Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN KASUS

Kuretase dengan Total Intravenous Anasthesia

Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik


di Bagian Ilmu Anestesi

Diajukan Kepada
Pembimbing
dr. Endang Widiastuti, Sp. An
dr. Meriwijanti, Sp. An, KIC
dr. Beta Raditya, Sp. An

Disusun Oleh
Putri Alfiyanti Faiza
H3A019001

KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU ANESTESI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
RSUD TUGUREJO SEMARANG
2021
Anestesi umum yang ideal dapat menyediakan induksi yang cepat dan tenang, kehilangan
kesadaran yang dapat diprediksi, kondisi intraoperatif yang stabil, efek samping yang minimal,
pemulihan refleks proteksi dan fungsi psikomotor yang cepat dan lancar. Anestesi umum telah
mengalami banyak perkembangan dan modifikasi, begitu pula yang terjadi dengan total
intravenous anesthesia (TIVA) sejak diperkenalkan pertama kalinya dalam praktek klinis.1
Konsep anestesi intra vena telah berubah dari hanya sebagai induksi pada anestesi umum
menjadi anestesi intra vena total.2 Di banyak pusat kesehatan di Eropa dan Amerika Selatan,
peran TIVA menjadi lebih populer sebagai general anesthesia dibandingkan tehnik balance
anesthesia klasik maupun anestesi inhalasi.2
Pengenalan tiopental dalam praktek klinis di tahun 1934, menandai munculnya anestesi
intra vena modern. Walaupun thiopental dan barbiturat lainnya bukan merupakan agen anestesi
intra vena yang ideal karena hanya berfungsi sebagai hipnosis. Obat anestetik intra vena yang
ideal adalah yang mampu menyediakan hipnosis, amnesia, analgesia dan relaksasi otot tanpa
pengaruh depresi pada fungsi sirkulasi dan respirasi.3 Dikarenakan tidak tersedianya obat tunggal
yang ideal, maka di dalam praktek digunakan kombinasi obat-obatan tersebut yang bertujuan
untuk mendapatkan efek yang diinginkan.3
Meskipun thiopental terbukti secara klinis bermanfaat, aman dan diterima secara luas
selama beberapa dekade, penggunaannya telah digantikan oleh berbagai agen dari kelompok obat
yang lain. Obat sedatif hipnotik yang ditemukan setelahnya (midazolam, ketamine, etomidat,
propofol) telah terbukti sangat berguna dalam situasi klinis tertentu. 3 Pemahaman tentang
sirkulasi darah sangatlah penting sebelum obat dapat diberikan secara langsung ke dalam aliran
darah, kedua hal tersebut yang menjadi dasar pemikiran sebelum akhirnya anestesi intravena
berhasil ditemukan
1. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny .A
Umur : 25 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Semarang
Pekerjaan : IRT
Pendidikan terakhir : SMA
Agama : Islam
Status : Menikah
No. RM : 614XXX
Tanggal masuk : 10 Juni 2021
Tanggal Operasi : 10 Juni 2021
Pasien bangsal : Bougenvil
Biaya Pengobatan : BPJS
2. RIWAYAT PERJALANAN PENYAKIT
ANAMNESIS

Keluhan utama : Pasien datang dengan keluhan keluar darah dari jalan lahir sejak 1 hari
SMRS

a. Riwayat penyakit sekarang


Pasien datang ke RSUD Tugurejo Semarang pukul 09.30 dengan keluhan keluar darah
dari jalan lahir. Pasien saat ini mengaku sedang hamil 3 bulan. Keluhan tersebut
dirasakan tiba – tiba dan terjadi terus menerus sejak 1 hari SMRS. pasien mengalami
perdarahan setelah mengangkat galon. Pasien mengaku telah mengalami flek-flek sampai
dengan prongkolan sejak 9 Juni 2021 awalnya sedikit namun makin lama makin banyak,
bergumpal – gumpal, berwarna merah kecolatan.dan sampai ganti pembalut 5x. pasien
merasakan nyeri perut bagian bawah (+). Sebelum pasien datang ke rumah sakit, pasien
telah periksa ke dokter Sp.OG dan dirujuk ke RSUD Tugurejo Semarang atas indikasi
Abortus Inkomplit pro kuretase.
 HPHT :14-3-21
Riwayat Persalinan :
 G2P1A0
 Riwayat Perkawinan : satu kali menikah
 Riwayat kontrasepsi : KB Kalender
 Pasien terakhir makan dan minum jam 14:30 WIB
b. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat Darah tinggi : disangkal
Riwayat kencing manis : disangkal
Riwayat Penyakit ginjal : disangkal
Riwayat trauma : disangkal
Riwayat kejang : disangkal
Riwayat Asma : disangkal
Riwayat Alergi obat : disangkal

