CEDERA KEPALA
RINGAN
PRESENTAN : Ayu Permata Sari Br Tarigan, S.ked
2006112021
PEMBIMBING : dr. Ichwanuddin, Sp.S
Cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat
kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan atau
BAB 1
benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah
PENDAHULU
kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan AN
fungsi fisik. Cedera kepala jika dinilai dengan skala universal yaitu GCS,
diklasifikasin menjadi CKR, CKS, dan CKB.
Operasi sebelumnya:
disangkal
Trauma: disangkal
PEMERIKSAAN FISIK
(31 MEI 2021/07:30 WIB)
140/90 90 x/ 20 x/ 36,7 °C
Sakit
sedang Menit, menit, (non
mmHg regular contact)
reguler
Kooperasi : Kooperatif
Sikap : Berbaring aktif
Keadaan gizi : Baik
Postur : Atletikus
MATA
KEPALA: Normochephali , konjungtiva anemis (-/-), hiperemis
rambut hitam (-/-), sklera ikterik (-/-),
HIDUNG: deviasa septum eksoftalmus(-/-)
nasal ke arah dextra.
MULUT: sianosis(-),
Perdarahan gusi(-), lidah THORAX
kotor (-) I : Bentuk dan pergerakan
pernafasan simetris.
P : Fremitus taktil dada kanan dan
LEHER : Pembesaran KGB (-) kiri sama.
P : Sonor dada kanan dan kiri
A: wheezing (-/-), rh (-/-)
ABDOMEN
I: Normal
P: hepar dan lien tidak teraba,
tidak ada nyeri tekan
P: Timpani
A: Peristaltik (+)
COR
I: Iktus cordis tidak tampak
P: Iktus cordis tidak teraba
EXTREMITAS : P: Batas jantung dalam batas normal
Akral : clubbing finger (-), hangat A: Bunyi jantung I-II murni,
(+/+), edema (-), sianosis (-) murmur (-), gallop (-)
• Sulit dinilai
N. I
Status 2.Pupil: isokor,
4. N. kranialis lokalis/Status bulat,2/2mm,
• Lapang pandang: 1/60 RCL (+/+)
• Ketajaman penglihatan(ishihara): tidak dilakukan Neurologis
• Snellen chart: tidak dilakukan
N. II • Funduskopi: tidak dilakukan
Babinski (negatif)
PERGERAKAN OTOT
Reflek patologis
TONUS
KEKUATAN OTOT
Reflek fisiologis
Chaddock (negatif)
B (+2) B (+2) Openheim (negatif)
Bebas Terbatas 5555 (sd)445 eutonus eutonus Gordon (negatif)
T (+2) T (+2)
Bebas Bebas 5555 5555 Hoffman-tromner
eutonus eutonus P (+2) P (+2) (negatif)
A (+2) A (+2)
6. SENSORIK 7. OTONOM
EXTEROSEPTIK (raba/nyeri): baik BAB: Inkontinensia (-)
PROPRIOSEPTIK (gerak/sikap): baik BAK: Inkontinensia (-)
Hidrosis: tidak dilakukan
Fungsi seksual: tidak ditanyakan
PEMERIKSAAN
PENUNJANG
2. CT-SCAN KEPALA TANPA KONTRAS
KESAN :
Tak tampak infark maupun perdarahan intracranial
Fraktur os nasal
3. FOTO THORAKS AP
KESAN :
Patologi
1. Komosio serebri
2. Kontusio serebri
3. Laserasio serebri
Lokasi lesi
4. Lesi diffus
5. Lesi kerusakan vaskuler otak
6. Lesi fokal
o Kontusio dan laserasi serebri
o Hematoma intrakranial
• Ecchymosis periorbital bilateral Eyes/ hematoma kaca mata cheyne stokes lesi di hemisfer
1. Survei Primer, gunanya utk menstabilkan kondisi pasien, meliputi tindakan tindakan sbb
A= Airway (Jalan nafas) Bebaskan jalan nafas dengan memeriksa mulut dan mengeluarkan darah
B =Breathing (pemafasan) Pastikan pemafasan adekuat, Bila perlu, berikan Oksigen sesuai dengan
kebutuhan dengan target saturasi 02 > 92%
C =Circulation (sirkulasi) Pertahankan Tekanan Darah Sistolik > 90 mmHg, Pasang sulur intravena.
Berikan cairan intravena drip, NaCI 0,9% atau Ringer, Bila perlu berikan obat vasopresor dan I inotropic
Perhimpunan Dokters Spesialis Saraf Indonesia. Konsensus Nasional Penanganan Trauma Kapitis dan Trauma Spinal. Jakarta: PERDOSSI dan Bagian Neurologi FKUI/RSCM; 2006
D = Disability (yaitu untuk mengetahui lateralisasai dan kondisi . umum dengan pemeriksaan cepat status
umum dan neurologi )
4. Luka-luka
5. Anamnesa : AMPLE (Allergies, Medications, Past Illnesses, Last Meal, Event I Environment related to
the injury)
2. Survei Sekunder, meliputi pemeriksaan dan tindakan lanjutan setelah kondisi pasien stabil.
E = Laboratorium
Radiologi: Foto polos kepala, posisi AP, lateral, tangensial CT scan otak. Foto lainnya sesuai indikasi (termasuk
foto servikal)
F = Manajemen Terapi
Siapkan untuk operasi pada pasien yang mempunyai indikasi
Penanganan luka-luka
b. > 30 cc pada daerah fossa posterior dengan tandatanda penekanan batang otak atau hidrosefalus
dengan fungsi batang otak masih baik.
c. EDH progresif.
c. SDH dengan edema serebri/kontusio serebri disertai midline shift dengan fungsi batang otak masih baik.
