Anda di halaman 1dari 7

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN UPH

UNIVERSITAS PELITA HARAPAN


PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN MEDICAL SURGICAL NURSING
Rubrik Analisa Sintesa Tindakan Keperawatan

Nama Tindakan : PEMBERIAN OBAT VENTOLIN & PULMICORT VIA NEBULIZER

Nama Pasien/Umur :Tn. R/ 90 Tahun Nama Mahasiswa : Tonny Fernando Cardella


No MR : 0000868508 NIM : 01501170304
Diagnosa Medis : PPOK dengan Infeksi Sekunder
Tanggal Masuk : 01 Juli 2019
Tanggal Pelaksanaan : 02 Juli 2019

N Kriteria Bobo
o t
1 Diagnosa Keperawatan (PE): 10
Ketidakefektifan pola napas b.d. takipnea (Nanda International. 2018 - 2020)

2 Data Subjekif: 10
Pasien mengatakan sesak napas sejak 5 hari yang lalu, pasien mengatakan mempunyai riwayat asma dan riwayat hipertensi,
pasien mengatakan dulu merokok sejak tahun 1965 dan sekarang sudah berhenti merokok karena harga rokok yang mahal.

3 Data Objektif: 10
Tanda – Tanda Vital :

1. TD : 11O / 60 mmHg
2. HR : 110 x / menit teraba lemah
3. RR : 26 x / menit
4. Suhu : 36,3 C

GCS : E : 4, V : 5, M : 6 = Compos mentis


Inspeksi :
1. Bentuk Thorax : Simetris, terdapat Barrel Chest (posterior : 27 cm, anterior : 26 cm, transversal : 20 cm)
2. Sianosis : Tidak terdapat sianosis
3. Alat bantu otot pernapasan : Tidak terdapat alat bantu otot pernapasan
4. Pasien tampak sesak
5. Napas pendek, cepat, dan dangkal.
6. Pasien terpasang oksigen nasal kanul 3 lpm

Palpasi :
1. Dada terasa hangat
2. Teraba Vocal Premitus pada kedua lapang dada, tetapi geteran lebih kuat teraba di dada sebelah kanan
3. ekspansi pengembangan paru kanan dan kiri sama

Perkusi :
1. Batas Hepar : sonor
Kesimpulan : dalam batas normal 8 cm
2. Terdengar bunyi dullness pada seluruh lapang paru, tetapi bunyi lebih kuat di paru bagian kanan

Auskultasi :
1. Suara Nafas : terdengar suara mengi di bagian kanan paru
2. Suara Ucapan : Suara terdengar jelas dan keras
3. Suara Tambahan : Terdengar suara mengi
4. Suara Stridor : tidak terdengar suara Stridor

Hasil Pemeriksaan Penunjang


1. Hasil Pemeriksaan Lab (01 Juli 2019)

Test Result Unit References Range


Haemagoblin L 12.90 g/dL 13.20 –17.30
Hematocrit L 39.80 % 40.00 – 52.00
Erythrocyte (RBC) 4.43 10 ^ 6 / µL 4.40– 5.90
White Blood Cell (WBC) H 14.16 10 ^ 3 / µL 3.80 – 10.60
Basophil 0 % 0-1
Eosinophil 0 % 1-3
Band Neutrophil 3 % 2-6
Segment Neutrophil 79 % 50 - 70
Lymphocyte 10 % 25 - 40
Monocyte 8 % 2–8
Platelet Count 219.00 10 ^ 3 / µL 150.0 – 440.00
ESR H 85 mm / hours 0 – 15
MCV 89.80 fL 80.00 – 100.00
MCH 29.10 pg 26.00 – 34.00
MCHC 32.40 g / dL 32.00 – 36.00
SGOT (AST) 23 U/L 0 – 40
SGPT (ALT) 16 U/L 0 - 41
Ureum 37.0 mg / dL < 71.00
Creatinine 1.15 mg /dL 0.5 – 1.3
eGFR 55.7 mL/mnt/1,73 m ^ 2 > 60
Blood Random Glucose 139.0 mg / dL < 200.0
pH 7.380 7.350 – 7.450
pO2 H 120.0 mmHg 83- 108
pCO2 35.8 mmHg 35.0 – 48.0
HCO3 (-) L 20.8 mmol / L 21.0 – 28.0
Total CO2 L 21.9 mmol / L 24.0 – 30.0
Base Excess L – 3.6 mmol / L (-) 2.4 – (+) 2.3
02 Saturation H 98.8 % 95.0 – 98.0
Sodium (Na+) 137.0 mmol / L 137 - 145
Potassium (K+) 3.52 mmol / L 3.6 – 5
Calsium 38 % RNF