c. Riwayat penyakit keluarga


Riwayat kencing manis : disangkal
Riwayat Darah Tinggi : disangkal
Riwayat penyakit jantung : disangkal
Riwayat Alergi obat : disangkal
3. PERSIAPAN PRE OPERASI
a. Anamnesis
 A (Allergy) : Tidak ada
 M (Medication) : Tidak ada
 P (Past illness) : Riwayat penyakit jantung bawaan(-), Riwayat Kejang(-),asma (-)
 L (Last meal) : Puasa mulai pukul 15.00 WIB (6 jam sebelum operasi)
 E (Environment) : pasien mengalami perdarahan setelah mengangkat galon
b. Pemeriksaan fisik pre operasi (10 juni 2021)
Tanda vital
 Tekanan darah : 110/70 mmHg
 Nadi : 80x/menit
 RR : 18x/menit
 SaO2 : 99%
 Suhu : 36,5 derajat celcius
 TB :150 cm
 BB : 55 kg
 BMI : 24,44 (normoweight)
Jantung : dbn
Paru : dbn
Mulut, gigi dan jalan napas : dbn
Ekstremitas : dbn
Genitalia : dbn
Anus dan rectum : dbn
Lain-lain : dbn

4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang (10 Juni 2021)

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal


Leukosit H 15.82 10^3/ul 3.6 – 11
Eritrosit L 3.77 10^6/ul 3.8 – 5.2
Hemoglobin L10.70 g/dl 11.7 – 15.5
Hematokrit L 31.70 % 35 – 47
MCV 84,10 Fl 80 – 100
MCH 28.40 Pg 26 – 34
MCHC 33.80 g/dl 32 – 36
Trombosit 218 10^3/ul 150 – 440
RDW 13.80 % 11.5 – 14.5
MPV 11.5 Fl
PLCR 37.1 %
Eosinofil absolute 0.28 10^3/ul 0.045 – 0.44
Basofil absolute 0.07 10^3/ul 0 – 0.02
Neutrofil absolute H 12.21 10^3/ul 1.8 – 8
Limfosit absolute 1.05 10^3/ul 0.9 – 5.2
Monosit absolute 0.48 10^3/ul 0.16 – 1
Eosinofil L 1.80 % 2–4
Basofil 0.40 % 0–1
Neutrofil H 77.20 % 50 – 70
Limfosit L 15.70 % 25 – 40
Monosit 4.90 % 2– 8
Netrofil Limfosit
H 4.92 <3.13
Ratio
Kimia Klinik (serum) B

Glukosa sewaktu 71 Mg/dL < 125


Kalium 3.71 mmol/L 3.5-5.0
Natrium 138.1 mmol/L 135-145
Chlorida 104.9 mmol/L 95.0-105

5. LAPORAN ANASTESI DURATE OPERASI


Diagnosa awal medis : Abortus Inkomplit
Tindakan operasi : Kuretase
Posisi Pasien : litotomi
Jenis anestesi : Total intravenous anathesia
Teknik anestesi : Intermiten Total Intravenous Anasthesia
ASA :I
Lama anestesi : 10 menit (20.10-20.20)
Lama operasi : 15 menit (20.25-20:40)
Premedikasi : Ondancetron 4mg/2mL (IV), sulfas atropine 0,25 mg (IV),
fentanyl 2 mL(IV). Dexamethasone 5mg/1mL (IV)
Induksi : Ketamin 50 mg (IV) ,Midazolam 5 mg (IV)
Pelumpuh otot :-
Maintenance : O2 3 lpm
Adjuvantia : phytomenadione 10mg/1mL (IV), asam tranexamat 500 mg/mL
(IV), ascorbid acid 200 mg/2 mL (IV), Methylergometrin 0,2
mg/mL(IV), Oxytocin 10 IU/mL (IV).
Reverse :-
Terapi cairan : Kristaloid: Ringer Laktat 500 mL
Post operasi : selesai operasi pasien dipindahkan ke recovery room
a. Pemberian cairan
Cairan masuk
Pre operatif: RL 500 cc
Durante operatif: Ringer Lactate 500 cc
Cairan keluar
Perdarahan: -
b. Pasca bedah di Recovery Room (RR)
Aldrette Score Modified

