Anda di halaman 1dari 45

LAPORAN KASUS

“Seorang Wanita usia 53tahun dengan Ca Rectosigmoid”

Untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Bedah


RS Tugurejo Semarang

Dokter Pembimbing :
dr. Irwan Syafril, Sp.B

Disusun oleh :
Galang Rizqi Pradana
H2A012062

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2018
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Galang Rizqi Pradana


NIM : H2A012062
Fakultas : Kedokteran
Universitas : Universitas Muhammadiyah Semarang
Stase Pendidikan : Bagian Ilmu Bedah
Judul Kasus : Wanita usia 53 tahun dengan Ca Rectosigmoid
Pembimbing : dr. Irwan Syafril, Sp.B

Semarang, November 2018


Pembimbing

dr. Irwan Syafril, Sp.B


BAB I
PENDAHULUAN

Karsinoma rekti merupakan tumor ganas terbanyak di antara tumor ganas


saluran cerna, lebih 60% tumor kolorektal berasal dari rektum. Salah satu pemicu
kanker rektal adalah masalah nutrisi dan kurang berolah raga. Kanker rektal
merupakan salah satu jenis kanker yang tercatat sebagai penyakit yang paling
mematikan di dunia. Kanker rektal adalah kanker yang menyerang kolon dan
rektum. Namun, penyakit ini bukannya tidak dapat disembuhkan. Jika penderita
telah terdeteksi secara dini, maka kemungkinan untuk sembuh bisa mencapai 50
persen.3
Setiap waktu, kanker ini bisa menyerang seseorang. Risikonya akan terus
meningkat seiring dengan penambahan usia. Data dari Amerika Serikat dan
Inggris memperlihatkan, orang yang berusia antara 60 sampai 80 tahun berisiko
tiga kali lipat dari kelompok usia lainnya. Mereka yang memiliki riwayat
peradangan saluran cerna seperti kolit usus kronis, tergolong berisiko tinggi untuk
berkembang menjadi kanker kolorektal. Demikian juga dengan mereka yang
memiliki riwayat penyakit kanker tersebut, risiko terkena penyakit ini bisa
menyerang pada kelompok usia mana pun di bawah 60 tahun. 3
Umumnya penderita datang dalam stadium lanjut, seperti kebanyakan
tumor ganas lainnya; 90% diagnosis karsinoma rekti dapat ditegakkan dengan
colok dubur. Sampai saat ini pembedahan adalah terapi pilihan untuk karsinoma
rekti. 1,2,3,10
BAB II
STATUS PASIEN
A. Identitas Pasien
1. Nama : Ny. S
2. Umur : 53 tahun (24 Maret 1965)
3. Jenis kelamin : perempuan
4. Alamat : Soponyono, Semarang
5. Pekerjaan : ibu rumah tangga
6. Status : menikah
7. Tanggal MRS : 18 Oktober 2018
8. Ruang : Dahlia
9. No. RM : 566842

B. Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoalamnesis dan alloanamnesis di
bangsal Dahlia RSUD Tugurejo Semarang didukung catatan medis
1. Keluhan Utama : BAB darah
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke RSUD Tugurejo Semarang dengan keluhan
BAB berdarah. Darah dari BAB pasien dirasakan sejak ± 2 bulan yang
lalu. Darah berwarna merah segar, keluar sesaat sebelum feces serta
bersamaan dengan feces. Ketika BAB pasien juga merasakan nyeri
pada perut. Nyeri dirasakan seperti ditusuk pada perut terutama perut
bagian bawah. Nyeri juga dirasakan hilang timbul.
Selain itu, pasien juga mengeluhkan pusing yang dirasakan
bersamaan sejak BAB berdarah. Pusing semakin hari dirasakan
semakin sering, disertai mual (+) dan muntah (+). Mual dan muntah
sering dirasakan terutama setelah makan. Pasien lemas (+) dan
mengeluhkan adanya penurunan berat badan sejak terjadi keluhan.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
a. Riwayat penyakit serupa disangkal
b. Riwayat Hipertensi disangkal
c. Riwayat Penyakit Ginjal disangkal
d. Riwayat Diabetes Mellitus disangkal
e. Riwayat Penyakit Jantung disangkal
f. Riwayat Alergi disangkal
4. Riwayat Penyakit Keluarga
a. Riwayat penyakit serupa disangkal
b. Riwayat Hipertensi disangkal
c. Riwayat Diabetes Mellitus disangkal
d. Riwayat Alergi disangkal
e. Riwayat Penyakit Jantung disangkal
5. Riwayat Pribadi
a. Kebiasaan konsumsi jamu disangkal
b. Pasien jarang berolahraga
c. Jarang konsumsi air putih
6. Riwayat Ekonomi dan Sosial
Pasien merupakan ibu rumah tangga dan ibu dari 4 orang anak.
Pasien tinggal dengan suami dan anak. Pasien tidak bekerja, suami
bekerja sebagai wiraswasta. Pasien berobat dengan BPJS PBI.
Kesan ekonomi cukup.
C. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan di bangsal Anggrek RSUD Tugurejo
Semarang
1. Keadaan Umum : tampak sakit
2. Kesadaran : compos mentis
3. Tanda Vital : tekanan darah : 112/72 mmHg
: nadi : 82x/ menit
: pernapasan : 20x/ ment
: suhu : 36,8oC
4. Status Gizi : berat badan : 43kg
: tinggi badan : 154cm
: IMT : 18,1kg/m2 (underweight)

5. Status Generalis
a. Kepala : mesosefal, distribusi rambut merata
b. Mata : konjungtiva anemis (+/+), sclera ikterik (-/-), pupil

isokor diameter 3mm/3mm, refleks cahaya (+/+)


c. Telinga : discharge (-/-), darah (-/-), nyeri tekan mastoid (-/-),

gangguan fungsi pendengaran (-/-)


d. Hidung : secret (-/-), napas cuping (-/-), deformitas (-/-)
e. Mulut : lidah kotor (-), bibir kering (+), sianosis (+), pursed-lips

breath (-)
f. Leher : pembesaran kelenjar tiroid (-), otot bantu napas (-), JVP

meningkat (-)
g. Kulit : pucat (+), hipopigmentasi (-), hiperpigmentasi (-),

kering (-)
h. Thorax : Cor : inspeksi : ictus cordis tidak tampak
: palpasi : ictus cordis teraba 2cm di medial

ICS V linea midclavicula sinistra

Pulsus parasternal (-), Pulsus

epigastrium (-), thrill (-)


Perkusi : batas jantung
Kiri atas ICS II linea

parasternal sinistra
Kiri bawah ICS V linea

midclavicula sinistra

2cm ke medial
Pinggang ICS III linea

parasternal sinistra
Kanan ICS V parasternal

bawah dextra
Kesan : normal
Auskultasi : BJ I-II regular, murmur (-), gallop

(-)

