Anda di halaman 1dari 27

1

DAFTAR ISI

Halaman Judul ………………………………………………………………………….

Lembar Pengesahan i
Daftar Isi ………………………………………………………………………………..
1

I. Pendahuluan …………………………………………………………………………. 2

II. Rekam Medis………………………………………………………………………… 3

III. Permasalahan ……………………………………………………………………… 12

IV. Analisa Kasus ………………………………………………………………………. 12

V. Kesimpuulan ……………………………………………………………………… 25

Rujukan ………………………………………………………………………… 27
2

1. PENDAHULUAN

Aborsi dapat diartikan sebagai proses berakhirnya suatu kehamilan, dimana janin belum
mampu hidup di luar rahim; dengan kriteria usia kehamilan < 20 minggu atau berat janin <
500 gram. Aborsi dapat dibagi menjadi berbagai macam, antaranya adalah abortus insipien.
Abortus insipien adalah aborsi yang sedsng terjadi, dan tidak dapat dihindari. Apabila
pasien telah mengalami kehilangan kehamilan dua kali atau lebih maka dapat dikategorikan
pasien mengalami RPL (recurrent pregnancy loss) dan memiliki riwayat obsteri yang
buruk (BOH). 1,2
Riwayat obstetri yang buruk didefinisikan sebagai hasil janin yang tidak baik
sebelumnya dalam dua atau lebih aborsi spontan berturut-turut, neonatal dini kematian,
bayi lahir mati, kematian janin intrauterin, retardasi pertumbuhan intrauterin dan anomali
kongenital. Riwayat obstetri yang buruk dapat dipengaruhi oleh berbagai macam faktor
3,4
mulai dari faktor anatomis, fungsional, hingga genetik. Salahsatu faktor anatomis dan
fungsional yang dapat menyebabkan riwayat obstetri yang buruk adalah serviks
inkompeten.
Serviks inkompeten hanya terjadi pada 0,5% dari semua populasi obstetri umum, dan
5
8% pada wanita dengan kegugura pada trisemester tengah. Serviks inkompeten adalah
ketidakmampuan serviks untuk mempertahan janin, yang biasanya berhubungan dengan
defek fungsional atau struktural. Sampai dengan saat ini belum ada uji diagnostik pasti
untuk serviks inkompeten sehingga pengambilan riwayat obstetri dan faktor resiko yang
dapat menyebabkan serviks inkompeten sangat penting untuk dilakukan.5,6
Perawatan serviks inkompeten dapat dimulai dengan perawatan non invasif mulai
dari pengurangan aktifitas sampai dengan bed rest total, akan tetapi perawatan ini terbukti
kurang efektif sehingga harus dilakukan perawatan invasif berupa sirklase. Sirklase dapat
dilakukan melalui transvaginal dan transabdominal pada minggu ke 12-14 usia gestasi yang
terbukti meningkatkan hasil keluaran kehamilan yang cukup baik.6,7,8
Mengingat insidensi serviks inkompeten yang jarang terjadi, tetapi dapat
mempengaruhi riwayat obstetri pasien dan guna menambahkan pengetahuian tentang
prinsip penanganan pada kasus tersebut, penulis merasa teratarik untuk membahas dan
melaporkan dari kasus untuk didiskusikan dan dilaporkan lebih lanjut.
3

2. REKAM MEDIS
A. Anamnesis Umum
1. Identifikasi
a. Nama : Ny.DAH
b. Med.Rec : 000103408
c. Umur : 33 th
d. Suku bangsa : Sumatera
e. Pendidikan : SLTA
f. Agama : Islam
g. Pekerjaan : IRT
h. Alamat :Lingkungan I no 32, Timbangan, Indralaya Utara, Ogan Ilir
i. MRS : 28 September 2019 pukul 21..30
2. Riwayat Perkawinan
Menikah 1 kali, lama 10 tahun
3. Riwayat Reproduksi
Menarche 15 tahun, teratur, lama haid 7 hari, HPHT: 5 Mei 2019
4. Riwayat Kehamilan/melahirkan
1) 2005, 4 minggu, abortus tidak dikuret
2) 2007, 5 bulan, kuret di RSMH
3) 2018, 4 bulan, kuret di RS Charitas
4) Hamil Ini
5. Riwayat Pengobatan
R/ Sirklase 1 bulan yang lalu di RSMH
6. Riwayat gizi/sosial ekonomi
Sedang
4

B. Anamnesis Khusus

Keluhan utama

Hamil kurang bulan dengan keluar darah dari kemaluan


Riwayat perjalanan penyakit

Sejak ± 4 jam SMRS os mengeluh keluar darah dari kemaluan banyakanya


2x ganti pembalut. R/perut mulas sekalin lama makin sering dan kuat (+), R/
keputihan (+), R/ Keluar air-air (-) R/ trauma (-), R/diurut-urut (-), R/minum
obat jamu-jamuan (-). Os sudah pernah dirawat di RSMH (+) 1 bulan yang
lalu dan dilakukan sirklase, kemudian os dirawat lagi di RSMH 5 hari yang
lalu dengan keluhan perut mules dan dirawat di RSMH selama 4 hari.