No Kriteria Skor
1 Warna kulit Merah/normal 2
Pucat 1
Sianosis 0
2 Aktivitas motoric Gerak empat anggota tubuh 2
Gerak dua naggota tubuh 1
Tidak ada gerak 0
3 Pernapasan Napas dalam, batuk dan tangis kuat 2
Napas dangkal dan adekuat 1
Napas apneu/napas tidak adekuat 0
4 Tekanan darah Berbeda ± 20 mmHg dari pre OP
Berebeda 20-50 mmHg dari pre OP
Berbeda ± 50 mmHg dari pre OP
5 Kesadaran Sadar penuh mudah dipanggil
Bangun jika dipanggil
Tidak ada respon
6 Mual muntah Minimal (1-2x muntah)
Sedang (3-5x muntah)
Berat (muntah terus menerus)
7 Perdarahan Minimal (tidak perlu ganti balut)
Sedang (perlu ganti balut 1x)
Berat (lebih dari 3x ganti balut)
Skor >5, pasien pindah ke ruangan

 Masuk jam: 20.00 WIB


 Pulang jam: 20.55 WIB
 Keadaan umum : baik
 Respon kesadaran : terjaga
 Status mental : sadar penuh
 Jalan nafas : nasal
 Pernapasan : teratur
 Terapi oksigen : nasal canule
 Sirkulasi anggota badan : merah mudah
 Kulit : hangat
 Posisi pasien : terlentang
 Nadi : teratur
 Infus : RL
 Tanda vital :
TD : 133/88 mmHg
Nadi : 83/menit
RR : 20x/menit
SaO2 : 99%
c. Instruksi post operasi dengan anestesi intravena
 Awasi tanda vital tiap ½ jam
 Infus RL 20 tpm + tramadol 100 mg
 Ketorolac 30 mg per 8 jam IV
 Jika sudah sadar penuh, mual (-), muntah (-), bising usus (+) boleh makan dan minum
Total Intra Venous Anesthesia (TIVA)

TIVA (Total Intra Venous Anesthesia) adalah teknik anestesi umum di mana induksi dan
pemeliharaan anestesi didapatkan dengan hanya menggunakan kombinasi obat-obatan anestesi
yang dimasukkan lewat jalur intra vena tanpa penggunaan anestesi inhalasi termasuk N2O. 4,5
TIVA dalam anestesi umum digunakan untuk mencapai 4 komponen penting dalam anestesi
yaitu ketidaksadaran, analgesia, amnesia dan relaksasi otot. Namun tidak ada satupun obat
tunggal yang dapat memenuhi kriteria di atas, sehingga diperlukan pemberian kombinasi dari
beberapa obat untuk mencapai efek yang diinginkan tersebut.4 Farmakokinetik barbiturat yang
digunakan sebagai anestesi intravena pertama kali tidak memenuhi kriteria ideal untuk
pemeliharaan anestesi, walaupun ditambah dengan pemberian meperidin atau morphine yang
dapat mengganggu nafas spontan pasien. Sehingga saat diperkenalkannya anestesi inhalasi
modern yang di awali oleh halothane di tahun 1956, membuat anestesiologist meninggalkan
penggunaan anestesi intra vena untuk pemeliharaan anestesi.4 Pada tahun 1975, Savege et al,
mengkombinasikan agen steroid Altesin dengan meperidine yang berguna untuk menjaga
suplemen oksigen pada pasien dengan nafas spontan. Menjadikan titik tolak perkembangan dan
ketertarikan anestesiologist terhadap tehnik TIVA, yang diikuti dengan perkembangan dan
penemuan obat lainnya seperti tiopental, metohexital, etomidat, propofol dan ketamin. Kecuali
ketamin, obat anestesi intra vena yang lain tidak mempunyai efek analgesia.4

Sifat fisik dan farmakologis anestetika intra vena yang ideal meliputi2,4 :

