dimiliki Tn. A
kemungkinan besar merupakan sebuah proses demenia. Walaupun penurunan kesadaran Tn. A
memberat dalam kurun waktu 2 minggu, ia sudah memiliki gejala-gejala gangguan kognitif
sejak 6 bulan yang lalu, dimana ia jarang beraktivitas, mulai mengalami kesulitan bicara, isi
percakapan kacau, dan gangguan peningatan (pasien berpikir ia masih tinggal di kampung
halaman). Langkah selanjutnya adalah untuk menentukan etiologi yang spesifik dari penurunan
kesadaran pasien. Berbagai macam penyakit dapat menyebabkan demensia, seperti berikut:

Tabel 2.2. Diagnosis banding dari demensia berdasarkan kelompok etiologi.


Kelompok etiologi Diagnosis banding
Vaskular Demensia vaskular, stroke
Infeksi Meningitis kronik, demensia terkait HIV, neurosifilis

9
Reza Stevano – 01073180016 Laporan Kasus Ilmu Penyakit Saraf

Trauma Hematoma subdural kronik


Autoimun Hipotiroidisme
Metabolik Penyakit Wilson, demensia dialisis
Neoplasma Tumor otak primer, metastasis
Degeneratif Penyakit Alzheimer, penyakit Huntington, lewy-body disease, penyakit
prion
Lainnya Defisiensi vitamin B12, alkoholisme

Petunjuk-petunjuk yang mengarah terhadap etiologi demensia pasien dapat ditemukan pada
hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik Tn. G. Pasien memiliki riwayat sefalgia bilateral yang
cenderung timbul pada malam hari dan memburuk secara progresif sejak 5 – 7 tahun yang lalu,
unknown onset atonic seizure dua kali sejak 5 tahun yang lalu, serta riwayat tremor tangan kiri
yang meluas kepada seluruh anggota gerak sejak 3 – 4 tahun yang lalu. Pada pemeriksaan fisik,
ditemukan bahwa pasien memiliki ptosis oculi dextra, anisocoria dengan diameter pupil 4 mm
/ 2mm, RCL (–/+), RCTL (–/–), dan keterbatasan pergerakan kedua bola mata kepada sisi
kanan. Pada pemeriksaan motorik, ditemukan kekuatan motorik anggota gerak atas 3333/4444,
dan anggota gerak bawah 2222/2222, kesan hemiparesis duplex.
Berdasarkan temuan tersebut, dapat dipikirkan bahwa pasien memiliki gangguan/lesi pada
hemisfer cerebri bilateral, CN II dextra, CN III dextra, dan ganglia basalis. Berhubungan pasien
memiliki tanda-tanda fokal, serta perjalanan penyakit yang berlangsung secara perlahan dan
progresif dalam kurun waktu bertahun-tahun, etiologi dari penyakit pasien kemungkinan besar
disebabkan oleh proses neoplastik, walaupun etiologi infeksi belum dapat dieksklusi secara
definitif. Dapat dipikirkan bahwa pasien memiliki massa tumor supratentorial hemisfer kanan
yang membesar hingga menekan CN II dan CN III ipsilateral, ganglia basalis, dan hemisfer
kontralateral.
Massa intrakranial, seperti tumor otak, dapat mengakibatkan demensia melalui kombinasi
berberapa mekanisme, seperti edema, kompresi struktur berdekatan, peningkatan tekanan
intrakranial, gangguan aliran darah otak, serta gangguan konektivitas neuronal. Tumor otak
yang paling mungkin mengakibatkan efek difus adalah glioma yang berasal dari lobus frontal,
temporal, atau corpus callosum. Demensia yang diakibatkan oleh tumor otak pada umumnya
dicirikan dengan kelambatan mental, apatis, gangguan konsentrasi, serta perubahan
kepribadian. Tergantung pada bagian otak yang terkena, juga dapat timbul gangguan ingatan,
afasia, atau agnosia. Secara umum, semua tumor otak akan menyebabkan sefalgia, kejang, dan
gangguan sensorimotor fokal.