Riwayat penyakit sebelumnya

R/ sirklase 1 bulan sebelum masuk rumah sakit

R/ dirawat di RSMH selama 4 hari dengan keluhan perut mules

C. Pemeriksaan Fisik

1. Status Present

a. Keadaan umum

Kesadaran : kompos mentis


Berat badan : 48 kg
Tinggi badan : 148 cm
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 78x/menit
Pernafasan : 22x/menit
Suhu : 36,7°C

2. Pemeriksaan Fisik

Kepala : normocephaly, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Leher : Tekanan vena jugularis tidak meningkat, massa KGB tidak ada
5

Toraks : Jantung: bunyi jantung I-II reguler, murmur tidak ada, gallop
tidak ada, paru- paru: sonor, vesikuler normal, ronkhi tidak
ada, wheezing tidak ada

Abdomen : lihat status obstetri

Ekstremitas : Edema pretibia -/-, varises tidak ada refleks patologis -/-;

3. Pemeriksaan Obstetri

- Abdomen : abdomen datar, lemas, simetris, NT (-), TCB (-) Tinggi


fundus uteri 3 jari di bawah pusat, balotemen (+) HIS 3/10’/30”, DJJ
: sulit dinilai,

- Inspekulo: portio livide, oue terbuka, tampak benang sirklase pada


portio, ketuban (+) menonjol, fluor (+), fluxus (+), darah tak aktif,
E/L/P (-)
- VT : portio lunak, anterior, oue terbuka, 4 jari, teraba benang
sirklase di portio, teraba ketuban menonjol

D. Pemeriksaan penunjang

Hasil laboratorium (28-09-2019 23:13:12)

JENIS KONVENSIONAL
PEMERIKSAAN HASIL RUJUKAN SATUAN
HEMATOLOGI
Hematologi (Hb, WBC,
RBC, Plt, Ht)
11,4 – 15
Hemoglobin (Hb) 12,5 g/ dL
Nilai Kritis: <7 - >20
Eritrosit (RBC) 4,05 4,00 – 5,70 106/mm3
4,73 – 10,89
Leukosit (WBC) 24,32*
Nilai Kritis: <2 - >30 103/mm3
35 - 45
Hematokrit 35 %
Nilai Kritis: <20 - >55
189 - 436
Trombosit (PLT) 228
Nilai Kritis: <40 - >1000 103/µL
MCV 86,2 85-95 fL
MCH 31 28-32 pg
6

MCHC 35* 33-35 g/dL


RDW-CV 13,3- 11 – 15 %
Hitung Jenis:
Basofil 0 0-1 %
Eosinofil 0* 1-6 %
Neutrofil 91* 50-70 %
Limfosit 4* 20-40 %
Monosit 5 2-8 %

E. Diagnosa Kerja

G4P0A3 hamil 20 minggu dengan Abortus insipiens

F. Prognosis

Ibu : dubia
Janin : dubia

G. Penatalaksanaan
 Mengobservasi tanda vital, his, DJJ
 IUFD RL gtt XX/ menit
 Aff benang sirklase
 R/ abortus spontan

H. Laporan Operasi (Pertama)


Ruang operasi : P2 Obgyn
Cito/elektif : Cito
Tanggal operasi : 28 September 2019
Pembedah : dr. Tian Kapriyanti (DPJP : Dr. H. Nuswil Bernolian,
SpOG (K)MARS
Asisten I : dr. Veny Melinda
Asisten II : (-)
Perawat Instrumen :
Mulai operasi : 22.00 wib
7

Selesai operasi : 22.20wib


Lama operasi : 20 menit
Jenis anestesi :(-)
Diagnosis prabedah : G4P0A3 hamil 20 minggu dengan abortus insipiens
Indikasi operasi : abortus insipiens
Nama prosedur bedah : abortus spontan
Diagnosis pascabedah : P0A4 post abortus spontan

Laporan Operasi Lengkap:


Pukul 09.55 :
- Dilakukan pemeriksaan di dapatkan : tampak benang sirklase, ketuban
menonjol,  4jari, fluxus (+) darah aktif
Dx : G4P0A3 hamil 20 minggu dengan Abortus insipiens
P/ aff benang sirklas
Pukul 09.55 :
- Lahir janin hidup secara abortus spontan
- Perempuan BBL 310 gram, PB 14cm, A/S 1/0
- Diikuti lahirnya plasenta BP 120 gram,  9x6cm
- Dilakukan eksplorasi, dijumpain pendarahan aktif
Pukul :
- Operasi Selesai

-
8

I. Follow up

28-09-2019 S: post abortus spontan


A:P0A4 post abortus spontan
(22.30) O: Sense CM TD 110/70
mm/Hg N 82x/menit RR P:
Obgyn
20x/menit  Observasi TTV, pendarahan,
kontraksi
PL : tinggi fundus uterine 3
 IUVD RL + oksitosin 20 IU
jbpx, kontraksi baik,
gtt XX/menit
pendarahan aktif (-)
 Mobilisasi perlahan
 Cefadroxil 500 mg/ 12 jam
 Asam mefenamat 500 mg/8
jam
 Neurodex 1tab/24 jam
 R/ pindah bangsal
9

29-09-2019 S: keluhan -
A:P0A4 post abortus spontan
(06.00) O: Sense CM TD 110/70
mm/Hg N 88x/menit RR P:
Obgyn
20x/menit T 36,7  Observasi TTV, pendarahan,
kontraksi
PL : tinggi fundus uterine 3
 IUVD RL + oksitosin 20 IU
jbpx, kontraksi baik,
gtt XX/menit
pendarahan aktif (-)
 Mobilisasi perlahan
 Cefadroxil 500 mg/ 12 jam
 Asam mefenamat 500 mg/8
jam
 Neurodex 1tab/24 jam
 Misoprostol tab 200mg/8 jam
PO
 Metergin tab/8 jam PO
 Cek ulang leukosit
30-09-2019 S: keluhan -
A:P0A4 post abortus spontan
(06.00) O: Sense CM TD 110/70
mm/Hg N 92x/menit RR P:
Obgyn
20x/menit T 36,5  Observasi TTV, pendarahan,
kontraksi
Hb 11,6gr/dL
 IUVD RL + oksitosin 20 IU
L 12.260 12.260/mm3 gtt XX/menit
 Terapi teruskan
 R/USG konfirmasi
10