1. Larut dalam air dan stabil di dalam larutan


2. Tidak menimbulkan nyeri saat penyuntikkan dan tidak merusak jaringan saat digunakan
ekstravaskuler maupun intra arteri.
3. Tidak melepas histamin atau mencetuskan reaksi hipersensitifitas
4. Onset hipnotis yang cepat dan lembut tanpa menimbulkan aktifi tas eksitasi
5. Metabolisme inaktivasi metabolit obat yang cepat
6. Memiliki hubungan dosis dan respon yang curam untuk meningkatkan kefektifan titrasinya
dan meminimalisir akumulasi obat di jaringan
7. Depresi pada respirasi dan jantung yang minimal
8. Menurunkan metabolisme serebral dan tekanan intra kranial
9. Pemulihan kesadaran dan kognitif yang cepat dan lembut
10. Tidak menimbulkan postoperative nausea and vomiting (PONV), amnesia, reaksi
psikomimetik, pusing, nyeri kepala maupun waktu sedasi yang memanjang (hangover effects)

Beberapa keuntungan dari farmakologi TIVA bila dibandingkan dengan agen anestesi inhalasi
yaitu4 :
1. Induksi anestesi yang lebih lembut tanpa batuk ataupun cegukan
2. Mudah dalam mengendalikan kedalaman anestesi ketika menggunakan obat dengan waktu
kesetimbangan darah-otak yang singkat
3. Hampir semua agen TIVA memilki onset yang cepat dan dapat diprediksi dengan efek
hangover yang minimal
4. Angka kejadian PONV yang rendah
5. Sebagian besar menurunkan CBF dan CMRO2 sehingga ideal untuk bedah saraf
6. Tingkat toksisitas organ yang rendah

Metode pemberian obat hipnotik, analgesik dan relaksan otot yang merupakan komponen dari
TIVA dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu4 :
1. Bolus intermiten
2. Infus kontinyu menggunakan syringe infusion pumps atau sejenisnya
3. Dengan target controlled infusion system (TCI)
1. Persiapan Pra Anastesi
Kunjungan pra anastesi pada pasien yang akan menjalani operasi dan pembadahan
baik efektif dan darurat mutlak harus dilakukan untuk keberhasilan tindakan tersebut.
Adapun tujuan pra anastesi adalah:
1. Mempersiapan mental dan fisik secara optimal.
2. Merencanakan dan memilih teknik serta obat – obat anastesi yang sesuai dengan fisik dan
kehendak pasien.
3. Menentukan status fisik dengan klasifikasi ASA (American Society Anasthesiology):
ASA I : pasien normal sehat, kelainan bedah terlokalisir, tanpa kelainan faali,
biokimiawi, dan psikiatris, angka moralitas 2%.
ASA II: pasien dengan ganguan sistemik ringan dengan sedang sebagai akibat kelainan
bedah atau proses patologis. Angka moralitas 16%.
ASA III: pasien dengan gangguan sistemik berat sehingga aktivitas harian terbatas.
Angka mortalitas 38%
ASA IV : pasien dengan gangguan sistemik berat yang mengancam jiwa, tidak selalu
sembuh dengan operasi. Misal : insufisiensi fungsi organ, angina menetap. Angka
mortalitas 68%.
2. Induksi Anastesi (TIVA)

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kecepatan induksi dengan metode TIVA,
meliputi dosis induksi dan interaksi dari kombinasi obat yang digunakan. Onset efek anestesi
ditentukan oleh konsentrasi obat di otak, dapat dicapai secara cepat maupun perlahan.
Pencapaian yang cepat biasanya dapat disertai efek samping yang nyata seperti hipotensi,
bradikardia dan depresi pernafasan. Semakin besar gradien konsentrasi antara darah dan otak,
semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk tercapainya induksi anestesi.3,4 Perpindahan obat
dari darah ke effect-site terjadi melalui proses difusi sederhana dan waktu yang dibutuhkan untuk
proses perpindahan ini beragam, tergantung pada gradien konsentrasi. 4

