Anda di halaman 1dari 21

HIPERURISEMIA PADA ARTRITIS GOUT

A. KASUS
Sampel darah seorang pasien laki- laki berusia 68 tahun dengan keterangan
klinis artritis gout dikirim ke laboratorium sentral RSUP Dr. M. Djamil Padang
pada tanggal 7 Juni 2022 untuk pemeriksaan kimia klinik. Hasil pemeriksaan
didapatkan sebagai berikut:
Pemeriksaan Hasi Satuan Nilai Metode
l Rujukan
Asam Urat 9,5 mg/dL 3.0 – 7.0 Urikase
Kolesterol 100 mg/dL <200 Enzimatik
Total
HDL 18 mg/dL >55 Enzimatik
Kolesterol
LDL 58 mg/dL <150 Kalkulasi
Kolesterol
Trigliserida 122 mg/dL <150 Enzimatik
Kesan:
- Asam urat meningkat
- HDL kolesterol menurun

DATA TAMBAHAN
Anamnesis
Keluhan utama:
Nyeri kaki kiri disertai warna kemerahan dan benjolan yang pecah dan
mengeluarkan darah dan nanah sejak 7 hari yang lalu.
Riwayat Penyakit Sekarang:
- Nyeri kaki kiri meningkat sejak 2 hari yang lalu, nyer terasa seperti
ditusuk, meningkat dengan aktivitas dan berkurang dengan obat anti
nyeri.
- Terdapat benjolan pada sendi jari kaki dan tangan sejak 10 tahun yang
lalu dan terasa semakin membesar. Sejak 7 hari yang lalu, benjolan
pecah dan luka mengeluarkan butiran putih disertai nanah dan darah.
- Buang air kecil berkurang sejak 1 bulan yang lalu, hanya 2-3x/hari
dengan volume 1-2 gelas tiap buang air kecil. BAK berwarna kuning,
tidak keruh, tidak berdarah, dan tidak tersendat.
- Nafsu makan menurun sejak 2 minggu yang lalu.
- Demam sejak 7 hari yang lalu, demam dirasakan terus menerus, tidak

1
tinggi dan tidak menggigil.
- Mual dan muntah tidak ada.
- Sesak nafas tidak ada.
- Riwayat perdarahan tidak ada.
- Buang air besar normal.
- Pasien rujukan dari rumah sakit daerah untuk penatalaksanaan lebih
lanjut.
Riwayat Pengobatan
Pasien mendapatkan obat penurun asam urat dari puskesmas dan tidak
rutin berobat. Pasien lebih sering mengkonsumsi obat penghilang nyeri yang
dijual bebas.
Riwayat Penyakit Dahulu:
- Riwayat hipertensi tidak ada.
- Riwayat diabetes melitus tidak ada.
- Riwayat penyakit jantung tidak ada.
- Riwayat penyakit ginjal sebelumnya tidak ada
Riwayat Penyakit Keluarga:
- Riwayat hipertensi di keluarga tidak ada.
- Riwayat diabetes melitus di keluarga tidak ada.
Riwayat Pekerjaan, Sosial, Ekonomi, Kejiwaan dan Kebiasaan
- Pasien adalah seorang supir dan tergolong keluarga dengan sosial
ekonomi menengah ke bawah. Pasien tinggal di rumah semi permanen
dan tinggal bersama seorang istri dan dua orang anak.
- Riwayat sering mengkonsumsi jeroan, daun singkong, kacang-kacangan
sejak usia muda.
- Riwayat merokok tidak ada.
- Riwayat minum alkohol disangkal.
Pemeriksaan Fisik:
Keadaaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Kompos mentis koperatif
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Nadi : 98 x/menit, irama reguler, pengisian cukup

2
Nafas : 20 x/menit
Suhu : 38 0 C VAS : 4
Tinggi badan : 155 cm
Berat badan : 65 kg
BBI : 49,5 kg
BMI : 22.2 kg/m2 (normoweight)
Edema : tidak ada
Anemis : tidak ada
Ikterus : tidak ada
Kulit : Kulit teraba hangat, turgor kulit baik
Kelenjar getah bening : tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening di regio
colli, axilla dan inguinal
Kepala : Normocephal Rambut : Hitam, tidak mudah rontok Mata : Konjungtiva
anemis (-), sklera ikterik (-), pupil isokor, reflex cahaya (+/+)
Telinga : Deformitas (-), tofus (-)
Hidung : Deviasi septum (-), tanda radang (-)
Tenggorokan : Tonsil T1-T1, faring tidak hiperemis
Gigi dan mulut : Karies (-)
Leher : JVP 5-2 cmH2O
Paru depan Inspeksi : Statis, normochest, pergerakan dinamis simetris kanan
dan kiri
Palpasi : Fremitus normal kanan sama dengan kiri
Perkusi: Sonor pada paru kanan dan kiri, batas pekak hepar setinggi RIC VI
kanan
Auskultasi : Vesikular, ronkhi -/-, wheezing -/- 28
Paru belakang Inspeksi : Statis, normochest, pergerakan dinamis simetris kanan
dan kiri
Palpasi : Fremitus normal kanan sama dengan kiri
Perkusi : Sonor pada paru kiri dan kanan, peranjakan paru 2 jari
Auskultasi : Vesikular, ronkhi -/-, wheezing -/- Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V, kuat angkat, seluas 1