Pulmo
PULMO DEXTRA SINISTRA
Depan
1.  Inspeksi
Bentuk dada Datar Datar
Hemitoraks Simetris statis dinamis Simetris statis dinamis
Sama dengan kulit Sama dengan kulit
Warna
sekitar sekitar
2.  Palpasi
Nyeri tekan - -
Stem fremitus (+) normal (+) normal
sonor seluruh lapang sonor seluruh lapang
3.   Perkusi
paru paru
4.   Auskultasi
Suara dasar Vesikuler Vesikuler
Suara tambahan
Wheezing - -
Ronki kasar - -
Ronkhi basah
- -
halus
Stridor - -
Belakang
1.   Inspeksi
Sama dengan kulit Sama dengan kulit
Warna
sekitar sekitar
2.   Palpasi
Nyeri tekan - -
Stem Fremitus
(+) normal (+) normal
3.   Perkusi
sonor seluruh lapang sonor seluruh lapang
Lapang paru
paru paru
4.   Auskultasi
Suara dasar Vesikuler Vesikuler
Suara tambahan
Wheezing - -
Ronki kasar - -
Ronkhi basah
- -
halus
Stridor - -
i. Abdomen : inspeksi : permukaan datar, warna kulit sama

dengan warna kulit sekitar


: auskultasi : bising usus (+) melemah
: perkusi : timpani regio abdomen
: palpasi : nyeri tekan abdomen, Palpasi tidak

dilakukan
j. Ekstrimitas Superior Inferior
Warna kulit Normal, sama dengan Normal, sama dengan
kulit sekitar kulit sekitar
Oedem -/- -/-
Nyeri -/- -/-
Gerak aktif +/+ +/+
Gerak pasif +/+ +/+
CRT <2detik <2detik
Akral dingin -/- -/-
Sianosis -/- -/-
6. Status Lokalis
a. Abdomen
1) Inspeksi
Warna kulit sama dengan sekitar, normal.
2) Auskultasi
Bising usus (+) melemah
3) Perkusi
Timpani seluruh regio abdomen
4) Palpasi
Nyeri tekan abdomen, terutama perut bagian bawah. Palpasi
tidak dapat dilakukan

D. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Hematologi
Darah Lengkap dan Kimia Klinik
Darah Lengkap Hasil Satuan Nilai normal
Lekosit 13.26 (H) 10^3/uL 3.6 – 11
Eritrosit 2.49 (L) 10^6/uL 3.8 – 5.2
Hemoglobin 6.70 (L) g/dl 11.7 – 15.5
Hematokrit 20.70 (L) % 35 – 47
MCV 85.10 fL 80 – 100
MCH 30.10 Pg 26 – 34
MCHC 35.40 g/dl 32 – 36
Trombosit 135 (L) 10^3/uL 150 – 440
Eosinofil 0.20 (L) % 2–4
Basofil 0.40 % 0–1
Neutrofil 79.80 (H) % 50 – 70
Limfosit 14.90 (L) % 25 – 40
Monosit 5.30 % 2–8
Kimia Klinik Hasil Satuan Nilai normal
Glukosa sewaktu 79 mg/dl <125
SGOT 43 (H) U/L 0 – 35
SGPT 39 (H) U/L 0 – 35
Ureum 32.6 mg/dl 10.0 – 50.0
Kreatinin 1.75 (H) mg/dl 0.60 – 0.90
Kalium 3.43 (L) mmol/L 3.5 – 5.0
Natrium 138.0 mmol/L 135 – 145
Chloride 99.1 mmol/L 95.0 – 105
Albumin 2.8 (L) g/dL 3.2 – 5.2

2. USG Abdomen

Kesan:
Struktur hepar, kandung empedu, pancreas, limpa, ginjal, dan VU baik.
Penebalan usus regio rectosygmoid.
3. Kolonoskopi
Kolon:
 Anus : normal
 Rectum : normal
 Sigmoid : massa
menutupi lumen
 Descending: tidak dapat
dinilai

Kesan:
Massa rapuh berdarah pada
rectosigmoid, menutupi lumen.
Biopsy konfirmasi PA.

4. Pemeriksaan histopatologi/ sitologi


Mikroskopis:
Sediaan biopsy colon recto-sigmoid, mukosa dilapisi epitel, sebagian
berupa massa tumor. Tampak pulau-pulau massa musin extraseluler
dengan sel-sel tumor berbentuk bulat oval tumbuh hiperplastis,
sebagian membentuk struktur kelenjar. Inti polimorfi hiperkromatis.

Kesimpulan : mucinous carcinoma a/r recto-sigmoid

E. Diagnosis Kerja
Carsinoma recto-sigmoid

F. Initial Plan
1. Initial Plan Terapi
a. Infuse
b. Lanzoprazole 2x1 kap
c. Cefixime 100mg 3x1 kap
d. Oscal 0,5mcg 3x1kap
2. Initial Plan Monitoring
a. Monitoring keadaan umum dan tanda vital
b. Monitoring perdarahan
3. Initial Plan Edukasi
a. Menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang penyakit yang
diderita
b. Menjelaskan tindakan yang akan dilakukan

G. Prognosis
Secara keseluruhan 5-year survival rates untuk kanker rektal adalah
sebagai berikut :
Stadium I - 72%; Stadium II - 54%; Stadium III - 39%; Stadium IV - 7%

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

I. DEFINISI DAN ANATOMI

Carsinoma Rekti adalah kanker yang terjadi pada rektum. Rektum terletak

di anterior sakrum dan coccygeus panjangnya kira kira 15 cm. Rectosigmoid

junction terletak pada bagian akhir mesocolon sigmoid. Bagian sepertiga atasnya

hampir seluruhnya dibungkus oleh peritoneum. Di setengah bagian bawah rektum

keseluruhannya adalah ektraperitoneal.1,2,

Karsinoma merupakan suatu proses pembelahan sel-sel (proliferasi) yang

tidak mengikuti aturan baku proliferasi yang terdapat dalam tubuh (proliferasi

abnormal). Proliferasi ini di bagi atas non-neoplastik dan neoplastik, non-

neoplastik dibagi atas :


a. Hiperplasia adalah proliferasi sel yang berlebihan. Hal ini dapat

normal karena bertujuan untuk perbaikan dalam kondisi fisiologis

tertentu misalnya kehamilan.

b. Hipertrofi adalah peningkatan ukuran sel yang menghasilkan

pembesaran organ tanpa ada pertambahan jumlah sel.

c. Metaplasia adalah perubahan dari satu jenis tipe sel yang membelah

menjadi tipe yang lain, biasanya dalam kelas yang sama tapi kurang

terspesialisasi.

d. Displasia adalah kelainan perkembangan selular, produksi dari sel

abnormal yang mengiringi hiperplasia dan metaplasia.Perubahan yang

termasuk dalam hal ini terdiri dari bertambahnya mitosis, produksi dari

sel abnormal pada jumlah besar dan tendensi untuk tidak teratur.