10
Reza Stevano – 01073180016 Laporan Kasus Ilmu Penyakit Saraf

Etiologi vaskular dapat dieksklusi, berhubungan gangguan vaskular, seperti stroke dan
perdarahan, cenderung memiliki awitan yang akut dan berat. Sebuah aneurisma yang belum
ruptur juga dapat menyerupai gejala-gejala neoplasma akibat efek massa, namun kemungkinan
besar tidak dapat mencapai ukuran yang cukup besar hingga menyebabkan semua konstelasi
gejala yang dimiliki Tn. A. Etiologi infeksi, walaupun tidak memungkinkan, belum dapat
dieksklusikan secara definitif. Gejala dari abses cerebri atau tuberkuloma dapat menyerupai
tumor otak, namun terkadang juga dapat ditemukan demam, dan membutuhkan port d’entrée
dalam bentuk riwayat infeksi tuberkulosis atau infeksi parameningeal, seperti sinusitis, otitis,
mastoiditis, atau infeksi gigi, sebelumnya. Walaupun pada Tn. A riwayat infeksi tuberkulosis
parameningeal sebelumnya disangkal, kemungkinan abses cerebri ataupun tuberkuloma belum
dapat dieksklusi secara definitif.
Etiologi trauma dapat dieksklusi, berhubungan pasien tidak memiliki riwayat trauma capitis.
Selain itu, efek dari trauma pada umumnya timbul secara akut atau subakut, seperti pada
gangguan vaskular. Etiologi metabolik juga dapat disingkirkan, berhubungan kelainan
metabolik cenderung bermanifestasi bukan sebagai demensia, melainkan penurunan kesadaran
akut/ delirium. Pada gangguan metabolik juga cenderung ditemukan tanda-tanda difus dan
bukan fokal. Tn. A tidak memiliki faktor-faktor resiko etiologi metabolik seperti diabetes,
penyakit ginjal kronik, ataupun sirosis hepatis.
Untuk membantu identifikasi etiologi massa supratentorial pasien, telah dilakukan
pemeriksaan penunjang CT kepala, tanpa kontras IV dan dengan kontras IV. Pada pencitraan
tersebut, ditemukan massa isodens lobulated menyangat heterogen pasca kontras dengan
komponen kalsifikasi, pada lobus temporal kanan ukuran ± 6,7 x 5,9 x 5,4 cm, yang disertai
edema perifokal minimal. Massa melekat pada sella, parasella/sinus cavernosus sisi kanan,
arteri carotis interna distal kanan, akan tetapi tidak tampak obliterasi dan pangkal nervus
opticus kanan dan m. rectus orbita lateral kanan. Massa tampak mendesak mesencephalon sisi
kanan. Hasil CT tersebut konsisten dengan gambaran meningioma.
Pada pemeriksaan magnetic resonance imaging (MRI) dan computed tomography (CT),
meningioma memiliki tampilan karakteristik sebagai berikut:

Tabel 2.3. Ciri-ciri meningioma pada pencitraan CT atau MRI.


Tipikal Atipikal
§ Kontur halus § Edema luas/disproporsional
§ Penyengatan homogen § Perubahan kistik intratumoral
§ Ekor dura § Keterlibatan tulang ekstensif

11
Reza Stevano – 01073180016 Laporan Kasus Ilmu Penyakit Saraf

§ Kalsifikasi § Infiltrasi otak/leptomeningeal


§ Apparent diffusion coefficient rendah
§ Peningkatan volume darah serebral

Pada CT, meningioma tipikal tampak seperti massa ekstra-aksial dengan batas jelas. Ia
memiliki permukaan halus, melekat pada struktur dural, dan terkadang multilobular atau dapat
juga dijumpai kalsifikasi. Isodensitas massa dengan jaringan parenkim otak sekitar terkadang
dapat mempersulit diagnosis dengan CT kepala bila kontras tidak digunakan. Dengan
administrasi kontras, massa meningioma akan menyengat secara homogen. Pada MRI,
meningioma tampak sebagai massa ekstra-aksial isointens atau hipointens terhadap substantia
grisea pada T1, dan isointens atau hiperintens pada T2-weighted. Pasca administrasi
gadolinium, akan terdapat penyengatan homogen yang kuat pada massa. Sebagian besar dari
meningioma juga memiliki ciri khas dural tail, yaitu penebalan dura marginal yang menipis
secara perifer. Berdasarkan hasil CT kepala Tn. A, diagnosis banding tuberkuloma dan abses
serebri dapat dieksklusi secara definitif. Pada pemeriksaan CT kepala dengan kontras IV,
tuberkuloma dan abses serebri yang matur tampak sebagai lesi diskret dengan penyengatan tepi
tipis (ring enhancement), dikelililingi edema.

