Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

Preeklampsia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas maternal dan perinatal
di seluruh dunia. Menurut WHO, UNFPA dan UNICEF, preeklampsia-eklampsia merupakan
penyebab utama masalah kesehatan di negara berkembang. Setiap tahun, diperkirakan 50.000
kematian ibu di seluruh duniadan mempengaruhi 5% - 7% kehamilan di seluruh dunia.
Asia Tenggara mengalami penurunan angka kematian ibu dan anak selama dua dekade
terakhir. Akan tetapi, di Indonesia yang tergabung dalam ASEAN (Ascociation of Southeast
Asian Nations) mengalami penurunan angka kematian tersebut masih lambat yang memiliki
tingkat kematian 50 per 1000 kelahiran dibanding dengan negara-negara lainnya seperti Brunei
Darussalam, Singapura, Malaysia memiliki angka kematian di bawah 10 per 1000 kelahiran.
Pemerintah Indonesia telah berupaya untuk menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) dari
390 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1991 menjadi 228 per 100.000 kelahiran hidup pada
tahun 2007. Namun, untuk mencapai 102 per 100.000 kelahiran hidup tahun 2015 sebagai tujuan
MDGs perlu upaya keras.Penyebab utama kematian ibu disamping perdarahan adalah
preeklampsia.

Preeklampsia merupakan sindrom spesifik-kehamilan berupa berkurangnya perfusi organ


akibat vasospasme dan aktivasi endotel, yang ditandai dengan hipertensi yang timbul setelah 20
minggu kehamilan disertai dengan proteinuria. Proteinuria didefinisikan sebagai eksresi protein
dalam urin yang melebihi 300 mg dalam 24 jam, rasio protein: kreatinin urin ≥0,3 atau
terdapatnya protein sebanyak 30 mg/dl (carik celup +1) dalam sampel acak urin. (1)
Preeklampsia dapat berakibat buruk baik pada ibu maupun janin yang dikandungnya.
Komplikasi pada ibu berupa sindroma HELLP (Hemolysis, Elevated Liver Enzyme, Low
Platelet), edema paru, gangguan ginjal, perdarahan, solusio plasenta bahkan kematian ibu.
Komplikasi pada bayi dapat berupa kelahiran prematur, gawat janin, berat badan lahir rendah
atau intra uterine fetal death (IUFD). (2)

1
BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 Identitas pasien

Nama : Ny. Suryati Ibrahim

Umur : 37 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Kuyun, Aceh Tengah

Pekerjaan : Petani

No. CM : 168537

2.2 Anamnesis

HPHT : 11 Desember 2017

TTP : 17 September 2018

G4P3A0

Pasien datang dengan keluhan mules- mules sejak 6 jam SMRS, keluar lendir (-), darah (-), keluar
air-air (-), nyeri kepala (+), mual (-), muntah (-), pandangan kabur (-), kaki bengkak (+). Riwayat ANC 3x
ke bidan desa

Pasien mengaku pada saat periksa ke bidan tekanan darah pasien tinggi, sebelum nya pasien tidak
ada riwayat darah tinggi.

2
2.3 Anamnesa Tambahan

Riwayat penyakit dahulu:

Riwayat hipertensi, DM, alergi dan asma disangkal oleh pasien.

Riwayat penyakit keluarga:

Riwayat hipertensi, DM, alergi dan asma dalam keluarga di sangkal oleh pasien.

Riwayat pengobatan:

Berobat ke bidan, namun tidak ingat nama obatnya

Riwayat Menarche: Usia 15 tahun, selama 5-7 hari, 2-3 kali ganti pembalut, dismenore disangkal, siklus
25-26 hari.

Riwayat KB : Pil (tidak teratur)

2.4 Pemeriksaan Fisik Umum

2.4.1 Status Generalisata

Keadaan umum : Sedang

Kesadaran : Compos Mentis

Tanda vital

Tekanan darah : 170/100 mmhg

Nadi : 84 x/ menit

Suhu : 36,5 0C

RR : 20 x/ menit

Thoraks :

I: Simetris, retraksi (-)

P: fremitus taktil kanan=kiri, nyeri tekan (-)

3
P: sonor (+/+)

A: ves (+/+), rh (-/-), wh (-/-).