Secara anatomi rektum terbentang dari vertebre sakrum ke-3 sampai garis

anorektal. Secara fungsional dan endoskopik, rektum dibagi menjadi bagian

ampula dan sfingter. Bagian sfingter disebut juga annulus hemoroidalis,

dikelilingi oleh muskulus levator ani dan fasia coli dari fasia supra-ani. Bagian

ampula terbentang dari sakrum ke-3 ke difragma pelvis pada insersi muskulus

levator ani. Panjang rektum berkisar 10-15 cm, dengan keliling 15 cm pada

rectosigmoid junction dan 35 cm pada bagian ampula yang terluas. Pada orang
dewasa dinding rektum mempunyai 4 lapisan : mukosa, submukosa, muskularis

(sirkuler dan longitudinal), dan lapisan serosa.5,11

Gambar 1 : Anatomi Rektum

Gambar 2: Lapisan dinding rektum

Perdarahan arteri daerah anorektum berasal dari arteri hemoroidalis

superior, media, dan inferior. Arteri hemoroidalis superior yang merupakan

kelanjutan dari a. mesenterika inferior, arteri ini bercabang 2 kiri dan kanan.
Arteri hemoroidalis merupakan cabang a. iliaka interna, arteri hemoroidalis

inferior cabang dari a. pudenda interna. Vena hemoroidalis superior berasal dari 2

plexus hemoroidalis internus dan berjalan ke arah kranial ke dalam v. Mesenterika

inferior dan seterusnya melalui v. lienalis menuju v. porta. Vena ini tidak berkatup

sehingga tekanan alam rongga perut menentukan tekanan di dalamnya. Karsinoma

rektum dapat menyebar sebagai embolus vena ke dalam hati. Vena hemoroidalis

inferior mengalirkan darah ke v. pudenda interna, v. iliaka interna dan sistem vena

kava.

Gambar 3 : Pembuluh darah Arteri dan Vena pada rektum

Pembuluh limfe daerah anorektum membentuk pleksus halus yang

mengalirkan isinya menuju kelenjar limfe inguinal yang selanjutnya mengalir ke


kelenjar limfe iliaka. Infeksi dan tumor ganas pada daerah anorektal dapat

mengakibatkan limfadenopati inguinal. Pembuluh rekrum di atas garis anorektum

berjalan seiring dengan v. hemoroidalis seuperior dan melanjut ke kelenjar limfe

mesenterika inferior dan aorta.

Persarafan rektum terdiri atas sistem simpatik dan parasimpatik. Serabut

simpatik berasal dari pleksus mesenterikus inferior yang berasal dari lumbal 2, 3,

dan 4, serabut ini mengatur fungsi emisi air mani dan ejakulasi. Serabut

parasimpatis berasal dari sakral 2, 3, dan 4, serabut ini mengatur fungsi ereksi

penis, klitoris dengan mengatur aliran darah ke dalam jaringan.

2. ANGKA KEJADIAN

Di USA Ca kolorektal merupakan kanker gastrointestinal yang paling

sering terjadi dan nomor dua sebagai penyebab kematian di negara berkembang.
Tahun 2005, diperkirakan ada 145,290 kasus baru kanker kolorektal di USA,

104,950 kasus terjadi di kolon dan 40,340 kasus di rektal. Pada 56,300 kasus

dilaporkan berhubungan dengan kematian, 47.700 kasus Ca kolon dan 8,600

kasus Ca rectal. Ca kolorektal merupakan 11 % dari kejadian kematian dari semua

jenis kanker. 1, 4

Diseluruh dunia dilaporkan lebih dari 940,000 kasus baru dan terjadi

kematian pada hampir 500,000 kasus tiap tahunnya. (World Health Organization,

2003). Menurut data di RS Kanker Dharmais pada tahun 1995-2002, kanker rektal

menempati urutan keenam dari 10 jenis kanker dari pasien yang dirawat di sana.

Kanker rektal tercatat sebagai penyakit yang paling mematikan di dunia selain

jenis kanker lainnya. Namun, perkembangan teknologi dan juga adanya

pendeteksian dini memungkinkan untuk disembuhkan sebesar 50 persen, bahkan

bisa dicegah.1,3,4

Dari selutruh pasien kanker rektal, 90% berumur lebih dari 50 tahun.

Hanya 5% pasien berusia kurang dari 40 tahun. Di negara barat, laki – laki

memiliki insidensi terbanyak mengidap kanker rektal dibanding wanita dengan

rasio bervariasi dari 8:7 - 9:5. 1,2


Gambar 4. Ca rekti

3. ETIOLOGI

Etiologi karsinoma rektum sama seperti kanker lainnya yang masih belum

diketahui penyebabnya. Faktor predisposisi munculnya karsinoma rektum adalah

polyposis familial, defisiensi Imunologi, Kolitis Ulseratifa, dan Granulomatosis.

Faktor predisposisi penting lainnya yang mungkin berkaitan adalah kebiasaan

makan. Masyarakat yang dietnya rendah selulosa tapi tinggi protein hewani dan

lemak, memiliki insiden yang cukup tinggi.

Diet rendah serat, tinggi karbohidrat refined, mengakibatkan perubahan

pada flora feces dan perubahan degradasi garam-garam empedu atau hasil

pemecahan protein dan lemak, dimana sebagian dari zat-zat ini bersifat

karsinogenik. Diet rendah serat juga menyebabkan pemekatan zat yang berpotensi

karsinogenik dalam feses yang bervolume lebih kecil. Selain itu, masa transisi
feses meningkat. Akibatnya kontak zat yang berpotensi karsinogenik dengan

mukosa usus bertambah lama.

4. PATOFISIOLOGI KARSINOMA REKTUM

Pada mukosa rektum yang normal, sel-sel epitelnya akan mengalami

regenerasi setiap 6 hari. Pada keadaan patologis seperti adenoma terjadi

perubahan genetik yang mengganggu proses diferensiasi dan maturasi dari sel-sel

tersebut yang dimulai dengan inaktivasi gen adenomatous polyposis coli (APC)

yang menyebabkan terjadinya replikasi tak terkontrol. Peningkatan jumlah sel

akibat replikasi tak terkontrol tersebut akan menyebabkan terjadinya mutasi yang

akan mengaktivasi K-ras onkogen dan mutasi gen p53, hal ini akan mencegah

terjadinya apoptosis dan memperpanjang hidup sel.

