Anda di halaman 1dari 43

LAPORAN KASUS

APPENDISITIS AKUT

Oleh
dr. Rika Fitria

Pembimbing
dr. Winda Nurhamda

DPJP
dr. Nanang, Sp. B

PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA (PIDI)


ANGKATAN III PERIODE AGUSTUS 2018
KEMENTRIAN KESEHATAN RI
RUMAH SAKIT ISLAM SITI HAJAR MATARAM
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadiratAllah SWT., karena berkat rahmat-


Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini tepat waktu.
Laporan kasus berjudul “Appendisitis Akut” ini disusun dalam rangka
mengikuti Program Intership Dokter Indonesia (PIDI). Pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah banyak memberikan
bimbingan kepada penulis
Akhirnya penulis menyadari bahwa penulisan ini masih banyak kekurangan,
oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi
kesempurnaan laporan kasus ini.
Semoga laporan kasus ini dapat memberi manfaat khususnya kepada penulis
dan kepada pembaca dalam menjalankan praktek sehari-hari sebagai dokter. Terima
kasih

Jember, November 2023

Penulis

1
BAB I

PENDAHULUAN

Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiksvermikularis.


Apendiks merupakan organ tubular yang terletak pada pangkal usus besar yang
berada di perut kanan bawah, organ ini mensekresikan IgA namun seringkali
menimbulkan masalah bagi kesehatan. Peradangan akut apendiks menyebabkan
komplikasi yang berbahaya apabila tidak segera dilakukan tindakan bedah.
Apendisitis merupakan kasus bedah akut abdomen yang paling sering
ditemukan. Apendisitis dapat mengenai semua kelompok usia, meskipun tidak umum
pada anak sebelum usia sekolah. Hampir 1/3 anak dengan apendisitisakut mengalami
perforasi setelah dilakukan operasi. Meskipun telah dilakukan peningkatan pemberian
resusitasi cairan dan antibiotik yang lebih baik, apendisitis pada anak-anak, terutama
pada anak usia prasekolah masih tetap memiliki angka morbiditas yang signifikan.
Diagnosis apendisitisakut pada anak kadang-kadang sulit. Hanya 50-70% kasus yang
bisa didiagnosis dengan tepat pada saat penilaian awal. Angka apendiktomi negatif
pada pasien anak berkisar 10-50%. Riwayat perjalanan penyakit pasien dan
pemeriksaan fisik merupakan hal yang paling penting dalam mendiagnosis
apendisitis.2
Semua kasus apendisitis memerlukan tindakan pengangkatan dari apendix yang
terinflamasi, baik dengan laparotomi maupun dengan laparoskopi. Apabila tidak
dilakukan tindakan pengobatan, maka angka kematian akan tinggi, terutama
disebabkan karena peritonitis dan syok.3

2
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 dentitas Pasien


a. Nama : Nn. F
b. Jenis Kelamin : Perempuan
c. Umur : 24 tahun
d. No. RM : 118316
e. Alamat : Umbulsari, Jember
f. Pekerjaan : Swasta
g. Agama : Islam
h. Masuk RS Tanggal : 18 September 2023

2.2 Keluhan Utama


Nyeri perut kanan bawah

2.3 Anamnesis
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan nyeri perut kanan bawah secara tiba-tiba sejak
1 hari yang lalu yang dirasakan memberat beberapa jam sebelum masuk
rumah sakit. Nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk dan memberat apabila
perut ditekan atau saat pasien bergerak. Awalnya nyeri dirasakan di ulu hati
yang disertai mual, muntah sebanyak 5 kali, BAB cair sebanyak 1 kali,
demam dan nafsu makan menurun. BAK tidak ada keluhan. Pasien tidak ada
menderita penyakit kronis, alergi obat dan makanan disangkal. Pasien tidak
ada menderita penyakit kronis, penyakit jantung disangkal, gangguan darah
disangkal, alergi obat dan makanan disangkal. Riwayat kencing berpasir/batu
disangkal.

3
b. Riwayat Penyakit Dahulu/keluarga :
1. Riwayat di rawat di rumah sakit disangkal
2. Riwayat penyakit serupa sebelumnya disangkal
3. Riwayat kencing berpasir/batu sebelumnya disangkal.
4. Riwayat keluarga yang menderita keluhan yang sama disangkal
5. Riwayat keluarga yang menderita penyakit kronis tidak diketahui lengkap

c. Lifestyle
Pasien makan 3 kali sehari secara teratur, minum air putih cukup, namun
kurang mengkonsumsi sayuran. Aktivitas sehari-hari dirasakan tidak terlalu
berat. Olahraga dan aktivitas fisik jarang. Kondisi ekonomi cukup. Pasien
tidak merokok dan tidak mengonsumsi alkohol. Tidak ada hewan peliharaan
di rumah.

2.4 Pemeriksaan Fisik


a. Keadaan Umum
Tampakan umum : pasien tampak lemas
Status gizi : kesan cukup
Berat badan : 50 kg
Tinggi badan : 154 cm
BMI : 21,09 kg/m2

b. Kesadaran/GCS : Compos Mentis /E4V5M6

c. Tanda-Tanda Vital
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Frekuensi Nadi : 100 x/menit, reguler, teraba kuat angkat,
Frekuensi Napas : 20 x/menit, teratur
Suhu tubuh : 37,5 C

4
VAS score : 4-5
d. Abdomen
Inspeksi : tampak sedikit distensi, bekas luka operasi (-)
Auskultasi : Bising usus (-) menurun, aorta abdominalis (+)
Perkusi : Timpani pada 13 titik
Palpasi : nyeri pada titik mc. Burney’s (+), nyeri lepas
tekan/blumberg sign (+), psoas sign (+), hepar dan lien tidak teraba

e. Kepala – Leher
Bentuk kepala normocephal, conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),
mata cowong (-), hidung tidak tampak kelainan, lidah kotor (-), faring
hiperemis (-), limfonodi tidak teraba, JVP 5 - 2 cmH2O

f. Thorax
Cor : Ictus cordis terlihat, ictus cordis teraba, batas jantung tidak melebar
suara jantung S1-S2 reguler, bising (-), gallop (-)
Pulmo : Penggunaan otot bantu napas (-), fremitus taktil tidak meningkat,
simetris, perkusi sonor pada seluruh lapang, suara napas vesikuler (+/+),
wheezing (-/-), ronkhi (-/-)

g. Ekstremitas
Akral hangat, nadi kuat, edema (-) pada seluruh ekstremitas, WPK <2 detik.

h. Rectal Touche
Nyeri tekan di anterior arah jam 9 & 12 (-).

5
2.5 Pemeriksaan penunjang
a. Laboratorium (22 Oktober 2018 jam 14.28 WITA)
Parameter Hasil Nilai normal Satuan Keterangan
Darah Lengkap
WBC 12.33 4.50 – 11.00 [10^3/uL] (+)
Limfosit # 1.06 0.90 – 5.50 [10^3/uL] dbn
Monosit # 0.83 0.09 – 0.99 [10^3/uL] dbn
Eosinofil # 0.05 0.05 – 0.55 [10^3/uL] dbn
Basofil # 0.02 0.00 – 0.22 [10^3/uL] dbn
Neutrofil # 10.38 2.25 – 8.83 [10^3/uL] (+)
Limfosit % 8.6 20.0 – 50.0 [%] (-)
Monosit % 6.7 2.0 – 9.0 [%] dbn
Eosinofil % 0.3 1.0 – 5.0 [%] (-)
Basofil % 0.2 0.0 – 2.0 [%] dbn
Neutrofil % 84.2 50.0 – 75.0 [%] (+)
RBC 4.86 4.20 – 5.40 [10^6/uL] dbn
Hb 9.8 12.0 – 16.0 [g/dL] (-)
Hct 31.2 38.0 – 47.0 [%] (-)
MCV 64.2 80.0 – 100.0 [fL] (-)
MCH 20.2 27.0 – 31.0 [pg] (-)
MCHC 31.4 32.0 – 36.0 [g/dL] (-)
RDW-SD 43.1 37.0 – 54.0 [fL] dbn
RDW-CV 19.4 50.0 – 75.0 [%] dbn
PLT 405 150.0 – 440.0 [10^3/uL] dbn
MPV 8.9 6.3 – 11.1 [fL] dbn
PCT 0.36 0.15 – 0.40 [%] dbn
PDW 10.7 15.5 – 17.1 [fL] (-)
P-LRC 19.7 13.0 – 43.0 [%] dbn
LED 58 (P 0 – 15) (L 0 – 10) mm/jam (+)
Kimia Darah dan Elektrolit

6
GDS 90 <170 mg/dl dbn
Hbs Ag Positif
HIV Test Reaktif
Swab Ag Non
Reaktif

2.6 Diagnosis
Appendisitis akut
2.7 Diagnosis Banding
Batu ureter kanan
Salpingitis

2.8 Manajemen
a. Promotif :
 Menjelaskan kepada pasien bahwa penyakit ini dapat terjadi karena
adanya sumbatan lumen usus yang disebabkan oleh beberapa faktor
(fecalith dan infeksi adalah faktor yang paling sering ditemukan)
 Menjelaskan komplikasi penyakit ini apabila tidak dilakukan pengobatan,
yaitu timbulnya perforasi yang menyebabkan infeksi dapat meluas ke
seluruh dinding abdomen.

b. Preventif :
 Primer : sering makan makan makanan berserat sehingga dapat defekasi
yang teratur, menjaga kebersihan dan rutin berolah raga.

c. Kuratif :
 Non Medikamentosa
Bed rest dan pasien dipuasakan

7
 Medikamentosa
 IVFD RL 20 tpm
 Inj. Ondancetron 3x 8 mg
 Inj. Topazol 2x40mg
 Inj. Ketorolac 3x 1 amp
Advis dr. Arif Sp, B:
Lanjut USG Abdomen, Kalau berkenan rujuk terkait sarana prasarana
RS

d. Operatif
Tunda dilakukan operasi appendectomy menunggu persetujuan keluarga.