Cor: BJ I > BJ II, reguler (+), bising (-)

Abdomen :

I: simetris, distensi (-)

P: soepel, nyeri tekan (-)

P: timpani (+)

A: peristaltik (+) kesan normal

Ekstremitas :

Superior : Edema (+/+), pucat (-/-), sianosis (-/-), akral hangat

Inferior : Edema (+/+), pucat (-/-), sianosis (-/-), akral hangat

2.4.2 Status Obstetri:

 Pemeriksaan Leopold
Leopold 1: TFU 33 cm, TBJ 3100 gr
Leopold 2: Punggung kanan, DJJ 140 dpm
Leopold 3: Presentasi kepala
Leopold 4: Divergen, 5/5
 Inspekulo: tidak dapat dinilai
 VT: tidak dapat dinilai

4
2.5 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal 31 Agustus 2018 Darah Rutin

WBC 10.40 [10^3/uL]

RBC 4.32 [10^6uL]

HGB 9,7 [g/dL]

HCT 29.5 [%]

MCV 68,3 – [fL]

MCH 22.5 – [pg]

MCHC 32.9 [g/dL]

PLT 343 [10^3/uL]

RDW-SD 36.7 – [fL]

RDW-CV 15.1 [%]

PDW 8.5 – [fL]

MPV 8.3 – [fl]

P-LCR 12.1 – [%]

PCT 0.28 [%]

NEUT 7.19 + [10^3/uL] 69.1 [%]

LYMPH 2.38 [10^3/uL] 22.9 [%]

MONO 0.7 [10^3/uL] 6.7 [%]

EO 0.10 [10^3/uL] 1.0 [%]

BASO 0.03 [10^3/uL] 0.3 [%]

IG 0.04 [10^3/uL] 0.4 [%]

5
Protein urin : + 2

Golongan Darah : B

6
2. Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal 01 September 2018

Darah Rutin

WBC 16.66 + [10^3/uL]

RBC 4.39 [10^6uL]

HGB 9,9 [g/dL]

HCT 29.8 [%]

MCV 67.9 – [fL]

MCH 22.6 – [pg]

MCHC 33.2 [g/dL]

PLT 351 [10^3/uL]

RDW-SD 36.9 – [fL]

RDW-CV 15.1 [%]

PDW 8.6 – [fL]

MPV 8.4 – [fl]

P-LCR 12.7 – [%]

PCT 0.29 [%]

NEUT 13.96 + [10^3/uL] 83.8 [%]

LYMPH 1.62 [10^3/uL] 9.7 [%]

MONO 1.05 [10^3/uL] 6.3 [%]

EO 0.01 [10^3/uL] 0.1 [%]

7
BASO 0.02 [10^3/uL] 0.1 [%]

IG 0.05 [10^3/uL] 0.3 [%]

2.6 Diagnosis Awal

G4P3A0 ( Hamil 38-39 Minggu) JPKUTH, PEB, Belum Inpartu

2.7 Penatalaksanaan
Persalinan Sectio Caesarea a/i PEB

8
FOLLOW UP

1. Tanggal 01 September 2018, Jam 06.00

S/ Mules (-), nyeri kepala (-), keluar darah lender (-)

O/ KU : Baik RR : 80 x/i

TD : 160/120 mmHg T : 36,5 o C

N : 86 x/I Djj : 140

Lp : 94 cm

St. Generalisata :

Dalam Batas Normal

A/ G4P3A0 (Hamil 38-39 Minggu) JPUTH + PEB + Belum inpartu.

P/ IVFD RL 20 TPM

Nifedipine tablet 1 x 10 mg

Metil dopa 2x250 mg

Sectio Caesarea + Tubectomi

9
2. Tanggal 02 September 2018, Jam 06.00

S/ Nyeri bekas OP (+), perut keram (+)

O/ KU : Baik RR : 20 x/i
TD : 160/100 mmHg T : 36,0 o C
N : 71 x/i

St. Generalisata :
Dalam Batas Normal
St. Obstetri :
B : Asi (+)
U : Kontraksi (+)
B : BAK (+)
B : BAB (-)
L : Rubra (+)
E : (-)

A/ POD1 P4A0 Post SC a/I PEB

P/ IVFD RL 20 TPM

Inj. Ceftriaxon 1 gr/ 12 jam

Inj. Ketorolac /8 jam

Inj. Ranitidin 1 amp/ 12 jam

Kaltrofren supp 3xII

Nifedipine tablet 1 x 10 mg

Metil dopa 2x250 mg

10
3. Tanggal 03 September 2018, Jam 06.00

S/ Nyeri bekas OP (+), perut keram (+)