Gambar 5. Patofisiologi Karsinoma Rektum

5. FAKTOR RESIKO

5.1. Idiopathic Inflammatory Bowel Disease

5.1.1. Ulseratif Kolitis


Ulseratif kolitis merupakan faktor risiko yang jelas untuk kanker kolon

sekitar 1% dari pasien yang memiliki riwayat kronik ulseratif kolitis. Risiko

perkembangan kanker pada pasien ini berbanding terbalik pada usia terkena

kolitis dan berbanding lurus dengan keterlibatan dan keaktifan dari ulseratif

kolitis. Risiko kumulatif adalah 2% pada 10 tahun, 8% pada 20 tahun, dan 18%

pada 30 tahun. Pendekatan yang direkomendasikan untuk seseorang dengan risiko

tinggi dari kanker kolorektal pada ulseratif kolitis dengan mengunakan

kolonoskopi untuk menentukan kebutuhan akan total proktokolektomi pada pasien

dengan kolitis yang durasinya lebih dari 8 tahun. Strategi yang digunakan

berdasarkan asumsi bahwa lesi displasia bisa dideteksi sebelum terbentuknya

invasif kanker. Sebuah studi prospektif menyimpulkan bahwa kolektomi yang

dilakukan dengan segera sangat esensial untuk semua pasien yang didiagnosa

dengan displasia yang berhubungan dengan massa atau lesi, yang paling penting

dari analisa mendemonstrasikan bahwa diagnosis displasia tidak menyingkirkan

adanya invasif kanker. Diagnosis dari displasia mempunyai masalah tersendiri

pada pengumpulan sampling spesimen dan variasi perbedaan pendapat antara para

ahli patologi anatomi.13

5.1.2. Penyakit Crohn’s

Pasien yang menderita penyakit crohn’s mempunyai risiko tinggi untuk

menderita kanker kolorektal tetapi masih kurang jika dibandingkan dengan

ulseratif kolitis. Keseluruhan insiden dari kanker yang muncul pada penyakit

crohn’s sekitar 20%. Pasien dengan striktur kolon mempunyai insiden yang tinggi
dari adenokarsinoma pada tempat yang terjadi fibrosis. Adenokarsinoma

meningkat pada tempat strikturoplasty menjadikan sebuah biopsy dari dinding

intestinal harus dilakukan pada saat melakukan strikturoplasty. Telah dilaporkan

juga bahwa squamous sel kanker dan adenokarsinoma meningkat pada fistula

kronik pasien dengan crohn’s disease.14

Gambar 6. Crohn’s Disease

5.2. Faktor Genetik

5.2.1. Riwayat Keluarga

Sekitar 15% dari seluruh kanker kolon muncul pada pasien dengan riwayat

kanker kolorektal pada keluarga terdekat. Seseorang dengan keluarga terdekat

yang mempunyai kanker kolorektal mempunyai kemungkinan untuk menderita

kanker kolorektal dua kali lebih tinggi bila dibandingkan dengan seseorang yang

tidak memiliki riwayat kanker kolorektal pada keluarganya.13

5.2.1. Herediter Kanker Kolorektal

Abnormalitas genetik terlihat mampu memediasi progresi dari normal

menuju mukosa kolon yang maligna. Sekitar setengah dari seluruh karsinoma dan
adenokarsinoma yang besar berhubungan dengan mutasi. Langkah yang paling

penting dalam menegakkan diagnosa dari sindrom kanker herediter yaitu riwayat

kanker pada keluarga. Mutasi sangat jarang terlihat pada adenoma yang lebih

kecil dari 1 cm. Allelic deletion dari 17p ditunjukkan pada ¾ dari seluruh kanker

kolon, dan deletion dari 5q ditunjukkan lebih dari 1/3 dari karsinoma kolon dan

adenoma yang besar.2 Dua sindrom yang utama dan beberapa varian yang utama

dari sindrom ini menyebabkan kanker kolorektal telah dikenali karakternya. Dua

sindrom ini, dimana mempunyai predisposisi menuju kanker kolorektal memiliki

mekanisme yang berbeda, yaitu familial adenomatous polyposis (FAP) dan

hereditary non polyposis colorectal cancer (HNPCC).13

5.2.1. FAP (Familial Adenomatous Polyposis)

Gen yang bertanggung jawab untuk FAP yaitu gen APC, yang berlokasi

pada kromosom 5q21. Adanya defek pada APC tumor supresor gen dapat

menggiring kepada kemungkinan pembentukan kanker kolorektal pada umur 40

sampai 50 tahun. Pada FAP yang telah berlangsung cukup lama, didapatkan polip

yang sangat banyak untuk dapat dilakukannya kolonoskopi polipektomi yang

aman dan adekuat; ketika hal ini terjadi, direkomendasikan untuk melakukan

prophylactic subtotal colectomy diikuti dengan endoskopi pada bagian yang

tersisa. Idealnya prophylactic colectomy harus ditunda kecuali terdapat terlalu

banyak polip yang dapat ditangani dengan aman. Prosedur pembedahan elektif

harus sedapat mungkin dihindari ketika memungkinkan. Screening untuk polip

harus dimulai pada saat usia muda. Pasien dengan FAP yang diberi 400 mg

celecoxib, dua kali sehari selama enam bulan mengurangi rata rata jumlah polip
sebesar 28%. Tumor lain yang mungkin muncul pada sindrom FAP adalah

karsinoma papillary thyroid, sarcoma, hepatoblastomas, pancreatic carcinomas,

dan medulloblastomas otak. Varian dari FAP termasuk gardner’s syndrom dan

turcot’s syndrom.13,15

Gambar 6. Familial Adenomatous Polyposis & Kolitis Ulseratifa

5.2.4. HNPCC (Hereditary Non Polyposis Colorectal Cancer)

Pola autosomal dominan dari HNPCC termasuk lynch’s sindrom I dan II.2

Generasi multipel yang dipengaruhi dengan kanker kolorektal muncul pada umur
yang muda (±45 tahun), dengan predominan lokasi kanker pada kolon kanan.

Abnormalitas genetik ini terdapat pada mekanisme mismatch repair yang

bertanggung jawab pada defek eksisi dari abnormal repeating sequences dari

DNA, yang dikenal sebagai mikrosatellite (mikrosatellite instability). Retensi dari

squences ini mengakibatkan ekspresi dari phenotype mutator, yang

dikarakteristikkan oleh frekuensi DNA replikasi error (RER+ phenotype), dimana

predisposisi tersebut mengakibatkan seseorang memiliki multitude dari

malignansi primer. Pasien dengan HNPCC mungkin juga memiliki adenoma

sebaceous, carcinoma sebaceous, dan multipel keratocanthoma, Termasuk kanker

dari endometrium, ovarium, kandung kemih, ureter, lambung dan traktus biliaris.

Jika dibandingkan dengan sporadic kanker kolorektal, tumor pada HNPCC

seringkali poorly differentiated, dengan gambaran mucoid dan signet-cell, reaksi

yang mirip crohn’s (nodul lymphoid, germinal centers, yang berlokasi pada

perifer inflitrasi kanker kolorektal), kehadiran infiltrasi lymphocytes diantara

tumor. Karsinogenesis yang terakselerasi muncul pada HNPCC, pada keadaan ini

adenoma kolon yang berukuran kecil dapat menjadi karsinoma dalam 2-3 tahun,

bila dibandingkan dengan proses pada rata-rata kanker kolorektal yang

membutuhkan waktu 8-10 tahun.