3
ibu jari, thrill (-)
Perkusi : Batas kanan LSD, batas atas RIC II kiri, batas kiri 1 jari medial LMCS
RIC V.
Auskultasi : Bunyi jantung reguler, M1 > M2, P2< A2,bising (-) Abdomen
Inspeksi : Tidak tampak membuncit, venektasi tidak ada
Palpasi : Distensi (-), nyeri tekan epigastrium (-), hepardan lien tidak teraba
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Punggung : Nyeri tekan tidak ada, nyeri ketok CVA (+/+), Balottement (-)
Alat kelamin : Tidak ada kelainan
Anggota gerak : Reflek fisiologis (+/+), Reflek patologis (-/-).
Pemeriksaan laboratorium Hematologi 9 Juni 2022
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan Metode
Hemoglobin 10,8 g/dL 13,0 – 16,0 SLS-
Hemoglobin
Leukosit 21,64 103/mm3 5,0 – 10,0 Laser Optical
Flowcytometri
Eritrosit 3,77 106/uL 4,50 – 5,50 Hydrodinamic
Trombosit 517 103/mm3 150 – 400 Focusing DC
Detection
Impedance
Hematokrit 34 % 40,0 – 48,0 RBC Pulse
Height
Detection
Methode
MCV 90 fL 82,0 – 92,0
MCH 29 pg 27,0 – 31,0 Kalkulasi
MCHC 32 % 32,0 – 36,0
Hitung Jenis
Basofil 0 % 0–1
Eosinofil 1 % 1–3
Neutrofil 1 % 2,0 – 6,0
Batang Manual
Neutrofil 92 % 50,0 – 70,0
Segmen
Limfosit 3 % 20,0 – 40,0
Monosit 3 % 2,0 – 8,0
Kesan:
- Anemia
- Leukositosis dengan neutrofilia shift to the right
- Trombositosis

4
Pemeriksaan Kimia Klinik 9 Juni 2022
Pemeriksaan Hasi Satuan Nilai Rujukan Metode
l
Total Protein 6,2 g/dL 6,6 – 8,7 Reaksi Biuret
Albumin 3,2 g/dL 3,8 – 5,0 Brom Cresol
Green Binding
(BCG)
Globulin 3,0 g/dL 1,3 – 2,7 Kalkulasi
SGOT 20 U/L < 38 NADH
SGPT 17 U/L < 41 NADH
Ureum Darah 57 mg/dL 10 – 50 Kolorimetri
Kreatinin Darah 3,1 mg/dL 0,8 – 1,3 Jaffer
Glukosa Sewaktu 85 mg/dL 50 – 200 Heksokinase
Elektrolit
Natrium 126 mmol/ 136 – 145 ISE Direct
L
Kalium 3,4 mmol/ 3,5 – 5,1 ISE Direct
L
Klorida 107 mmol/ 97 – 111 ISE Direct
L
Kalsium 8,7 Mg/dL 8,1 – 10,4 Enzimatik
(Kolorimetri)
Kesan:
- Total protein, albumin dan globulin meningkat
- Kreatinin meningkat
- Kalium menurun

Diagnosis Kerja:
Primer : Artritis gout fase kronik dengan multiple tofus terinfeksi
Sekunder : Chronic kidney disease stage IV e.c Nefropati gout High risk VTE
Terapi:
- Istirahat/ diet makanan lunak rendah purin 1700 kkal (karbohidrat 1100
kkal, protein 200 kkal, lemak 400 kkal)

- IVFD NaCl 0,9% 500 cc/12 jam

- Ceftriaxone 2x1 gr IV

- Metronidazole 3x500 mg IV

- Allopurinol 1x100 mg PO

- Parasetamol 3x1000 mg PO

- Wound redressing 2x sehari

5
Anjuran Pemeriksaan:
- Analisa cairan sendi

B. TINJAUAN PUSTAKA
1. Asam Urat
1.1 Definisi
Asam urat adalah produk akhir metabolisme purin pada hewan tingkat
tinggi, seperti manusia. Dalam kondisi fisiologis, sintesis dan ekskresi asam
urat seimbang dalam tubuh. Setelah keseimbangan ini terganggu, hal ini akan
menyebabkan hiperurisemia. Normalnya, kadar asam urat laki-laki lebih besar
dari 7 mg/dL atau kadar asam urat perempuan lebih besar dari 6 mg/dL
dianggap hiperurisemia (Hao Y et al., 2019).
1.2 Etiologi
1.2.1 Produksi Urat Berlebihan
a. Diet kaya purin.
b. Kesalahan metabolisme purin: defisiensi hypoxanthine phosphoribosyltran
sferase (HPRT), sintetase aktivitas phosphoribosylpyrophosphate (PRPP).
c. Kerusakan atau pergantian sel: penyakit limfoproliferatif, penyakit mielopr
oliferatif, polisitemia vera, penyakit Paget, psoriasis, lisis tumor, hemolisis,
rhabdomyolisis, olahraga (Dong H, 2017)
1.2.2 Penurunan Ekskresi Asam Urat
a. Penyakit ginjal akut atau kronis, asidosis (asidosis laktat, ketoasidosis), hip
ovolemia, obat/toksin (diuretik, niasin, pirazinamid, etambutol, siklosporin,
berilium, salisilat, timbal, alkohol), sarkoidosis, hiperparatiroidisme, hipot
iroidisme, sindrom Bartter, sindrom Down (Dong H, 2017).
1.3 Metabolisme Asam Urat
Purin, seperti adenin dan guanin dari pemecahan asam nukleat yang dicerna
atau dari kerusakan jaringan, diubah menjadi asam urat, terutama di hati. Asam u
rat diangkut dalam plasma dari hati ke ginjal, dimana akan disaring oleh glomeru
lus. Reabsorpsi berkisar 98-100% dari filtrat glomerulus terjadi di tubulus proksi
mal. Sejumlah kecil asam urat disekresikan oleh tubulus distal menuju urin. Eksk

