Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN KASUS PASIEN

Jakarta - 2020

BAB I
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS

Data Pasien

Nama Ny. R

BB / TB 46 Kg / 156 cm

Tanggal Lahir / Umur 18. 07. 1987

Jenis Kelamin perempuan

Alamat Jl Pengadegan timur 1. rt 07/ rw 01. no 22

Agama Islam

Suku Bangsa Jawa

Pendidikan Sarjana

Pekerjaan Ibu rumah tangga

II. ANAMNESIS
Dilakukan alloanamnesis dan autoanamnesis pada tanggal 06 Oktober 2020
A. Keluhan Utama
Lemas 1 minggu dan kepala pusing ( kleyengan ) 3 hari SMRS
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD Brawijaya Hospital dengan keluhan lemas sejak 1 minggu
SMRS. Pasien mengaku 3 hari SMRS kepala pusing ( kleyengan ) Pasien kemudian berobat ke
puskesmas dekat rumah sampai sembuh .Namum seminggu setelah itu pasien mengeluh lemas
dan pucat . BAB dan BAK baik tidak ada darah

C. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat penyakit seperti ini disangkal . Riwayat DM, Hipertensi, Penyakit jantung
disangkal .

III. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang


Kesadaran : Compos mentis
Data Antropometri
Berat Badan : 46 kg
Tinggi Badan : 156 cm
Tanda Vital
Tekanan Darah : 100/60 mmHg
Nadi : 78 x/menit, reguler, cukup .
Suhu : 37,4 °C
Pernapasan : 20 x/menit, teratur
Kulit : putih, ikterik (+), sianosis (-), turgor baik, efloresensi
primer/sekunder (-)
Kepala : Normosefal , rambut warna hitam, distribusi merata, tidak rontok
Mata : Pupil bulat isokor, refleks cahaya langsung +/+, refleks cahaya
tidak langsung +/+, konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik +/+,
mata tidak cekung.
Hidung : Bentuk normal, septum deviasi (-), nafas cuping
hidung -, sekret -/-
Telinga : Normotia, simetris kanan-kiri, serumen -/-, nyeri tekan -/-
Mulut : Bibir lembab, sianosis (-), mukosa merah muda.
Tenggorokan : T1-T1
Leher : KGB tidak teraba membesar, kelenjar tiroid tidak teraba
membesar, trakea letak normal
Thorax
Paru
Inspeksi : Bentuk dada normal, pernafasan simetris, retraksi (-)
Palpasi : Gerak nafas simetris
Perkusi : Sonor di semua lapang paru
Auskultasi : Suara napas vesikuler, ronchi -/-, wheezing -/-
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS 5 linea midclavicula sinistra .
Perkusi : Batas jantung kanan 2 jari lateral linea parasternalis dextra
Batas jantung kiri di ICS V linea parasternalis dextra
Auskultasi : S1 nornal,S2 normal,reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Datar
Palpasi : Supel, turgor baik, tidak teraba pembesaran pada hepar dan lien
Perkusi : Timpani di semua kuadran abdomen
Auskultasi : Bising usus (+) normal

Ekstremitas :
Ekstremitas Atas
Akral dingin -/-, Oedem -/-, CRT < 2 ”, Pucat -
Ekstremitas Bawah
Akral dingin +/+, Oedem -/-, CRT < 2”, Pucat +
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
05/ 10/ 2020

Pemeriksaan Hasil Satuan Normal

Leukosit 4,8 Ribu/uL 5-10

Hb 2,8 g/dL 12-16

Hematokrit 10 % 37-47
Trombosit 420 Ribu/uL 150-440

KIMIA DARAH 06/10/2020


ELEKTROLIT

Nama tes Hasil Nilai referensi Satuan

Kalium 3,1 3,5-5 Mmol/L

Natrium 141 135-145 Mmol/L

Chlorida 102 98-106 Mmol/L

Pemeriksaan lab 06/10/2020

Nama tes Hasil Nilai referensi Satuan


Lekosit 9,5 3,8-10,6 Ribu/ul
Hemoglobin 4.8 13,2-17,3 g/dl
Hematokrit 24 40-52 %
Trombosit 377 150-440 Ribu/ul
Pemeriksaan Laboratorium 02/07/2020 ( Post Transfusi )

Pemeriksaan Hasil Nilai referensi Satuan

Hb 5.0 13,2-17,3 g/dl

Leukosit 7,4 3,8-10,6 Ribu/ul

Hemotokrit 32 40-52 %

Trombosit 300 150-440 Ribu/ul

Retikulosit 1,4 0,5-1,5 %

HASIL KIMIA DARAH 02/07/2020


ELEKTROLIT

Nama Hasil Nilai referensi Satuan

Kalium 3,3 3,5-5 Mmol/L

Natrium 146 135-145 Mmol/L

Chlorida 110 98-106 Mmol/L

V. RESUME
Pasien datang dengan keluhan lemas sejak kurang lebih 1 minggu SMRS.
Sebelumnya pasien mengalami kepala pusing ( kleyengan ) berobat di puskemas dekat
rumah. Setelah itu 1 minggu kemudian pasien merasa badannya terasa lemas.
Perdarahan gusi atau mimisan saat ini di sangkal. Tidak ada BAB / BAK berdarah.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan PS tampak sakit sedang, kesadaran CM, TD
98/60 mmHg , Nadi = 78 x/menit, RR= 20 x/menit, Suhu = 37,6 C, sat 02 97 %
Pada conjungtiva di dapatkan anemis, bibir lembab, extremitas di dapatkan CRT
<3’’ dan pucat.