Pasien dengan HNPCC mempunyai kecenderungan untuk menderita

kanker kolorektal pada umur yang sangat muda, dan screening harus dimulai pada

umur 20 tahun atau lebih dini 5 tahun dari umur anggota keluarga yang pertama

kali terdiagnosa kanker kolorektal yang berhubungan HNPCC. Angka rata-rata

pasien dengan HNPCC yang didiagnosa menderita kanker kolorektal pada umur
44 tahun, dibandingkan dengan pasien kontrol yang menderita kanker kolorektal

pada umur 68 tahun. Prognosis dari pasien HNPCC terlihat lebih baik daripada

pasien dengan sporadic kanker kolon. Dari penelitian menunjukkan bahwa pasien

dengan HNPCC kurang mendapat manfaat dari adjuvant kemoterapi berdasarkan

kombinasi fluorourasil daripada pasien tanpa kelainan ini. 13,15

5.3. Diet

Masyarakat yang diet tinggi lemak, tinggi kalori, daging dan diet rendah

serat berkemungkinan besar untuk menderita kanker kolorektal pada kebanyakan

penelitian, meskipun terdapat juga penelitian yang tidak menunjukkan adanya

hubungan antara serat dan kanker kolorektal. Ada dua hipotesis yang menjelaskan

mekanisme hubungan antara diet dan resiko kanker kolorektal. Teori pertama

adalah pengakumulasian bukti epidemiologi untuk asosiasi antara resistensi

insulin dengan adenoma dan kanker kolorektal. Mekanismenya adalah

menkonsumsi diet yang berenergi tinggi mengakibatkan perkembangan resistensi

insulin diikuti dengan peningkatan level insulin, trigliserida dan asam lemak tak

jenuh pada sirkulasi. Faktor sirkulasi ini mengarah pada sel epitel kolon untuk

menstimulus proliferasi dan juga memperlihatkan interaksi oksigen reaktif.

Pemaparan jangka panjang hal tersebut dapat meningkatkan pembentukan kanker

kolorektal. Hipotesis kedua adalah identifikasi berkelanjutan dari agen yang

secara signifikan menghambat karsinogenesis kolon secara experimental. Dari

pengamatan tersebut dapat disimpulkan mekanismenya, yaitu hilangnya fungsi

pertahanan lokal epitel disebabkan kegagalan diferensiasi dari daerah yang lemah

akibat terpapar toksin yang tak dapat dikenali dan adanya respon inflamasi fokal,
karakteristik ini didapat dari bukti teraktifasinya enzim COX-2 dan stres oksidatif

dengan lepasnya mediator oksigen reaktif. Hasil dari proliferasi fokal dan

mutagenesis dapat meningkatkan resiko terjadinya adenoma dan aberrant crypt

foci. Proses ini dapat dihambat dengan (a) demulsi yang dapat memperbaiki

permukaan lumen kolon; (b) agen anti-inflamasi; atau (c) anti-oksidan. Kedua

mekanisme tersebut, misalnya resistensi insulin yang berperan melalui tubuh dan

kegagalan pertahanan fokal epitel yang berperan secara lokal, dapat menjelaskan

hubungan antara diet dan resiko kanker kolorektal.13,16

5.4. Gaya Hidup

Pria dan wanita yang merokok kurang dari 20 tahun mempunyai risiko tiga

kali untuk memiliki adenokarsinoma yang kecil, tapi tidak untuk yang besar.

Sedangkan merokok lebih dari 20 tahun berhubungan dengan risiko dua setengah

kali untuk menderita adenoma yang berukuran besar.

Diperkirakan 5000-7000 kematian karena kanker kolorektal di Amerika

dihubungkan dengan pemakaian rokok. Pemakaian alkohol juga menunjukkan

hubungan dengan meningkatnya risiko kanker kolorektal.

Pada berbagai penelitian telah menunjukkan hubungan antara aktifitas,

obesitas dan asupan energi dengan kanker kolorektal. Pada percobaan terhadap

hewan, pembatasan asupan energi telah menurunkan perkembangan dari kanker.

Interaksi antara obesitas dan aktifitas fisik menunjukkan penekanan pada aktifitas

prostaglandin intestinal, yang berhubungan dengan risiko kanker kolorektal. The

Nurses Health Study telah menunjukkan hubungan yang berkebalikan antara


aktifitas fisik dengan terjadinya adenoma, yang dapat diartikan bahwa penurunan

aktifitas fisik akan meningkatkan risiko terjadinya adenoma.

5.5. Usia

Proporsi dari semua kanker pada orang usia lanjut (≥ 65 thn) pria dan

wanita adalah 61% dan 56%. Frekuensi kanker pada pria berusia lanjut hampir 7

kali (2158 per 100.000 orang per tahun) dan pada wanita berusia lanjut sekitar 4

kali (1192 per 100.000 orang per tahun) bila dibandingkan dengan orang yang

berusia lebih muda (30-64 thn). Sekitar setengah dari kanker yang terdiagnosa

pada pria yang berusia lanjut adalah kanker prostat (451 per 100.000), kanker

paru-paru (118 per 100.000) dan kanker kolon (176 per 100.000). Sekitar 48%

kanker yang terdiagnosa pada wanita yang berusia lanjut adalah kanker payudara

(248 per 100.000), kanker kolon (133 per 100.000), kanker paru paru (118 per

100.000) dan kanker lambung (75 per 100.000).

Usia merupakan faktor paling relevan yang mempengaruhi risiko kanker

kolorektal pada sebagian besar populasi. Risiko dari kanker kolorektal meningkat

bersamaan dengan usia, terutama pada pria dan wanita berusia 50 tahun atau

lebih, dan hanya 3% dari kanker kolorektal muncul pada orang dengan usia

dibawah 40 tahun. Lima puluh lima persen kanker terdapat pada usia ≥ 65 tahun,

angka insiden 19 per 100.000 populasi yang berumur kurang dari 65 tahun, dan

337 per 100.000 pada orang yang berusia lebih dari 65 tahun.13
Di Amerika seseorang mempunyai risiko untuk terkena kanker kolorektal

sebesar 5%. Sedangkan kelompok terbesar dengan peningkatan risiko kanker

kolorektal adalah pada usia diatas 40 tahun. Seseorang dengan usia dibawah

empat puluh tahun hanya memiliki kemungkinan menderita kanker kolorektal

kurang dari 10%. Dari tahun 2000-2003, rata-rata usia saat terdiagnosa menderita

kanker kolorektal pada usia 71 tahun. Insidensi berdasarkan usia dibawah 20

tahun sebesar 0,0%, 20-34 tahun sebesar 0,9%, 35-44 tahun sebesar 3,5%, 45-54

tahun sebesar 10,9%, 55-64 tahun sebesar 17,6%, 65-74 tahun sebesar 25,9%, 75-

84 tahun sebesar 28,8%, dan > 85 sebesar 12,3%.17

6. MANIFESTASI KLINIK

6.1. Histologi

Histologi merupakan suatu faktor penting dalam hal etiologi, penanganan

dan prognosis dari kanker. Secara mikroskopis kanker kolorektal mempunyai

derajat differensiasi yang berbeda-beda, tidak hanya dari tumor yang satu dengan

tumor yang lain tetapi juga dari area ke area pada tumor yang sama, mereka

cenderung mempunyai morfologi yang heterogen. Gambaran histopatologis yang

paling sering dijumpai adalah tipe adenocarcinoma (90-95%), adenocarcinoma

mucinous (17%), signet ring cell carcinoma (2-4%), dan sarcoma (0,1-3%).