8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

ANATOMI & FISIOLOGI APPENDIX

Apendiks merupakan derivat bagian dari midgut yang terdapat di antara Ileum
dan Kolon asendens. Caecum terlihat pada minggu ke-5 kehamilan dan apendiks
terlihat pada minggu ke-8 kehamilan sebagai suatu tonjolan pada Caecum. Awalnya
apendiks berada pada apeks Caecum, tetapi kemudian berotasi dan terletak lebih
medial dekat dengan Plica ileocaecalis. Dalam proses perkembangannya, usus
mengalami rotasi. Caecum berakhir pada kuadran kanan bawah perut. Apendiks
selalu berhubungan dengan Taenia caecalis. Oleh karena itu, lokasi akhir Apendiks
ditentukan oleh lokasi Caecum.1,2,3

Gambar 1. Appendix vermicularis4)

Vaskularisasiapendiks berasal dari percabangan A. ileocolica.Gambaran


histologis Apendiks menunjukkan adanya sejumlah folikel limfoid pada
submukosanya. Pada usia 15 tahun didapatkan sekitar 200 atau lebih nodul limfoid.
Lumen apendiks biasanya mengalami obliterasi pada orang dewasa.1,3

9
Gambar 2. Potongan transversa apendiks5

Panjang apendiks pada orang dewasa bervariasi antara 2-22 cm, dengan rata-
rata panjang 6-9 cm. Meskipun dasar apendiksberhubungan dengan Taenia caecalis
pada dasar Caecum, ujung apendiks memiliki variasi lokasi seperti yang terlihat pada
gambar di bawah ini. Variasi lokasi ini yang akan mempengaruhi lokasi nyeri perut
yang terjadi apabila apendiks mengalami peradangan.1,2

Gambar 3. Variasi lokasi apendiks vermikularis1

10
Awalnya, apendiks dianggap tidak memiliki fungsi. Namun akhir-akhir ini,
apendiks dikatakan sebagai organ imunologi yang secara aktif mensekresikan
Imunoglobulin terutama Imunoglobulin A (IgA). Walaupun apendiks merupakan
komponen integral dari sistem Gut Associated Lymphoid Tissue (GALT), fungsinya
tidak penting dan apendiktomi tidak akan menjadi suatu predisposisi sepsis atau
penyakit imunodefisiensi lainnya.2

INSIDENSI
Apendisitis dapat ditemukan pada semua umur. Namun jarang pada anak
kurang dari satu tahun. Rasio pria : wanita = 1,2-1,3 : 1. 2

ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI


a. Obstruksi
Obstruksi lumen adalah penyebab utama pada apendisitis akut. Fecalith
merupakan penyebab umum obstruksi apendiks, yaitu sekitar 20% pada anak dengan
apendisitis akut dan 30-40% pada anak dengan perforasi apendiks. Penyebab yang
lebih jarang adalah hiperplasia jaringan limfoid di sub mukosa apendiks, barium yang
mengering pada pemeriksaan x-ray, batu empedu, cacing usus terutama Oxyuris
vermicularis. Reaksi jaringan limfatik, baik lokal maupun generalisata, dapat
disebabkan oleh infeksi Yersinia, Salmonella, dan Shigella; atau akibat invasi parasit
seperti Entamoeba, Strongyloides, Enterobius vermicularis, Schistosoma, atau
Ascaris. Apendisitis juga dapat diakibatkan oleh infeksi virus enterik atau sistemik,
seperti measles, chicken pox, dan cytomegalovirus.
Insidensi apendisitis juga meningkat pada pasien dengan fibrosis kistik. Hal
tersebut terjadi karena perubahan pada kelenjar yang mensekresi mukus. Obstruksi
apendiks juga dapat terjadi akibat tumor carcinoid, khususnya jika tumor berlokasi di
1
/3 proksimal. Faktor lain yang mempengaruhi terjadinya apendisitis adalah trauma,
stress psikologis, dan herediter.6
Frekuensi obstruksi meningkat sejalan dengan keparahan proses inflamasi.
Fecalith ditemukan pada 40% kasus apendisitis akut sederhana, sekitar 65% pada

11
kasus apendisitis gangrenosa tanpa perforasi, dan 90% pada kasus apendisitisakut
gangrenosa dengan perforasi.1,2,6,7)

Gambar 3.1.Apendisitis (dengan fecalith) 8)

Obstruksi lumen akibat adanya sumbatan pada bagian proksimal dan sekresi
normal mukosa apendiks segera menyebabkan distensi. Kapasitas lumen pada
apendiks normal adalah 0,1 mL. Sekresi sekitar 0,5 mL pada distal sumbatan
meningkatkan tekanan intraluminal sekitar 60cmH 2O. Distensi merangsang akhiran
serabut saraf aferen nyeri viseral yang mengakibatkan nyeri yang samar-samar, nyeri
difus pada perut tengah atau di bawah epigastrium. 2
Distensi berlanjut tidak hanya dari sekresi mukosa, tetapi juga dari
pertumbuhan bakteri yang cepat di apendiks. Sejalan dengan peningkatan tekanan
organ melebihi tekanan vena, aliran kapiler dan vena terhambat menyebabkan
kongesti vaskular. Akan tetapi aliran arteriol tidak terhambat. Distensi biasanya
menimbulkan refleks mual, muntah, dan nyeri yang lebih nyata. Proses inflamasi
segera melibatkan serosa apendiks dan peritoneum parietal pada regio ini,
mengakibatkan perpindahan nyeri yang khas ke abdomen kanan bawah. 2,6,7
Mukosa gastrointestinal termasuk apendiks, sangat rentan terhadap
kekurangan suplai darah. Dengan bertambahnya distensi yang melampaui tekanan
arteriol, daerah dengan suplai darah yang paling sedikit akan mengalami kerusakan
paling parah. Dengan adanya distensi, invasi bakteri, gangguan vaskuler, infark

12
jaringan, terjadi perforasi biasanya pada salah satu daerah infark di batas
antemesenterik. 1,2,6,7
Di awal proses peradangan apendiks, pasien akan mengalami gejala gangguan
gastrointestinal ringan seperti berkurangnya nafsu makan, perubahan kebiasaan BAB,
dan kesalahan pencernaan. Anoreksia berperan penting pada diagnosis apendisitis
khususnya pada anak-anak.6
Distensi apendiks menyebabkan perangsangan serabut saraf viseral yang
dipersepsikan sebagai nyeri di daerah periumbilikalis. Nyeri awal ini bersifat nyeri
tumpul di dermatom Th 10. Distensi yang semakin bertambah menyebabkan mual
dan muntah dalam beberapa jam setelah timbul nyeri perut. Jika mual muntah timbul
mendahului nyeri perut, dapat dipikirkan diagnosis lain.6
Apendiks yang mengalami obstruksi merupakan tempat yang baik bagi
perkembangbiakan bakteri. Seiring dengan peningkatan tekanan intraluminal, terjadi
gangguan aliran limfatik sehingga terjadi edema yang lebih hebat. Hal-hal tersebut
semakin meningkatan tekanan intraluminal apendiks. Peningkatan tekanan ini
menyebabkan gangguan aliran sistem vaskularisasi apendiks yang menyebabkan
iskemia jaringan intraluminal apendiks, infark, dan gangren. Setelah itu, bakteri
melakukan invasi ke dinding apendiks; diikuti demam, takikardia, dan leukositosis
akibat pelepasan mediator inflamasi karena iskemia jaringan. Ketika eksudat
inflamasi yang berasal dari dinding apendiks berhubungan dengan peritoneum
parietale, serabut saraf somatik akan teraktivasi dan nyeri akan dirasakan lokal pada
lokasi apendiks, khususnya di titik Mc Burney’s. Jarang terjadi nyeri somatik pada
kuadran kanan bawah tanpa didahului nyeri viseral sebelumnya. Pada apendiks yang
berlokasi di retrocaecal atau di pelvis, nyeri somatik biasanya tertunda karena eksudat
inflamasi tidak mengenai peritoneum parietale sebelum terjadi perforasi apendiks dan
penyebaran infeksi. Nyeri pada apendiks yang berlokasi di retrocaecal dapat timbul di
punggung atau pinggang.
Apendiks yang berlokasi di pelvis, yang terletak dekat ureter atau pembuluh
darah testis dapat menyebabkan peningkatan frekuensi BAK, nyeri pada testis, atau