Pada pemeriksaan lab darah didapatkan Hb 2,8 g/dl ,Leukosit 4.800/ul,Hematokrit


10%,,Trombosit 420.000/ul

VI. DIAGNOSIS KERJA

Anemia gravis et causa autoimun.


VII. DIAGNOSIS BANDING
Obs anemia dd:
-anemia aplastik
-anemia normokrom normositer : perdarahan, leukemia.
VIII. PENATALAKSANAAN

- Infus RL 1000 cc/ 24 jam


- 02 nasal 2-4 L/ menit
- Injeksi ceftozidin 2x1gr IV
- Sanmol 6x250mg IV
- Transfusi PC 2x160 cc dengan jeda 12 jam ( karena darah dari pendonor keluarga )
- Cek Foto thorax, darah rutin, MCV MCH MCHC.
- Cek S1 TIBC, Feritin, Bil tot, direk, indirek, ANA, Anti DSDNA, ALB,
Compalemen, C3, C4, Elektrolit

IX. PROGNOSIS
Anemia Gravis dd Autoimun
X. FOLLOW UP

05/10/2020 S O A P
Hari 1 Demam+ Compos mentis, Anemi  Infus RL 500 cc / 12 jam
S: 37,6 C, N:
Pusing + a
120x/mnt
Lemas + RR: 24 x /mnt Gravis  02 nasal 2-4 L/ menit

Mata : ca +/+ si -/-  Injeksi solomedrol 1 x 62,5


mg ( 3 hari )
Thoraks :
vesikuler, rh -/-  Omeperazole 2 x 40 mg
wh -/-  Transfusi PRC 2x160 cc
BJ 1:2 reg
 Inpepsa 4 x 15 cc
Abdomen: supel,
 As Folat 1 x 10 mg
BU + NT –
 Cavit D3 2 x 1
Ekstremitas akral
dingin  Lactulac 3 x 15 cc
Edem -/- CRT>3.  Cek Foto thorax, darah rutin,
Pucat +/+
MCV MCH MCHC.
Leu : 7,400  Cek Elektrolit, Albumin, S1
ribu/uL
Hb :4,7 g/dL TIBC, Feritin, Bil tot, direk,
Ht :18% indirek, ANA, DNA,
Tr: 118ribu/uL
Complemen C3 C4,
 Cek Comb test

06.10.2020 S O A P
Hari 2 Demam+ Compos mentis, Anemia  Infus RL 500 cc / 12
S: 37,6 C, N:
Pusing + Gravis jam
104x/mnt
Lemas + RR: 24 x /mnt  02 nasal 2-4 L/ menit
Sakit  Injeksi solomedrol 1
Mata : ca +/+ si
uluhati+ -/- x 62.5 mg ( 3 hari )

Thoraks :  Omeperazole 2 x 40
vesikuler, rh -/- mg
wh -/-
BJ 1:2 reg  Inpepsa 4 x 15 cc
 As folat 1 x 10 mg
Abdomen: supel,
BU + NT –
 Cavit D3 2 x 1
Ekstremitas akral
dingin  Lactulac 3 x 15 cc
Edem -/- CRT>3,  Sanmol 6x250mg IV

07.10.2020 S O A P
Hari 3 Pusing + Compos mentis, Anemia  Infus RL 960 cc/ 24
S: 37,6 C, N:
Lemas + Gravis jam
100x/mnt
RR: 24 x /mnt  02 nasal 2-4 L/ menit

Mata : ca +/+ si  Injeksi Solomedrol 1


-/- x 62,5 mg ( 3 hari )

Thoraks :  Sanmol 6x250mg IV


vesikuler, rh -/-
wh -/-
BJ 1:2 reg

Abdomen: supel,
BU + NT –

Ekstremitas akral
hangat
Edem -/- CRT>3,
pu at+/+
BAB II
Analisa Kasus

Anamnesis
Pada anamnesis pasien didapat keluhan sebagai berikut:
 Lemas
 mudah lelah
 kurang nafsu makan
 pusing
 gampang lebam
 Sklera mata ikterik

Hasil pemeriksaan fisis:


 Keadaan Umum : tampak sakit sedang
 Kesadaran compos mentis, S: 37,6 C, N: 120x/mnt, RR: 24x/mnt
 Mata terdapat congjutiva anemis, bibir terlihat pucat, Sclera mata Icterik
 Pada abdomen supel, mendatar, hepar teraba 1 cari di bawah arcus costae,limpa tidak
membesar.
 Extremitas : akral teraba dingin, CRT>3”, tampak pucat