6
resi ginjal menyumbang sekitar 70% dari eliminasi asam urat; sisanya masuk ke s
aluran intestinal dan didegradasi oleh enzim bakteri (Bishop, 2022).
Hampir semua asam urat dalam plasma hadir sebagai monosodium urat. Pad
a pH plasma (pH -7), urat relatif tidak larut; pada konsentrasi > 6,8 mg/dL, plasm
a menjadi jenuh. Akibatnya, kristal urat dapat terbentuk dan mengendap di jaring
an. Dalam urin asam (pH <5,75), asam urat adalah spesies yang dominan dan kris
tal asam urat dapat terbentuk (Bishop, 2022).
Sebagian besar urat dalam tubuh berasal dari produksi endogen di hati deng
an kontribusi kecil dari usus halus. Glomerulus menyaring hampir semua asam ur
at; maka di bawah kondisi mapan, kumpulan urat tubuh dikelola melalui ekskresi
ginjal. Kolam urat diperluas dalam keadaan hiperuremik. Pada pria, kisaran urat
normal adalah 800 hingga 1000 mg, dan pada wanita 500 hingga 1000 mg. Omse
t harian urat adalah antara 500 sampai 1000 mg. Konsentrasi urat serum pada ana
k-anak lebih rendah, dan selama masa pubertas laki-laki, nilainya meningkat ke k
isaran dewasa. Kadar urat serum tetap rendah pada wanita usia reproduksi. Perbe
daan hasil dari efek estrogen pada transporter urat ginjal, mengakibatkan reabsor
psi urat ginjal lebih sedikit dan peningkatan pembersihan pada wanita. Pada wani
ta menopause dan pascamenopause, kadar urat mendekati laki-laki dewasa dan d
apat diubah dengan terapi penggantian hormon (Fernando et al., 2022).
Peningkatan konsentrasi asam urat plasma yang abnormal ditemukan pada g
out, peningkatan katabolisme asam nukleat, dan penyakit ginjal. Asam urat adala
h penyakit yang ditemukan terutama pada pria dan biasanya pertama kali didiagn
osis antara usia 30 dan 50 tahun. Individu yang terkena mengalami nyeri dan per
adangan sendi yang disebabkan oleh pengendapan natrium urat. Pada 25% sampa
i 30% dari pasien ini, hiperurisemia adalah akibat dari kelebihan produksi asam u
rat, meskipun hiperurisemia dapat diperburuk oleh diet kaya purin, obat-obatan, d
an alkohol. Konsentrasi asam urat plasma pada individu yang terkena biasanya le
bih besar dari 6,0 mg/dL. Pasien dengan asam urat rentan terhadap pembentukan
batu ginjal, meskipun tidak semua orang dengan konsentrasi urat serum yang abn
ormal tinggi mengalami komplikasi ini. Pada wanita, konsentrasi urat meningkat
setelah menopause. Wanita pascamenopause dapat mengalami hiperurisemia dan

7
asam urat. Dalam kasus yang parah, endapan kristal asam urat dan urat yang dise
but tofi terbentuk di jaringan, menyebabkan deformitas (Bishop, 2022).
Penyebab umum lain dari peningkatan konsentrasi asam urat plasma adalah
peningkatan metabolisme inti sel, seperti yang terjadi pada pasien yang menjalani
kemoterapi untuk penyakit pro-liferatif seperti leukemia, limfoma, multiple myel
oma, dan polisitemia. Pemantauan konsentrasi asam urat pada pasien ini penting
untuk menghindari rotoksisitas nef. Allopurinol. yang menghambat xanthine oxid
ase (EC 11.3.22), enzim dalam jalur sintesis asam urat digunakan untuk pengobat
an (Bihop, 2022).
Pasien dengan anemia hemolitik atau megaloblastik dapat menunjukkan pen
ingkatan konsentrasi asam urat. Peningkatan konsentrasi asam urat dapat ditemuk
an setelah konsumsi makanan yang kaya purin seperti hati, ginjal, manisan dan k
erang) atau sebagai akibat dari katabolisme jaringan karena asupan makanan yan
g dibuat cukup (kelaparan) (Bishop, 2022).
Gangguan metabolisme purin yang diturunkan berhubungan dengan peningk
atan yang signifikan dalam konsentrasi asam urat fisiologis. Sindrom Lesch-Nyh
an adalah kelainan genetik terkait-X (hanya terlihat pada laki-laki) yang disebabk
an oleh defisiensi lengkap hipoksantin-guanin fosfo ribosiltransferase (EC 2.4.2.
8), suatu enzim penting dalam biosintesis purin. Kekurangan enzim ini mencegah
pemanfaatan kembali basa purin dalam jalur penyelamatan nukleotida dan mengh
asilkan peningkatan sintesis de novo nukleotida purin dan konsentrasi asam urat
plasma dan urin yang tinggi. Gejala neurologis, keterbelakangan mental, dan mut
ilasi diri menjadi ciri penyakit yang sangat langka ini. Mutasi pada enzim pertam
a dalam jalur sintesis purin, phosphoribosylpyro phosphate synthetase (EC 2.7.6.
1), juga menyebabkan peningkatan konsentrasi asam urat. Peningkatan asam urat
dalam bentuk sekunder ditemukan akibat penyakit penyimpanan glikogen (defisi
ensi glukosa-6-fosfatase, EC 3.1 .39) dan intoleransi fruktosa (kekurangan frukto
sa-1-fosfat aldolase, EC 2.1.2.13) Metabolit seperti laktat dan trigliserida diprodu
ksi secara berlebihan dan bersaing dengan asam urat untuk ekskresi ginjal pada p
enyakit ini (Bishop, 2022).
Hipourisemia lebih jarang daripada hiperurisemia dan biasanya sekunder aki
bat penyakit hati berat atau reabsorpsi tubulus yang rusak, seperti pada sindrom F

8
anconi (gangguan reabsorpsi di tubulus kontortus proksimal ginjal). Penurunan a
sam urat plasma dapat disebabkan oleh kemoterapi dengan 6-merkaptopurin atau
azatioprin, penghambat sintesis de novo purin, dan akibat pengobatan yang berle
bihan dengan allopurinol (Bishop, 2022).
1.3 Pemeriksaan Laboratorium
Studi laboratorium kemungkinan besar akan mengungkapkan nilai asam urat
serum normal kurang dari 6,8 mg/dL. Pengumpulan asam urat urin dua puluh emp
at jam harus kurang dari 600 mg/hari untuk pria dewasa dengan diet bebas purin.
Tingkat di atas ini menyiratkan peningkatan produksi asam urat. Pertimbangkan h
itung darah lengkap (CBC), CMP, profil lipid, kalsium dan kadar fosfat. Studi lab
oratorium ini untuk menilai penyakit yang mendasari yang mengarah ke peningkat
an asam urat menggunakan studi tambahan. Pertimbangkan rontgen sendi untuk m
engevaluasi pembengkakan sendi; Namun, pencitraan tidak diperlukan untuk diag
nosis asam urat (Yakupova SP, 2018).
Ultrasonografi ginjal diindikasikan pada pasien dengan nefrolitiasis asam urat.
Pertimbangkan aspirasi sendi untuk mengevaluasi kristal asam urat, cari birefring
en negatif di bawah mikroskop terpolarisasi. Skrining rutin untuk hiperurisemia ti
dak dianjurkan (Yakupova SP, 2018).
2. Artritis gout
2.1 Definisi
Artritis gout adalah penyakit yang sering ditemukan, merupakan kelompok pe
nyakit heterogen sebagai akibat deposisi kristal monosodium urat pada jaringan, a
kibat gangguan metabolism berupa hiperurisemia (Fernando et al., 2022)
Artritis gout bisa terjadi akut maupun kronis. Tanda inflamasi seperti bengkak
dan nyeri pada sendi ibu jari kaki merupakan tanda yang khas. Artritis gout dapat
bersifat primer, sekunder, maupun idiopatik. Jika primer, berarti berhubungan den
gan produksi asam urat yang berlebihan dan ekskresi asam urat yang mengalami p
enurunan. Apabila sekunder, dimana produksi asam urat yang berlebihan dan pen
urunan ekskresi yang diakibatkan penyakit lain atau pemakaian medikamentosa te
rtentu. Sedangkan idiopatik, hiperurisemia yang tidak jelas penyebab utamanya, bi
sa saja kelainan genetik, dan tidak ada kelainan fisiologis serta anatomi yang jelas
(Hawkins & Rahn DW, 2010).