7. Edema serebri berat yang disertai tanda peningkatan TIK, dipertimbangan operasi dekompresi.
Laki-laki, 21 tahun datang ke IGD RSUCM Aceh Utara dengan keluhan
keluar darah dari hidung terus-menerus dan keluar darah dari mulut pada
saat batuk. Keluhan ini muncul setelah sadar dari pingsan selama 10 BAB 4
menit di PKM Lhoksukon post kecelakaaan lalu lintas dengan sepeda PEMBAHASAN
motor. Posisi pasien terjatuh yaitu terlungkup dengan menggunakan helm.
Pasien juga mengeluhkan dada terasa sesak saat posisi tidur terlentang
dan berkurang saat posisi tidur setengah duduk. Mual, muntah dan nyeri
pada kepala disangkal oleh pasien. Pasien merupakan rujukan dari PKM
Lhoksukon, setelah dilakukan primary survey melalui instalasi gawat
darurat di RSUCM Aceh utara, pasien direncakan untuk dirawat dan akan
dilakukan pemeriksaan penunjang berupa CT-Scan kepala serta terapi
lanjut untuk mengetahui penyebab dan mengurangi keluhan perdarahan.
Cedera pada bagian kepala dapat dicurigai jika memiliki tanda
klinis seperti scalp wound, patah tulang diwajah, bengkak dan
memar diwajah, penurunan kesadaran, nasal discharge dan kaku
kuduk. Kesadaran ditentukan oleh interaksi kontinu antara fungsi
korteks serebri (kualitas) dengan Ascending Reticular Activating
System (ARAS) (kuantitas) yang terletak mulai dari pertengahan
bagian atas pons. ARAS menerima serabut-serabut saraf kolateral
dari jaras-jaras sensoris dan melalui thalamic relay nuclei
dipancarkan secara difus ke kedua korteks serebri. ARAS
bertindak sebagai suatu tombol off-on, untuk menjaga korteks
serebri tetap sadar (awake).
Pada penurunan kesadaran, gangguan terbagi menjadi dua, yakni gangguan
derajat (kuantitas, arousal, wakefulness) kesadaran dan gangguan isi (kualitas,
awareness, alertness) kesadaran. Adanya lesi yang dapat mengganggu interaksi
ARAS dengan korteks serebri, apakah lesi supratentorial, subtentorial dan
metabolik akan mengakibatkan menurunnya kesadaran. Perubahan fisiologis
yang terjadi pada pasien dengan gangguan kesadaran antara lain pada
pemenuhan kebutuhan dasar yaitu gangguan pernafasan, kerusakan mobilitas
fisik, gangguan hidrasi, gangguan aktifitas menelan, kemampuan
berkomunikasi, gangguan eliminasi. Periode hilangnya kesadaran sesaat berarti
hilangnya kesadaran intermiten dan muncul secara mendadak dari pasien yang
sebelumnya telah sadar penuh. Hal ini disebabkan penurunan aliran darah ke
otak secara akut (syncope) ataupun gangguan aktivitas elektrik pada otak.
Trauma secara langsung akan menyebabkan cedera yang
disebut lesi primer. Lesi primer ini dapat dijumpai pada kulit
dan jaringan subkutan, tulang tengkorak, jaringan otak, saraf
otak maupun pembuluh-pembuluh darah di dalam dan di
sekitar otak. Fraktur yang mengenai lamina kribriform dan
daerah telinga tengah dapat menimbulkan rinoroe dan otoroe
(keluarnya cairan serebro spinal lewat hidung atau telinga).
Pada dasar tengkorak dapat merobek atau menimbulkan
aneurisma a. karotis interna dan terjadi perdarahan lewat
hidung, mulut dan telinga.
Pemeriksaan untuk menunjang keluhan berupa CT-Scan kepala dengan tujuan untuk mencari asal dari
perdarahan apakah berasal dari struktur tengkorak (kepala). Setelah diperiksa, didapatkan kesan fraktur pada
nasal dan struktur dikepala dalam batas normal. Hal ini dapat disebabkan dari posisi jatuh pasien berdasarkan
alonamnesa yaitu terlungkup tanpa diketahui jarak terhempas dari sepeda motor. Keluarnya darah dari hidung
bisa diakibatkan oleh terkenanya pembuluh darah di sekitar hidung yaitu a. ethmoidale anterior dan plexus
kiesselbach. Darah yang keluar saat batuk dapat berasal dari robeknya pembuluh darah di bagian posterior
rongga hidung yaitu a. etmoidale posterior. Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan penunjang.
Diagnosa kerja pasien yaitu cedera kepala ringan dengan Fr. Nasal. Cedera kepala ringan (CKR) dinilai
berdasarkan penilaian tingkat kesadaran serta hasil CT-Scan dengan tanpa lesi di struktur dan jaringan kepala.
Prognosis dapat dinilai berdasarkan Skor GCS awal, jangka waktu PTA (Post-traumatic amnesia), jenis kelamin
dan usia. Cedera kepala ringan memiliki mortality rate sebesar 0,1%, artinya dalam kasus ini berdasarkan
segala pemeriksaan dan hasilnya memiliki prognosis dubia ad bonam.
Cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun
degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan atau benturan fisik dari luar, yang dapat
mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan
kognitif dan fungsi fisik. Cedera pada bagian kepala dapat dicurigai jika memiliki tanda klinis
seperti scalp wound, patah tulang diwajah, bengkak dan memar diwajah, penurunan kesadaran,
nasal discharge dan kaku kuduk. Tingkat keparahan klinis dapat dinilai berdasarkan tingkat
kesadaran dengan gcs. Diagnosa dan prognosis dapat ditegakkan dengan bantuan pemeriksaan
penunjang berupa ct-scan kepala.
BAB 5 KESIMPULAN
TERIMAKASIH