13
keduanya. Inflamasi ureter atau vesika urinaria akibat penyebaran infeksi apendiks
dapat menyebabkan nyeri saat berkemih, atau nyeri seperti terjadi retensi urin.
Perforasi apendiksakan menyebabkan terjadinya abses lokal atau peritonitis
difus. Proses ini tergantung pada kecepatan progresivitas ke arah perforasi dan
kemampuan tubuh pasien berespon terhadap perforasi tersebut. Tanda perforasi
apendiks mencakup peningkatan suhu melebihi 38.5oc, leukositosis >14.000, dan
gejala peritonitis pada pemeriksaan fisik. Pasien dapat tidak bergejala sebelum terjadi
perforasi, dan gejala dapat menetap hingga > 48 jam tanpa perforasi. Peritonitis difus
lebih sering dijumpai pada bayi karena bayi tidak memiliki jaringan lemak omentum,
sehingga tidak ada jaringan yang melokalisir penyebaran infeksi akibat perforasi.
Perforasi yang terjadi pada anak yang lebih tua atau remaja, lebih memungkinkan
untuk terjadi abscess. Abscess tersebut dapat diketahui dari adanya massa pada
palpasi abdomen pada saat pemeriksaan fisik.6
Konstipasi jarang dijumpai. Tenesmus ad ani sering dijumpai. Diare sering
dijumpai pada anak-anak, yang terjadi dalam jangka waktu yang pendek, akibat iritasi
Ileum terminalis atau caecum. Adanya diare dapat mengindikasikan adanya abscess
pelvis.6

b. Bakteriologi
Flora pada apendiks yang meradang berbeda dengan flora apendiks normal.
Sekitar 60% cairan aspirasi yang didapatkan dari apendisitis didapatkan bakteri jenis
anaerob, dibandingkan yang didapatkan dari 25% cairan aspirasi apendiks yang
normal. Diduga lumen merupakan sumber organisme yang menginvasi mukosa ketika
pertahanan mukosa terganggu oleh peningkatan tekanan lumen dan iskemik dinding
lumen. Flora normal kolon memainkan peranan penting pada perubahan apendisitis
akut ke apendisitis gangrenosa dan apendisitis perforata.1,2,7
Apendisitis merupakan infeksi polimikroba, dengan beberapa kasus
didapatkan lebih dari 14 jenis bakteri yang berbeda dikultur pada pasien yang
mengalami perforasi. 2Flora normal pada apendiks sama dengan bakteri pada kolon
normal. Flora pada apendiks akan tetap konstan seumur hidup kecuali Porphyomonas
gingivalis. Bakteri ini hanya terlihat pada orang dewasa.

14
Bakteri yang umumnya terdapat di apendiks, apendisitis akut dan apendisitis
perforasi adalah Eschericia coli dan Bacteriodes fragilis. Namun berbagai variasi dan
bakteri fakultatif dan anaerob dan Mycobacteria dapat ditemukan.1,2,7

Tabel 1. Organisme yang ditemukan pada Appendicitis acuta2

Bakteri Aerob dan Fakultatif Bakteri Anaerob


Batang Gram (-) Batang Gram (-)
Eschericia coli Bacteroides fragilis
Pseudomonas aeruginosa Bacteroides sp.
Klebsiella sp. Fusobacterium sp.
Coccus Gr (+) Batang Gram (-)
Streptococcus anginosus Clostridium sp.
Streptococcus sp. Coccus Gram (+)
Enteococcus sp. Peptostreptococcus sp.

Kultur intraperitonal rutin yang dilakukan pada pasien apendisitis perforata


dan nonperforata masih dipertanyakan kegunaannya. Saat hasil kultur selesai,
seringkali pasien telah mengalami perbaikan. Organisme yang dikultur dan
kemampuan laboratorium untuk mengkultur organisme anaerob secara spesifik pun
sangat bervariasi. Kultur peritoneal harus dilakukan pada pasien dengan keadaan
imunosupresi, sebagai akibat dari obat-obatan atau penyakit lain, dan pasien yang
mengalami abses setelah terapi apendisitis. Perlindungan antibiotik terbatas sekitar
24-48 jam pada kasus apendisitis nonperforata. Pada apendisitis perforata, antibiotik
diberikan 7-10 hari secara intravena hingga leukosit normal atau pasien tidak demam
dalam 24 jam. 2,6

c. Peranan lingkungan: diet dan higiene 7

15
Di awal tahun 1970an, Burkitt mengemukakan bahwa diet orang Barat dengan
kandungan serat rendah, lebih banyak lemak, dan gula buatan berhubungan dengan
kondisi tertentu pada pencernaan. Apendisitis, penyakit Divertikel, karsinoma
kolorektal lebih sering pada orang dengan diet seperti di atas dan lebih jarang diantara
orang yang memakan makanan dengan kandungan serta lebih tinggi. Burkitt
mengemukakan bahwa diet rendah serat berperan pada perubahan motilitas, flora
normal, dan keadaan lumen yang mempunyai kecenderungan untuk timbul fecalith.

KLASIFIKASI
Klasifikasi apendisitis menurut klinikopatologis:
 Apendisitis akut
Apendisitis akut adalah keadaan akut abdomen yang memerlukan
pembedahan segera untuk mencegah komplikasi yang lebih buruk jika telah terjadi
perforasi, maka komplikasi dapat terjadi seperti peritonitis umum, terjadinya abses,
dan komplikasi pasca operasi seperti fistula dan infeksi luka operasi (Jaffe & Berger,
2005).
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang
mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak
disertai rangsangan peritoneum lokal. Gejala klasik apendisitis ialah nyeri samar-
samar dan tumpul yang merupakan nyeri visceral di daerah epigastrium di sekitar
umbilicus. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke kanan bawah ke titik
McBurney (Burkit et al, 1992). Di sini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas
letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat. Kadang tidak ada nyeri
epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita seperti memerlukan obat
pencahar.Bila dilakukan penekanan kemudian dilepaskan pada titik McBurney maka
pasien apendisitis akut akan merasa sangat nyeri. Penekanan juga dapat dilakukan di
abdomen kiri bawah, dikatakan apendisitis bila merasa nyeri pada abdomen kanan
bawah.
Keluhan ini sering disertai mual dan kadang ada muntah. Umumnya nafsu
makan menurun. Klasifikasi apendisitis akut:

16
1) Apendisitis akut simple: peradangan baru terjadi di mukosa dan sub mukosa.
Gejala diawali dengan rasa nyeri di daerah umbilicus, mual, muntah,
anoreksia, malaise, dan demam ringan. Apendisitis hiperemia dan tidak ada
eksudat serosa.
2) Apendisitis supuratif: Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal seperti,
nyeri tekan tekan, nyeri lepas di titik MC Burney, defans muskuler, dan nyeri
pada gerak aktif dan pasif
3) Apendisitis akut gangrenosa: didapatkan tanda-tanda supuratif, apendiks
mengalami gangren pada bagian tertentu. Dinding apendiks berwarna ungu,
hijau keabuan atau merah kehitaman.