Hasil pemeriksaan penunjang:


Laboratorium:
Di dapatkan adanya hasil pemeriksaan lab darah terdapat penurunan pada leukosit, Hb,
Hematokrit, dan trombosit. Pada pemeriksaan gambaran darah tepi terdapat adanya pansitopeni.
BAB III
Tinjauan Pustaka
Pendahuluan

Anemia didefinisikan sebagai   penurunan volume / jumlah sel darah merah (eritrosit)

dalam darah atau penurunan kadar hemoglobin sampai dibawah rentang nilai yang berlaku untuk

orang sehat (Hb<10 g/dL)(1), sehingga terjadi penurunan kemampuan darah untuk menyalurkan

oksigen ke jaringan. Dengan demikian anemia bukanlah suatu diagnosis melainkan pencerminan

dari dasar perubahan patofisiologis yang diuraikan dalam anamnesa, pemeriksaan fisik yang teliti

serta pemeriksaan laboratorium yang menunjang. Manifestasi klinik yang timbul tergantung pada

kecepatan timbulnya anemia, umur individu, mekanisme kompensasi tubuh (seperti: peningkatan

curah jantung dan pernapasan, meningkatkan pelepasan oksigen oleh hemoglobin,

mengembangkan volume plasma, redistribusi aliran darah ke organ-organ vital), tingkat

aktivitasnya, keadaan penyakit yang mendasari, parahnya anemia tersebut.

Anemia dapat diklasifikasikan menjadi empat bagian(2) :

1. Anemia defisiensi

Anemia yang terjadi akibat kekurangan faktor-faktor pematangan eritrosit, seperti defisiensi

besi, asam folat, vitamin B12, protein, piridoksin dan sebagainya.

2. Anemia aplastik

Anemia yang terjadi akibat terhentinya proses pembuatan sel darah  oleh sumsum tulang.

3. Anemia post hemoragik

Anemia yang terjadi akibat proses perdarahan masif atau perdarahan yang menahun.
4. Anemia hemolitik

Anemia yang terjadi akibat penghancuran sel darah merah yang berlebihan. Bisa bersifat intrasel

seperti pada penyakit talasemia, sickle cell anemia/hemoglobinopatia, sferosis kongenital,

defisiensi Glucose-6-Phospate-Dehydrogenase (G6PD) atau bersifat ekstrasel seperti intoksikasi,

malaria, inkompabilitas golongan darah, reaksi hemolitik pada transfusi darah.

Tanda dan gejala yang sering timbul  pada anemia adalah  sakit kepala, pusing, lemah,

gelisah, diaforesis (keringat dingin), takikardi, sesak napas, kolaps sirkulasi yang progresif  cepat

atau syok, dan pucat (dilihat dari warna kuku, telapak tangan, membran mukosa mulut dan

konjungtiva). Selain itu juga terdapat gejala lain tergantung dari penyebab anemia seperti

jaundice, urin berwarna hitam, mudah berdarah dan pembesaran lien. Untuk menegakkan

diagnosa dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium seperti pemeriksaan sel darah merah secara

lengkap, pemeriksaan kadar besi, elektroforesis hemoglobin dan biopsi sumsum tulang.

Untuk penanganan anemia didasarkan dari penyakit yang menyebabkannya seperti jika

karena defisiensi besi diberikan suplemen besi, defisiensi asam folat dan vitamin B12 dapat

diberikan suplemen asam folat dan vitamin B12, dapat juga dilakukan transfusi darah,

splenektomi,  dan transplantasi sumsum tulang.

1.1       Anemia Defisiensi(1,3,4)

Adalah anemia yang terjadi akibat kekurangan satu atau beberapa bahan yang diperlukan

untuk pematangan eritrosit, seperti defisiensi besi, asam folat, vitamin B12, protein, piridoksin

dan sebagainya. Anemia defisiensi dapat diklasifikasikan menurut morfologi dan etiologi

menjadi 3 bentuk:

1.1 Mikrositik Hipokrom


Mikrositik berarti sel darah merah berukuran kecil dibawah ukuran normal (Mean

Corpuscular Volume (MCV) <80 fL), hipokrom berarti mengandung hemoglobin dalam jumlah

yang kurang dari normal (Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC) kurang).

Hal ini menggambarkan defisiensi besi, keadaan sideroblastik dan kehilangan darah kronik atau

gangguan sintesis globin seperti pada penderita talasemia, dari semua itu defisiensi besi

merupakan penyebab utama anemia didunia. Anemia defisiensi besi merupakan penyakit yang

sering pada bayi dan anak yang sedang dalam proses pertumbuhan dan pada wanita hamil yang

keperluan besinya lebih besar dari orang normal. Jumlah besi dalam badan orang dewasa adalah

4-5 gr sedang pada bayi 400 mg, yang terdiri dari : masa eritrosit 60 %, feritin dan hemosiderin