Laju infus dosis induksi adalah salah satu penentu yang mengatur besarnya dosis induksi.
Laju infus yang bertujuan hanya untuk mendapatkan konsentrasi effect-site yang diinginkan akan
menimbulkan kehilangan kesadaran tetapi dengan onset yang lambat. Hilangnya kesadaran
hanya sesaat dan durasinya bertahan selama target konsentrasi effect-site-nya terjaga. Pada laju
infus yang cepat menyebabkan onset anestesi yang cepat dan durasi kehilangan kesadaran yang
lebih lama tetapi juga disertai efek samping yang lebih nyata karena penggunaan dosis induksi
yang lebih besar.4
Variasi pada dosis induksi ini juga dapat disebabkan perbedaan farmakokinetik dan
farmakodinamik masing-masing individu yang dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, cardiac
output, perokok, obat-obatan yang dikonsumsi dan penyakit yang sudah diderita sebelumnya 3,4
Dikarenakan tidak adanya obat IV yang dapat memberikan efek hipnotik, amnesia dan analgesi
sekaligus (kecuali ketamin) maka diperlukan kombinasi dari beberapa obat anestetik intra
vena.1,3,4 Sebagian besar obat IV anestesi bekerja secara sinergis di dalam kombinasinya.
Keuntungannya adalah terjadinya kedalaman anestesi yang adekuat terhadap stimuli noksius
akibat laringoskopi dan intubasi tanpa depresi kardiovaskuler yang signifikan2,3,4.

3. Pemeliharaan Anestesi dengan (TIVA)


Dalam anestesi modern, dosis obat hipnotik dan analgesik diberikan secara titrasi untuk
mencapai efek klinis yang diinginkan yang dapat diukur melalui efek pada sistem kardiovaskuler
ataupun EEG.1,4 Sebagian besar agen anestesi IV, meningkatkan kedalaman anestesi akan
menurunkan denyut jantung dan tekanan darah (kecuali ketamin). 3,4,8 Namun, dari semua
penanda anestesi yang tidak adekuat, gerakan yang ditimbulkan pasien tetap menjadi penanda
yang utama.4 Laju titrasi infus yang diberikan harus dapat mencegah timbulnya gerakan pasien
dari stimulus yang diterima. Pada umumnya diperlukan dosis obat yang besar saat intubasi
pasien dan rendah saat preparasi pembedahan dan draping. Laju infus perlu ditingkatkan kembali
sesaat sebelum insisi dilakukan, selanjutnya selama pembedahan, laju titrasi dosis obat
disesuaikan dengan respon gerakan pasien, status hemodinamik, dan respon otonom. Dalam
keadaan tidak timbulnya respon-respon tersebut, ahli anestesi perlu mempertimbangkan
penurunan laju infus sebesar 15-20%.4
Dalam penggunaan tehnik TIVA, kombinasi dari beberapa obat akan menimbulkan
pertanyaan, obat mana yang akan dinaikkan atau diturunkan dosisnya dan atas alasan apa. Pada
umumnya, pemberian dosis opioid bertujuan untuk mencapai konsentrasi obat analgesik di
effect-site, sedangkan titrasi infus agen hipnotik harus disesuaikan dengan kebutuhan individual
pasien dan intensitas stimulasi pembedahan. Pada akhir pembedahan, di saat penutupan kulit,
ahli anestesi harus mengurangi laju infus obat hipnotik dan analgesik untuk mengembalikan
pernafasan spontan yang adekuat.1,4
4. Jenis-jenis Anastesi Intravena
1. GOLONGAN BARBITURAT
Pentothal/ Thiopenthal Sodium/ Penthio Barbital/ Thiopenton
Obat ini tersedia dalam bentuk serbuk higroskopis, bersifat basa, berbau belerang,
larut dalam air dan alcohol. 10
Penggunaannya sebagai obat induksi, suplementasi dari anastesi regional,
antikonvulsan, pengurangan dari peningkatan TIK, proteksi serebral.
Metabolismenya di hepar dan di ekskresi lewat ginjal. 10
Onset : 20-30 detik
Durasi : 20-30 menit
Dosis :
 Induksi iv : 305 mg/Kg BB, anak 5-6 mg/Kg BB, bayi 7-8 mg/kg BB
 Suplementasi anastesi : iv 0,5-1 mg/kg BB
 Induksi rectal : 25 mg/ kg BB
 Antikonvulsan : iv 1-4 mg/kg BB
Efek samping obat :
 Sistem kardiovaskuler
- Depresi otot jantung
- Vasodilatasi perifer
- Turunnya curah jantung
 Sistem pernapasan, menyebabkan depresi saluran pernapasan  konsentrasi
otak mencapai puncak  apnea
 Dapat menembus barier plasenta dan sedikit terdapat dalam ASI
 Sedikit mengurangi aliran darah ke hepar
 Meningkatkan sekresi ADH (efek hilang setelah pemberian dihentikan)
 Pemulihan kesadaran pada orang tua lebih lama dibandingkan pada dewasa
muda
 Menyebabkan mual, muntah, dan salivasi
 Menyebabkan trombophlebitis, nekrosis, dan gangren
Kontraindikasi :
 Alergi barbiturat
 Status ashmatikus
 Porphyria
 Pericarditis constriktiva
 Tidak adanya vena yang digunakan untuk menyuntik
 Syok
 Anak usia < 4 th (depresi saluran pernapasan) 10