 Apendisitis infiltrat
Apendisitis infiltrat adalah proses radang apendiks yang penyebarannya dapat
dibatasi oleh omentum, usus halus, sekum, kolon dan peritoneum sehingga
membentuk gumpalan massa flegmon yang melekat erat satu dengan yang lainnya
 Apendisitis abses
Apendisitis abses terjadi bila massa local yang terbentuk berisi
nanah.Biasanya di fossa iliaka kanan, lateral dari sekum, retrocaecal, subcaecal,
dan pelvic.
 Apendisitis perforasi
Apendisitis perforasi adalah pecahnya apendiks yang sudah gangren yang
menyebabkan pus masuk ke dalam rongga perut sehingga terjadi peritonitis
umum. Pada dinding appendiks tampak daerah perforasi dikelilingi oleh jaringan
nekrotik.
 Apendisitis kronik
Apendisitis kronik adalah nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu atau
terjadi secara menahun. Apendisitis kroniksangat jarang terjadi. Prevalensi hanya
1-5%.
Diagnosis apendisitis kronik sulit ditegakkan. Terdapat riwayat nyeri perut
kanan bawah yang biasa terjadi secara berulang (Pieter, 2005). Pemeriksaan fisik

17
hampir sama dengan apendisitis akut. Walaupun ada beberapa kriteria yg berbeda.
Pada pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiologi terkadang
menggambarkan hasil yang normal. Setelah dilakukan apendektomi, gejala akan
menghilang pada 82-93% pasien.
Patologi anatomi digunakkan untuk menegakkan apendisitis kronik karena
diagnosis sebelum operasi sangat sulit ditetapkan. Ciri apendisitis kronikadalah
fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen
apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama di mukosa, dan infiltrasi sel
inflamasi kronik

GEJALA KLINIS
Gejala umumnya timbul kurang dari 36 jam, dimulai dengan nyeri perut yang
didahului anoreksia.12,13 Gejala utama apendisitisakutadalahnyeri perut. Awalnya,
nyeri dirasakan difus terpusat di epigastrium, lalu menetap, kadang disertai kram
yang hilang timbul. Durasi nyeri berkisar antara 1-12 jam, dengan rata-rata 4-6 jam.
Nyeri yang menetap ini umumnya terlokalisasi di abdomen kuadran kanan bawah.
Variasi dari lokasi anatomi apendiks berpengaruh terhadap lokasi nyeri, sebagai
contoh; apendiks yang panjang dengan inflamasi di abdomen kuadran kiri bawah
menyebabkan nyeri di daerah tersebut, apendiks di daerah pelvis menyebabkan nyeri
suprapubis, retroileal apendiks dapat menyebabkan nyeri testikular.8
Umumnya, pasien mengalami demam saat terjadi inflamasi apendiks,
biasanya suhu naik hingga 38oC. Pada keadaan perforasi, suhu tubuh meningkat
hingga> 39oC. Anoreksia hampir selalu menyertai apendisitis. Pada 75% pasien
dijumpaimuntah yang umumnya hanya terjadi satu atau dua kali saja. Muntah
disebabkan oleh stimulasi saraf dan ileus. Umumnya, urutan munculnya gejala
apendisitis adalah anoreksia, diikuti nyeri perut dan muntah. Bila muntah mendahului
nyeri perut, maka diagnosis apendisitis diragukan. 2,8 Muntah yang timbul sebelum
nyeri abdomen mengarah pada diagnosis gastroenteritis.
Sebagian besar pasien mengalami obstipasi pada awal nyeri perut dan banyak
pasien yang merasa nyeri berkurang setelah buang air besar. Diare timbul pada

18
2,3,8
beberapa pasien terutama anak-anak. Diare dapat timbul setelah terjadinya
perforasi apendiks.12,13

Tabel 2. Gejala apendisitis9


Gejala* Frekuensi (%)
Nyeri perut 100
Anoreksia 100
Mual 90
Muntah 75
Nyeri berpindah 50
Gejala sisa klasik (nyeri periumbilikal kemudian anorexia/ mual/
muntah kemudian nyeri berpindah ke abdomen kuadran kanan 50
bawah kemudian demam yang tidak terlalu tinggi)
*-- Onset gejala khas terdapat dalam 24 - 36 jam

Skor Alvarado
Semua penderita dengan suspek apendisitis akut dibuat skor Alvarado dan
diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu; skor <6 dan skor >6. Selanjutnya
ditentukan apakah akan dilakukan apendiktomi. Setelah apendiktomi, dilakukan
pemeriksaan PA terhadap jaringan apendiks dan hasil PA diklasifikasikan menjadi 2
kelompok yaitu inflamasi akut dan noninflamasi akut.11)

Tabel 3. Alvarado scale untuk membantu menegakkan diagnosis.2


Gejala Klinik Value
Gejala Adanya migrasi nyeri 1

19
Anoreksia 1
Mual/muntah 1
Tanda Nyeri abdomen kuadran kanan bawah 2
Nyeri lepas 1
Febris 1
Lab Leukositosis 2
Shift to the left 1
Total poin 10

Bila skor 5-6 dianjurkan untuk diobservasi di rumah sakit, bila skor >6 maka
tindakan bedah sebaiknya dilakukan.2
Gejala apendisitis yang terjadi pada anak dapat bervariasi, mulai dari yang
menunjukkan kesan sakit ringan hingga anak yang tampak lesu, dehidrasi, nyeri lokal
pada perut kanan bawah, bayi yang tampak sepsis.Pasien dengan peritonitis difus
biasanya bernafas mengorok.Pada beberapa kasus yang meragukan, pasien dapat
diobservasi dulu selama 6 jam.Pada penderita apendisitis biasanya menunjukkan
peningkatan nyeri dan tanda inflamasi yang khas.12,13
Pada pemeriksaan fisik, perubahan suara bising usus berhubungan dengan
tingkat inflamasi pada apendiks. Hampir semua pasien merasa nyeri pada nyeri lokal
di titik Mc Burney’s. Tetapi pasien dengan apendiks retrocaecal menunjukkan gejala
lokal yang minimal. Adanya psoas sign, obturator sign, dan Rovsing’s sign bersifat
konfirmasi dibanding diagnostik. Pemeriksaan rectal toucher juga bersifat konfirmasi
dibanding diagnostik, khususnya pada pasien dengan pelvis abscess karena ruptur
apendiks.12
Diagnosis apendisitis sulit dilakukan pada pasien yang terlalu muda atau
terlalu tua. Pada kedua kelompok tersebut, diagnosis biasanya sering terlambat
sehingga apendisitis sudah mengalami perforasi. Pada awal perjalanan penyakit pada
bayi, hanya dijumpai gejala letargi, iritabilitas, dan anoreksia. Selanjutnya, muncul
gejala muntah, demam, dan nyeri.13

20
Anak-anak dengan apendisitis biasanya lebih tenang jika berbaring dengan
gerakan yang minimal. Anak yang menggeliat dan berteriak-teriak, pada akhirnya
jarang didiagnosis sebagai apendisitis, kecuali pada anak dengan apendisitis letak
retrocaecal. Pada apendisitis letak retrocaecal, terjadi perangsangan ureter sehingga
nyeri yang timbul menyerupai nyeri pada kolik renal.6
Penderita apendisitis umumnya lebih menyukai sikap jongkok pada paha
kanan, karena pada sikap itu Caecum tertekansehingga isi Caecum berkurang. Hal
tersebut akan mengurangi tekanan ke arah Appendix sehingga nyeri perut berkurang.
6

Gambar 1. Posisi yang dilakukan untuk mengurangi nyeri perut10

Apendiks umumnya terletak di sekitar McBurney. Namun perlu diingat bahwa


letak anatomis apendiks sebenarnya dapat pada semua titik, 360 o mengelilingi
pangkal Caecum.Apendisitis letak retrocaecal dapat diketahui dari adanya nyeri di
antara costae 12 dan spina iliaka posterior superior. Apendisitis letak pelvis dapat
menyebabkan nyeri rektal.6
Secara teori, peradangan akut apendiks dapat dicurigai dengan adanya nyeri
pada pemeriksaan rektum (Rectal toucher).Namun, pemeriksaan ini tidak spesifik
untuk apendisitis. Jika tanda-tanda apendisitis lain telah positif, maka pemeriksaan
rectal toucher tidak diperlukan lagi.6
Secara klinis, dikenal beberapa manuver diagnostik: 10
 Rovsing’s sign

21
Jika abdomen kiri bawa ditekan, maka terasa nyeri di abdomen kanan bawah. Hal
ini menggambarkan iritasi peritoneum. Sering positif pada Appendicitis namun
tidak spesifik.

Gambar 2. Pemeriksaan Rovsing’s sign

 Psoas sign
Pasien berbaring pada sisi kiri, tangan kanan pemeriksa memegang lutut
pasien dan tangan kiri menstabilkan panggulnya. Kemudian tungkai kanan pasien
digerakkan dalam arah anteroposterior. Nyeri pada manuver ini menggambarkan
kekakuan musculus psoas kanan akibat refleks atau iritasi langsung yang berasal
dari peradangan apendiks. Manuver ini tidak bermanfaat bila telah terjadi rigiditas
abdomen.
Ada 2 cara memeriksa:
Aktif: pasien telentang, tungkai kanan lurus di tahan pemeriksa, pasien
memfleksikan articulatio coxae kanan maka akan terasa nyeri perut kanan bawah.

22
Gambar 3. Pemeriksaan Psoas sign

Pasif: pasien miring ke kiri, paha kanan di hiperekstensikan pemeriksa akan


terasa nyeri perut kanan bawah.