30 %, mioglobin 5-10 %, hemenzim 1 %, besi plasma 0,1 %. Kebutuhan besi pada bayi dan anak

lebih besar dari pengeluarannya karena pemakaiannya untuk proses pertumbuhan, dengan

kebutuhan rata-rata 5 mg/hari tetapi bila terdapat infeksi meningkat sampai 10 mg/hari. Besi

diabsorsi dalam usus halus (duodenum dan yeyenum) proksimal. Besi yang terkandung dalam

makanan ketika dalam lambung dibebaskan menjadi ion fero dengan bantuan asam lambung

(HCL). Kemudian masuk ke usus halus dirubah menjadi ion fero dengan pengaruh alkali,

kemudian ion fero diabsorpsi, sebagian disimpan sebagai senyawa feritin dan sebagian lagi

masuk keperedaran darah berikatan dengan protein (transferin) yang akan digunakan kembali

untuk sintesa hemoglobin. Sebagian dari transferin yang tidak terpakai disimpan sebagai labile

iron pool. Penyerapan ion fero dipermudah dengan adanya vitamin atau fruktosa, tetapi akan

terhambat dengan fosfat, oksalat, susu, antasid. Berikut bagan metabolisme besi:
Gambar 2.1

Metabolisme Besi(2)

Sumber besi dapat diperoleh dari makanan seperti hati, daging, telur, buah, sayuran yang

mengandung klorofil, serta cadangan besi dalam tubuh. Bayi normal/sehat cadangan besi cukup

untuk 6 bulan, bayi prematur cadangan besi cukup untuk 3 bulan(3).

Ekskresi besi dari tubuh sangat sedikit bisa melalui urin, tinja, keringat, sel kulit yang

terkelupas dan karena perdarahan (menstruasi). Sedangkan besi yang dilepaskan pada

pemecahan hemoglobin dari eritrosit yang sudah mati akan masuk kembali ke dalam iron pool

dan digunakan lagi untuk sintesa hemoglobin. Pengeluaran besi dari tubuh yang normal(3) :

Bayi                            0,3 – 0,4  mg.hari

Anak 4-12 tahun         0,4 – 1 mg/hari

Laki-laki dewasa         1 – 1,5 mg/hari

Wanita dewasa 1 – 2,5 mg/hari

Wanita hamil               2,7 mg/hari


Etiologi(4)

Menurut patogenesisnya :

 Masukan kurang : Malnutrisi Energi Protein (MEP), defisiensi diet, pertumbuhan

cepat.

 Absorpsi kurang : MEP, diare kronis

 Sintesis kurang : Transferin kurang

 Kebutuhan meningkat : Infeksi dan pertumbuhan cepat

 Pengeluaran bertambah: Kehilangan darah karena infeksi parasit dan  polip

berdasarkan umur penderita penyebab dari defisiensi besi dapat dibedakan:

 Bayi < 1tahun : Persediaan besi kurang karena Bayi Berat Lahir Rendah

(BBLR), lahir kembar, ASI eklusif tanpa suplemen besi, susu formula rendah besi,

pertumbuhan cepat, anemia selama kehamilan

 Anak 1-2 tahun : Masukan besi kurang, kebutuhan yang meningkat karena

infeksi berulang (Enteritis, Bronchopneumonia), absorpsi kurang

 Anak 2-5 tahun : Masukan besi kurang, kebutuhan meningkat, kehilangan

darah karena divertikulum meckeli

 Anak 5-remaja : Perdarahan karena infeksi parasit dan polip, diet tidak

adekuat

 Remaja-dewasa : Menstruasi berlebihan

Gejala klinis

- Lemas, pucat dan cepat lelah


- Sering berdebar-debar

- Sakit kepala dan iritabel

- Pucat pada mukosa bibir dan faring, telapak tangan dan dasar kuku

- Konjungtiva okuler berwarna kebiruan atau putih mutiara (pearly white)

- Papil lidah atrofi : lidah tampak pucat, licin, mengkilat, merah, meradang dan sakit

- Jantung dapat takikardi

- Jika karena infeksi parasit cacing akan tampak pot belly

- Penderita defisiensi besi berat mempunyai rambut rapuh, halus serta kuku tipis, rata, mudah

patah dan berbentuk seperti sendok.

Laboratorium

 Kadar Hb <10 g/dL, Ht menurun

 MCV <80, MCHC <32 %

 Mikrositik hipokrom, poikilositosis, sel target

 Sum-sum tulang sistem eritropoetik hiperaktif

 Serum Iron (SI) menurun, Iron Binding Capacity (IBC) meningkat

Terapi

 Pengobatan kausal

 Makanan adekuat

 Sulfas ferosus 3X10 mg /KgBB/hari. Diharapkan kenaikan Hb 1 g.dL setiap 1-2 minggu

 Transfusi darah bila kadar Hb <5 g/dL dan keadaan umum tidak baik

 Antihelmintik jika ada infeksi parasit

 Antibiotik jika ada infeksi

1.2 Makrositik Normokrom (Megaloblastik)(4)


Makrositik berarti ukuran sel darah merah lebih besar dari normal tetapi normokrom karena

konsentrasi hemoglobin normal (MCV >100 fL, MCHC normal). Hal ini diakibatkan oleh

gangguan atau terhentinya sintesis asam nukleat DNA seperti yang ditemukan pada defisiensi B12

dan atau asam folat.

a. Anemia Defisiensi Asam Folat

Asam folat adalah bahan esensial untuk sintesis DNA dan RNA. Jumlah asam folat dalam

tubuh berkisar 6-10 mg, dengan kebutuhan perhari 50mg. Asam folat dapat diperoleh dari hati,

ginjal, sayur hijau, ragi. Asam folat sendiri diserap dalam duodenum dan jejenum bagian atas,

terikat pada protein plasma secara lemah dan disimpan didalam hati. Tanpa adanya asupan folat,

persediaan folat biasanya akan habis kira-kira dalam waktu 4 bulan.