2. GOLONGAN BENZODIAZEPIN
Obat ini dapat dipakai sebagai trasqualiser, hipnotik, maupun sedative. Selain itu obat
ini mempunyai efek antikonvulsi dan efek amnesia. 10
Obat-obat pada golongan ini sering digunakan sebagai :
a. Obat induksi
b. Hipnotik pada balance anastesi
c. Untuk tindakan kardioversi
d. Antikonvulsi
e. Sebagai sedasi pada anastesi regional, local atau tindakan diagnostic
f. Mengurangi halusinasi pada pemakaian ketamin
g. Untuk premedikasi10
a. Diazepam
Karena tidak larut air, maka obat ini dilarutkan dalam pelarut organic (propilen
glikol dan sodium benzoate). Karena itu obat ini bersifat asam dan menimbulkan
rasa sakit ketika disuntikan, trombhosis, phlebitis apabila disuntikan pada vena
kecil. Obat ini dimetabolisme di hepar dan diekskresikan melalui ginjal. 2
Obat ini dapat menurunkan tekanan darah arteri. Karena itu, obat ini digunakan
untuk induksi dan supplement pada pasien dengan gangguan jantung berat. 2
Diazepam biasanya digunakan sebagai obat premedikasi, amnesia, sedative, obat
induksi, relaksan otot rangka, antikonvulsan, pengobatan penarikan alcohol akut
dan serangan panic.
Awitan aksi : iv < 2 menit, rectal < 10 menit,
oral 15 menit-1 jam
Lama aksi : iv 15 menit- 1 jam, PO 2-6 jam
Dosis :
 Premedikasi : iv/im/po/rectal 2-10 mg
 Sedasi : 0,04-0,2 mg/kg BB
 Induksi : iv 0,3-0,6 mg/kg
 Antikonvulsan : iv 0,05-0,2 mg/kg BB setiap 5-10 menit dosis maksimal 30
mg, PO/rectal 2-10 mg 2-4 kali sehari
Efek samping obat :
 Menyebabkan bradikardi dan hipotensi
 Depresi pernapasan
 Mengantuk, ataksia, kebingungan, depresi,
 Inkontinensia
 Ruam kulit
 DVT, phlebitis pada tempat suntikan

b. Midazolam
Obat ini mempunyai efek ansiolitik, sedative, anti konvulsif, dan anteretrogad
amnesia. Durasi kerjanya lebih pendek dan kekuatannya 1,5-3x diazepam.
Obat ini menembus plasenta, akan tetapi tidak didapatkan nilai APGAR kurang
dari 7 pada neonatus. 10
Dosis :
 Premedikasi : im 2,5-10 mg, Po 20-40 mg
 Sedasi : iv 0,5-5 mg
 Induksi : iv 50-350 µg/kg
Efek samping obat :
 Takikardi, episode vasovagal, komplek ventrikuler premature, hipotensi
 Bronkospasme, laringospasme, apnea, hipoventilasi
 Euphoria, agitasi, hiperaktivitas
 Salvasi, muntah, rasa asam
 Ruam, pruritus, hangat atau dingin pada tempat suntikan