O/ KU : Baik RR : 22 x/i
TD : 150/100 mmHg T : 36,6 o C
N : 90 x/i

St. Generalisata :
Dalam Batas Normal
St. Obstetri :
B : Asi (+)
U : Kontraksi (-)
B : BAK (+)
B : BAB (-)
L : Rubra (+)
E : (-)

A/ POD2 P4A0 Post SC a/I PEB

P/ IVFD RL 20 TPM

Cefadroxil 2x500 mg

Asam Mefenamat 3x500 mg

Sohobion 1x300 mg

PBJ

11
2.8 Prognosis

Quo ad vitam Ad bonam

Quo ad functionam Ad bonam

Quo ad sanationam Ad bonam

12
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. Preeklampsia
2.1 Definisi
Preeklampsia didefinisikan sebagai hipertensi de novo dan proteinuria yang terjadi
setelah usia kehamilan 20 minggu. Proteinuria didefinisikan sebagai eksresi protein dalam urin
yang melebihi 300 mg dalam 24 jam, rasio protein: kreatinin urin ≥0,3 atau terdapatnya protein
sebanyak 30 mg/dl (carik celup +1) dalam sampel acak urin. (1)

2.2 Insidensi Dan Faktor Resiko


Preeklamsia sering terjadi pada perempuan muda dan nulipara, sedangkan perempuan
yang lebih tua lebih berisiko mengalami hipertensi kronis yang bertumpang tindih dengan
preeklamsia. Selain itu insiden sangat dipengaruhi oleh ras, etnis, dan genetik. Faktor lain yang
mempengaruhi meliputi lingkungan, sosioekonomi, dan bahkan musim. (1)
Faktor lain yang berkaitan dengan preeklamsia mencakup obesitas, kehamilan ganda, usia
lebih 35 tahun, dan etnis Afrika-Amerika. Hubungan antara berat badan dengan preeklamsia
bersifat progresif. Pada perempuan kehamilan kembar, dibandingkan kehamilan tunggal,
insidensi hipertensi gestasional dan preeklamsia meningkat secara signifikan. Pada perempuan
yang normotensif selama kehamilan pertamanya, insiden preeklamsia pada kehamilan
selanjutnya lebih rendah dibandingkan kehamilan pertama. Insiden preeklamsia pada perempuan
kulit putih adalah 1,8%, dibandingkan pada perempuan Afrika-Amerika. (1)
2.3 Klasifikasi
Preeklampsia diklasifikasikan menjadi early onset dan late onset.Preeklampsia early
onset merupakan preeklampsia yang terjadi pada usia kehamilan <34 minggu. Namun, definisi
ini dapat bervariasi dan tidak konsisten, berkisar antara <32 minggu hingga 37 minggu.
Preeklampsia onset dini lebih berbahaya dibandingkan dengan onset lambat . Keadaan ini terjadi
akibat adanya tidak adekuatnya aliran darah uteroplasenta yang dibuktikan dengan adanya
IUGR. Dibandingkan dengan wanita dengan wanita tanpa preeklampsia, risiko janin menjadi
IUGR pada preeklampsia early onset menjadi7 kali lipat. (5)
Pada preeklampsia late onset,pada umumnya tidak mempengaruhipertumbuhan janin,
menandakan bahwa pada keadaan ini hanya sedikit melibatkan plasenta. Dibandingkan dengan

13
wanita dengan wanita tanpa preeklampsia, risiko janin menjadi IUGR pada preeklampsia late
onset menjadi 3 kali lipat. (5)
Terdapat perbedaan faktor risiko antara preeklampsia early onset dan late onset.Wanita
dengan hipertensi kronismemiliki risiko lebih tinggi untuk menjadi preeklampsia early onset.
Wanita yang overweigt dan obesitas memiliki risiko menjadi preeklampsia lateonset. Wanita
nuliparitas, usia muda dan diabetes melitus juga lebih berisiko menjadi preeklampsia late onset.
Lebih lanjut, preeklampsia early onset lebih sesuai dengan definisi dan ciri-ciri IPD
dibandingkan dengan preeklampsia late onset. (5)