Etiologi

 kekurangan masukan asam folat

 gangguan absorpsi

 kekurangan faktor intrinsik seperti pada anemia pernisiosa dan postgastrektomi

 infeksi parasit

 penyakit usus dan keganasan

 obat yang bersifat antagonistik terhadap asam folat seperti metotrexat

Gejala klinis

 Pucat

 Sklera mata ikterik

 lekas letih dan lemas

 Jantung berdebar-debar
 pusing dan sukar tidur

 tampak seperti malnutrisi

 glositis berat (radang lidah disertai rasa sakit)

 Kurang nafsu makan

Laboratorium

 Hb menurun, MCV >96 fL

 Retikulosit biasanya berkurang

 Hipersegmentasi neutrofil

 Aktivitas asam folat dalam serum rendah (normal antara 2,1-2,8 mg/ml)

 Sum-sum tulang eritropoetik megaoblastik, granulopoetik, trombopoetik

Terapi

 Asam folat 3X5 mg/hari untuk anak

 Asam folat 3X2,5 mg/hari untuk bayi

 Atasi faktor etiologi

b. Anemia Defisiensi Vitamin B12

Dihasilkan dari kobalamin dalam makanan terutama makanan yang mengandung sumber

hewani seperti daging dan telur. Vitamin B12 merupakan bahan esensial untuk produksi sel darah

merah dan fungsi sistem saraf secara normal. Anemia jenis ini biasanya disebabkan karena

kurangnya masukan, panderita alkoholik kronik, pembedahan lambung dan ileum terminale,

malabsorpsi dan lain-lain. Adapun gejala dari penyakit ini berupa penurunan nafsu makan, diare,

sesak napas, lemah, dan cepat lelah. Untuk pengobatannya dapat diberikan suplementasi vitamin

B12.
1.3 Anemia Dimorfik

Suatu campuran anemia mikrositik hipokrom dan anemia megaloblastik. Biasanya disebabkan

oleh defisiensi dari asam folat dan besi. Dari hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan :

 hipokrom makrositik

 mikrositik normokrom

 MCV, MCH, MCHC mungkin normal

 SI menurun sedikit

 IBC agak menurun

 Sum-sum tulang terlihat gejala campuran dari kedua jenis anemia

Untuk terapi dapat diberikan : preparat besi dan asam folat

2    Anemia Aplastik / Pansitopenia(3,4)

Keadaan yang disebabkan berkurangnya sel-sel darah dalam darah tepi sebagai akibat

terhentinya pembentukan sel hemapoetik dalam sum-sum tulang, sehingga penderita mengalami

pansitopenia yaitu kekurangan sel darah merah, sel darah putih dan trombosit. Secara 

morfologis sel-sel darah merah terlihat normositik dan normokrom, hitung retikulosit rendah atau

hilang, biopsi sumsum tulang menunjukkan keadaan yang disebut pungsi kering dengan

hipoplasia yang nyata dan terjadi penggantian dengan jaringan lemak. Anemia aplastik dapat

dibedakan menjadi 2 yaitu :

2.1 Kongenital

Timbul perdarahan bawah kulit diikuti dengan anemia progresif dengan clinical onset 1,5-22

tahun, rerata 6-8 tahun. Salah satu contoh adalah sindrom fanconi yang bersifat constitusional
aplastic anemia resesif autosom, pada 2/3 penderita disertai anomali kongenital lain seperti

mikrosefali, mikroftalmi, anomali jari, kelainan ginjal, perawakan pendek, hiperpigmentasi

kulit(5).

2.2 Didapat(6)

Disebabkan oleh :

 radiasi sinar rontgen dan sinar radioaktif

 zat kimia seperti benzena, insektisida, As, Au, Pb

 obat seperti kloramfenikol, busulfan, metotrexate, sulfonamide, fenilbutazon.