9
2.2 Etiologi
Hiperurisemia merupakan penyebab utama artritis gout. Individu dengan k
adar urat serum yang lebih tinggi berada pada risiko tinggi untuk serangan asam u
rat dan juga akan lebih sering kambuh dari waktu ke waktu. Dalam sebuah peneli
tian terhadap lebih dari 2000 orang dewasa yang lebih tua dengan asam urat, mer
eka yang memiliki kadar lebih dari 9 mg/dl tiga kali lebih mungkin untuk kambu
h selama 12 bulan ke depan dibandingkan mereka yang kadarnya kurang dari 6 m
g/dl (Abishek A, 2017).
Hiperurisemia bukan satu-satunya faktor risiko asam urat, dan faktanya, ha
nya sebagian kecil dari pasien ini yang mengalami asam urat. Kisaran asam urat f
isiologis yang lebih rendah dapat menilai dampak diet pada tingkat bantuan urat p
ada spesies penghasil non-uricase lainnya. Sumber makanan yang dapat menyeba
bkan hiperurisemia dan asam urat termasuk konsumsi makanan hewani seperti m
akanan laut (misalnya, udang, lobster), organ (misalnya, hati dan ginjal), dan dagi
ng merah (babi, sapi). Beberapa minuman seperti alkohol, minuman manis, soda,
dan sirup jagung fruktosa tinggi juga dapat menyebabkan penyakit ini (Abishek
A, 2017).
Studi epidemiologi melaporkan peningkatan beban penyakit asam urat, ya
ng sebagian besar dijelaskan oleh perubahan gaya hidup seperti peningkatan kons
umsi protein dan gaya hidup yang tidak banyak bergerak (Hawkins & Rahn DW,
2010).
Faktor lain yang terlibat dalam asam urat dan/atau hiperurisemia termasuk
usia yang lebih tua, jenis kelamin laki-laki, obesitas, diet purin, alkohol, obat-oba
tan, penyakit penyerta, dan genetika. Obat yang menyinggung termasuk diuretik,
aspirin dosis rendah, etambutol, pirazinamid, dan siklosporin. Studi asosiasi geno
me-wide (GWAS) telah menemukan beberapa gen yang terkait dengan asam urat.
Ini termasuk SLC2A9, ABCG2, SLC22A12, GCKR, dan PDZK1 (Hawkins & Ra
hn DW, 2010).

2.2 Epidemiologi

10
Prevalensi artritis gout cukup besar, di Amerika Serikat mencapai 3,9%, di
Eropa mencapai 2,5% (Chensu M et al,. 2019). Sedangkan di Indonesia, penelitia
n di Bali oleh Putra dkk. menunjukkan prevalensi hiperurisemia mencapai 1,45%;
lalu penelitian oleh Ahimsa dkk. menunjukkan angka prevalensi gout yang sangat
tinggi pada etnis Sangihe di Minahasa Utara, yaitu sebesar 29,2%.12 Secara umum,
artritis gout lebih sering ditemukan pada jenis kelamin pria dibandingkan wanita,
dan insidensinya akan meningkat seiring dengan bertambahnya usia (Fernando A
et al,. 2022).
Hipertensi, diabetes mellitus, hiperlipidemia, dan sindrom metabolik serin
g dikaitkan dengan asam urat. Individu dengan psoriasis telah meningkatkan prod
uksi urat dan rentan terhadap asam urat. Di sisi lain, pasien dengan insufisiensi gi
njal mengalami penurunan ekskresi urat, yang mengakibatkan serangan gout. Prev
alensi gout juga lebih tinggi pada individu dengan penyakit kronis seperti hiperten
si, penyakit ginjal kronis, diabetes mellitus, obesitas, gagal jantung kongestif, dan
infark miokard (Singh JA, 2017).
2.3 Patogenesis
Artritis gout adalah penyakit yang disebabkan oleh tumpukan asam urat pada
jaringan, terutama pada jaringan sendi. Artritis gout berhubungan erat dengan gan
gguan metabolisme purin yang memicu peningkatan kadar asam urat dalam darah
(hiperurisemia). Hiperurisemia adalah keadaan dimana terjadi peningkatan kadar a
sam urat dalam darah diatas normal. Kadar asam urat dalam serum merupakan has
il keseimbangan antara produksi dan sekresi (David et al,. 2019).
Ketika terjadi ketidakseimbangan dua proses tersebut maka terjadi keadaan hi
perurisemia, yang menimbulkan hipersaturasi asam urat yaitu kelarutan asam urat
di serum yang telah melewati ambang batasnya, sehingga merangsang timbunan u
rat dalam bentuk garamnya terutama monosodium urat di berbagai tempat/jaringa
n (David et al,. 2019).
Patogenesis terjadinya artritis gout akut mengikuti 5 fase yaitu:
1. Presispitasi dari kristal Mono Sodium Urat (MSU) Merupakan awal dari serang
an akut AP. Kristal MSU diselubungi oleh protein IgG yang merangsang aktivitas
leukosit.