HASIL USG (30-09-2019)

- Uterus membesar ~ paska melahirkan

- Sisa konsepsi terlihat, ukuran 9,67x1,79 cm

K/ sisa konsepsi

30-09-2019 S: Selesai USG


A:P0A4 post abortus spontan
(11.30) O: Sense CM TD 110/70 dengan sisa kehamilan
Obgyn mm/Hg N 92x/menit RR
20x/menit T 36,5 P:
Kesan : tampak sisa kehamilan  Observasi TTV, pendarahan,
kontraksi
 R/ dilatasi dan kuretase

J. Laporan Operasi
Ruang operasi : P2 Obgyn
Cito/elektif : Cito
Tanggal operasi : 30 September 2019
Pembedah DPJP : Dr. H. Nuswil Bernolian, SpOG (K)MARS
Asisten I : Dr. Mughan Sukardo
Asisten II : (-)
Perawat Instrumen :
Mulai operasi : 14.30 wib
Selesai operasi : 15.00 wib
11

Lama operasi : 20 menit


Jenis anestesi :(-)
Diagnosis prabedah : Sisa konsepsi
Indikasi operasi : Sisa konsepsi
Nama prosedur bedah : kuretase
Diagnosis pascabedah : post kuretase a.i sisa konsepsi

Laporan Operasi Lengkap:


Pukul 14.30 :
- Kuretase dimulai
- Pasien pada posisi listotomi dan anastesi umum.
- Tindakan aseptik dan antiseptik pada daerah operasi
- Kandung kemih dikosongkan
- Portio terlihat, dan portio dijepit dengan tenakulum
- Dilakukan sondase, terdapat AF uterus 10 cm
- Dilakukan kuretase pada endometrium, didapatkan jaringan dan darah 
100 cc
- Semua jaringan dikirim ke PA
- Pendarahan aktif
- Portio dibersihkan dengan kasa betadin
Pukul 15.00
- Kuretase selesai

30-09-2019 S: post kuretase


A:P0A4 post kuretase ai sisa
(15.00) O: Sense CM TD 120/80 plasenta
Obgyn mm/Hg N 88x/menit RR
20x/menit P:
PL : abdomen, datar, lemas,  Observasi TTV, pendarahan,
NT (-), Fut sesimfisis, kontraksi
perdarahan aktif (-)  IUVD RL + oksitosin 20 IU
gtt XX/menit
 Mobilisasi
 Diet biasa
 Th sesuai instruksi
12

3. PERMASALAHAN

1) Bagaimana pendekatan diagnosa pada serviks inkompeten pada pasien ini?

2) Bagaimana tatalaksana pada pasien ini?

3) Bagaimanakah perencanaan kehamilan selanjutnya pada pasien ini?

4. ANALISIS KASUS

1) Bagaimana pendekatan diagnosa pada serviks inkompeten pada pasien ini?

Pasien didiagnosis dengan G4P0A3 hamil 20 minggu dengan abortus insipiens.


Abortus adalah suatu proses berakhirnya suatu kehamilan, dimana janin belum
mampu hidup di luar rahim; dengan kriteria usia kehamilan < 20 minggu atau
berat janin < 500 gram. Abortus dapat dibagi menjadi abrotus imminens yang
ditandai dengan pendarahan pervaginam, sementara os.ekstermun masih tertutuo,
dan janin masih baik di dalam intrauterine. Selain itu, terdapat abortus inkomplit,
abortus komplit, “missed abortion”, abortus infeksius, dan septic abortion. 1,2
Abortus insipiens atau abortus inevitable adalah proses abortus yang sedang
berlangsung dan tidak dapat dihindari, hal ini biasanya ditandai dengan os.
Ekternum yang terbuka dengan hasil konsepsi masih terdapat di dalam uterus, dan
pendarahan dengan dilatasi servikal, dan biasanya berhubungan dengan kontraksi
uterine.2,9

Gambar 1. Abortus insipiens


Dikutip Hellen F9
13

Setelah dilakukan anamnesis, maka diketahui bahwa pasien telah mengalami


aborsi sebanyak 4 kali (termasuk yang kali ini), sehingga pasien dapat dikatakan
memiiliki riwayat obstetrik buruk. Riwayat obstetri yang buruk didefinisikan
sebagai hasil janin yang tidak baik sebelumnya dalam dua atau lebih aborsi
spontan berturut-turut, neonatal dini kematian, bayi lahir mati, kematian janin
3,,4
intrauterin, retardasi pertumbuhan intrauterin dan anomali kongenital.
Berdasarkan pedoman HIFERI tahun 2011, keguguran berulang (recurrent
miscarriage) adalah kejadian keguguran paling tidak sebanyak dua kali atau lebih
berturut-turut pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu dan/atau berat janin
kurang dari 500 gram.10 Berdasarkan ESHRE dan Royal College of Obstetricians
and Gynecologists (RCOG), keguguran berulang (RPL) mengacu pada
kehilangan kehamilan 3 kali berturut-turut, termasuk yang tidak tervisualisasi.3,4
Namun, menurut American Society for Reproductive Medicine, RPL
didefinisikan sebagai dua atau lebih berakhirnya kehamilan (didokumentasikan
oleh ultrasonografi atau pemeriksaan histopatologi), tetapi tidak harus berturut-
turut.11 Klasifikasi bad obstetry history dapat dilihat pada Tabel 1 dan 2.