Gambar 4. Dasar anatomis terjadinya Psoas sign10

 Obturator sign
Pasien terlentang, tangan kanan pemeriksa berpegangan pada telapak kaki
kanan pasien sedangkan tangan kiri di sendi lututnya.Kemudian pemeriksa
memposisikan sendi lutut pasien dalam posisi fleksi dan articulatio coxae dalam
posisi endorotasi kemudian eksorotasi.Tes ini positif jika pasien merasa nyeri di
hipogastrium saat eksorotasi.Nyeri pada manuver ini menunjukkan adanya
perforasi apendiks, abses lokal, iritasi M. Obturatorius oleh apendisitis letak
retrocaecal, atau adanya hernia obturatoria.

Gambar 5. Pemeriksaan Obturator sign

23
Gambar 6. Dasar anatomis terjadinya Obturator sign

 Blumberg’s sign (nyeri lepas kontralateral)


Pemeriksa menekan di abdomen kiri bawah kemudian melepaskannya. Manuver
ini dikatakan positif bila pada saat dilepaskan, pasien merasakan nyeri di abdomen
kanan bawah.
 Wahl’s sign
Manuver ini dikatakan positif bila pasien merasakan nyeri pada saat dilakukan
perkusi di abdomen kanan bawah, dan terdapat penurunan peristaltik di segitiga
Scherren pada auskultasi.

 Baldwin’s test
Manuver ini dikatakan positif bila pasien merasakan nyeri di flank saat tungkai
kanannya ditekuk.
 Defans muskular
Defans muskular bersifat lokal sesuai letak apendiks.
 Nyeri pada daerah cavum Douglasi
Nyeri pada daerah cavum Douglasi terjadi bila sudah ada abses di cavum
Douglasi atau apendisitis letak pelvis.
 Nyeri pada pemeriksaan rectal toucher pada saat penekanan di sisi lateral
 Dunphy’s sign (nyeri ketika batuk)

24
PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Laboratorium2,3,6,7
Leukositosis ringan berkisar antara 10.000-18.000/ mm 3, biasanya didapatkan
pada keadaan akut, apendisitis tanpa komplikasi dan sering disertai predominan PMN
sedang. Jika hitung jenis sel darah putih normal tidak ditemukan shift to the left
pergeseran ke kiri, diagnosis apendisitis akut harus dipertimbangkan. Jarang hitung jenis
sel darah putih lebih dari 18.000/ mm 3 pada apendisitis tanpa komplikasi. Hitung jenis sel
darah putih di atas jumlah tersebut meningkatkan kemungkinan terjadinya perforasi
apendiks dengan atau tanpa abses.
CRP (C-Reactive Protein) adalah suatu reaktan fase akut yang disintesis oleh hati
sebagai respon terhadap infeksi bakteri. Jumlah dalam serum mulai meningkat antara 6-
12 jam inflamasi jaringan.
Kombinasi 3 tes yaitu adanya peningkatan CRP ≥ 8 mcg/mL, hitung leukosit ≥
11000, dan persentase neutrofil ≥ 75% memiliki sensitivitas 86%, dan spesifisitas 90%.
Pemeriksaan urin bermanfaat untuk menyingkirkan diagnosis infeksi dari saluran
kemih. Walaupun dapat ditemukan beberapa leukosit atau eritrosit dari iritasi uretra atau
vesika urinaria seperti yang diakibatkan oleh inflamasi apendiks, pada apendisitis akut
dalam sample urinkateter tidak akan ditemukan bakteriuria.

 Ultrasonografi1,2,6,7
USG cukup bermanfaat dalam menegakkan diagnosis apendisitis. Apendiks
diidentifikasi/ dikenal sebagai suatu akhiran yang kabur, bagian usus yang nonperistaltik
yang berasal dari caecum. Dengan penekanan yang maksimal, apendiks diukur dalam
diameter anterior-posterior. Penilaian dikatakan positif bila tanpa kompresi ukuran
anterior-posterior apendiks 6 mm atau lebih. Ditemukannya appendicolith akan
mendukung diagnosis.
Gambaran USG dari apendiks normal, yang dengan tekanan ringan merupakan
struktur akhiran tubuler yang kabur berukuran 5 mm atau kurang, akan menyingkirkan
diagnosis apendisitis. Penilaian dikatakan negatif bila apendiks tidak terlihat dan tidak

25
tampak adanya cairan atau massa pericaecal. Sewaktu diagnosis apendisitis akuttersingkir
dengan USG, pengamatan singkat dari organ lain dalam rongga abdomen harus dilakukan
untuk mencari diagnosis lain. Pada wanita-wanita usia reproduktif, organ-organ panggul
harus dilihat baik dengan pemeriksaan transabdominal maupun endovagina agar dapat
menyingkirkan penyakit ginekologi yang mungkin menyebabkan nyeri akut abdomen.
Diagnosis apendisitis akut dengan USG telah dilaporkan sensitifitasnya sebesar 78%-
96% dan spesifitasnya sebesar 85%-98%. USG sama efektifnya pada anak-anak dan
wanita hamil, walaupun penerapannya terbatas pada kehamilan lanjut.
USG memiliki batasan-batasan tertentu dan hasilnya tergantung pada pemakai.
Penilaian positif palsu dapat terjadi dengan ditemukannya periappendicitis dari
peradangan sekitarnya, dilatasituba fallopi, benda asing (inspissated stool) yang dapat
menyerupai appendicolith, dan pasien obesitas apendiks mungkin tidak tertekan karena
proses inflamasi apendiks yang akut melainkan karena terlalu banyak lemak. USG negatif
palsu dapat terjadi bila apendisitis terbatas hanya pada ujung apendiks, letak retrocaecal,
apendiks dinilai membesar dan dikelirukan oleh usus kecil, atau bila apendiks mengalami
perforasi oleh karena tekanan.

Gambar 7. USG pada potongan longitudinal apendisitis10

 Pemeriksaan radiologi1,2,6,7
Foto polos abdomen jarang membantu diagnosis apendisitisakut, tetapi dapat
sangat bermanfaat untuk menyingkirkan diagnosis banding. Pada pasien apendisitisakut,
kadang dapat terlihat gambaran abnormal udara dalam usus, hal ini merupakan temuan

26
yang tidak spesifik. Adanya fecalith jarang terlihat pada foto polos, tapi bila ditemukan
sangat mendukung diagnosis. Foto thorax kadang disarankan untuk menyingkirkan
adanya nyeri alih dari proses pneumoni lobus kanan bawah.
Teknik radiografi tambahan meliputi CT scan, barium enema, dan radioisotop
leukosit. Meskipun CT scan telah dilaporkan sama atau lebih akurat daripada USG, tapi
jauh lebih mahal. Karena alasan biaya dan efek radiasinya, CT scan diperiksa terutama
saat dicurigai adanya abses apendiks untuk melakukan percutaneousdrainage secara
tepat.
Diagnosis berdasarkan pemeriksaan barium enema (Apppendicogram) tergantung
pada penemuan yang tidak spesifik akibat dari masa ekstrinsik pada Caecum dan
apendiks yang kosong dan dihubungkan dengan ketepatan yang berkisar antara 50-48 %.
Pemeriksaan radiografi dari pasien suspek apendisitis harus dipersiapkan untuk pasien
yang diagnosisnya diragukan dan tidak boleh ditunda atau diganti, memerlukan operasi
segera saat ada indikasi klinis.

27
Tabel 4. Perbandingan USG dan CT Scan Appendix pada Appendicitis1

USG CT Scan Appendix


Sensitivitas 85% 90-100%
Spesifitas 92% 95-97%
Penggunaan Evaluasi pasien pada Evaluasi pasien pada
pasien apendisitis pasien apendisitis
Aman
Lebih akurat
Relatif murah
Lebih baik dalam
Dapat menyingkirkan
Keuntungan mengidentifikasi apendiks
penyakit pelvis pada
normal dan abses
wanita
Lebih baik pada anak-anak
Tergantung operator
Mahal
Secara teknik tidak
Kerugian Radiasi ionisasi
adekuat dalam menilai gas
Kontras
Nyeri

DIAGNOSIS
Riwayat klasik Appendicitis akut, yang diikuti dengan adanya massa yang
nyeri di region iliaka kanan dan disertai demam, mengarahkan diagnosis ke massa
atau abscess apendikuler. Penegakan diagnosis didukung dengan pemeriksaan fisik
maupun penunjang. Kadang keadaan ini sulit dibedakan dengan karsinoma Caecum,
penyakit Crohn, amuboma dan Lymphoma maligna intra abdomen. Perlu juga
disingkirkan kemungkinan aktinomikosis intestinal, enteritis tuberkulosa, dan
kelainan ginekolog seperti Kehamilan Ektopik Terganggu (KET), Adnexitis dan
Kista Ovarium terpuntir . Kunci diagnosis biasanya terletak pada anamnesis yang
khas.18
Tumor Caecum, biasanya terjadi pada orang tua dengan tanda keadaan umum
jelek, anemia dan turunnya berat badan. Hal ini perlu dipastikan dengan colon in loop
dan benzidin test. Pada anak-anak tumor Caecum yang sering adalah sarcoma dari
kelenjar mesenterium. Pada Appendicitis tuberkulosa, klinisnya antara lain keluhan
nyeri yang tidak begitu hebat disebelah kanan perut, dengan atau tanpa muntah dan
waktu serangan dapat timbul panas badan, leukositosis sedang, biasanya terdapat