11
2. Reaksi dari leukosit Presipitasi Kristal merupakan factor kemotaksis untuk reak
si mengumpulnya leukosit pada kristal MSU.
3. Fagositosis oleh PMN Leukosit menfagositosis Kristal dan lisosom mengikat K
ristal MSU.
4. Pecahnya lisosom Lisosom tidak mampu menghancurkan Kristal, menimbulkan
pecahnya membrane lisosom sehingga keluar enzim dan superoksid ke sitoplasma
leukosit, yang menyebabkan kerusakan sel leukosit.
5. Kerusakan dari sel leukosit (David et al,. 2019).
2.4 Manifestasi Klinis
A. Hiperurisemia asimptomatik
Hiperurisemia asimptomatik adalah keadaan hiperurisemia (kadar asam urat s
erum tinggi) tanpa adanya manifestasi klinik gout. Fase ini akan berakhir ketika m
uncul serangan akut arthritis gout, atau urolitiasis, dan biasanya setelah 20 tahun k
eadaan hiperurisemia asimptomatik.
B. Artritis gout, meliputi:
1. Artritis gout akut
Pada 85-90% kasus, serangan berupa arthritis monoartikuler dengan predil
eksi MTP-1 yang biasa disebut podagra. Hal ini ditandai dengan timbulnya rasa sa
kit yang parah dan pembengkakan secara tiba-tiba. Peradangan maksimum terjadi
dalam 12 hingga 24 jam. Flare gout biasanya monoartikular, sering terjadi di ekstr
emitas bawah. Sendi yang paling sering terkena adalah sendi metatarsophalangeal
pertama. Talar, subtalar, pergelangan kaki, dan lutut juga dapat terlibat dalam beb
erapa kasus. Meskipun nyeri sendi yang disebutkan di atas umum terjadi pada asa
m urat, dokter harus memperhatikan sendi-sendi lain, khususnya sendi-sendi yang
mendasari osteoartritis. Selain sendi, struktur periartikular lainnya seperti tendon
dan bursa juga dapat terpengaruh. Gout dapat terjadi pada sendi aksial seperti send
i sakroiliaka dan tulang belakang, meskipun jauh lebih jarang daripada keterlibata
n perifer, yang menyebabkan kebingungan diagnostik. Serangan awal sembuh dal
am 3 sampai 14 hari, bahkan tanpa farmakoterapi, tetapi serangan berikutnya berk
epanjangan (David et al,. 2019).

12
2. Stadium interkritikal
Periode antara serangan gout akut dikenal dengan nama gout inter kritikal.
Pada masa ini pasien bebas dari gejala-gejala klinik, namun pada aspirasi semdi di
dapatkan adanya kristal urat. Apabila tanpa penanganan yang baik dan pengaturan
asam urat yang tidak benar maka dapat timbul serangan akut yang lebih sering yan
g mengenai beberapa sendi dan biasanya lebih berat, dan pasien dapat jatuh ke ko
ndisi kronis (Sudoyo et al,. 2006).
3. Artritis gout kronik
Gout kronik timbul dalarn jangka waktu beberapa tahun dan ditandai deng
an rasa nyeri, kaku dan pegal. Akibat adanya kristal-kristal urat maka terjadi perad
angan kronik, sendi yang bengkak akibat gout kronik sering besar dan berbentuk n
odular. Serangan gout akut dapat terjadi secara simultan diserta gejala-gejala gout
kronik. Tofi timbul pada gout kronik karena urat tersebut relatif tidak larut. Awita
n dan ukuran tofi sebanding dengan kadar urat serum. Yang sering terjadi tempat
pembentukan tofi adalah: bursa olekranon, tendon Achilles, permukaan ekstensor
dari lengan bawah, bursa infrapatella dan helix telinga. Tofi-tofi ini mungkin sulit
dibedakan secara klinis dari rheumatoid nodul. Kadang-kadang tofi dapat memben
tuk tukak dan kemudian mengering dan dapat membatasi pergerakan sendi. Penya
kit ginjal dapat terjadi akibat hiperurisemia kronik, tetapi dapat dicegah apabila go
ut ditangani secara memadai (Sudoyo et al,. 2006).
2.5 Diagnosis
Identifikasi kristal monosodium urat tetap menjadi standar emas untuk dia
gnosis gout. Flare gout ditandai dengan adanya kristal MSU dalam cairan sinovial
yang diperoleh dari sendi yang terkena bursa yang divisualisasikan dengan pemeri
ksaan langsung sampel cairan menggunakan mikroskop cahaya terpolarisasi terko
mpensasi. Teknik ini juga dapat mengidentifikasi kristal asam urat dari endapan d
an sendi tofas yang terkena sebelumnya selama periode antar-kritis. Cairan sinovi
al selama serangan asam urat biasanya berwarna kuning dan tampak lebih keruh, d
an mengandung kristal dan sel darah putih dengan dominasi neutrofil. Cairan sino
vial akan lebih buram pada pasien dengan septic arthritis dengan penampilan kuni
ng-hijau. Di bawah pemeriksaan mikroskopis, cairan sinovial untuk artritis septik
akan memiliki jumlah sel darah putih yang lebih tinggi (lebih dari 50000/ml) diba