3. PROPOFOL
Merupakan cairan emulsi isotonic yang berwarna putih. Emulsi ini terdiri dari
gliserol, phospatid dari telur, sodium hidroksida, minyak kedelai dan air. Obat ini
sangat larut dalam lemak sehingga dapat dengan mudah menembus blood brain barier
dan didistribusikan di otak. Propofol dimetabolisme d hepar dan ekskresikan lewat
ginjal.10
Penggunaanya untuk obat induksi, pemeliharaan anastesi, pengobatan mual muntah
dari kemoterapi
Dosis :
 Sedasi : bolus, iv, 5-50 mg
 Induksi : iv 2-2,5 mg/kg
 Pemeliharaan : bolus iv 25-50 mg, infuse 100-200 µg/kg/menit, antiemetic iv
10 mg
Pada ibu hamil, propofol dapat menembus plasenta dan menyebabakan depresi janin.
Pada sistem kardiovaskuler, obat ini dapat menurunkan tekanan darah dan sedikit
menurunkan nadi. Obat ini tidak memiliki efek vagolitik, sehingga pemberiannya bisa
menyebabkan asystole. Oleh karena itu, sebelum diberikan propofol seharusnya
pasien diberikan obat-obatan antikolinergik.
Pada pasien epilepsi, obat ini dapat menyebabkan kejang.

4. KETAMIN
Obat ini mempunyai efek trias anastesi sekaligus. Pemberiannya menyebabkan pasien
mengalami katalepsi, analgesic kuat, dan amnesia, akan tetapi efek sedasinya ringan.
Pemberian ketamin dapat menyebakan mimpi buruk.
Dosis
 Sedasi dan analgesia : iv 0,5-1 mg/kg BB, im/rectal 2,5-5 mg/kg BB, Po 5-6
mg/kg BB
 Induksi : iv 1-2,5 mg/kg BB, im/ rectal 5-10 mg/kg BB
Ketamin meningkatkan aliran darah ke otak, kerana itu pemberian ketamin berbahaya
bagi orang-orang dengan tekanan intracranial yang tinggi. 10
Pada kardiovaskuler, ketamin meningkatkan tekanan darah, laju jantung dan curah
jantung.
Dosis tinggi menyebabkan depresi napas.
Kontraindkasi :
 Hipertensi tak terkontrol
 Hipertroid
 Eklampsia/ pre eklampsia
 Gagal jantung
 Unstable angina
 Infark miokard
 Aneurisma intracranial, thoraks dan abdomen
 TIK tinggi
 Perdarahan intraserebral
 TIO tinggi
 Trauma mata terbuka
5. OPIOID
Opioid (morfin, petidin, fentanil, sufentanil) untuk induksi diberikan dalam dosis
tinggi. Opioid tidak mengganggu kardiovaskulet, sehingga banyak digunakan untuk
induks pada pasien jantung.11
a. Morfin
Penggunaanya untuk premedikasi, analgesic, anastesi, pengobatan nyeri yang
berjaitan dengan iskemia miokard, dan dipsnea yang berkaitan dengan kegagalan
ventrikel kiri dan edema paru.
Dosis :
 Analgesic : iv 2,5-15 mg, im 2,5-20 mg, Po 10-30 mg, rectal 10-20 mg
setiap 4 jam
 Induksi : iv 1 mg/kg
Awitan aksi : iv < 1 menit, im 1-5 menit
Lama aksi : 2-7 jam
Efek samping obat :
 Hipotensi, hipertensi, bradikardia, aritmia
 Bronkospasme, laringospasme
 Penglihatan kabur, sinkop, euphoria, disforia
 Retensi urin, spasme ureter
 Spasme traktus biliaris, konstipasi, anoreksia, mual, muntah, penundaan
pengosongan lambung
 Miosis