 Individual seperti alergi

 Infeksi seperti TBC milier, Hepatitis

 Lain-lain seperti keganasan, penyakit ginjal, penyakit endokrin

 Yang paling sering bersifat idiopatik

 Pucat, lemah, anorexia, palpitasi

 Sesak napas karena gagal jantung

 Aplasia sistem hematopoetik seperti ikterus, limpa/hepar membesar, kelenjar getah

bening membesar

 Anemia karena eritropoetik menurun, retikulositopenia, Hb, Ht, eritrosit menurun

 Perdarahan oleh karena trombopoetik menurun atau trombositopenia

 Rentan terhadap infeksi oleh karena granulopoetik menurun atau netropenia

 Bersifat berat dan serius


Gejala klinis

Klinis akan terlihat anak pucat dengan berbagai gejala anemia lainnya seperti

anoreksia, lemah, palpitasi, sesak karena gagal jantung dan sebagainya. Oleh karena

sifatnya aplasia sistem hematopoetik, maka umumnya tidak ditemukan ikterus,

pembesaran limpa, hepar maupun kelenjar getah bening.

Laboratorium

 Anemia hipokrom normositik dan makrositik

 Retikulosit menurun

 Leukopenia

 Trombositopenia

 Kromosom patah

 Sum-sum tulang hipoplasia/aplasia yang diganti oleh jaringan lemak atau jaringan

penyokong

Terapi

 Prednison/kortikosteroid 2-5 mg/KgBB/hari secara oral

 Androgen/testosteron 1-2 mg /KgBB/ hari secara parenteral

 Transfusi darah bila perlu

 Pengobatan terhadap infeksi sekunder

 Makanan lunak

 Istirahat
 Transplantasi sumsum tulang pada pasien muda, Antithymocyte Globulin (ATG) untuk

pasien tua.

3. Anemia Hemolitik(3,7)

Pada anemia hemolitik umur eritrosit menjadi lebih pendek (normal umur eritrosit 100-120

hari). Gejala umum penyakit ini disebabkan adanya penghancuran eritrosit sehingga dapat

menimbulkan gejala anemia, bilirubin meningkat bila fungsi hepar buruk dan keaktifan sumsum

tulang untuk mengadakan kompensasi terhadap penghancuran tersebut (hipereaktif eritropoetik)

sehingga dalam darah tepi dijumpai banyak eritrosit berinti, retikulosit meningkat, polikromasi,

bahkan eritropoesis ektrameduler. Gejala klinis penyakit ini berupa: menggigil, pucat, cepat

lelah, sesak napas, jaundice, urin berwarna gelap, dan pembesaran limpa. Penyakit ini dapat

dibagi dalam 2 golongan besar yaitu :

3.1 Gangguan Intrakorpuskular (kongenital)

Kelainan ini umumnya disebabkan oleh karena ada gangguan dalam metabolisme eritrosit

sendiri. Dapat dibagi menjadi 3 golongan yaitu :

a. Gangguan pada struktur  dinding eritrosit

 Sferositosis

Umur eritrosit pendek, bentuknya kecil, bundar dan resistensi terhadap NaCl hipotonis

menjadi rendah. Limpa membesar dan sering disertai ikhterus, jumlah retikulosit meningkat.

Penyebab hemolisis pada penyakit ini disebabkan oleh kelainan membran eritrosit. Pada anak

gejala anemia lebih menyolok dibanding dengan ikhterus. Suatu infeksi yang ringan dapat

menimbulkan krisis aplastik. Utnuk pengobatan dapat dilakukan transfusi darah dalam
keadaan kritis, pengangkatan limpa pada keadaan yang ringan dan anak yang agak besar (2-3

tahun), roboransia.

 Ovalositosis (eliptositosis)

50-90% eritrosit berbentuk oval (lonjong), diturunkan secara dominan, hemolisis tidak

seberat sferositosis, dengan splenektomi dapat mengurangi proses hemolisis.

 A beta lipoproteinemia

Diduga kelainan bentuk ini disebabkan oleh kelainan komposisi lemak pada dinding sel.

 Gangguan pembentukan nukleotida

Kelainan ini dapat menyebabkan dinding eritrosit mudah pecah

b. Gangguan enzim yang mengakibatkan kelainan metabolisme dalam eritrosit

 Defisiensi G6PD(8,9)

Akibat kekurangan enzim ini maka glutation (GSSG) tidak dapat direduksi. Glutation dalam

keadaan tereduksi (GSH) diduga penting untuk melindungi eritrosit dari setiap oksidasi,

terutama obat-obatan. Diturunkan secara dominan melalui kromosom X. Penyakit ini lebih

nyata pada laki-laki. Proses hemolitik dapat timbul akibat atau pada : obat-obatan (asetosal,

sulfa, obat anti malaria), memakan kacang babi, alergi serbuk bunga, bayi baru lahir. Gejala

klinis yang timbul berupa cepat lelah, pucat, sesak napas, jaundice dan pembesaran hepar.

Untuk terapi  bersifat kausal.

 Defisiensi glutation reduktase

Disertai trombositopenia dan leukopenia dan disertai kelainan neurologis.

 Defisiensi glutation

Diturunkan secara resesif dan jarang ditemukan.


 Defisiensi piruvat kinase

Pada bentuk homozigot  berat sekali sedang pada bentuk heterozigot tidak terlalu berat. Khas

dari penyakit ini adanya peninggian kadar 2,3 difosfogliserat (2,3 DPG). Gejala klinis

bervariasi, untuk terapi dapat dilakukan tranfusi darah.