Tabel 1. Klasifikasi kejadian keguguran berdasarkan usia kehamilan, hasil temuan


ultrasonografi dan evaluasi kadar hCG

Usia Kehamilan
Jenis kegagalan Aktivitas DJJ Temuan USG Kadar β-hCG
(minggu)
Kegagalan Kehamilan tidak Rendah kemudian
0-6 Tidak pernah
biokimiawi teridentifikasi menurun
Awalnya
Kantung
Kegagalan meningkat
6-8 (4-10) Tidak pernah kehamilan
kehamilan dini kemudian
kosong
menurun
Meningkat
Kegagalan CRL dan akvitas
8-20 Hilang kemudian menetap
kehamilan lanjut DJJ sebelumnya
atau menurun

Dikutip dari HIFERI10


14

Tabel 2. Kejadian keguguran berulang berdasarkan usia kehamilan dikatikan dengan


kemungkinan penyebab dan investigasi

Jenis keguguran Kondisi yang mungkin berhubungan Investigasi

Pemeriksaan kromosom
Kelainan kromosom
Pemeriksaan hormon
Kelainan hormon
Kegagalan biokimiawi Pengambilan sampel
Kelainan endometrium
endometrium
Kelainan imunologis
ACA dan LA
ACA dan LA
Antiphospolipid syndrome (APS)
Keguguran janin Pemeriksaan hemostasis dan
Tromobofilia
skrining untuk tromobifilia
Keguguran trisemester Kelainan anatomi Histeroskopi USG
kedua Kelemahan serviks USG
Dikutip dari HIFERI10

Etiologi BOH bersifa multifaktorial, mulai dari faktor anatomi seperti serviks
inkompeten yang diyakini menjadi faktor penyebab untuk keguguran pada wanita
yang mengalami kekambuhan kehamilan trimester kedua, tetapi hubungan ini
dipersulit oleh tidak adanya definisi yang konsisten, atau kriteria diagnostik.
Etiologi, pemeriksaan, dan tatalaksana BOH dapat dilihat pada tabel 3.12

Tabel 3. Etiologi, pemeriksaan, dan terapi berdasarkan etiologi BOH

Etiologi Test untuk Diagnosis Pilihan Terapi


Faktor Uterus USG, histeroskopi, Histereskopi reseksi septum
MRI Miomektomi, adhesiolisis
APS ACA, LA, Anti – Beta Heparin + aspirin
2 glikoprotein
Faktor endokrin TSH, prolactin, Levothyroxine,
GDP/HbA1c bromokriptin, kontrol
diabetes

Faktor genetik Parental karyotype Konseling genetik


Faktor lingkungan Skring merokok,
15

penggunaan obat-
obatan dan lakohol,
konsumsi kafein
Faktor lain
-Defisiensi fase luteal Progesteron
-Faktor laki-laki Modifikasi gaya hidup,
multivitamin
-Infeksi Antibiotik

Ser Dikutip dari Hache et al.12

Serviks inkompeten tidak memiliki definisi yang pasti, tetapi dapat diartikan
dengan ketidakmampuan serviks untuk mempertahan janin, yang biasanya
berhubungan dengan defek fungsional atau struktural.5 Serviks inkompeten
dikarakterikan dengan dilatasi dan pemendekan serviks sebelum minggu ke 37,
dan berhubungan dengan dilatasi progresif tanpa rasa sakit dari serviks pada
trisemester kedua atau awal trisemester ketiga yang menyebabkan prolaps
membran, ketuban pecah dini, keguguran pada trisemester tengan , atau kelahiran
prematur.13 Servikal insufisiensi hanyalah salah satu bagian dari spontaneous
preterm birth syndrome yang lebih kompleks. 5 Akan tetapi, banyak literatur yang
menyatakan bahwa servikal insufisiensi dan serviks inkompeten adalah hal yang
sama, dikarakteristikan dengan dilatasi serviks tanpa rasa sakit, rekuren, pada
trisemester tengah dan tidak ada penyebab lain yang ditemukan.5,6,13
Insidensi serviks inkompeten sebesar 0,5% dari semua populasi obstetri
umum, dan 8% pada wanita dengan keguguran pada mid trisemester
sebelumnya.6 Penyebab serviks inkompeten masih tidak diketahui, tetapi
mungkin bersifat multifaktorial. Teori awal mengenai serviks inkomepeter
berfokus pada trauma pada serviks, seperti conisasi, laserasi, atau dilatasi
mekanis yang berlebihan. Selain itu, serviks inkompeten juga berhubungan
dengan anomali uterus, eksposur dietilstillbestrol prenata, atau kelainan jaringan
pada serviks. Serviks inkompten juga dapat disebabkan oleh defek selama
perkembangan embiorologi, seperti pada kasus Ehler-Danlos syndrome atau
Marfan Syndrome, dikarenakan defisiensi kolagen, sehingga serviks tidak dapat
16