2.2. SARAN PEMERIKSAAN PENUNJANG


- Hitung darah lengkap, dan panel metabolik komprehensif.
- CT kepala dengan kontras IV / MRI kepala.
- Pemeriksaan histopatologi massa (bila dilakukan tindakan kraniotomi).

2.3. SARAN TATALAKSANA


2.3.1. Non-medikamentosa
- Jaga posisi kepala tegak, minimal 30°, untuk memaksimalkan aliran vena.
- Observasi tingkat kesadaran dan tanda-tanda vital pasien.
- Konsultasi kepada dokter SpBS untuk tindakan lanjut, pertimbangkan kraniotomi.
- IVFD NaCl 0,9% 500 mL/ 8 jam.

2.3.2. Medikamentosa
- Dexamethasone IV 10 mg initial dose, lalu 4 mg 4 x 1. Taper-off setelah pasien stabil
dan gejala membaik, dengan penurunan dosis setiap 4 hari.
- Divalproex sodium PO 500 mg 3 x 1.

12
Reza Stevano – 01073180016 Laporan Kasus Ilmu Penyakit Saraf

- Levodopa/benserazide PO 100/25 mg 3 x 1.

Terapi medikamentosa bertujuan suportif untuk meringankan gejala-gejala yang disebabkan


oleh efek massa, dan peningkatan tekanan tekanan intrakranial yang menyertainya.
Glukokortikoid dosis tinggi dapat mengurangi edema serebral secara efektif, dan meringankan
sefalgia dan defisit neurologis yang disebabkan edema peritumoral. Pada pasien dengan gejala
berat atau resiko herniasi, dapat diberikan dexamethasone 10 mg, diikuti dengan 4 mg setiap 4
jam atau 8 mg dua kali sehari (total 16 mg per hari). Dosis glukokortikoid yang lebih rendah
dapat diberikan untuk pasien dengan gejala yang lebih ringan (4 – 8 mg per hari). Berhubungan
Tn. A juga memiliki riwayat kejang berulang, pasien juga harus diberikan obat anti-epileptik
(OAE). Penggunaan OAE tanpa/berdampak minimal terhadap enzim hati, seperti
levetiracetam, pregabalin, lamotrigine, lacosamide, dan topiramate, direkomendasikan karena
lebih aman dibanding agen lain yang lebih tua, dan resiko interaksi dengan obat lain yang lebih
rendah. Namun, pada saat ini belum terdapat penelitian yang menentukan superioritas satu obat
dibanding lainnya. Untuk meminimalkan toksisitas, pasien sebaiknya mulai pengobatan OAE
secara monoterapi dengan dosis efektif terendah. Berhubungan pasien sudah konsumsi OAE
secara rutin, pasien dapat melanjutkan terapi dengan divalproex sodium 500 mg tiga kali sehari.
Gejala dari parkinsonisme pasien juga dapat diobati secara simtomatis dengan
levodopa/benserazide 100/25 mg.