2. Hasil Pemeriksaan Radiologi : Tidak terdapat hasil pemeriksaan radiologi

3. Terapi Obat :
a. Levofloxacin (IV) 750 mg (OD)
b. Metilprednisolon (IV) 62.5 mg (BD)
c. Ranitidine (IV) 50 mg (BD)
d. Ventoline (Nebu) 1 amp (QDS)
e. Pulmicort (Nebu) 1 amp (BD)
f. Asetisistein (PO) 10 mg (OD)
g. Amlodipine (PO) 15 mg (OD)
h. Lasix (IV) 20mg (OD)
i. Ramipril (PO) 50 mg (OD)
j. Furosemide (PO) 40 mg (OM)

4 Langkah-langkah Tindakan Keperawatan yang dilakukan saat itu : 10


1. Mengecek IMR pasien
2. Melihat order dengan prinsip 6 benar obat. Cek label obat, expiry date
3. Menanyakan pasien nama lengkapnya sambil menyamakan nama pasien dengan gelang nama pasien dan menyamakan
ke IMR pasien
4. Membanu pasien ke posis duduk
5. Mengedukasi pasien bahwa pada saat di nebu psien tidak membuka alatnya selama ±15 menit sampai obat benar benar
habis
6. Memasukkan obat Ventoline 1 amp dan Pulmicort 1 amp ke dalam alat nebulizer
7. Memasangkan alat nebulizer ke pasien
8. Memberikan oksigen 5 lpm
9. Setelah selesai melepaskan alat nebu dari pasien
10. Menanyakan pasien tentang keluhan sesak nya, apakah sesak nya berkurang atau tidak setelah di berikan nebulizer

5 Dasar Pemikiran: 15
Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) adalah penyakit paru-paru yang ditandai dengan obstruksi kronis aliran udara paru-paru
yang mengganggu pernapasan normal dan tidak sepenuhnya reversible (WHO, 2019). Menurut Global Initiative for Chronic
Obstructive Lung Disease (GOLD) 2019 PPOK adalah penyakit yang umum, dapat di cegah dan di obati yang di tandai dengan
gejala pernapasan persisten dan keterbatasan alira udara yang di sebabkan oleh saluran napas dan / atau kelainan alveolar yang
biasanya disebabkan oleh paparan signifikan terhadap partikel atau gas yang berbahaya. Fungsi paru pada pada pasien PPOK
lebih cepat menurun dibandingkan orang normal dengan usia yang sama. Penurunan fungsi paru tersebut berupa niali VEP₁
yang turun sebesar 50 – 100 ml/tahun pada pasien PPOK, sedangkan nilai VEP₁ sebesar 20 ml/tahun pada orang normal dengan
usia yang sama. PPOK merupakan kombinasi bronchitis obstruksi kronis,emfisema, dan asma.. Gejala pernapasan yang paling
umum termasuk dispnea, batuk dan / atau produksi dahak.. Gejala lain yang paling sering terjadi pada pasien PPOK adalah
sesak napas. Sesak napas menjadi keluhan utama pada pasien PPOK karena terganggunya aktivitas fisik akibat gejala ini. Sesak
napas terjadi ketika FEV₁ < 60 %. Pasien biasanya mengidentifikasikan sesak napas sebagai peningkatan usaha untuk bernapas,
rasa berat saat bernapas, gasping, dan air hunger. Batuk bisa muncul secara hilang timbul, tetapi biasanya batuk kronis adalah
gejala awal perkembangan PPOK. Gejala ini juga bisa merupakan gejala klinis yang pertama kali disadari oleh pasien. Batuk
kronis pada PPOK juga muncul tanpa ada dahak. Faktor risiko utama untuk PPOK adalah merokok, paparan lingkungan lainnya
seperti paparan bahan bakar biomassa dan polusi udara dapat berkontribusi, kelainan genetik, hiperaktivitas bronkus, status usia
ekonomi, infeksi, perkembangan paru-paru tidak normal dan percepatan penuaan atau umur. PPOK dapat diselingi oleh periode
memburuknya gejala pernapasan akut yang disebut eksaserbasi. Data pendukung dari proses diatas yaitu pasien mengatakan
sesak nafas sejak 5 hari yang lalu, pasien mengatakan mempunyai riwayat asma dan riwayat hipertensi, pasien mengatakan dulu
merokok. TD : 11O / 60 mmHg, HR : 110 x / menit teraba lemah, RR : 24 x / menit, Suhu : 36,3 C White Blood Cell (WBC) H
14.16, Haemagoblin L 12.90, Hematocrit L 39.80, ESR H 85, pO2 H 120.0, HCO3 (-) L 20.8, Total CO2 L 21.9, Base Excess
L – 3.6
6 Prinsip Tindakan: 5
Bersih, dengan posisi duduk