berfungsi dengan optimal. Sebagai tambahan, serviks inkompeten juga dapat


bersifat keturunan. 5,6,13
Serviks adalah organ yang kompleks dan mengalami perubahan selama
proses gestasi dan parturisasi. Proses remodeling yang kompleks pada serviks
terjadi selama proses kehamilan, yang meliputi perubahan biokemikal, interaksi
antata kompartement ekstraselular dan selular, dan infiltrasi stroma serviks oleh
sel peradangan. Adanya gangguan pada proses ini dapat menyebabkan
pematangan serviks dini, serviks inkompeten, dan kelahiran preterm atau
keguguran. 5
Tidak ada uji diagnostik yang pasti untuk serviks inkompeten. Meskipun
banyak uji yang dilaporkan (pemeriksaan lebar kanal servikal dengan
histerosalpingogram, pemeriksaan dengan insersi dialtor servikal (Hegar ukuran
9) tanpa resisten), tetapi tidak ada dari uji ini yang memenuhi kriteria untuk
memenuhi uji diagnostik. Diagnosa untuk serviks inkompeten, biasanya dibagi
berdasarkan tiga kondisi yang berbeda, yaitu untuk wanita yang menunjukan
gejala dan tanda serviks inkompeten, wanita yang menunjukan riwayat keguguran
pada trisemester kedua yang sesuai dengan serviks inkompeten, dan wanita
dengan penemuan USG yang sesuai dengan serviks inkompeten. Diagnosis utama
serviks inkompoten didapatkan dari karakteristik dan pengambilan riwayat
obstetri. 5,6,13
Karakteristik yang penting pada riwayat obsterti pasien adalahdilatasi rekuren,
atau kelahiran trisemester tengah secara sponta, dan biasanya janin masih hidup,
atau kelahiran preterm sebelumnya. Sejarah pembedahan servikal sebelumnya,
seperti loop electrosurgical excision procedure (LEEP). Apabila pasien sedang
hamil, maka kunci utama adalah identifikasi pemendekan serviks. Panjang
serviks dapat dinilai dengan pemeriksaan USG (panjang serviks < 25 mm,
funneling, ballooning pada membran yang menyebabkan os. internal terdilatasi
tetapi dengan os. eksternal yang tertutup). Pada pemeriksaan digital atau
spekulum ditemukan bahwa serviks dilatasi selebar 2 cm, efakasi lebih dari atau
sama dengan 80%, kantong amnion terlihat melalui os eksternum atau menonjol
17

melalui vagina. 5,6,13


Pendekatan diagnosa serviks inkompeten pada pasien ini dilakukan melalui
pengambilan riwayat obstetrik. Pada pasien, diketahui telah 3x mengalami
abortus pada trisemester kedua. Pada abortus yang terakhir, pasien mengalami
pendarahan, sebanyak 3x ganti pembalut, dilatasi serviks sebelum waktunya
disertai dengan kontraksi abdominal, dan janin dapat dikeluarkan secara spontan.
Sehingga, pasien dapat didiagnosis dengan serviks inkompeten.

2) Bagaimana tatalaksana pada pasien ini?

Tatalaksana pada abortus dibedakan berdasarkan durasi kehamilan. Pada usia


kehamilan sampai dengan 9 minggu, penggunaan mifepristone atau misoprostol
dapat digunakan, kemudian untuk usia kehamilan 12- 14 minggu dapat dilakukan
aspirasi vakum dengan cara manual ataupun elektrik. Selain itu, dilatasi dan
kuretase merupakan metode pembedahan yang dapat digunakan untuk
menggantikan metode aspirasi vakum. 2,13
Pada usia kehamilan lebih dari 12-14 minggu, maka metode yang
direkomendasikan adalah dilatasi dan evakuasi (D&E) menggunakan aspirasi
vakum dan forsep, kemudian pemberian mifepristone yang diikuti dengan
misoprostol. Sebelum dilakukan metode aborsi, maka preparasi serviks harus
dilakukan untuk mencegah terjadinya cedera pada serviks atau perforasi uterine.
Pemberian analgesik juga dapat diberikan seiring dengan usia gestasi, dengan
penggunaan lokal anastesi juga dapat digunakan untuk mengurangi rasa tidak
nyaman yang dirasakan oleh pasien. 2,13
Tatalaksana pada pasien dengan BOH, maka hal yang paling penting untuk
dilakukan adalah identifikasi faktor penyebab BOH. Hal ini dapat dilakukan
dengan melakukan anamnesis, dan pemeriksaan penunjang sesuai dengan Tabel
3. Pada pasien ini, dapat diketahui bahwa penyebab pasien memiliki BOH
dikarenakan serviks inkompeten. Berbagai macam pendekatan telah dilakukan
untuk mengobati dilatasi prematur tanpa kontraksi. Penatalaksanaan konservatif
yang dapat dilakukan pada pasien dengan serviks inkompeten yang tidak
18

menunjukan resiko untuk dilakukan profilaksis sirklase yaitu kultur urin dan
bakteri vagina harus dilakukan pada kunjungan obstetri pertama, dan infeksi yang
ada harus langsung dirawat. Pemeriksaan USG transvaginal berulamg harus
dilakukan setiap 7 sampai 14 hari dari 16 miggu gestasi, atau setidaknya 2
minggu sebelum usia gestasi keguguran sebelumnya. Pasien kemudian disarankan
untuk mengurangi aktivitas fisik, bed rest total, durasi berdiri yang terlalu lama.
Ketika usia kandungan memasuki usia 23 minggu dan terdapat tanda peningkatan
resiko kelahiran prematur, maka pemberian kortikosteroid dapat
dipertimbangkan.5,6
Indikasi insersi sirklase dilakukan pada pemendekan serviks atau dilatasi,
dan dapat dibagi menjadi sirklase profilaksis dan sirklase teraputik. Indikasi
sirklase dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Indikasi Sirklase