2.4 Etiopatogenesis
Setiap teori mengenai etiologi dan patofisiologi preeklampsia harus dapat menjelaskan
alasan mengapa hipertensi pada kehamilan cenderung terjadi pada:
 Wanita yang terpapar dengan villi korionik untuk pertama kali
 Wanita yang terpapar oleh vili korionik dalam jumlah besar, seperti pada kehamilan kembar
atau kehamilan mola.
 Wanita dengan predisposisi penyakit vaskuler sebelumnya.
 Wanita dengan predisposisi genetik ada yang pernah menderita hipertensi selama kehamilan.
(1)
Vili korionik yang dapat mencetuskan preeklampsia tidak harus berada di dalam
rahim.Sedangkan ada atau tidaknya janin bukanlah suatu syarat untuk terjadinya
preeklampsia.Namun demikian, terlepas dari etiologinya, kaskade peristiwa yang mengarah ke
sindrom preeklampsia ditandai dengan sejumlah kelainan yang mengakibatkan kerusakan
endotel vaskular dengan vasospasme, transudasi plasma, dan sequelae iskemik dan
trombotik.Menurut Lindheimer dkk 2009, Preeklamsia merupakan suatu hasil akhir dari berbagai
faktor pada ibu, plasenta, dan janin. Faktor-faktor yang saat ini dianggap penting mencakup: (6)
1. Invasi trofoblas abnormal pada pembuluh darah rahim.
2. Intoleransi imunologiantara jaringan ibu dan fetoplasental.
3. Maladaptasiibu terhadap perubahan kardiovaskular atau perubahan respon inflamasi dari
kehamilan normal.
4. Faktor defisiensi nutrisi.
5. Faktor genetik

14
2.4.1 Invasi trofoblas abnormal
Pada implantasi normal, arteri spiralis uterus mengalami remodelling akibat invasi
endovaskular trofoblas ke dalam lapisan otot arteri spiralis. Hal ini menimbulkan
degenerasi lapisan otot arteri spiralis sehingga terjadi dilatasi dan distensi. Pada
preeklampsia, terjadi invasi trofoblas namun tidak sempurna dan tidak terjadi invasi sel-sel
trofoblas pada lapisan otot arteri spiralis.Dalam hal ini, hanya pembuluh darah desidua
(bukan pembuluh darah miometrium) yang dilapisi oleh endovaskuler trofoblas.Akibatnya,
lapisan otot arteri spiralis tetap kaku dan keras serta tidak memungkinkan untuk mengalami
distensi dan dilatasi.Ini menciptakan suatu keadaan di mana arteri spiralis mengalami
vasokonstriksi.Madazli dkk pada tahun 2010 memperlihatkan bahwa derajat gangguan
invasi trofoblas pada arteri spiralis berhubungan dengan keparahan penyakit hipertensi. (7)

Gambar 1.1
Implantasi plasenta yang normal menunjukkan adanya proliferasi trofoblas ekstravili, membentuk
saluran di bawah villi yang melekat.Trofoblas ekstravillous menginvasi desidua dan masuk ke
dalam arteri spiralis. Hal ini menyebabkan perubahan pada endotel dan dinding otot pembuluh
darah sehingga pembuluh darah melebar (1)

15
Gambar 1.2
Perbandingan remodelling arteri spiralis pada kehamilan normal dan preeklampsia.Tampak pada gambar
bahwa pada preeklampsia terjadi remodeling yang tidak sempurna sehingga arteri spiralis relative menjadi
lebih konstriksi. (1)

De wolf dkk (1980) mengamati arteri-arteri yang diambil dari sisi implantasi plasenta
dengan menggunakan mikroskop elektron.Mereka menemukan bahwa perubahan preeklampsi
pada tahap awal termasuk kerusakan endotel, insudasi komponen plasma ke dalam pembuluh
darah, proliferasi sel-sel miointima, dan nekrosis medial.Mereka menemukan adanya lipid yang
terakumulasi di dalam sel-sel miointima kemudian di dalam makrofag.Dalam gambar 1.3 tampak
sel-sel lipid bersama sel inflamasi lainnya di dalam pembuluh darah dinamakan atherosis.
Biasanya, pembuluh darah yang terkena atherosis akan berkembang menjadi aneurisma dan
seringkali berkaitan dengan arteriola spiralis yang gagal untuk melakukan adaptasi. Obstruksi
pada lumen arteriola spiralis oleh atherosis dapat mengganggu aliran darah plasenta. Hal inilah
yang membuat perfusi plasenta menurun dan menyebabkan terjadinya sindrom preeklampsi (1)

16
Gambar 1.3
Atherosis dalam pembuluh darah ini diambil dari anyaman plasenta (sebelah kiri, menunjukkan gambaran
fotomikrograf; sebelah kanan, menunjukkan diagram skematik dari pembuluh darah).Kerusakan endotel
menyebabkan penyempitan pada lumen pembuluh darah akibat akumulasi protein plasma dan foamy
makrofag di bawah endotel.Foamy makrofag ditunjukkan oleh anak panah yang melengkung, sedangkan
anak panah yang lurus menunjukkan kerusakan endotel. (1)