28
nyeri tekan dan rigiditas pada kuadran lateral bawah kanan, kadang-kadang teraba
massa.17
Massa Appendix dengan proses radang yang masih aktif ditandai dengan:
1. keadaan umum pasien masih terlihat sakit, suhu tubuh masih tinggi;
2. pemeriksaan lokal pada abdomen kuadran kanan bawah masih jelas
terdapat tanda-tanda peritonitis;
3. laboratorium masih terdapat lekositosis dan pada hitung jenis terdapat
pergeseran ke kiri.
Massa Appendix dengan proses radang yang telah mereda dengan ditandai
dengan:
1. keadaan umum telah membaik dengan tidak terlihat sakit, suhu tubuh tidak
tinggi lagi;
2. pemeriksaan lokal abdomen tenang, tidak terdapat tanda-tanda peritonitis dan
hanya teraba massa dengan batas jelas dengan nyeri tekan ringan
3. laboratorium hitung lekosit dan hitung jenis normal.1

PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pasien apendisitis yaitu 1,2,3,6,7
1. Pemasangan infus dan pemberian kristaloid untuk pasien dengan gejala klinis
dehidrasi atau septikemia.
2. Puasakan pasien, jangan berikan apapun per oral
3. Pemberian obat-obatan analgetika harus dengan konsultasi ahli bedah.
4. Pemberian antibiotika i.v. pada pasien yang menjalani laparotomi.
5. Pertimbangkan kemungkinan kehamilan ektopik pada wanita usia subur dan
didapatkan beta-hCG positif secara kualitatif.
Bila dilakukan pembedahan, terapi pada pembedahan meliputi; antibiotika
profilaksis harus diberikan sebelum operasi dimulai pada kasus akut, digunakan
single dose dipilih antibiotika yang bisa melawan bakteri anaerob.
Jika penderita ditemui lewat sekitar 48 jam, ahli bedah akan mengoperasi
untuk membuang apendiks yang mungkin gangren, dari dalam massa perlekatan

29
ringan yang longgar dan sangat berbahaya, dan karena massa ini telah menjadi lebih
terfiksasi, sehingga membuat operasi berbahaya maka harus menunggu pembentukan
abses yang dapat mudah didrainase.7
Massa apendiks terjadi bila apendisitis gangrenosa atau mikroperforasi
ditutupi atau dibungkus oleh omentum dan atau lekuk usus halus. Pada massa
periappendikular yang pendindingannya belum sempurna, dapat terjadi penyebaran
pus keseluruh rongga peritoneum jika perforasi diikuti peritonitis purulenta
generalisata. Pada anak, dipersiapkan untuk operasi dalam waktu 2-3 hari saja. Pasien
dewasa dengan massa periappendikular yang terpancang dengan pendindingan
sempurna, dianjurkan untuk dirawat dahulu dan diberi antibiotik sambil diawasi suhu
tubuh, ukuran massa, serta luasnya peritonitis. Bila sudah tidak ada demam, massa
periapendikular hilang, dan leukosit normal, penderita boleh pulang dan apendiktomi
elektif dapat dikerjakan 2-3 bulan kemudian agar perdarahan akibat perlengketan
dapat ditekan sekecil mungkin. Bila terjadi perforasi, akan terbentuk abses apendiks.
Hal ini ditandai dengan kenaikan suhu dan frekuensi nadi, bertambahnya nyeri, dan
teraba pembengkakan massa, serta bertambahnya angka leukosit. 7
Tatalaksana apendikular infiltrat pada anak-anak sampai sekarang masih
kontroversial. Dari hasil penelitian kasus terapi apendikular infiltrat pada anak-anak,
kebanyakan adalah konservatif yaitu dengan observasi ketat dan antibiotik, dengan
cairan intravena, dan pemasangan NGT bila diperlukan. Konservatif berlangsung
selama ± 6 hari di rumah sakit, lalu direncanakan untuk dilakukan apendiktomi elektif
setelah 4-6 minggu kemudian untuk mencegah kemungkinan risiko rekurensi dan
perforasi yang lebih luas. Dari hasil penelitian komplikasi setelah operasi dengan
penanganan konservatif terlebih dahulu lebih sedikit bila dibandingkan dengan terapi
pembedahan segera seperti cedera pada ileum (Ileal injury), abses intrabdominal,
infeksi karena luka saat operasi. Sehingga terapi non-operatif pada appendicular
infiltrat yang diikuti dengan apendiktomi elektif merupakan metode yang aman dan
efektif. Terapi tersebut sama dengan pada orang dewasa yaitu dengan konservatif
terlebih dahulu yang diikuti dengan apendiktomi elektif. Hal ini dikarenakan untuk

30
mencegah komplikasi post operasi dan risiko dari prosedur pembedahan yang besar
(extensive).20
Pada anak-anak, jika secara konservatif tidak membaik atau berkembang
menjadi abses, dianjurkan untuk operasi secepatnya. Pada penderita dewasa,
apendiktomidirencanakan pada apendikular infiltrat tanpa pus yang telah
ditenangkan. Sebelumnya pasien diberikan antibiotik kombinasi yang aktif terhadap
kuman aerob dan anaerob. Baru setelah keadaan tenang, yaitu sekitar 6-8 minggu
kemudian dilakukan apendiktomi.20
Akhir-akhir ini terdapat manajemen terapi yang terbaru yaitu dengan PLD
(Primary Laparoscopic Drainage) yang dapat diikuti dengan LA (Laparoscopic
Appendectomy). PLD ini rata-rata memakan waktu operasi sekitar 80-100 menit,
makanan oral dapat diberikan 2-3 hari setelah PLD, penurunan panas badan pasien
menjadi afebril pada 4-7 hari setelah PLD, antibiotik intravena dapat dilepas 4-5 hari
setelahnya, perawatan di rumah sakit antara 7-15 hari. PLD ini tidak terbukti terdapat
komplikasi selama intra maupun post operasi, sedangkan bila dilanjutkan dengan LA,
komplikasi yang dapat terjadi adalah adhesi obstruksi usus.20
Bila sudah terjadi abses, dianjurkan untuk drainase saja dan apendiktomi
dikerjakan setelah 6-8 minggu kemudian. Jika ternyata tidak ditemukan keluhan atau
gejala apapun, dan pemeriksaan fisik dan laboratorium tidak menunjukkan tanda
radang atau abses, dapat dipertimbangkan membatalkan tindakan bedah.20

DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding dari apendisitisakut pada dasarnya adalah diagnosis dari
akut abdomen. Hal ini karena manifestasi klinik yang tidak spesifik untuk suatu
penyakit tetapi spesifik untuk suatu gangguan fisiologi atau gangguan fungsi. Jadi
pada dasarnya gambaran klinis yang identik dapat diperoleh dari berbagai proses akut
di dalam atau di sekitar kavum peritoneum yang mengakibatkan perubahan yang
sama seperti apendisitisakut. 2,6)
Ada beberapa keadaan yang merupakan kontraindikasi operasi, namun pada
umumnya proses-proses penyakit yang diagnosisnya sering dikacaukan oleh

31
apendisitis sebagian besar juga merupakan masalah pembedahan atau tidak akan
menjadi lebih buruk dengan pembedahan. 2,6)
Diagnosis banding apendisitis tergantung dari 3 faktor utama: lokasi anatomi
dari inflamasi apendiks, tingkatan dari proses dari yang sederhana sampai yang
perforasi, serta usia dan jenis kelamin pasien. 2,6)
1. Adenitis Mesenterika Akut
Diagnosis penyakit ini seringkali dikacaukan oleh apendisitispada anak-anak.
Hampir selalu ditemukan infeksi saluran pernafasan atas, tetapi sekarang ini telah
menurun. Nyeri biasanya kurang atau bisa lebih difus dan rasa sakit tidak dapat
ditentukan lokasinya secara tepat seperti pada apendisitis. Observasi selama
beberapa jam bila ada kemungkinan diagnosis Adenitis mesenterica, karena
Adenitis mesenterica adalah penyakit yang self limited. Namun jika meragukan,
satu-satunya jalan adalah operasi segera.
2. Gastroenteritis akut
Penyakit ini sangat umum pada anak-anak tapi biasanya mudah dibedakan
dengan apendisitis. Gastroentritis karena virus merupakan salah satu infeksi akut
self limited dari berbagai macam sebab, yang ditandai dengan adanya diare, mual,
dan muntah. Nyeri hiperperistaltik abdomen mendahului terjadinya diare. Hasil
pemeriksaan laboratorium biasanya normal.
3. Penyakit urogenital pada laki-laki.
Penyakit urogenital pada laki-laki harus dipertimbangkan sebagai diagnosis
banding apendisitis, termasuk diantaranya torsio testis, epididimitis akut, karena
nyeri epigastrik dapat muncul sebagai gejala lokal pada awal penyakit ini,
Vesikulitis seminalis dapat juga menyerupai apendisitis namun dapat dibedakan
dengan adanya pembesaran dan nyeri vesikula seminalis pada waktu pemeriksaan
rectal toucher.
4. Diverticulitis Meckel
Penyakit ini menimbulkan gambaran klinis yang sangat mirip apendisitisakut.
Perbedaan preoperatif hanyalah secara teoritis dan tidak penting karena