Indikasi Kriteria Indikasi Usia Gestasi saat Tujuan pemasangan


peletakan sirklase
Indikasi riwayat Kelahiran prematur 12-24 Profilaksis, elektif
pasien atau kehilangan
kehamilan pada
trisemester kedua
lebih dari 3x
Indikasi Ultrasound Panjang servix <25 14-23 Teraputik
cm sebelum 24
minggu pada pasien
dengan kelahiran
preterm spontan
sebelumnya
Indikasi pemeriksaan Dilatas serviks > 1 16-23 Penyelamatan janin,
fisik cm, membran prolaps darurat, dan penting
yang terdeteksi saat
pemeriksaan klinis
Transabdominal Riwayat pemasangan 11-12
sirklase yang
menyebabkan
kelahiran prematur <
33 minggu
Dikutip dari Creasy & Resnik’s 14

Sirklase profilaksis dilakukan pada wanita yang memiliki resiko tinggi


mengalami serviks inkompeten. Sirklase profilaksis biasanya diletakan antara
minggu ke 12 sampai dengan 14 gestasti. Sirklase profilaksis dapat dibagi
19

menjadi sirklase transvaginal dan sirklase transabdominal. Meskipun, insersi


sirklase dapat ditunda, usia gestasi pada aborsi sebelumnya perlu
dipertimbangkan. 5,6,13

Gambar 2. Sirklase A : teknik Shirokad B : Teknik McDonald


Dikutip Tellinde’s13

Teknik insersi sirklase yang paling sering digunakan adalah teknik


McDonald dan Shirodkar. Teknik shirodkar meletakan reinforcing band sekitar
serviks di atas mukosa pada os. internal, dengan anastesi spinal atau epidural.
Pada beberapa tahun belakangan, banyak praktisi menggunakan tali Mersilene (5
mm) yang dikatikan pada jarum atraumatik yang disimpul lebih ke posterior
untuk mencegah erosi pada kantong kemih. Kanal serviks harus tetap terbuka
sebanyak 3-5 mm. Setelah benang diikat, benang dan simpul harus dipertahankan
pada tempatnya dengan jahitan interrupted, kemudian insisi pada mukosa ditutup
dengan absorbable suture.13
Teknik McDonald meletakan benang purse-string disekitar proksimal
serviks. Teknik McDonald, berpenetrasi secara dalam ke dalam stromal serviks
20

melalui jahitan non-absorbable, seperti Mersilenes. Keuntungan dari teknik ini


adalah sederhana, mudah untuk dilepaskan, dan berguna ketika serviks
mengalami efakasi.13 Panduan tatalaksana serviks inkompeten dapat dilihat pada
diagram 1.6

Wanita dengan riwayat serviks inkomepeten sebelumnya


atau
menunjukan tanda pemendekan atau dilatasi serviks

Wanita dengan kehilangan kelahiran pada 1 atau 2 keguguran atau Dilatasi servix lebih
trisemester pertama atau awal trisemester kelahiran prematur dari 1 cm
kedua lebih dari 3 kali atau kelahiran
prematur

Jika tidak terjadi Jika terjadi


Dipertimbangkan Management
korioamniotis kontraksi yang
Sirklase vagina untuk jahiran ekspektan,
atau kontraksi memungkinkan
abdominal jika pemeriksaan panjang
pertimbangkan kelahiran
sirklase vaginal serviks
sirklase darurat - prematur -->
sebelumnya gagal, -> pertimbangkan
atau jaringan serviks pertimbangkan pemberian
inadekuat untuk pemberian tokolitik dan
meletakan sirklase steroid steroid
Jika panjang serviks
kurang dari 2,5 cm
pada minggu ke 24 -->
servikal serklase atau
terapi progesteron

Diagram 1. Tatalaksana Serviks Inkompeten


Dikutip dari Richard B6

Saat pasien datang, pasien telah mengalami kontraksi abdominal, dan janin
dikeluarkan secara spontan. Sehingga, tidak dilakukan tatalaksana aborsi seperti
aspirasi vakum, induksi, dilatasi dan evakuasi Akan tetapi, pada proses abortus
spontan, telah dipastikan tidak ada pendaraghan aktif, sisa konsespsi, dan
pengambilan benang serklase sebelumnya. Selain itu, pada pasien juga telah
ditemukan penyebab dari riwayat obstetri yang buruk, adalah serviks inkompeten.
Sehingga perawatan pada pasien telah sesuai dengan tatalaksana untuk riwayat
obsteri buruk. Untuk perawatan serviks inkompeten, maka dapat dilakukan
sirklase trnasvaginal yang juga telah dilakukan pada pasien 1 bulan yang lalu
21

yang juga merupakan tatalaksana yang tepat untuk pasien, akan tetapi gagal
sehingga disarankan untuk melakukan serklase transabdominal pada kehamilan
selanjutnya.

3) Bagaimanakah perencanaan kehamilan selanjutnya pada pasien ini?