13
ndingkan dengan asam urat dan pewarnaan gram positif. Selain itu, kultur akan po
sitif untuk bakteri dan negatif untuk kristal (Sivera F et al,. 2017).
Di bawah mikroskop polarisasi, cairan sintetis atau analisis aspirasi tophus
mengungkapkan kristal birefringent negatif berbentuk jarum. Arthrocentesis juga
diperlukan untuk memastikan diagnosis dan menyingkirkan artritis septik lainnya,
penyakit Lyme, atau pseudogout (kalsium pirofosfat) (Sivera F et al,. 2017).
Pemeriksaan biasanya mengungkapkan peningkatan jumlah sel darah putih,
laju sedimentasi eritrosit (ESR), dan protein C-reaktif (CRP) selama serangan go
ut. Namun, fitur ini tidak spesifik dan tidak mengkonfirmasi diagnosis (Sivera F e
t al,. 2017).
Selama serangan gout akut, kadar urat serum mungkin tinggi, normal, atau
rendah. Dokter harus mengulang kadar urat serum pada pasien dengan diagnosis g
out yang tidak pasti setelah resolusi flare-up. Hiperurisemia sangat membantu dala
m diagnosis klinis gout pada pasien simtomatik, tetapi hiperurisemia saja tidak sec
ara definitif mengkonfirmasi diagnosis. Hiperurisemia asimtomatik tidak jarang te
rjadi pada populasi umum. Konsentrasi urat serum yang terus-menerus rendah me
mbuat diagnosis gout lebih kecil kemungkinannya. Pada pasien yang diduga gout
berdasarkan gambaran klinis, peningkatan kadar asam urat serum (>6,8 mg/dL) da
pat mendukung diagnosis tetapi tidak diagnostik atau diperlukan untuk menegakk
an diagnosis. Waktu yang paling akurat untuk menilai kadar asam urat serum untu
k menetapkan nilai dasar adalah dua minggu atau lebih setelah serangan gout mer
eda sepenuhnya (Sivera F et al,. 2017).
Ekskresi fraksional asam urat urin dapat diukur, terutama pada populasi m
uda dengan penyebab hiperurisemia yang tidak spesifik. Ini akan membantu mem
bedakan antara kelebihan atau kekurangan ekskresi asam urat dan dapat bertindak
sebagai panduan untuk terapi (Sivera F et al,. 2017). Pertimbangkan rontgen sendi
untuk mengevaluasi pembengkakan sendi; Namun, pencitraan tidak diperlukan un
tuk diagnosis asam urat (Yakupova SP, 2018).

2.6 Tatalaksana

14
Pengobatan artritis gout didasarkan pada tujuan pengobatan. Selama flare
akut, tujuannya semata-mata untuk mengurangi peradangan dan gejala. Tujuan ja
ngka panjang adalah untuk mengurangi kadar urat serum untuk mencapai peneka
nan flare-up dan regresi tophi (Fernando A, 2022).
1. NSAID
NSAID paling efektif ketika terapi dimulai dalam waktu 48 jam setelah ti
mbulnya gejala asam urat. Sebuah NSAID oral kuat, seperti indometasin
(50 mg tiga kali sehari) atau naproxen (500 mg dua kali sehari), dimulai. N
SAID lainnya termasuk meloxicam (15 mg setiap hari), ibuprofen (800 mg
tiga kali sehari), diklofenak (50 mg dua hingga tiga kali sehari, dan celeco
xib (200 mg dua kali sehari). Biasanya pengobatan NSAID untuk serangan
asam urat berlangsung selama lima hingga tujuh hari Tidak ada data yang
mendukung satu NSAID di atas yang lain. NSAID dosis tinggi, kerja cepat
seperti naproxen atau diklofenak adalah pilihan, dan indometasin tidak lebi
h disukai karena profil toksisitasnya. NSAID biasanya diberikan dalam do
sis penuh untuk yang pertama. tiga hari dan kemudian diturunkan secara b
ertahap sesuai perkembangan.Inhibitor selektif COX2 seperti celecoxib da
pat diberikan untuk mencegah efek GI yang merugikan (Abishek A et al,.
2017).
Kontraindikasi penggunaan NSAID meliputi tukak duodenum atau
lambung aktif, penyakit kardiovaskular (hipertensi atau gagal jantung yang
tidak terkontrol), alergi NSAID, dan penyakit ginjal kronis dengan klirens
kreatinin (CrCl) kurang dari 60 ml/menit per 1,73 meter persegi. Aspirin ti
dak digunakan untuk mengobati asam urat karena efek paradoks asam salis
ilat pada kadar urat serum. Hal ini disebabkan oleh urikosuria pada dosis ti
nggi dan retensi asam urat ginjal pada dosis rendah (kurang dari 2 hingga
3 g/hari) (Abishek A et al,. 2017).
2. Glukokortikoid Oral dan Parenteral
Glukokortikoid direkomendasikan pada pasien gout dengan kontrai
ndikasi NSAID dan/atau kolkhisin. Agen ini juga merupakan obat pilihan
untuk pasien dengan insufisiensi ginjal. Dosis awal untuk gout flare adalah
30 sampai 40 mg prednisolon atau prednison sekali sehari atau diberikan d

15
alam dosis terbagi dua kali sehari sampai resolusi flare dimulai, dan kemu
dian mengurangi dosis glukokortikoid selama 7 sampai 10 hari berikutnya.
Ini telah terbukti setidaknya sebanding dengan kemanjuran NSAID. Steroi
d sistemik dosis awal yang tinggi (>0,5mg/kg berat badan) diperlukan untu
k gout akut, terutama pada pasien dengan presentasi poliartikular. persiapa
n depot untuk triamcinolone (60mg sekali) atau metilprednisolon telah dila
porkan efektif. Namun, dosis mungkin perlu diulang dengan interval 48 ja
m untuk mencapai resolusi flare. Glukokortikoid dapat diberikan secara int
ra-artikular untuk serangan gout monoartikular atau secara oral untuk sera
ngan poliartikular. Kemanjuran glukokortikoid mirip atau lebih unggul dar
i agen lain dan tidak memiliki risiko efek samping yang lebih besar pada k
ebanyakan pasien (Zeng L et al,. 2021).
Glukokortikoid intravena atau intramuskular disarankan pada pasie
n yang bukan kandidat untuk injeksi glukokortikoid intraartikular atau tida
k dapat minum obat oral. Dosis khas metilprednisolon adalah 20 mg intrav
ena dua kali sehari, dengan pengurangan bertahap dan transisi cepat ke pre
dnison oral ketika perbaikan dimulai. Adrenocorticotropic hormone (ACT
H) juga telah digambarkan berkhasiat untuk mengobati penyakit asam urat
tetapi ketersediaan dan biaya yang terbatas membatasi penggunaannya (Z
eng L et al,. 2021).
3. Kolkhisin
Kolkhisin sebanding efektif untuk agen lain jika diambil dalam wa
ktu 24 jam dari serangan gout. Kolkhisin telah terbukti mengurangi rasa sa
kit lebih dari 50% dalam uji coba kontrol acak pada 24 jam dibandingkan
dengan plasebo. Sifat lipofilik dari kolkhisin membuatnya tersedia secara
hayati untuk penyerapan seluler setelah pemberian oral. Target utamanya a
dalah tubulin, dan dieliminasi melalui eliminasi hati. Ia bekerja dengan me
ngikat erat tubulin yang tidak terpolimerisasi dan membentuk kompleks ko
lkhisin - tubulin yang mengatur fungsi mikrotubulus dan sitoskeletal. Ini m
engatur proliferasi sel, ekspresi gen, transduksi sinyal, kemotaksis, dan sek
resi neutrofil dari isi granula. Ini mengurangi adhesi neutrofil dengan men
ekan redistribusi E-selectin di membran endotel (Zeng L et al,. 2021).