32
diverticulitis meckel dihubungkan dengan komplikasi yang sama seperti
apendisitis dan memerlukan terapi yang sama yaitu operasi segera.
5. Intususepsi
Sangat penting untuk membedakanintususepsi dari apendisitis karena
terapinya sangat berbeda. Umur pasien sangat penting, apendisitis sangat jarang
dibawah umur 2 tahun, sedangkan intususepsi idiopatik hampir semuanya terjadi
di bawah umur 2 tahun. Pasien biasanya mengeluarkan tinja yang berdarah dan
berlendir. Massa berbentuk sosis dapat teraba di abdomen kanan bawah. Terapi
yang dipilih pada intususepsi bila tidak ada tanda-tanda peritonitis adalah barium
enema, sedangkan terapi pemberian barium enema pada pasien apendisitis acuta
sangat berbahaya.
6. Chron’s enteritis
Manifestasi enteritis regional berupa demam, nyeri abdomen kanan bawah,
perih, dan leukositosis sering dikelirukan sebagai apendisitis. Selain itu, terdapat
diare dan anorexia. Mual dan muntah yang jarang, dapat mengarahkan diagnosis
kepada enteritis namun tidak menyingkirkan diagnosis apendisitis.
7. Perforasi ulkus peptikum
Gejala perforasi ulkus peptikum menyerupai apendisitis jika cairan
gastroduodenal mengalir ke bawah di daerah caecal. Jika perforasi secara spontan
8. Infeksi saluran kencing
Pielonefritis akut, terutama yang terletak di sisi kanan dapat menyerupai
apendisitis letak retroileal. Rasa dingin, nyeri costovertebrae kanan, dan terutama
pemeriksaan urin biasanya cukup untuk membedakan keduanya.
9. Batu uretra
Bila calculus tersangkut dekat apendiks dapat dikelirukan dengan apendisitis
retrocaecal. Nyeri alih ke daerah labia, scrotum atau penis, hematuria, dan atau
tanpa demam atau leukositosis mendukung adanya batu. Pielografi dapat
memperkuat diagnosis.

33
10. Peritonitis Primer
Peritonitis primer jarang menyerupaiapendisitis akutsimpleks namun dapat
ditemukan gambaran yang sangat mirip dengan peritonitis difus sekunder yang
disebabkan oleh ruptur apendiks. Diagnosis ditegakkan dengan aspirasi
peritoneal. Bila ditemukan bakteri coccus pada pewarnaan Gram, peritonitis
tersebut adalah peritonitis primer dan terapinya adalah obat–obatan. Bila
ditemukan bermacam–macam bakteri,peritonitis tersebut adalah peritonitis
sekunder.
11. Yersiniosis
Infeksi Yersinia menyebabkan berbagai macam gejala klinik, termasuk
adenitis mesenterica, ileitis, colitis dan apendisitis. Umumnya infeksinya ringan
dan self limited, namun pada beberapa dapat terjadi sepsis sistemik yang
umumnnya sangat fatal bila tidak diobati. Kecurigaan pada diagnosis preoperatif
tidak boleh menunda operasi, karena secara klinis apendisitis yang disebabkan
oleh Yersinia tidak dapat dibedakan dengan apendisitis oleh sebab lainnya.
Sekitar 5% dari kasus apendisitisakut disebabkan oleh infeksi Yersinia.
12. Kelainan–kelainan ginekologi
Umumnya kesalahan diagnosis apendisitisakut tertinggi pada wanita dewasa
muda disebabkan olehkelainan–kelainan ginekologi. Angka rata-rata apendiktomi
yang dilakukan pada apendiks normal yang pernah dilaporkan adalah 32%–45%
pada wanita usia 15–45 tahun. Penyakit–penyakit organ reproduksi pada wanita
sering dikelirukan sebagai apendisitis, dengan urutan yang tersering adalah PID,
ruptur folikel de Graaf, kista atau tumor ovarium, endometriosis dan ruptur
kehamilan ektopik. Laparoskopi mempunyai peranan penting dalam menentukan
diagnosis.
 Pelvic Inflammatory Disease (PID)
Infeksi ini biasanya bilateral tapi bila yang terkena adalah tuba sebelah kanan
dapat menyerupai apendisitis. Mual dan muntah hampir selalu terjadi pada pasien
apendisitis. Pada pasien PID hanya sekitar separuhnya.

34
 Ruptur Folikel de Graaf
Ovulasi sering mengakibatkan keluarnya darah dan cairan folikuler serta nyeri
yang ringan pada abdomen bagian bawah. Bila cairan sangat banyak dan berasal
dari ovarium kanan, dapat dikelirukan dengan apendisitis. Nyeri dan nyeri tekan
agak difus. Leukositosis dan demam minimal atau tidak ada.

KOMPLIKASI
 Apendikular infiltrat
Adalah infiltrat/massa yang terbentuk akibat mikro atau makro perforasi dari
apendiks yang meradang yang kemudian ditutupi oleh omentum, usus halus atau
usus besar.Umumnya massa apendiks terbentuk pada hari ke-4 sejak peradangan
mulai apabila tidak terjadi peritonitis umum. Massa apendiks lebih sering
dijumpai pada pasien berumur lima tahun atau lebih karena daya tahan tubuh
telah berkembang dengan baik dan omentum telah cukup panjang dan tebal untuk
membungkus proses radang.16
Appendisitis infiltrat didahului oleh keluhan apendisitis akut yang kemudian
disertai adanya massa periapendikular. Gejala klasik apendisitis akut biasanya
bermula dari nyeri di daerah umbilikus atau periumbilikus yang berhubungan
dengan muntah. Dalam 2-12 jam nyeri beralih kekuadran kanan, yang akan
menetap dan diperberat bila berjalan atau batuk. Terdapat juga keluhan anoreksia,
malaise, dan demam yang tidak terlalu tinggi. Biasanya juga terdapat konstipasi
tetapi kadang-kadang terjadi diare, mual dan muntah. Pada permulaan timbulnya
penyakit belum ada keluhan abdomen yang menetap. Namun dalam beberapa jam
nyeri abdomen kanan bawah akan semakin progresif.17
Etiologi dan patofisiologi Appendicular infiltrat diawali oleh adanya
Appendicitisacuta. Dimulai dari acute focal Appendicitis  acute suppurative
Appendicitis  gangrenous Appendicitis (tahap pertama dari Appendicitis yang
mengalami komplikasi)  dapat terjadi 3 kemungkinan:
o Perforated Appendicitis, terjadi penyebaran kontaminasi didalam
ruang atau rongga peritoneum akan menimbulkan peritonitis generalisata.

35
o Terjadi Appendicular infiltrat jika pertahanan tubuh baik (massa lama
kelamaan akan mengecil dan menghilang)
o Apendisitis kronis, merupakan serangan ulang Appendicitis yang telah
sembuh.