2.4.2 Teori Intoleransi Imunologik antara ibu dan janin


Dugaan bahwa faktor imunologik berperan terhadap terjadinya hipertensi dalam
kehamilan terbukti dengan fakta sebagai berikut : (2)
 Primigravida mempunyai faktor risiko lebih besar terjadinya hipertensi dalam
kehamilan jika dibandingkan dengan multigravida
 Ibu multipara yang kemudian menikah lagi mempunyai risiko lebih besar terjadinya
hipertensi dalam kehamilan jika dibandingkan dengan suami yang sebelumnya.
 Seks oral mempunyai risiko lebih rendah terjadinya hipertensi dalam kehamilan.
Lamanya periode hubungan seks sampai saat kehamilan ialah makin lama periode ini
makin kecil terjadinya hipertensi dalam kehamilan.
Pada perempuan hamil normal respon imun tidak menolak adanya “hasil konsepsi”
yang bersifat asing.Hal ini disebabkan adanya Human Leucocyte Antigen Protein G (HLA-
G), yang berperan penting dalam modulasi respon imun, sehingga ibu tidak menolak hasil
konsepsi (plasenta).Adanya HLA-G pada plasenta dapat melindungi trofoblas janin dari
lisis oleh sel natural killer (NK) ibu dan mempermudah invasi sel trofoblas ke dalam
jaringan desidua ibu. (2)

17
Plasenta pada hipertensi dalam kehamilan, terjadi penurunan ekspresi HLA-
G.Berkurangnya HLA-G menghambat invasi trofoblas kedalam desidua.Invasi trofoblas
sangat penting agar jaringan desidua menjadi lunak, dan gembur sehingga memudahkan
terjadinya dilatasi arteri spiralis.HLA-G juga merangsang produksi sitokin, sehingga
memudahkan terjadinya reaksi inflamasi.Selain itu, pada awal trimester kedua kehamilan,
perempuan yang mempunyai kecenderungan terjadi preeklampsia, ternyata mempunyai
proporsi Helper sel yang lebih rendah dibanding pada normotensif. (2)

2.4.3Teori Radikal Bebas dan Disfungsi Sel Endotel


Disfungsi sel endotel yang berkaitan dengan preeklampsia disebabkan oleh
gangguan adaptasi intravaskuler ibu terhadap kehamilan sehingga memicu proses inflamasi
intravaskuler sistemik. Dalam teori ini dinyatakan bahwa preeklampsia timbul akibat
adanya leukosit aktif dengan jumlah yang ekstrem dalam sirkulasi ibu.Singkatnya, sitokin-
sitokin seperti Tumor Necrosis Factor (TNF) dan interleukin (IL) dapat memicu stres
oksidatif yang berkaitan dengan preeklampsia.Stres oksidatif ini ditandai oleh spesies
oksigen reaktif dan radikal bebas yang memicu terbentuknya peroksida lipid. Proses ini
selanjutnya menghasilkan radikal beracun yang merusak sel-sel endotel, mengacaukan
produksi nitrit oksida, dan mengganggu keseimbangan prostaglandin. Akibat lainnya
adalah terbentuknya sel makrofag yang mengandung lipid (sel foam) di dalam atherosis,
aktivasi proses koagulasi mikrovaskuler menyebabkan trombositopenia; dan peningkatan
permeabilitas kapiler menyebabkan terjadinya edema dan proteinuria.(2)
Penelitian tentang efek stress oksidatif pada preeklampsia ini menimbulkan
ketertarikan untuk memberikan antioksidan sebagai pencegahan preeklampsia. Antioksidan
merupakan kelompok senyawa yang berfungsi untuk mencegah kerusakan akibat produksi
radikal bebas yang berlebihan. Contoh antioksidan antara lain, vitamin E atau tokoferol,
vitamin C (asam askorbat), dan karoten. (2)