b. Petidin
Penggunaannya untuk nyeri sedang sampai berat, sebagai suplemen sedasi
sebelum pembedahan, nyeri pada infark miokardium walaupun tidak seefektif
morfin sulfat, untuk menghilangkan ansietas pada pasien dengan dispnea karena
acute pulmonary edema dan acute left ventricular failure.
Dosis
 Oral/ IM,/SK :
 Dewasa :
 Dosis lazim 50–150 mg setiap 3-4 jam jika perlu,
 Injeksi intravena lambat : dewasa 15–35 mg/jam.
 Anak-anak oral/IM/SK : 1.1–1.8 mg/kg setiap 3–4 jam jika perlu.
 Untuk sebelum pembedahan : dosis dewasa 50 – 100 mg IM/SK
Petidin dimetabolisme terutama di hati
Kontraindikasi
 Pasien yang menggunakan trisiklik antidepresan dan MAOi. 14 hari
sebelumnya (menyebabkan koma, depresi pernapasan yang parah,
sianosis, hipotensi, hipereksitabilitas, hipertensi, sakit kepala, kejang)
 Hipersensitivitas.
Pasien dengan gagal ginjal lanjut
Efek samping obat
 Depresi pernapasan,
 Sistem saraf : sakit kepala, gangguan penglihatan, vertigo, depresi, rasa
mengantuk, koma, eforia, disforia, lemah, agitasi, ketegangan, kejang,
 Pencernaan : mual, muntah, konstipasi,
 Kardiovaskular : aritmia, hipotensi postural,
 Reproduksi, ekskresi & endokrin : retensi urin, oliguria.
 Efek kolinergik : bradikardia, mulut kering, palpitasi, takikardia, tremor
otot, pergerakan yg tidak terkoordinasi, delirium atau disorintasi,
halusinasi.
 Lain-lain : berkeringat, muka merah, pruritus, urtikaria, ruam kulit
Peringatan
Hati-hati pada pasien dengan disfungsi hati & ginjal krn akan memperlama
kerja & efek kumulasi opiod, pasien usia lanjut, pada depresi sistem saraf
pusat yg parah, anoreksia, hiperkapnia, depresi pernapasan, aritmia, kejang,
cedera kepala, tumor otak, asma bronchial
c. Fentanil
Digunakan sebagai analgesic dan anastesia
Dosis :10
 Analgesic : iv/im 25-100 µg
 Induksi : iv 5-40 µg/ kg BB
 Suplemen anastesi : iv 2-20 µg/kg BB
 Anastetik tunggal : iv 50-150 µg/ kg BB
Awitan aksi : iv dalam 30 detik, im < 8 menit
Lama aksi : iv 30-60 menit, im 1-2 jam
Efek samping obat :
 Bradikardi, hipotensi
 Depresi saluran pernapasan, apnea
 Pusing, penglihatan kabur, kejang
 Mual, muntah, pengosongan lambung terlambat
 Miosis
DAFTAR PUSTAKA

1. Bajwa, et al. 2010. Comparison of two drug combinations in TIVA: propofol-ketamine and
propofol-fentanyl. Saudi Journal of Anaesthesia. www.saudija.org
2. White, FP. Eng,MR. 2009. Intravenous Anesthetics. In: Barash, et al (ed). Clinical Anesthesia,
6th edition. Philadelphia. Lippincott Williams & Wilkins
3. Reves, JG, et al. 2010. Intravenous Anesthetics. In: Miller, RD. (eds) miller’s Anesthesia, 7th
ed. Philadelphia: Elsevier Saunders
4. Aun, T. et al. 2013. Total intravenous anaesthesia using target controlled infusion. A pocket
reference. College of anesthesiologists. Academy of Medicine of Malaysia.
5. Sear, J. 2008. Total Intravenous Anesthesia. In: Longnecker, et al (eds). Anesthesiology. USA.
Mc Graw Hill
6. Masui K, et al. 2010. The Performance of Compartmental and Physiologically Based
Recirculatory Pharmacokinetic Models for Propofol: A Comparison Using Bolus, Continuous,
and Target-Controlled Infusion Data. In: Anesthesia and Analgesia. Vol. 111. International
Anesthesia Research Society.
7. Yuil, G. Simpson, M. 2002. An introduction to total intravenous anaesthesia. British Journal
of Anaesthesia. Vol. 2. No. I.
8. Stoelting, RK. Hillier, SC. 2006. Barbiturates. In: Handbook of Pharmacology and Physiology
in Anesthetic Practise. 2nd ed. Philadelphia. Lippincott Williams & Wilkins
9. Butterworth, JF. Mackey, DC. Wasnick, JD. 2013. Morgan and Mikhail”s Clinical
Anesthesiology. USA. Lange Mc Graw Hill.
10. Soenarjo, Sp. An., Djatmiko, H, Sp. An. 2010. Anestesiologi. FK UNDIP

11. Latief, S., Suryadi, K., Dachlan, R., 2001. Petunjuk Praktis Anastesiologi. FK UI

Anda mungkin juga menyukai