 Defisiensi triose phosphatase isomerase (TPI)

Menyerupai sferositosis tetapi tidak ada peningkatan fragilitas osmotik dan hapusan darah

tepi tidak ditemnukan sferosit. Pada bentuk homozigot  bnersiaft lebih berat.

 Defisiensi difosfogliserat mutase

 Defisiensi heksokinase

 Defisiensi gliseraldehide 3 fosfat dehidrogenase

Ketiga jenis terakhir diturunkan secara resesif dan diagnosis ditgakkan dengan pemeriksaan

biokimia.

c. Hemoglobinopatia

Hemoglobin orang dewasa normal teridi dari HbA (98%), HbA2 tidak lebih dari 2 % dan HbF

tidak lebih dari 3 %. Pada bayi baru lahir HbF merupakan bagian terbesar dari hemoglobinnya

(95%), kemudian pada perkembangan konsentrasi HbF akan menurun sehingga pada umur 1

tahun telah mencapai keadaan yang normal. Terdapat 2 golongan besar gangguan pembentukan

Hemoglobin ini yaitu :

 gangguan struktural pembentukan hemoglobin (hemoglobin abnormal) misal HbE, HbS

dan lain-lain.
 Gangguan jumlah (salah satu atau beberapa) rantai globin misal talasemia

d. Talasemia

Penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan dari kedua orang tua kepada anak-

anaknya secara resesif. Di Indonesia talasemia merupakan penyakit terbanyak diantara golongan

anemia hemolitik dengan penyebab intrakorpuskular.

Secara molekular dibedakan atas:

 Talasemia µ (gangguan pembentukan rantai µ)

 Talasemia b (gangguan pembentukan tantai b)

 Talasemia b-d (gangguan pembentuka rantai b dand yang letak gennya diduga berdekatan

 Talasemia d (gangguan pembentukan rantai d)

Secara klinis talasemia dibagi dalam 2 golongan yaitu :

 Talasemia mayor (bentuk homozigot)

Memberikan gejala klinis yang jelas

 Talasemia minor

Biasanya tidak memberikan gejala klinis

Gejala klinis dan laboratorium

 Kelainan darah

Berupa anemia berat tipe mikrositik karena sintesis HbA menurun, penghancuran eritrosit

meningkat dan defisiensi asam folat.

 Kelainan organ
Karena proses penyakit dan hemosiderosis karena transfusi. Berupa   hepatomegali –

splenomegali, pada anak yang besar disertai gizi yang jelek dan muka fasies mongoloid.

tulang medula lebar, kortek tipis sehingga mudah fraktur dan trabekula kasar, tulang

tengkorak memperlihatkan diploe dan brush appereance. Gangguan pertumbuhan berupa

pendek, menarche, gangguan pertumbuhan sex sekunder, perikarditis dan kardiomegali

dapat menyebabkan decomp kordis.

 Darah tepi

Mikrositik hipokrom, jumlah retikulosit meningkat, pada hapusan darah tepi didapatkan

anisositosis, hipokromi, poikilositositosis, sel target. Kadar besi dalam serum (SI)

meninggi dan daya ikat serum besi (IBC) menjadi rendah. Hemoglobin mengandung

kadar HbF yang tinggi lebih dari 30%. Di indonesia kira-kira 45% penderita talasmeia

juga mempunyai HbE, penderita talasemia HbE maupun HbS secara klinis lebih ringan

dari talasemia mayor. Umumnya datang ke dokter pada umur 4-6 tahun sedang talasemia

mayor gejala sudah tampak pada umur 3 bulan. Penderita talasemia HbE dapat hidup

hingga dewasa.

Komplikasi

Anemia berat dan lama dapat menyebabkan gagal jantung, transfusi darah berulang dan

proses hemolisis menyebabkan kadar besi dalam darah sangat tinggi, sehingga ditimbun dalam

berbagai organ (hepar, limpa, kulit, jantung). Hemokromatosis, limpa yang besar mudah ruptur

kadang disertai tanda hipersplenisme seperti leukopenia dan trombositopenia.

Pengobatan

 Saat diagnosis (baru)


- Atasi anemia dengan transfusi Packed Red Cell (PRC) bila Hb <6g/dL dan dipertahankan >12

g/dL

- Atasi komplikasi karena penyakit : gagal jantung karena anemia beri oksigen, transfusi,

diuretik, digitalisasi hanya bila Hb >8 g/dL. Jika ada infeksi beri antibiotik.

- Lengkapi antropometri

- Lengkapi penunjang : kadar besi dan feritin, foto tulang, analisa Hb, rontgen thorak dan EKG,

pemeriksaan DNA

- Imunisasi hepatitis B

 Tindak lanjut (pasien lama)

- Kontrol Hb 2- 4 minggu, darah lengkap setiap 4 minggu

- Pemberian kelasi besi (deferoxamin /DFO): jika kadar feritin ³2000 mg/L diberikan 5 hari

dalam 1 minggu, jika kadar feritin <2000 mg/L diberikan tiap kali transfusi

- Pemantauan fungsi organ : setiap 3 bulan

- Splenektomi

- Pemeriksaan IQ

- Atasi komplikasi: untuk dekomp kordis jika Hb>8 g/dL dan ada kardiomiopati beri dosteral

IM, transfusi. Jika Hb < 8 g/dL oleh karena anemi dapat dilakukan transfusi, dosteral biasa.