Pada penelitian mengenai gambaran histologi kanker kolorektal dari tahun

1998-2001 di Amerika Serikat yang melibatkan 522.630 kasus kanker kolorektal.

Didapatkan gambaran histopatologis dari kanker kolorektal sebesar 96% berupa

adenocarcinoma, 2% karsinoma lainnya (termasuk karsinoid tumor), 0,4%


epidermoid carcinoma, dan 0,08% berupa sarcoma. Proporsi dari epidermoid

carcinoma, mucinous carcinoma dan carcinoid tumor banyak diketemukan pada

wanita. Secara keseluruhan, didapatkan suatu pola hubungan antara tipe

histopatologis, derajat differensiasi dan stadium dari kanker kolorektal.

Adenocarcinoma sering ditemukan dengan derajat differensiasi sedang dan belum

bermetastase pada saat terdiagnosa, signet ring cell carcinoma banyak ditemukan

dengan derajat differensiasi buruk dan telah bermetastase jauh pada saat

terdiagnosa, lain pula pada carcinoid tumor dan sarcoma yang sering dengan

derajat differensiasi buruk dan belum bermetastase pada saat terdiagnosa,

sedangkan small cell carcinoma tidak memiliki derajat differensiasi dan sering

sudah bermetastase jauh pada saat terdiagnosa.

Dari 201 kasus kanker kolorektal periode 1994-2003 di RS Kanker

Dharmais (RSKD) didapatkan bahwa tipe histopatologis yang paling sering

dijumpai adalah adenocarcinoma [diferensiasi baik 48 (23,88%), sedang 78

(38,80%), buruk 45 (22,39%)], dan yang jarang adalah musinosum 19 (9,45%)

dan signet ring cell carcinoma 11 (5,47%). Jika dari hasil penelitian di RSKD

didapatkan bahwa frekuensi terbanyak adalah adenocarcinoma dengan derajat

differensiasi sedang (38,80%), maka lain halnya dengan penelitian yang dilakukan

oleh Soeripto et al di Jogjakarta pada tahun 2001 yang mendapati frekuensi

derajat differensiasi kanker kolorektal banyak didominasi oleh derajat

differensiasi baik. Perbedaan pola demografik dan klinis yang berhubungan

dengan tipe histopatologis akan sangat membantu untuk studi epidemiologi,

laboratorium dan klinis di masa yang akan datang. 13,16


6.2. Gejala Klinis

Tanda dan gejala yang mungkin muncul pada kanker rektal antara lain ialah :
1,2,5,7,8,12

 Perubahan pada kebiasaan BAB atau adanya darah pada feses, baik itu darah

segar maupun yang berwarna hitam.

 Diare, konstipasi atau merasa bahwa isi perut tidak benar benar kosong saat

BAB

 Feses yang lebih kecil dari biasanya

 Keluhan tidak nyama pada perut seperti sering flatus, kembung, rasa penuh

pada perut atau nyeri

 Penurunan berat badan yang tidak diketahui sebabnya

 Mual dan muntah,

 Rasa letih dan lesu

 Pada tahap lanjut dapat muncul gejala pada traktus urinarius dan nyeri pada

daerah gluteus.

6.3. Metastase
Metastase ke kelenjar limfa regional ditemukan pada 40-70% kasus pada

saat direseksi. Invasi ke pembuluh darah vena ditemukan pada lebih 60% kasus.

Metastase sering ke hepar, cavum peritoneum, paru-paru, diikuti kelenjar adrenal,

ovarium dan tulang. Metastase ke otak sangat jarang, dikarenakan jalur limfatik

dan vena dari rektum menuju vena cava inferior, maka metastase kanker rektum

lebih sering muncul pertama kali di paru-paru. Berbeda dengan kolon dimana

jalur limfatik dan vena menuju vena porta, maka metastase kanker kolon pertama

kali paling sering di hepar.11

7. DIAGNOSIS DAN STAGING

7.1. Diagnosis

Ada beberapa tes pada daerah rektum dan kolon untuk mendeteksi kanker rektal,

diantaranya ialah : 1,2,5,7,8,9,12

1) Pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan CEA (Carcinoma Embrionik

Antigen) dan Uji faecal occult blood test (FOBT) untuk melihat perdarahan

di jaringan

2) Digital rectal examination (DRE) dapat digunakan sebagai pemeriksaan

skrining awal. Kurang lebih 75 % karsinoma rektum dapat dipalpasi pada

pemeriksaan rektal, pemeriksaan digital akan mengenali tumor yang terletak

sekitar 10 cm dari rektum, tumor akan teraba keras dan menggaung.


Gambar 7. Pemeriksaan colok dubur pada Ca Rekti

Ada 2 gambaran khas dari pemeriksaan colok dubur, yaitu indurasi dan

adanya suatu penonjolan tepi, dapat berupa :

a. suatu pertumbuhan awal yang teraba sebagai indurasi seperti cakram

yaitu suatu plateau kecil dengan permukaan yang licin dan berbatas

tegas.

b. suatu pertumbuhan tonjolan yang rapuh, biasanya lebih lunak, tetapi

umumnya mempunyai beberapa daerah indurasi dan ulserasi

c. suatu bentuk khas dari ulkus maligna dengan tepi noduler yang

menonjol dengan suatu kubah yang dalam (bentuk ini paling sering)

d. suatu bentuk karsinoma anular yang teraba sebagai pertumbuhan

bentuk cincin

Pada pemeriksaan colok dubur ini yang harus dinilai adalah:

a. Keadaan tumor: ekstensi lesi pada dinding rektum serta letak bagian

terendah terhadap cincin anorektal, cervix uteri, bagian atas kelenjar


prostat atau ujung os coccygis. Pada penderita perempuan sebaiknya

juga dilakukan palpasi melalui vagina untuk mengetahui apakah

mukosa vagina di atas tumor tersebut licin dan dapat digerakkan atau

apakah ada perlekatan dan ulserasi, juga untuk menilai batas atas dari

lesi anular. Penilaian batas atas ini tidak dapat dilakukan dengan

pemeriksaan colok dubur.

b. Mobilitas tumor: hal ini sangat penting untuk mengetahui prospek

terapi pembedahan. Lesi yang sangat dini biasanya masih dapat

digerakkan pada lapisan otot dinding rektum. Pada lesi yang sudah

mengalami ulserasi lebih dalam umumnya terjadi perlekatan dan

fiksasi karena penetrasi atau perlekatan ke struktur ekstrarektal seperti

kelenjar prostat, buli-buli, dinding posterior vagina atau dinding

anterior uterus.

c. Ekstensi penjalaran yang diukur dari besar ukuran tumor dan

karakteristik pertumbuhan primer dan sebagian lagi dari mobilitas atau

fiksasi lesi.

3) Dapat pula dengan Barium Enema,. yaitu Cairan yang mengandung barium

dimasukkan melalui rektum kemudian dilakukan seri foto x-rays pada

traktus gastrointestinal bawah.