18
Gambar 1.4
Patofisiologi hipertensi dalam kehamilan (1)

2.4.4Faktor Defisiensi Nutrisi


Penelitian terakhir membuktikan bahwa konsumsi minyak ikan, dapat mengurangi
resiko preeklampsia.Minyak ikan mengandung banyak asam lemak tidak jenuh yang dapat
menghambat produksi tromboksan, menghambat aktivasi trombosit, dan mencegah
vasokonstriksi pembuluh darah.Beberapa peneliti telah mencoba melakukan uji klinik
bahwa konsumsi minyak ikan atau bahan yang mengandung asam lemak tak jenuh dapat
digunakan untuk mencegah preeklampsia. (2)
Studi lain menunjukkan bahwa pada populasi dengan diet kaya buah-buahan dan
sayuran yang banyak mengandung aktioksidan berkaitan dengan penurunan tekanan darah.
Studi ini berkaitan dengan penelitian Zhang bahwa resiko preeklampsi menjadi dua kali

19
lipat pada wanita yang mengkonsumsi asam askorbat kurang dari 85 mg. C-Reactive
Protein (CRP) yang merupakan marker inflamasi, juga meningkat pada obesitas. Hal ini
selanjutnya juga berkaitan dengan preeklampsia karena obesitas pada orang tidak hamil
pun dapat menyebabkan aktivasi endotel dan respon inflamasi sistemik akibat
atherosklerosis. (1)

2.4.5 Faktor genetik


Preeklampsia adalah gangguan multifaktorial.Dalam review komprehensif oleh
Ward dan Lindheimer (2009) menyebutkan insiden risiko preeklampsia adalah 20 sampai
40 persen untuk anak wanita ibu preeklampsia; 11 sampai 37 persen untuk saudara wanita
preeklampsia dan 22-47 persen dalam studi kembar. (6)
Dalam sebuah studi oleh Nilsson dan rekan kerja (2004) yang mencakup hampir
1.200.000 kelahiran di Swedia, mereka melaporkan komponen genetik untuk hipertensi
kehamilan serta preeklampsia. Kecenderungan ini kemungkinan besar turun temurun
adalah hasil interaksi dari ratusan gen pewaris-baik ibu dan ayah-yang mengontrol fungsi
metabolik enzimatik dan banyak sekali setiap seluruh sistem organ. Dengan demikian,
manifestasi klinis pada wanita diberikan dengan sindrom preeklampsia akan menempati
spektrum sebagaimana dijelaskan sebelumnya. Dalam hal ini ekspresi, fenotipik akan
berbeda antara genotipe yang sama tergantung pada interaksi dengan faktor lingkungan. (8)

2.5 Patogenesis Preeklampsia Berat


2.5.1 Vasospasme
Konsep vasospasme diajukan oleh Volhard (1918) berdasarkan pengamatan langsung
tentang pembuluh darah kecil di kuku, mata, dan konjungtiva bulbar.Ia juga menduga dari
perubahan histologis terlihat dalam berbagai organ yang terkena. (9)Penyempitan
pembuluh darah menyebabkan peningkatan resistensi dan hipertensi berikutnya. Pada saat
yang sama, kerusakan sel endotel menyebabkan kebocoran yang interstisial melalui darah
konstituen, termasuk platelet dan fibrinogen, yang disimpan pada subendothelial. (1)
Wang dkk (2002) juga menunjukkan gangguan protein endothel junctional.Dengan
aliran darah yang berkurang karena maldistribusi, iskemia jaringan sekitarnya akan
menyebabkan nekrosis, perdarahan, dan lain organ akhir gangguan karakteristik sindrom
tersebut. (10)

20
3.5.2Aktivasi sel endotel
Endotelium utuh memiliki sifat antikoagulan, dan sel endotel menumpulkan respon
otot polos vaskular untuk agonis dengan melepaskan oksida nitrat.Sel endotel yang rusak
atau teraktivasi dapat memproduksi oksida nitrat dan mengeluarkan zat yang
mempromosikan koagulasi dan meningkatkan kepekaan terhadap vasopressors. (1)
Pada waktu terjadi kerusakan sel endotel yang mengakibatkan disfungsi sel endotel
akan terjadi: (2)
 Gangguan metabolism prostaglandin (vasodilator kuat)
 Agregasi sel trombosit untuk menutup endotel yang mengalami kerusakan. Agregasi
trombosit ini memproduksi tromboksan (TXA2), suatu vasokonstriktor kuat. Dalam
keadaan normal, kadar prostasklin lebih tinggi daripada kadar tromboksan. Pada
preeklampsia, terjadi sebaliknya sehingga berakibat naiknya tekanan darah.
 Peningkatan endotelin (vasopresor), penurunan oksida nitrit (vasodilator).
 Peningkatan faktor koagulasi.
Bukti lebih lanjut dari aktivasi endotel termasuk perubahan karakteristik morfologi
endotel kapiler glomerulus, permeabilitas kapiler meningkat, dan meningkatnya
konsentrasi mediator yang berperan untuk menimbulkan aktivasi endotel.Penelitian
menunjukkan bahwa serum dari wanita dengan preeklampsia merangsang sel endotel yang
dikultur untuk memproduksi prostasiklin dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan
serum wanita hamil normal. (2)