KOMPLIKASI POST OPERASI1


Komplikasi terjadi akibat keterlambatan penanganan appendicitis. Faktor
keterlambatan dapat berasal dari penderita dan tenaga medis. Faktor penderita
meliputi pengetahuan dan biaya, sedangkan tenaga medis meliputi kesalahan
diagnosa, menunda diagnosa, terlambat merujuk ke rumah sakit, dan terlambat
melakukan penanggulangan. Kondisi ini menyebabkan peningkatan angka morbiditas
dan mortalitas. Proporsi komplikasi appendicitis 10-32%, paling sering pada anak
kecil dan orang tua.Komplikasi 93% terjadi pada anak-anak di bawah 2 tahun dan 40-
75% pada orang tua. CFR komplikasi 2-5%, 10-15% terjadi pada anak-anak dan
orang tua.Anak-anak memiliki dinding appendiks yang masih tipis, omentum lebih
pendek dan belum berkembang sempurna memudahkan terjadinya perforasi,
sedangkan pada orang tua terjadi gangguan pembuluh darah. Adapun jenis
komplikasi diantaranya:
a. Abses
Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus. Teraba massa
lunak di kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini mula-mula berupa
flegmon dan berkembang menjadi rongga yang mengandung pus.Hal ini terjadi
bila appendicitis gangren atau mikroperforasi ditutupi oleh omentum.
b. Perforasi
Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga bakteri
menyebar ke rongga perut.Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama sejak
awal sakit, tetapi meningkat tajam sesudah 24 jam. Perforasi dapat diketahui
praoperatif pada 70% kasus dengan gambaran klinis yang timbul lebih dari 36
jam sejak sakit, panas lebih dari 38,5 0C, tampak toksik, nyeri tekan seluruh perut,

36
dan leukositosis terutama polymorphonuclear (PMN). Perforasi, baik berupa
perforasi bebas maupun mikroperforasi dapat menyebabkan peritonitis.
c. Peritonitis
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, merupakan komplikasi
berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis.Bila infeksi
tersebar luas pada permukaan peritoneum menyebabkan timbulnya peritonitis
umum.Aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus
meregang, dan hilangnya cairan elektrolit mengakibatkan dehidrasi, syok,
gangguan sirkulasi, dan oligouria.Peritonitis disertai rasa sakit perut yang semakin
hebat, muntah, nyeri abdomen, demam, dan leukositosis.

PROGNOSIS2
Mortalitas dari apendisitis di USA menurun terus dari 9,9% per 100.000 pada
tahun 1939 sampai 0,2% per 100.000 pada tahun 1986. Faktor- faktor yang
menyebabkan penurunan secara signifikan insidensi Appendicitis adalah sarana
diagnosis dan terapi, antibiotika, cairan i.v., yang semakin baik, ketersediaan darah
dan plasma, serta meningkatnya persentase pasien yang mendapat terapi tepat
sebelum terjadi perforasi.

PENCEGAHAN

a. Diet tinggi serat


Berbagai penelitian telah melaporkan hubungan antara konsumsi serat dan
insidens timbulnya berbagai macam penyakit. Hasil penelitian membuktikan
bahwa diet tinggi serat mempunyai efek proteksi untuk kejadian penyakit saluran
pencernaan.40 Serat dalam makanan mempunyai kemampuan mengikat air,
selulosa, dan pektin yang membantu mempercepat sisi-sisa makanan untuk
diekskresikan keluar sehingga tidak terjadi konstipasi yang mengakibatkan
penekanan pada dinding kolon.

37
b. Defekasi yang teratur
Makanan adalah faktor utama yang mempengaruhi pengeluaran
feces.Makanan yang mengandung serat penting untuk memperbesar volume feces
dan makan yang teratur mempengaruhi defekasi. Individu yang makan pada
waktu yang sama setiap hari mempunyai suatu keteraturan waktu, respon fisiologi
pada pemasukan makanan dan keteraturan pola aktivitas peristaltik di kolon.
Frekuensi defekasi yang jarang akan mempengaruhi konsistensi feces
yang lebih padat sehingga terjadi konstipasi. Konstipasi menaikkan tekanan
intracaecal sehingga terjadi sumbatan fungsional appendiks dan meningkatnya
pertumbuhan flora normal kolon. Pengerasan feces memungkinkan adanya bagian
yang terselip masuk ke saluran appendiks dan menjadi media kuman/bakteri
berkembang biak sebagai infeksi yang menimbulkan peradangan pada appendiks.

38
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada pasien ini ditegakkan diagnosis apendisitis karena didapatkan dari


anamnesa: nyeri perut pada ulu hati yang beralih ke perut kanan bawah dan kemudian
menetap. Sakit/nyeri ini disebabkan terangsangnya serat nyeri visceral aferen yang
terdapat pada apendik yang masuk ke medulla spinalis setinggi vertebra thorakal X.
Karena yang terangsang serat nyeri visceral, maka karakteristik nyerinya adalah
tumpul dan tak dapat dilokalisasi dengan baik oleh pasien. Jika tekanan intralumen
terus meningkat, hal ini akan menyebabkan terjadinya obstruksi vena, edema
bertambah, dan bakteri akan menembus dinding apendiks. Peradangan yang timbul
pun semakin meluas dan mengenai peritoneum setempat, sehingga menimbulkan
nyeri di daerah perut kanan bawah. Di titik ini nyeri terasa lebih tajam dan jelas
letaknya, sehingga merupakan nyeri somatik setempat. Nyeri tersebut semakin
bertambah dengan adanya pergerakan (berjalan, perubahan posisi dari berbaring ke
duduk). Gejala nyeri abdomen ini disertai demam, mual, dan BAB cair.
Nyeri pada abdomen kanan bawah pada pasien ini dapat juga disebabkan oleh
adanya batu ureter kanan, peradangan kolon, dan perforasi ulkus duodenum yang
mana hal ini telah disingkirkan dengan tidak adanya riwayat kencing keluar
batu/berpasir, nyeri timbul tiba-tiba, BAK normal.
Pada pasien ini jarang makan sayuran atau buah-buahan sehingga kebiasaan
tersebut dapat menyebabkan konstipasi. Adanya konstipasi menyebabkan obstruksi
fecalith pada appendix. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa penyebab
obstruksi yang terbanyak adalah fecalith.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan :

Pemeriksaan Abdomen

Inspeksi :
distensi (+) yang menunjukkan adanya obstruksi dari gastrointestinal tract
scar (-) yang menyingkirkan adanya adhesive akibat tindakan operasi

39
Auskultasi:
bising usus menurun yang menunjukkan adanya obstruksi dari gastrointestinal tract
Palpasi :
Nyeri tekan di titik Mc. Burney’s (+), nyeri lepas (+) pada regio iliaka dextra di titik
Mc Burney, psoas sign (+). Semua hal ini merupakan tanda apendisitis.
Rectal Toucher: Nyeri tekan di anterior arah jam 9 & 12 tidak dilakukan karena tidak
menunjukkan tanda klinis yang spesifik.
Pada pemeriksaan penunjang didapatkan :
 Leukosit : 12.330/uL merupakan suatu tanda proses infeksi yang terjadi.

Dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang dapat di


rangkum dalam Alvarado score :

Feature Points
Migration of pain from central area to RLQ 1
Anorexia or Acetonuria 1
Nausea with vomiting 1
Tenderness in RLQ 2
Rebound tenderness 1
Elevated temperature ≥ 37,3°C 1
Leukocytosis (>10.000/mm3) 2
Shifted WBC count (>75% neutrophils) -
Total possible points 9

Jika Alvarado skor 7 – 10 maka penanganannya adalah operasi segera


mungkin. Pada pasien ini penanganannya adalah operasi appendectomy.
Ditemukan appendiks yang menebal yamg dapat mengindikasikan bahwa
adanya edema pada appendiks, namun tidak ada massa atau cairan intraabdomen,
yang mengindikasikan belum terjadinya perforasi. Temuan ini mendukung dengan
proses infeksi yang terjadi secara akut. Dimana pada anamnesis didapatkan nyeri

40
yang timbul tiba-tiba dan pasien tidak pernah merasakan nyeri sebelumnya. Hal ini
juga didukung dengan adanya peningkatan jumlah leukosit yaitu 12.330/uL.

41
DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidajat, R dan de Jong, Wim. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC

2. Heller, Jacob L. 2008. Appendectomy - series: Normal anatomy. Retrieved


May22, 2010, from Medline Plus:
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/presentations/100001_1.htm

3. Hackam, David. 2008. Appendicitis. Retrieved May22, 2010, from Knol – A Unit
of Knowledge :
http://knol.google.com/k/dr-david-hackam/appendicitis/RNKGbbtd/Z1o0Yg

4. Craig, Sandy. 2008. Appendicitis, Acute. Retrieved May22, 2010, from eMedicine
: http://emedicine.medscape.com/article/773895-overview

5. Brunicardi, F.C., et al. 2007. Schwartz`s Principle of Surgery. USA : The Mc


Graw Hill Company.

6. Bedah Digestif. 2008. Apendicitis akut. Retrieved May22, 2010, from Ilmu Bedah
UGM: http://bedahugm.net/Bedah-Digesti/Apendicitis-akut.html

7. Hardin, Mike. 1999. Acute Appendicitis Review and Update. Retrieved May22,
2009, from American Academy of Family Physicians.:
http://www.aafp.org/afp/991101ap/2027.htm

8. Craig, Sandy. 2008. Appendicitis, AcutDifferential Diagnoses & Workup.


Retrieved May22, 2010, from eMedicine :
http://emedicine.medscape.com/article/773895-diagnosis

9. Craig, Sandy. 2008. Appendicitis, Acut- Follow-up. Retrieved May22, 2010, from
eMedicine : http://emedicine.medscape.com/article/773895-followup

42

Anda mungkin juga menyukai