2.4. PROGNOSIS
- Quo ad vitam : dubia
- Quo ad functionam : malam
- Quo ad sanationam : dubia ad malam

Prognosis dari Tn. A berdasarkan grading dan ukuran dari meningioma yang dimilikinya. Pada
umumnya, prognosis dari meningioma baik bila dilakukan reseksi total. Namun, bila sudah
dilakukan reseksi total dari massa tersebut, prognosis setiap pasien akan berbeda tergantung
hasil morfologi tumor pasien. Sesuai klasifikasi World Health Organization (WHO),
meningioma dapat dibedakan berdasarkan gambaran histopatologi menjadi grade I (jinak),
grade II (atipikal, clear cell, chordoid), dan grade III (ganas). Klasifikasi WHO berkorelasi
dengan prognosis, dan memiliki strategi tatalaksana yang berbeda. Pasien dengan meningioma
WHO grade II dan III lebih memungkinkan memiliki penyakit invasif, dan angka bertahan
hidup yang lebih rendah. Angka rekurensi meningioma grade I 7-25%, grade II 30-50%, dan

13
Reza Stevano – 01073180016 Laporan Kasus Ilmu Penyakit Saraf

grade III 50-94%. Meningioma juga lebih mungkin rekurensi bila rekesi tidak komplit, atau
bila terdapat tumor multipel. Walaupun tidak definitif, gambaran massa yang tampak pada hasil
CT kepala Tn. A mengarah terhadap sebuah keganasan. Selebihnya, setelah dilakukan reseksi,
masih terdapat resiko bahwa defisit neurologi yang dialami Tn. A akan menetap. Sebuah
penelitian menemukan bahwa resiko defisit neurologis permanen dari meningioma jauh lebih
tinggi bila ukuran meningioma melebihi 3cm (45,5 vs. 5,9%).

14
Reza Stevano – 01073180016 Laporan Kasus Ilmu Penyakit Saraf

DAFTAR PUSTAKA

1. Simon RP, Aminoff MJ, Greenberg DA. Clinical neurology. 10th ed. New York: McGraw-
Hill Education; 2018. h 46-64, 106-38.

2. Wong ET, Wu JK. Overview of the clinical features and diagnosis of brain tumors in adults.
Dalam: Loeffler JS, Wen PY, Eichler AF, penyunting. UpToDate [Internet]. Waltham:
UpToDate Inc: 2018 [sitasi 2020 Sep 8]. Di dapat dari:
https://www.uptodate.com/contents/overview-of-the-clinical-features-and-diagnosis-of-
brain-tumors-in-adults.

3. Park JK. Epidemiology, pathology, clinical features, and diagnosis of meningioma. Dalam:
Loeffler JS, Wen PY, penyunting. UpToDate [Internet]. Waltham: UpToDate Inc: 2018
[sitasi 2020 Sep 8]. Di dapat dari: https://www.uptodate.com/contents/epidemiology-
pathology-clinical-features-and-diagnosis-of-meningioma.

4. Southwick FS. Pathogenesis, clinical manifestations, and diagnosis of brain abscess.


Dalam: Tunkel AR, Mitty J, penyunting. UpToDate [Internet]. Waltham: UpToDate Inc:
2018 [sitasi 2020 Sep 8]. Di dapat dari: https://www.uptodate.com/contents/pathogenesis-
clinical-manifestations-and-diagnosis-of-brain-abscess.

5. Drappatz J. Management of vasogenic edema in patients with primary and metastatic brain
tumors. Dalam: Wen PY, Eichler AF, penyunting. UpToDate [Internet]. Waltham:
UpToDate Inc: 2018 [sitasi 2020 Sep 8]. Di dapat dari:
https://www.uptodate.com/contents/management-of-vasogenic-edema-in-patients-with-
primary-and-metastatic-brain-tumors.

6. Drappatz J, Avila EK. Seizures in patients with primary and metastatic brain tumors.
Dalam: Schachter SC, Wen PY, Dashe JF, penyunting. UpToDate [Internet]. Waltham:
UpToDate Inc: 2018 [sitasi 2020 Sep 8]. Di dapat dari:
https://www.uptodate.com/contents/seizures-in-patients-with-primary-and-metastatic-
brain-tumors.

7. Haddad G, Turkmani A. What is the prognosis of meningioma? Dalam: Talavera F,


Lorenzo N, Ramachandran TS, penyunting. Medscape [Internet]. 2020 [sitasi 2020 Sep 8].
Di dapat dari: https://www.medscape.com/answers/1156552-165130/what-is-the-
prognosis-of-meningioma.

15

Anda mungkin juga menyukai