2.6 Diagnosis Preeklamsia Berat


Preeklamsia berat adalah preeklamsia dengan tekanan darah sistolik ≥160 mmHg dan
tekanan diastolik ≥140 mmHg disertai proteinuria lebih 5 gram/24 jam. Digolongkan
preeklampsia berat bila ditemukan satu atau lebih gejala sebagai berikut: (2)
 Tekanan darah sistolik ≥160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg. Tekanan
darah tidak turun meskipun ibu hamil sudah dirawat di rumah sakit dan sudah menjalani
tirah baring.
 Proteinuria lebih 5 g/24 jam atau 4+ dalam pemeriksaan kualitatif.

21
 Oliguria, yaitu produksi urin <500 cc/24 jam.
 Peningkatan kreatinin plasma (>1.2 mg/dL).
 Gangguan visus dan serebral: penurunan kesadaran, nyeri kepala, skotoma, dan pandangan
kabur.
 Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen (akibat teregangnya kapsula
Glisson oleh karena nekrosis hepatoseluler, iskemia, dan edema).
 Gangguan fungsi hepar (peningkatan kadar AST dan ALT)
 Edema paru-paru dan sianosis.
 Hemolisis mikroangiopati (ditandai dengan peningkatan LDH)
 Trombositopenia (<100.000/mm3)
 Pertumbuhan janin intra uterin yang terlambat.
 Sindrom HELLP.

2.7 Tatalaksana
Prinsip penatalaksanaan preeklampsia adalah sebagai berikut : (2)
1. Melindungi ibu dari efek peningkatan tekanan darah
2. Mencegah progresifitas penyakit menjadi eklampsia
3. Mengatasi dan menurunkan komplikasi pada janin
4. Terminasi kehamilan dengan cara yang paling aman
Perawatan preeklampsia berat dibagi menjadi dua unsur:
 Pertama adalah rencana terapi pada penyulitnya: yaitu terapi medikamentosa dengan
pemberian obat-obatan untuk penyulitnya
 Kedua baru menentukan rencana sikap terhadap kehamilannya: yang tergantung pada umur
kehamilannya dibagi 2, yaitu:
 Ekspektatif; Konservatif : bila umur kehamilan < 37 minggu, artinya: kehamilan
dipertahankan selama mungkin sambil memberi terapi medikamentosa
 Aktif, agresif: bila umur kehamilan > 37 minggu, artinya kehamilan diakhiri setelah
mendapat terapi medikamentosa untuk stabilisasi.
2.7.1 Pengobatan medikamentosa
Penderita preeklamsia berat harus segera masuk rumah sakit untuk rawat inap dan
dianjurkan miring ke kiri. Monitoring input dan output cairan sangat penting pada kasus ini.

22
Cairan yang diberikan dapat berupa 5% ringer-dekstrose atau cairan garam faali jumalh tetesan
<125 cc/jam. Pemantauan output menggunakan foley catheter. Dikatakan oligouria apabila
<30cc/jam dalam 2-3 jam atau <500 cc dalam 24 jam. Diberikan antasida untuk menetralisir
asam lambung bila mendadak terjadi kejang. (2)
 Pemberian obat anti kejang
o MgSO4 akan bekerja menghambat atau menurunkan kadar asetilkolin pada
rangsangan serat saraf dengan menghambat transmisi neuromuskular,
menjadi kompetitor inhibitor ion kalsium. Dosis inisial adalah 4 gram :
intravena (40% dalam 10cc) selama 15 menit. Adapun syarat pemberian
MgSO4 antara lain harus tersedia antidotum bila terjadi intoksikasi yaitu
kalsium glukonas, reflek patela kuat, frekuensi napas >16 kali permenit.
o Diuretik tidak diberikan, kecuali bila edema paru, edema anasarka dan
payah jantung kongesti karena dapat memperberat hipovolemia.
o Pemberian antihipertensi : lini pertama yaitu nifedipin dosis 10-20 mg
peroral diulangi setelah 30 menit, maksimal 120 mg dalam 24 jam.
Pemberian tidak diperbolehkan secara sublingual karena dapat
menyebabkan vasodilatasikuat sehingga diberikan per oral.
o Glukokortikoid diberikan apabila usia kehamilan 32-34 minggu selama 2x
24 jam untuk pematangan paru janin. (2)