\

Gambar 8. Foto Rontgen dengan Barium Enema

4) Sigmoidoscopy, yaitu sebuah prosedur untuk melihat bagian dalam rektum

dan sigmoid apakah terdapat polip kakner atau kelainan lainnya. Alat

sigmoidoscope dimasukkan melalui rektum sampai kolon sigmoid, polip

atau sampel jaringan dapat diambil untuk biopsi.

Gambar 9. Sigmoidoskopi
5) Colonoscopy yaitu sebuah prosedur untuk melihat bagian dalam rektum dan

sigmoid apakah terdapat polip kanker atau kelainan lainnya. Alat

colonoscope dimasukkan melalui rektum sampai kolon sigmoid, polip atau

sampel jaringan dapat diambil untuk biopsi.

6) Biopsi. Jika ditemuka tumor dari salah satu pemeriksaan diatas, biopsi harus

dilakukan. Secara patologi anatomi, adenocarcinoma merupakan jenis yang

paling sering yaitu sekitar 90 sampai 95% dari kanker usus besar. Jenis

lainnya ialah karsinoma sel skuamosa, carcinoid tumors, adenosquamous

carcinomas, dan undifferentiated tumors.1,2

7.2. Staging

The American Joint Committee on Cancer (AJCC) memperkenalkan TNM

staging system, yang menempatkan kanker menjadi satu dalam 4 stadium

(Stadium I-IV). 1,2,5

1. Stadium 0

Pada stadium 0, kanker ditemukan hanya pada bagian paling dalam rektum.yaitu

pada mukosa saja. Disebut juga carcinoma in situ.

2. Stadium I

Pada stadium I, kanker telah menyebar menembus mukosa sampai lapisan

muskularis dan melibatkan bagian dalam dinding rektum tapi tidak menyebar

kebagian terluar dinding rektum ataupun keluar dari rektum. Disebut juga Dukes

A rectal cancer.

3. Stadium II
Pada stadium II, kanker telah menyebar keluar rektum kejaringan terdekat namun

tidak menyebar ke limfonodi. Disebut juga Dukes B rectal cancer.

4. Stadium III

Pada stadium III, kanker telah menyebar ke limfonodi terdekat, tapi tidak

menyebar kebagian tubuh lainnya. Disebut juga Dukes C rectal cancer.

5. Stadium IV

Pada stadium IV, kanker telah menyebar kebagian lain tubuh seperti hati, paru,

atau ovarium. Disebut juga Dukes D rectal cancer

Gambar 7. Stadium Ca Recti I-IV

Tabel 1. CT Staging System for Rectal Cancer*


Stadium Deskripsi

T1 Massa polypoid Intraluminal; tidak ada penebalan pada


dinding rectum

Penebalan dinding rectum >6 mm; tidak ada perluasan ke


T2
perirectal

Penebalan dinding rectum dan invasi ke otot dan organ yang


T3a
berdekatan.

Penebalan dinding rectum dan invasi ke pelvic atau dinding


T3b
abdominal

T4 Metastasis jauh, biasanya ke liver atau adrenal


 *Modified from Thoeni (Radiology, 1981)

Tabel 2. TNM/Modified Dukes Classification System*


Modified
TNM
Dukes Deskripsi
Stadium
Stadium

T1 N0 M0 A Tumor terbatas pada submucosa

T2 N0 M0 B1 Tumor terbatas pada muscularis propria

T3 N0 M0 B2 Penyebaran transmural

T2 N1 M0 C1 T2, pembesaran kelenjar mesenteric

T3 N1 M0 C2 T3, pembesaran kelenjar mesenteric

T4 C2 Penyebaran ke organ yang berdekatan

Any T, M1 D Metastasis jauh


*Modified from the American Joint Committee on Cancer (1997)

8. PENATALAKSANAAN
Berbagai jenis terapi tersedia untuk pasien kanker rektal. Beberapa adalah

terapi standar dan beberapa lagi masih diuji dalam penelitian klinis. Tiga terapi

standar untuk kanker rektal yang digunakan antara lain ialah :

8.1. Pembedahan

Pembedahan merupakan terapi yang paling lazim digunakan terutama

untuk stadium I dan II kanker rektal, bahkan pada pasien suspek dalam stadium III

juga dilakukan pembedahan. Meskipun begitu, karena kemajuan ilmu dalam

metode penentuan stadium kanker, banyak pasien kanker rektal dilakukan pre-

surgical treatment dengan radiasi dan kemoterapi. Penggunaan kemoterapi

sebelum pembedahan dikenal sebagai neoadjuvant chemotherapy, dan pada

kanker rektal, neoadjuvant chemotherapy digunakan terutama pada stadium II dan

III. Pada pasien lainnya yang hanya dilakukan pembedahan, meskipun sebagian

besar jaringan kanker sudah diangkat saat operasi, beberapa pasien masih

membutuhkan kemoterapi atau radiasi setelah pembedahan untuk membunuh sel

kanker yang tertinggal. 2,7

Tipe pembedahan yang dipakai antara lain : 1,2,9

 Eksisi lokal : jika kanker ditemukan pada stadium paling dini, tumor dapat

dihilangkan tanpa tanpa melakukan pembedahan lewat abdomen. Jika

kanker ditemukan dalam bentuk polip, operasinya dinamakan polypectomy.

 Reseksi: jika kanker lebih besar, dilakukan reseksi rektum lalu

dilakukan anastomosis. Jiga dilakukan pengambilan limfonodi disekitan


rektum lalu diidentifikasi apakah limfonodi tersebut juga mengandung sel

kanker.

Ga

mbar 8. Reseksi dan Anastomosis

Gambar 9. Reseksi dan Kolostomi

Pengangkatan kanker rektum biasanya dilakukan dengan reseksi

abdominoperianal, termasuk pengangkatan seluruh rectum, mesorektum dan

bagian dari otot levator ani dan dubur. Prosedur ini merupakan pengobatan yang

efektif namun mengharuskan pembuatan kolostomi permanen.

 Rektum terbagi atas 3 bagian yaitu 1/3 atas, tengah dan bawah. Kanker

yang berada di lokasi 1/3 atas dan tengah ( 5 s/d 15 cm dari garis dentate ) dapat

dilakukan ” restorative anterior resection” kanker 1/3 distal rectum merupakan

masalah pelik. Jarak antara pinggir bawah tumor dan garis dentate merupakan

faktor yang sangat penting untuk menentukan jenis operasi.

Goligher dkk berdasarkan pengalamannya menyatakan bahwa kegagalan

operasi ”Low anterior resection ” akan terjadi pada kanker rectum dengan jarak

bawah rectum normal 2 cm. Angka 5 cm telah diterima sebagai jarak keberhasilan

terapi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh venara dkk pada 243 kasus
menyimpulkan bahwa jarak lebih dari 3 cm dari garis dentate aman untuk

dilakukan operasi ” Restorative resection”. ”Colonal anastomosis” diilhami oleh

hasil operasi Ravitch dan Sabiston yang dilakukan pada kasus kolitis ulseratif.