Aspek umum dari evaluasi untuk mengungkap penyebab keguguran biasanya


akan melibatkan pemeriksaan makro dan lingkungan mikro di dalam rahim. Jika
kehamilan memang terjadi, endometrium harus berkembang secara optimal untuk
memberikan perlekatan dan nutrisi yang berkelanjutan untuk kehamilan yang
sedang berkembang. Setiap proses, yang mengganggu interaksi embrio-
endometrium normal dapat menyebabkan kegagalan kehamilan.11,12
Nutrisi prenatal juga dapat memepersiapkan organ genitalia internal untuk
perkembangan janinnya. Nutrisi yang penting selama prenatal adalah protein
yang didapat dari daging, ikan, telur, produk susu, kacang-kacang dan bij-bijian.
Kalsium, yang didapat dari prosuk susu, brokoli, dan tofu. Zat besi juga dapat
membantu memproduksi hemoglobin, yang membantu membawa oksigen ke
dalam jaringan. Zat besi dapat didapatkan dari produk laun, keramg, daging sapi,
sereal, roti, pasta, sayuran hijau, kacan-kacangan, dan buah kering. Asam folat
juga membantu untuk membantu produksi darah selama kehamilan.Asam folat
didapatkan dati sayuran hijau, alpukat, lentil, kacang-kacangan, jus jeruk, dan
sereal. Konsumsi asam folat dalam bentuk vitamin dilakukan.15
Pada kehamilan selanjutnya pada pasien ini, direncanakan akan dilakukan
sirklase per laparoskopi, yang sering juga disebut dengan sirklase transabdominal.
Sirklase transabdominal adalah sirklase dengan meletakan jahitan pada isthmus
uterus yang digunakan pada beberapa kasus khusus, seperti defek anatomi yang
parah, atau kasus dengan kegagalan sirklase transvaginal sebelumnya (seperti
pada pasien ini).
Anthony et al, melaporkan sirklase transabdominal meningkan kesuksesan
kehamilan dari 16% menjadi 86,6%. Pada penelitian oleh Novy, dari 111 pasien,
tingkat kesuksesan meningkar dari 19% menjadi 89%. Zaveri et al, melaporkan
22

sirklase transabdominal berhubungan dengan resiko kematian perinatal yang lebih


rendah, atau proses persalinan kurang dari 24 minggu usia gestasi, tetapi
berhubungan dengan peningkatan resiko komplikasi pembedahan yang lebih
serius. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Bolla D et al, daro semua
pasien wanita yang menjalani sirklase per laparoskopi, dari Januari 2008 sampai
2014 menunjukan keluaran perinatal dan maternal yang baik (Tabel 5).8,16

Tabel 5. Hasil Keluaran Kehamilan paska sirklase perlaparoskopi

Karakteristik Hasil
Komplikasi intraoperatif (n) 0
Estimasi kehilangan darah <20
Lamanya prosedur 55  10
Lamanya hospitalisasi (hari) 2,6  0,9
Keluaran kehamilan
Aborsi spontan trisemester pertama 1
Kelahiran prematur (<34 minggu) 0
Usia gestasi saat persalinan (minggu) 37,3  1,9
Kesuksesan kehamilan (>14 minggu, %)
Kematian neonatal 0
Tranfer ke NICU 0
Dikutip dari Boda et al 16

Sirklase transabdominal dapat dilakukan pada saat pasien sedang hamil atau
sebelum hamil. Pada saat pasien hamil, maka sirklase dilakukan pada akhir
trisemester 1 memasuki trisementer ke dua (minggu ke 12 -14 usia gestasi), dan
dapat terlihat pada gambaran transvaginal ultrasonografi (Gambar 3). Akan
tetapi, lebih disarankan untuk dilakukan sebelum hamil, dikarenakan
pengurangan resiko maternal dan janin, manipulasi yang lebih mudah dengan
lapangan pandang uterus yang lebih baik dan resiko pendarahan yange lebih
rendah. Hal ini juga dilakukan bersamaan dengan operasi yang lain seperti eksisis
endometriosis, adhesiolisis, dan miomektomi.15,8
23

Gambar 3. Transvaginal ultrasonografi sirklase laparoskopik pasca insersi saat


kehamilan
DIkutip dari Bedo et al. 16

Sirklase transabdominal awalnya dilakukan dengan laparotomi, akan tetapi


seiring perkembangan jaman maka dapat juga dilakukan melalui laparosokopi,
akan tetapi pada akhirnya teknik ini juga membutuhkan laparotomi untuk
peletakan jahitan pertama. Metode laparoskopi lebih sering digunakan
dikarenakan tidak membutuhkan hospitalisasi, sakit post operatif yang lebih
sedikit, dan penyembuhan yang lebih cepat. 7,8
Sirklase per laparoskopi dapat dilakukan dengan manipulasi uterus minimal
dan diseksi minimal. Sirklase per laparoskopi dilakukan di bawah anastesi umum,
kemudian dilakukan pembukaan peritoneal anterior yang direfleksikan melalui
uterovesiklasi plika yang diperpanjang secara lateral sampai visualisasi arteri
uterin bilateral terlihat dan serviks insthmus kiri bebas. Kemudian dibuat ruang
avaskular pada ligamen bagian anterior secara bilateral. Jarum dipasang pada
mersilene tape dari anterior sampai posterior, lebih ke media dari pembuluh
darah uterine dan diatas ligamen kardinal. Jarum kemudian dilewatkan lagi dari
posterior ke anterior, lebih media di atas insersi ligamen uterosakral, dan
meninggalkan kedua lengan mesh lebih di anterior, kemudian mesh disimpulkan,
dan simpul dari caprofil 2-0 menempel pada jaringan servikal (gambar 4). 17
24