16
Pedoman konsensus EULAR untuk mengobati asam urat akut deng
an kolkhisin menyarankan maksimum 3 dosis 0,5mg per hari. Dosis total k
olkhisin tidak boleh melebihi 1,8 mg pada hari 1 (baik 1,2 mg untuk dosis
pertama diikuti oleh 0,6 mg satu jam kemudian [Dosis yang disetujui oleh
Food and Drug Administration (FDA) AS] atau 0,6 mg tiga kali pada hari
pertama. Pada hari-hari berikutnya, kolkhisin harus diminum sekali atau d
ua kali sehari sampai resolusi serangan gout (Zeng L et al,. 2021).
Regimen kolkhisin dosis tinggi tidak boleh dianjurkan karena toksi
sitas tinggi yang tidak dapat diterima. Efek samping kolkhisin terdiri dari g
ejala gastrointestinal (mual dan diare), myotoxicity, dan myelosupresi (leu
kopenia, trombositopenia, dan anemia aplastik). Efek samping yang sering
terjadi dari kolkhisin adalah kram perut dan diare. Kolkisin intravena sang
at tidak disarankan karena efek samping yang serius, termasuk kematian
(Zeng L et al,. 2021).
4. Prognosis
Prognosis gout tergantung pada komorbiditas masing-masing indiv
idu. Kematian lebih tinggi pada individu dengan komorbiditas kardiovasku
lar. Ketika asam urat menerima perawatan yang tepat, kebanyakan pasien
akan menjalani kehidupan normal dengan gejala sisa ringan. Pasien yang g
ejalanya muncul lebih awal dalam kehidupan biasanya akan memiliki peny
akit yang lebih parah saat datang. Bagi mereka yang tidak mengubah gaya
hidup mereka, flare-up berulang sering terjadi (Sudoyo et al,. 2006).
4. Diskusi Kasus
Sampel dari darah seorang pasien laki- laki berusia 68 tahun dikirim ke La
boratorium Sentral RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tanggal 7 Juni 2022 untuk
pemeriksaan kimia klinik. Diagnosis kerja pasien adalah artritis gout fase kronis
dengan multipel tofus terinfeksi dan chronic kindney disease e.c nefropati gout.
Diagnosis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan didukung
pemeriksaan laboratorium.
Pasien adalah seorang laki-laki berusia 68 tahun. Gout mengenai 1-2%
populasi dewasa, dan merupakan kasus artritis inflamasi terbanyak pada pria.
Prevalensi penyakit gout diperkirakan antara 13,6 per 1000 pria dan 6,4 per 1000

17
wanita. Prevalensi gout meningkat sesuai umur dengan rerata 7% pada pria umur
>75 tahun dan 3% pada wanita umur >85 tahun.
Artritis gout adalah penyakit yang sering ditemukan, merupakan kelompok
penyakit heterogen sebagai akibat deposisi kristal monosodium urat pada jaringan,
akibat gangguan metabolism berupa hiperurisemia. Penyebab dari gout dapat diba
gi atas over production dan under excretion. Sekitar 90% dari kasus gout, didapatk
an penyebab gout adalah under excretion. Pasien dilakukan pemeriksaan asam ura
t urin 24 jam sebesar 400 mg. pada pasien dengan diet sehari hari dikatakan overp
roduksi apabila didapatkan hasil asam urat urin 24 jam >800 mg. pada proses und
er excretion, terdapat kerusakan pada tubular ginjal yang menyebabkan gangguan
eksresi.
Pasien mengeluh adanya benjolan pada ibu jari kaki kiri dan kanan, serta
jari-jari tangan sejak 10 tahun yag lalu. Benjolan pada kaki dan tangan dirasakan
nyeri terus menerus dan seperti tertusuk-tusuk sejak 10 tahun yang lalu yang lalu.
Artritis gout dapat terjadi akut maupun kronis. Tanda inflamasi seperti bengkak da
n nyeri pada sendi ibu jari kaki merupakan tanda yang khas. Hiperurisemia yang l
ama dapat merusak sendi, jaringan lunak dan ginjal. Artritis dapat bersifat primer,
sekunder, atau idiopatik.
Pemeriksaan kimia klinik pasien didapatkan kadar asam urat serum 9,5
mg/dL. Hiperurisemia adalah akibat dari kelebihan produksi asam urat dan dapat
diperburuk karena diet kaya purin, obat-obatan, dan alkohol. Hal ini sesuai dengan
riwayat gizi pasien yang suka mengkonsumsi jeroan, daun singkong dan kacang-
kacangan. Sebagian besar penelitian epidemiologi, disebut sebagai hiperurisemia j
ika kadar asam urat serum orang dewasa lebih dari 7,0 mg/dl dan lebih dari 6,0 m
g/dl pada perempuan. Pasien telah mendapatkan obat penurun asam urat dari
puskesmas tetapi tidak rutin berobat.
Pasien juga mengeluhkan demam sejak 7 hari yang lalu, demam dirasakan
terus menerus tidak tinggi dan tidak menggigil. Dari pemeriksaan fisik ditemukan
adanya tofus di kedua kaki dan tangan kanan serta terdapat luka pada sendi ibu
jari kiri yang nyeri dengan ROM terbatas. Ditemukan juga tanda-tanda infeksi
pada tofus pasien. Hal ini didukukung dengan temuan laboratorium hematologi
berupa leukositosis (21,64 103/m3). Didapatkan multiple tophus terinfeksi pada ibu