23
BAB IV
PEMBAHASAN

Pasien datang ke RS Datu Beru dengan G4P3A0 dengan usia kehamilan 37-37 minggu.
Mules (+) sejak 6 jam SMRS. Keluar lender darah (-) keluar air (-), gerak janin (+), sakit kepala
(+), kaki bengkak (+), pandangan kabur (-), sebelum nya tidak ada riwayat hipertensi.
Pemeriksaan Vital sign pada pasien ini di jumpai tekanan darah 170/110 mmHg yang
menunjukkan bahwa pasien menderita hipertensi dengan proteinuria +2.
Menurut Teori Preeklamsia Berat dapat di diagnose apa bila terjadi tanda –tanda : Tekanan darah
>160/11o mmHg pada usia kehamilan >20 minggu, Tes celup urin menunjukkan proteinuria
>=2+ atau protein kuantitatif >5g/24 jam atau disertai keterlibatan organ lain seperti
trombositopenia (<100.000 sel/uL), hemolisis mikroangiopati, SGOT/SGPT meningkat, nyeri
RUQ, sakit kepala, skotoma penglihatan, IUGR, Oligohidramnion, edema paru dan atau gagal
jantung kongestif, Oliguria (<500 ml/24jam), kreatinin >1,2mg.

Tatalaksana pada kasus ini di berikan MgSO4 g 40% loading dose, dalam 30 menit
intravena dan 1g/jam maintenencedose. Dan Nifedipin 10 mg. Menurut Teori pemberian MgSO4
pada pasien preeklamsia berat bertujuan untuk mencegah terjadinya kejang. Kemudian
Nifedipine termasuk dalam golongan CalciumChannel Bloker (CCB). CCB bekerja pada otot
polos arteriolar dan menyebabkan vasodilatasi dengan menghambat masuknya kalsium ke dalam
sel.

24
KESIMPULAN

 Preeklampsia didefinisikan sebagai hipertensi de novo dan proteinuria yang terjadi

setelah usia kehamilan 20 minggu. Proteinuria didefinisikan sebagai eksresi protein

dalam urin yang melebihi 300 mg dalam 24 jam, rasio protein: kreatinin urin ≥0,3 atau

terdapatnya protein sebanyak 30 mg/dl (carik celup +1) dalam sampel acak urin. (1)

 Kriteria terbaru preklamsia hanya terbagi kedalam preeklamsia ringan dan preeklamsia

berat dan diagnose preeklamsia tidak tergantung pada proteinuria.

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham LBRS. Obstetri williams. 23rd ed. dkk Rs, editor. Jakarta: Buku kedokteran EGC; 2013.

2. Prawirohardjo S. Hipertensi dalam kehamilan. In Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan


Bina Pustaka; 2010. p. 530-560.

3. Singh C, Shankar C, Rohatgi B. Abruptio Placentae Leading to Fetal Death and Adult Respiratory
Distress Syndrome. MJAFI. 2008; 64: p. 389-390.

4. Ananth CV. Ischemic placental disease: A unifying concept for preeclampsia, intrauterine growth
restriction, and placental abruption. Seminars in Perinatology. 2014; 38: p. 131–132.

5. Parker SE, Werler MM. Epidemiology of ischemic placental disease: A focus on preterm gestations.
Semin Perinatol. 2014; 38(3): p. 133–138.

6. MD L. Cunningham : hypertensive disorders in pregnancy. J Am Soc Hyper. 2009; 6(484).

7. al Me. Correlation between placental bed biopsy findings, vascular cell adhesion molecule and
fibronectin levels in preeclampsia. J Obstet Gynecol. 2009; 107(514).

8. Nilson Eea. The importance of genetic and environmental effects for pre-eclampsia and gestational
hypetensive family study. Br J Obstet Gynaecol. 2004; 111(200).

9. F V. Cunningham : Doppelseitigen haematogenen Nierenerkrankunen. Springer. 1918.

10. Y W. Endhotel junctional protein redistribution and increase monolayer permeability in human
umbilical vein endhotel cell isolated during preeclampsia. Am J Obstet Gynaecol. 2002; 186(214).

11. Verney. 2006. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Jakarta. EGC. Hal : 36-39

26

Anda mungkin juga menyukai