7 Analisa Tindakan Keperawatan: 15


PPOK merupakan kombinasi bronchitis obstruksi kronis, emfisema, dan asma. Asma dapat menjadi faktor
risiko untuk pengembangan pembatasan aliran udara kronis dan PPOK. Dalam sebuah laporan dari kohort
longitudinal dari Tucson Epidemiological Study of Airway Obstructive Disease, orang dewasa dengan asma
ditemukan memiliki risiko 12 kali lipat lebih tinggi untuk mendapatkan COPD dari waktu ke waktu dibandingkan
dengan mereka yang tidak menderita asma, setelah disesuaikan untuk merokok. Studi longitudinal lain dari orang-
orang dengan asma menemukan bahwa sekitar 20% dari subyek mengembangkan keterbatasan aliran udara dan
Koefisien irreversible. Studi longitudinal ketiga mengamati bahwa sel asma yang dilaporkan terkait dengan
kehilangan FEV1 yang berlebihan pada populasi umum (GOLD, 2019). Manifestasi klinis dari asma ini adalah
pasien mengalami kesulitan bernapas dan memerlukan usaha untuk bernapas.
Menurut Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) merekomendasikan nebulisator untuk
populasi pasien tertentu (misalnya, pasien dengan laju aliran inspirasi yang sangat rendah) di mana pengobatan
nebuliser dapat memberikan manfaat lebih banyak daripada DPI atau MDI. Uji klinis umumnya telah menunjukkan
peningkatan yang signifikan dalam volume ekspirasi paksa dalam 1 detik (FEV1) selama interval dosis dan
pengurangan penggunaan obat penyelamatan dengan terapi nebulisasi. Selain itu, baik pasien dan pengasuh mereka
menjadi semakin puas dengan pemberian obat nebulasi dan telah melaporkan manfaat dalam menghilangkan gejala,
kemudahan penggunaan, dan peningkatan kualitas hidup ketika menggunakan sistem ini Selain itu, beberapa obat
yang muncul untuk COPD (keduanya dipasarkan dan dalam pengembangan) memanfaatkan teknologi nebulizer.
Kami merekomendasikan bahwa terapi pemeliharaan dengan nebuliser harus digunakan pada pasien usia lanjut,
mereka yang menderita penyakit parah dan eksaserbasi yang sering, dan mereka yang memiliki keterbatasan fisik
dan / atau kognitif.(NCBI. 2012).
Pemberian obat ventolin merupakan obat yang digunakan dalam penanganan & pencegahan serangan asma,
penanganan rutin bronkospasme kronik yang tdk memberi respon terhadap terapi konvensional; asma berat akut
(status asmatikus). Ventolin adalah agonis adrenoseptor beta2 selektif. Pada dosis terapeutik ia bekerja pada
adrenoseptor beta2 otot bronkial, dengan sedikit atau tanpa aksi pada jantung.
Bronkodilator tidak boleh menjadi satu-satunya atau pengobatan utama pada pasien dengan asma yang parah atau
tidak stabil. Asma berat memerlukan penilaian medis rutin karena kematian dapat terjadi. Pasien dengan asma berat
memiliki gejala yang konstan dan eksaserbasi yang sering, dengan kapasitas fisik yang terbatas, dan nilai Peak
Expiratory Flow (PEF) di bawah 60% diprediksi pada awal dengan variabilitas lebih dari 30%, biasanya tidak
kembali sepenuhnya normal setelah menggunakan bronkodilator. Pasien-pasien ini akan membutuhkan inhalasi dosis
tinggi (misalnya> 1 mg / hari beclomethasone dipropionate) atau terapi kortikosteroid oral. Gejala yang memburuk
secara tiba-tiba mungkin memerlukan peningkatan dosis kortikosteroid yang harus diberikan di bawah pengawasan
medis segera.(mims.com)
Pemberian Pulmicort berguna dalam Bronchial asthma. Budesonide adalah kortikosteroid anti-inflamasi yang