18
jari kaki kiri pasien. Pada beberapa penelitian didapatkan tophus terinfeksi banyak
terjadi pada usia tua dibandingkan usia muda dikarenakan pada usia tua sulit untu
k melalukan perawatan diri, defisit nutrisi dan komorbiditas lainnya. Tophus yang
paling banyak terinfeksi adalah tophus yang terletak lebih permukaan sehingga m
udah pecah dan terinfeksi.
Pemeriksaan aspirasi cairan sendi ditemukan adanya kristal monosodium u
rat sehingga diagnosa artritis gout tidak dapat dibantahkan. Pada pemeriksaan pen
unjang laboratorium juga ditemukan adanya peningkatan kadar ureum dan kreatini
n dengan laju filtrasi glomerulus 18 ml/mnt/1,73m2. Pada pemeriksaan USG ginja
l didapatkan penurunan ukuran ginjal, penipisan korteks dan batu ginjal dimana ga
mbaran sesuai dengan penyakit ginjal kronis dengan multiple nefrolitiasis bilateral.
Buang air kecil dirasakan berkurang sejak 1 bulan yang lalu. Pemeriksaan
fungsi ginjal didapatkan kadar ureum (57 mg/dL) dan kreatinin darah (3,1 mg/dL)
pasien meningkat. Penyakit tersering yang ditimbulkan karena hiperurisemia
setelah artritis gout adalah gangguan fungsi ginjal atau disebut nefropati gout. Pen
yakit tersering yang ditimbulkan karena hiperurisemia setelah artritis gout adalah
gangguan fungsi ginjal atau disebut nefropati gout. Pasien ditegakkan diagnosis d
engan gagal ginjal kronik stage IV e.c nefropati gout. Pada jaringan ginjal bisa ter
bentuk dan terjadi mikrotofi akibat hiperurisemia, mikrotofi ini dapat menyumbat
dan merusak jaringan ginjal yang disebut glomerulus. Penyakit ginjal kronik dapat
ditegakkan melalui kriteria berupa terdapatnya kerusakan ginjal yang terjadi lebih
dari 3 bulan berupa kelainan struktural ataupun fungsional dengan atau tanpa penu
runan laju filtrasi glomerulus atau dengan adanya laju filtrasi glomerulus <60 ml/
mnt/1,73m2 selama 3 bulan dengan atau tanpa kerusakan ginjal. Pada pasien ini di
dapatkan laju filtrasi glomerulus 18 ml/mnt/1,73m 2 sehingga dapat ditegakkan seb
agi gagal ginjal kronik stage IV. Dari pemeriksaan USG ginjal juga menunjang ba
hwa terdapat adanya gambaran penyakit ginjal kronik dengan batu di kedua ginjal.

19
DAFTAR PUSTAKA
1. George C, Minter DA. Hyperuricemia. [Updated 2022 Jul 18]. In: StatPear
ls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-. Avail
able from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK459218/
2. Fenando A, Rednam M, Gujarathi R, et al. Gout. [Updated 2022 May 21].
In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022
Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK546606/
3. Ragab, G., Elshahaly, M., & Bardin, T. (2017). Gout: An old disease in ne
w perspective - A review. Journal of advanced research, 8(5), 495–511. ht
tps://doi.org/10.1016/j.jare.2017.04.008
4. Hao, Y., Li, H., Cao, Y., Chen, Y., Lei, M., Zhang, T., et al. (2019). Uricas
e and Horseradish Peroxidase Hybrid CaHPO(4) Nanoflower Integrated wi
th Transcutaneous Patches for Treatment of Hyperuricemia. J. BioMed. N
anotechnol. 15 (5), 951–965. doi: 10.1166/jbn.2019.2752
5. Dong H, Xu Y, Zhang X, Tian S. Visceral adiposity index is strongly asso
ciated with hyperuricemia independently of metabolic health and obesity p
henotypes. Sci Rep. 2017 Aug 18;7(1):8822
6. Bishop, M. L. (2013). Clinical Chemistry: Principles, Techniques, and Cor
relations. Britania Raya: Wolters Kluwer Health. P: 250-52
7. Yakupova SP. Gout. New opportunities of diagnosis and treatment. Ter Ar
kh. 2018 May 11;90(5):88-92. 
8. Hawkins D.W., Rahn D.W. (2010). Gout and Hyperuricemia. McGraw: Ph
armacotherapy, A Pathophysiological Approach.
9. Abhishek A, Roddy E, Doherty M. Gout - a guide for the general and acut
e physicians. Clin Med (Lond). 2017 Feb;17(1):54-59
10. Chen-Xu M, Yokose C, Rai SK, Pillinger MH, Choi H. Contemporary Pre
valence of Gout and Hyperuricemia in the United States and Decadal Tren
ds: The National Health and Nutrition Examination Survey 2007-2016. Art
hritis Rheumatol. 2019;71(6):991–9.
11. Kuo CF, Grainge MJ, Mallen C, Zhang W, Doherty M. Rising burden of g
out in the UK but continuing suboptimal management: A nationwide popul
ation study. Ann Rheum Dis. 2015;74(4):661–7.

20
12. Pedoman Diagnosis dan Pengelolaan Gout. Jakarta: Perhimpunan Reumat
ologi Indonesia; 2018.
13. Singh JA. Gout and comorbidity: a nominal group study of people with go
ut. Arthritis Res Ther. 2017 Sep 15;19(1):204.
14. Bursill, David et al. “Gout, Hyperuricemia, and Crystal-Associated Diseas
e Network Consensus Statement Regarding Labels and Definitions for Dis
ease Elements in Gout.” Arthritis care & research vol. 71,3 (2019): 427-4
34. doi:10.1002/acr.23607
15. Aru W, Sudoyo, et al.(2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edis
i IV. Penerbit Buku Kedokteran IPD FK UI.
16. Sivera F, Andrés M, Quilis N. Gout: Diagnosis and treatment. Med Clin
(Barc). 2017 Mar 22;148(6):271-276.
17. Abhishek A, Roddy E, Doherty M. Gout - a guide for the general and acut
e physicians. Clin Med (Lond). 2017 Feb;17(1):54-59.
18. Zeng L, Qasim A, Neogi T, Fitzgerald JD, Dalbeth N, Mikuls TR, Guyatt
GH, Brignardello-Petersen R. Efficacy and Safety of Pharmacologic Interv
entions in Patients Experiencing a Gout Flare: A Systematic Review and N
etwork Meta-Analysis. Arthritis Care Res (Hoboken). 2021 May;73(5):75
5-764.

21

Anda mungkin juga menyukai