F
Gambar 3. A. pembukaan peritoneal anterior yang direfleksikan melalui uterovesiklasi plika yang
diperpanjang secara lateral sampai visualisasi arteri uterin bilateral terlihat dan serviks insthmus kiri
bebas. B. Dibuat ruang avaskular pada ligamen bagian anterior secara bilateral. C. Jarum dipasang pada
mersilene tape dari anterior sampai posterior, lebih ke media dari pembuluh darah uterine dan diatas
ligamen kardinal. D. Jarum kemudian dilewatkan lagi dari posterior ke anterior, lebih media di atas insersi
ligamen uterosakral, dan meninggalkan kedua lengan mesh lebih di anterior, E. mesh disimpulkan, dan
simpul dari caprofil 2-0 menempel pada jaringan servikal F. Peritonisasi dan hasil akhir prosedur
Dikutip dari Andreas V17
25

Pendekatan laparoskopik untuk peletakan sirklase adalah perawatan yang


memiliki efektifitas yang tinggi pada wanita dengan servviks inkompeten.
Pendekatan sirklase per laparotomi dan per laparoskopi memberikan keluaran
obstetrik yang hampir sama, akan tetapi sirklase per laparoskopi merupakan
metode yang lebih superior, dalam hasil pembedahan dan kenyamanan, seperti
yang dilaporkan pada beberapa penelitian. 18

5. KESIMPULAN
 Abortus insipiens atau abortus inevitable adalah proses abortus yang sedang
berlangsung dan tidak dapat dihindari, hal ini biasanya ditandai dengan os.
Ekternum yang terbuka dengan hasil konsepsi masih terdapat di dalam
uterus, dan pendarahan dengan dilatasi servikal, dan biasanya berhubungan
dengan kontraksi uterine

 Riwayat obstetri yang buruk didefinisikan sebagai hasil janin yang tidak baik
sebelumnya dalam dua atau lebih aborsi spontan berturut-turut, neonatal dini
kematian, bayi lahir mati, kematian janin intrauterin, retardasi pertumbuhan
intrauterin dan anomali kongenital

 Serviks inkompeten tidak memiliki definisi yang pasti, tetapi dapat diartikan
dengan ketidakmampuan serviks untuk mempertahan janin, yang biasanya
berhubungan dengan defek fungsional atau struktural

 Tatalaksana pada abortus dibedakan berdasarkan durasi kehamilan.

 Tatalaksana pada pasien dengan BOH, maka hal yang paling penting untuk
dilakukan adalah identifikasi faktor penyebab BOH

 Salah satu perawatan yang dapat dilakukan untuk serviks inkompeten adalah
sirklase
26

 Sirklase dapat dibagi menjadi sirklase transvaginal dan transabdominal, yang


dapat dilakukan pada minggu ke-12 sampai 14 usia gestasi

 Pada pasien telah dilakukan sirklase transvaginal, tetapi gagal sehingga pada
kehamilan selanjutnya akan disarankan untuk sirklase transabdominal per
laparoskopi yang memberikan keluaran obstetri dan pembedahan yang baik
27

RUJUKAN
1. Sinclair C. Buku Saku Kebidanan. Jakarta : EGC; 2010
2. Cunningham et al. William Obstetry Ed 24th. Newyork : McGraw Hill Medical;
2010.
3. ESHRE. ESHRE Guideline : rescurrent pregnancy loss. Geneva : ESHRE; 2017
4. Royal College of Obstetricians & Gynaecologist. The Investigation and Treatment
of Couples with recurret First trisemster and second trisemester miscarriage. Green
top Guideline. ; 2011 (17) : 1-18
5. Thakur M, Mahajan M. Cervical Incompetence. Findlandia : StatPearls Publishing;
2019.
6. Brown R, Gagnon R, Delisie MF. Cervical Insufficiency and Cervical Cerclage.
SOGC Clinical Practice Guidelines. 2013; 301 : 1115-1127
7. Agdi M. Tulandi T. Placement and removal of abdominal cerclage by laparoscopy.
Reproductive Biomedicine Online. 2007; 16(2) : 308-310
8. Gowda S. Transabdominal cervical cerclage : laparoscopy or laparotomy. World
Journal of Laparoscopic Surgery. 2016; 9(2) : 78-81
9. Farmer H. Perawatan Maternitas. Jakarta : ECG; 2007
10. Himpunan Endokrinologi Reproduksi dan Fertilitas Indonesia (HIFERI),
Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI). Konsesus Keguguran
Berulang; Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2018.
11. American College of Obstetrician and Gynecologist. Management of recurrent
pregnancy loss. Int J Gynaecol Obstet. 2002; 76(2) : 179-190
12. Hachem H, et al. Recurrent Pregnancy Loss : current prespectives. Int J Womens
Health. 2017;9 : 331-345
13. Rock JA. Jones HW. Te Linde’s Operative Gynecology. Philadeplhia : Wolters
Kluwer; 2003
14. Creasy RK, Resnik R, Iams JD, Lockwood CJ, Moore TR, Greene MF. Maternal-
Fetal Medicine: Principal and practice.Ed k-7. Netherlands : Elsevier.
15. Casadel S. Prenatal Nutrition : Healthy Eating Tip of the Month. Michigan :
University of Michigan; 2017.
16. Bolla D, Raio L, Imboden S, Mueller MD. Laparoscopic Cerclage as a treatment
option for cervical insufficiency. Geburtsh Frauenheilk. 2015;75 : 833-838
17. Vigueras A, Tessman M, Quirino I, Kondo W. Laparoscopic Transabdominal
Cerclage : Surgical Technique and Review of Literature. Journal of Gynecology and
Women’s Health. 2018; 9(4) : 1-8
18. Tusheva Oa, Cohen SL, McElrath TF. Laparoscopic Placement of Cervical
Cerclage. Rev Obstet Gynecol. 2012;5(3-4) : 158-165.

Anda mungkin juga menyukai