- Obat-obatan seperti vitamin C dan asam folat 2-5 mg/hari.

- Hingga sekarang tidak ada obat yang dapat menyembuhkan, transfusi darah diberikan bila

kadar Hb telah rendah (kurang dari 6 g/dL) atau bila anak mengeluh tidak mau makan dan

lemah
- Untuk mengeluarkan besi dari jaringan tubuh diberikan iron chelating agent yaitu desferal

secata intramuskular atau intavena.

- Splenektomi dilakukan pada anak 2 tahun sebelum didapatkan tanda hipersplenisme atau

hemosiderosis.

- Pemberian vitamin.

3.2 Gangguan Ektrakorpuskular

Golongan dengan penyebab hemolisis ektraseluler, biasanya penyebabnya merupakan faktor

yang didapat (acquired) dan dapat disebakan oleh:

1. Obat-obatan, racun ular, jamur, bahan kimia (bensin, saponin, air), toksin (hemolisin)

streptokokus, virus, malaria.

2. Hipersplenisme. Pembesaran limpa apapun sebabnya sering menyebabkan penghancuran

eritrosit.

3. Anemia akibat penghancuran eritrosit karena reaksi antigen-antibodi. Seperti

inkompabilitas golongan darah, alergen atau hapten yang berasal dari luar tubuh, bisa

juga karena reaksi autoimun.

Pengobatan

Pemberian transfusi darah dapat menolong penderita, dapat pula diberikan prednison atau

hidrokortison dengan dosis tinggi pada anemia hemolitik imun ini.

4.  Anemia Post Hemoragik

Terjadi akibat perdarahan masif atau perdarahan menahun seperti kehilangan darah karena

kecelakaan, operasi, perdarahan usus, ulkus peptikum, hemoroid.

a. Kehilangan darah mendadak


Pengaruh yang timbul segera

 Kehilangan darah yang cepat akan menimbulkan reflek kardiovaskular sehingga terjadi

kontraksi arteriola, penurunan aliran darah ke organ yang kurang vital (anggota gerak,

ginjal dan sebagainya) dan peningkatan aliran darah ke organ vital (otak dan jantung).

 Kehilangan darah 12-15% : pucat, takikardi, tekanan darah normal/menurun

 Kehilangan darah 15-20% : tekanan darah menurun, syok reversibel

 Kehilangan darah >20% : syok reversibel

 Terapi : transfusi darah dan plasma

Pengaruh lambat

 Pergeseran cairan ektraseluler ke intraseluler sehingga terjadi hemodilusi

 Gejala: leukositosis (15.000-20.000/mm3), Hb, Ht, eritrosit menurun, eritropoetik

meningkat, oligouria/anuria, gagal jantung.

 Terapi dapat diberikan PRC

b. Kehilangan darah menahun

Berupa gejala defisiensi besi bila tidak diimbangi dengan masukan suplemen besi.

Prognosis dan Perjalanan Penyakit

Prognosis bergantung kepada:

1. Gambaran sum-sum tulang (hiposeluler atau aseluler)

2. Kadar HbF yang lebih dari 200 mg% memperlihatkan prognosis yang lebih baik

3.Jumlah granulosit yang lebih dari 2.000 /mm3 menunjukkan prognosis yang lebih baik

4.Pencegahan infeksi sekunder, terutama di Indonesia karena kejadian infeksi masih tinggi.
Daftar Pustaka

1. Mansoer Arif. Kapita Selekta Kedokteran edisi 3. Media Aesculapius. Fakultas


Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2000
2. Sylvia A.Price. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit buku 2. EGC.
Jakarta. 1995
3. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Buku
Kuliah Ilmu Kesehatan Anak Volume 1 . Percetakan Info Medika. Jakarta. 2002
4. Richard E.Behrman. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Volume 2 edisi 15. EGC. Jakarta. 2000
5. Rita Nanda, MD. Departement of Hematology/Oncology. University of Chicago Medical
Centre. Chicago. Review provided by VeriMed Healthcare Network.
6. Stephen Grund, MD, PhD. Chief of Hematology/Oncology and Director of The George
Bray Cancer Center at New Britain General Hospital. New Britain. Review provided by
VeriMed Healthcare Network.
7. Marcia S.Brose, MD, PhD. Assistant Profesor Hematology/Oncology. The University of
Pennsylvania Cancer Center. Philadelphia. Review provided by VeriMed Healthcare
Network.
8. Beutler E. G6PD deficiency. Blood 1994;84:3613-36.
9. Mehta A, Mason PJ, Vulliamy TJ. Glucose-6-phosphate dehydrogenase deficiency.
Baillieres Best Pract Res Clin Haematol 2000;13:21-38.

Anda mungkin juga menyukai