menunjukkan aktivitas glukokortikoid yang kuat dan aktivitas mineralokortikoid yang lemah. Mekanisme tepat
tindakan kortikosteroid pada peradangan pada asma belum diketahui. Peradangan merupakan komponen penting
dalam patogenesis asma. Kortikosteroid telah terbukti memiliki berbagai kegiatan penghambatan terhadap berbagai
jenis sel (misalnya, sel mast, eosinofil, neutrofil, makrofag, dan limfosit) dan mediator (misalnya, histamin,
eikosanoid, leukotrien, dan sitokin) yang terlibat dalam alergi- dan peradangan non-alergi yang dimediasi. Tindakan
antiinflamasi kortikosteroid dapat berkontribusi terhadap kemanjurannya pada asma. (rxlist.com)
8 Bahaya yang dapat terjadi? 10
1. Henti napas
2. Spasme bronkus atau iritasi saluran napas
3. Akibat efek obat yang digunakan seperti salbutamol (short acting beta-2 agonist) dosis tinggi akan menyebabkan gangguan
pada sistim sekunder penyerapan obat. Hipokalemi dan disritmia dapat ditemukan pada paslien dengan kelebihan dosis.
9 Hasil yang didapat: 5
S : Pasien mengatakan sesaknya sudah berkurang dan pasien mengatakan sudah agak lebih enakan dengan napas nya.
O : Pasien terlihat masih terlihat agak sedikit sesak, pernapasan pasien sudah agak normal melambat dan dalam, TD : 11O / 60
mmHgHR : 100 x / menit teraba lemah RR : 24 x / menit Suhu : 36,3 C GCS : E : 4, V : 5, M : 6, suara mengi masih terdengar
hilang timbul, dada terasa hangat, vocal premitus teraba di kedua lapang paru masih dominan di sebelah kanan.
A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan
1. Kaji kesadaran umum pasien
2. Monitor TTV
3. Terapi obat dilanjutkan sesuai IMR
4. Kaji status pernafasan
1 Evaluasi Diri: 5
0 . Kelebihan: saya sudah melakukan tindakan pemberian nebulizer dengan tepat, memperhatikan respon asien sebelum dan
sesudah di nebulizer.
Kelemahan: saya tidak melakukan kontrak dulu sebelum pemberian nebulizer, saya masih bingung dalam tindakan saya ke
pasien setelah nebulizer saya masih merasa belum mengerti sepenuhnya apa yang harus di evaluasi pada pasien saya.
1 Referensi 5
1 BLACK & HAWKS. (2014). Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Buku 3. Singapore: Elsevier.
Dhand R, D. M. (2012). The role of nebulized therapy in the management of COPD: evidence and recommendations. NCBI.
Dalam https://doi.org/10.3109/15412555.2011.630047 (diakses 05 Juli 2019)
Kurniawan, Fery Dwi. dkk. (2011). Peran Penuaan Dan Seneesces Selular dalam Pathogenesis PPOK. JURNAL
RESPIROLOGI INDONESIA,
276.
Mims online indonesia. dalam https://www.mims.com/indonesia/drug/info/ventolin%20nebules/ventolin%20nebules?type=full
(diakses 06 Juli 2019)
Decker Rebecca (2019). GLOBAL INTIATIVE FOR CHRONIC OBSTRUCTIVE LUNG DISEASE (GOLD). pp. 4,
12.
Rxlist online. dalam https://www.rxlist.com/pulmicort-respules-drug.htm#clinpharm (diakses 06 Juli 2019)
T. heather Herdman, Kamitsuru Shigemi. (2018 - 2020). Nursing Diagnoses Defenitions and Classification. Ed 7. New York,
Stuttgart, Delhi, Rio de janerio: NANDA International.
Soeroto, Arto Yuwono, Suryadinata Hendarsyah. (2014). Penyakit Paru Obstruksi Kronik. Indonesian Journal Of CHEST
Critical and Emergency Medycine, 83 - 84.

Tashkin, D. P. (2016). A review of nebulized drug delivery in COPD. Iternational Journal of Chronic Obstructive Pulmonary
Disease. Dalam https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22292598 (Diakses 05 Juli 2019)

Anda mungkin juga menyukai