Operasi ini dapat diterapkan pada kanker rectum letak bawah, dimana teknik

stapler tidak dapat dipergunakan. Local excision dapat diterapkan untuk

mengobati kanker rectum dini yang terbukti belum memperlihatkan tanda-tanda

metastasis ke kelenjar getah bening. Operasi ini dapat dilakukan melalui beberapa

pendekatan yaitu transanal, transpinchteric atau transsacral. Pendekatan

transpinshter dan transacral memungkinkan untuk dapat mengamati kelenjar

mesorectal untuk mendeteksi kemungkinan telah terjadi metastasis. Sedang

pendekatan transanal memiliki kekurangan untuk mengamati keterlibatan kelenjar

pararektal.

Pada tumor rektum sepertiga tengah dilakukan reseksi dengan

mempertahankan sfingter anus, sedangkan pada tumor sepertiga distal dilakukan

amputasi rektum melalui reseksi abdominoperineal Quenu-Miles. Pada operasi ini

anus turut dikeluarkan.

Pada pembedahan abdominoperineal menurut Quenu-Miles, rektum dan

sigmoid dengan mesosigmoid dilepaskan, termasuk kelenjar limf pararektum dan

retroperitoneal sampai kelenjar limf retroperitoneal. Kemudian melalui insisi

perineal anus dieksisi dan dikeluarkan seluruhnya dengan rektum melalui abdo-

men.
Reseksi anterior rendah pada rektum dilakukan melalui laparotomi dengan

menggunakan alat stapler untuk membuat anastomosis kolorektal atau koloanal

rendah.

Eksisi lokal melalui rektoskop dapat dilakukan pada karsinoma terbatas.

Seleksi penderita harus dilakukan dengan teliti, antara lain dengan menggunakan

endoskopi ultrasonografik untuk menentukan tingkat penyebaran di dalam dinding

rektum clan adanya kelenjar ganas pararektal.

Indikasi dan kontra indikasi eksisi lokal kanker rectum

1. Indikasi

 Tumor bebas, berada 8 cm dari garis dentate

 T1 atau T2 yang dipastikan dengan pemeriksaan ultrasound

 Termasuk well-diffrentiated atau moderately well diffrentiated secara

histologi

 Ukuran kurang dari 3-4 cm

2. Kontraindikasi

 Tumor tidak jelas

 Termasuk T3 yang dipastikan dengan ultrasound

 Termasuk Poorly diffrentiated secara histologi


9.2. Radiasi

Sebagai mana telah disebutkan, untuk banyak kasus stadium II dan III

lanjut, radiasi dapat menyusutkan ukuran tumor sebelum dilakukan pembedahan.

Peran lain radioterapi adalah sebagai sebagai terapi tambahan untuk pembedahan

pada kasus tumor lokal yang sudah diangkat melaui pembedahan, dan untuk

penanganan kasus metastasis jauh tertentu. Terutama ketika digunakan dalam

kombinasi dengan kemoterapi, radiasi yang digunakan setelah pembedahan

menunjukkan telah menurunkan resiko kekambuhan lokal di pelvis sebesar 46%

dan angka kematian sebesar 29%. Pada penanganan metastasis jauh, radiesi telah

berguna mengurangi efek lokal dari metastasis tersebut, misalnya pada otak.

Radioterapi umumnya digunakan sebagai terapi paliatif pada pasien yang

memiliki tumor lokal yang unresectable. 1,2,9

9.3. Kemoterapi

Adjuvant chemotherapy, (menengani pasien yang tidak terbukti memiliki

penyakit residual tapi beresiko tinggi mengalami kekambuhan), dipertimbangkan

pada pasien dimana tumornya menembus sangat dalam atau tumor lokal yang

bergerombol ( Stadium II lanjut dan Stadium III). Terapi standarnya ialah dengan

fluorouracil, (5-FU) dikombinasikan dengan leucovorin dalam jangka waktu enam

sampai dua belas bulan. 5-FU merupakan anti metabolit dan leucovorin

memperbaiki respon. Agen lainnya, levamisole, (meningkatkan sistem imun,

dapat menjadi substitusi bagi leucovorin. Protopkol ini menurunkan angka


kekambuhan kira – kira 15% dan menurunkan angka kematian kira – kira sebesar

10%. 1,2,9

10. PROGNOSIS

Secara keseluruhan 5-year survival rates untuk kanker rektal adalah sebagai

berikut :

a. Stadium I - 72%

b. Stadium II - 54%

c. Stadium III - 39%

d. Stadium IV - 7%

Lima puluh persen dari seluruh pasien mengalami kekambuhan yang dapat berupa
kekambuhan lokal, jauh maupun keduanya. Kekambuhan lokal lebih sering terjadi
pada. Penyakit kambuh pada 5-30% pasien, biasanya pada 2 tahu pertama setelah
operasi. Faktor – faktor yang mempengaruhi terbentuknya rekurensi termasuk
kemampuan ahli bedah, stadium tumor, lokasi, dan kemapuan untuk memperoleh
batas - batas negatif tumor. 2
DAFTAR PUSTAKA

1. Hassan, Isaac., 2006. Rectal carcinoma. Available from


www.emedicine.com.
2. Cirincione, Elizabeth., 2005. Rectal Cancer. Available from
www.emedicine.com.
3. Anonim, 2006. Mengatasi Kanker Rektal. Republika online. Available from
www.republika.co.id.
4. American Cancer Society, 2006. Cancer Facts and Figures 2006. American
Cancer Society Inc. Atlanta
5. Anonim, 2006. A Patient’s Guide to Rectal Cancer. MD Anderson Cancer
Center, University of Texas.
6. Azamris, Nawawir Bustani, Misbach Jalins., 1997. Karsinoma Rekti di RSUP
Dr. Jamil Padang, Cermin dunia Kedokteran No.120. Available from
http://www.kalbe.co.id
7. Marijata, 2006. Pengantar Dasar Bedah klinis. Unit Pelayanan Kampus, FK
UGM.
8. De Jong Wim, Samsuhidajat R. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
9. Mansjoer Arif et all, 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Penerbit
Buku Media Aesculapius. Jakarta.
10. Casciato DA, (ed). 2004. Manual of Clinical Oncology 5th ed. Lippincott
Willi ams & Wilkins: USA.p 201
11. Schwartz SI, 2005. Schwartz’s Principles of Surgery 8th Ed. United States of
America: The McGraw-Hill Companies.
12. Lynch HT, Chapelle ADL. Hereditary Colorectal Cancer. the New England
Journal of Medicine. Available from www.pubmed.com. p.348:919-932,
13. Soeripto et al. Gastro-intestinal Cancer in Indonesia. Asian Pacific Journal of
Cancer Prevention, (Online), 2003; Vol. 4, No. 4, Available from
http://www.apocp.org/ cancer_download/Vol4_No4/Soeripto.pdf,.
14. National Cancer Institute. 2006. SEER Cancer Statistics Review 1975-2003,
Available from http://seer.cancer.gov/statfacts/html/colorect.html.

Anda mungkin juga menyukai