Anda di halaman 1dari 47

PRESENTASI KASUS

Luka Bakar Derajat IIB – III TBSA 56.5%


(Major Burn Injury) e.c Ledakan Gas

Disusun oleh:
Zulfikar Caesar Narendra
1102014294

Pembimbing:
dr. Aladin Sampara Johan, Sp.B

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH


RSUD KABUPATEN BEKASI
PERIODE 20 JANUARI – 28 MARET 2020
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI

KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Alhamdulillah, Puji dan syukur senantiasa saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, serta shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW,
dan para sahabat serta pengikutnya hingga akhir zaman. Karena atas rahmat dan ridha-Nya,
penulis dapat menyelesaikan presentasi kasus yang berjudul “Luka Bakar Derajat IIB– III
TBSA 56.5%(Major Burn Injury) e.c Ledakan Gas”. Penulisan laporan kasus ini
dimaksudkan untuk memenuhi tugas dalam menempuh kepanitraan klinik di bagian departemen
ilmu bedah di RSUD Kabupaten Bekasi.
Penulis menyadari bahwa terselesaikannya penulisan laporan kasus ini tidak terlepas dari
bantuan dan dorongan banyak pihak. Maka dari itu, perkenankanlah penulis menyampaikan rasa
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu, terutama kepada dr.
Aladin, Sp.B yang telah memberikan arahan serta bimbingan ditengah kesibukan dan padatnya
aktivitas beliau.
Penulis menyadari penulisan presentasi kasus ini masih jauh dari sempurna mengingat
keterbatasan ilmu yang penulis miliki. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik
yang bersifat membangun demi perbaikan penulisan presentasi kasus ini. Akhir kata penulis
berharap penulisan presentasi kasus ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Bekasi, 7 Februari 2020

Penulis

BAB I

1
ILUSTRASI KASUS

1.1 Identitas Pasien


Nama : Tn. Karman
No RM : 174730
Usia : 46 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Cikarang
Pekerjaan : Petugas keamanan
Agama : Islam
Bangsa : Indonesia

1.2 Anamnesis
Diambil secara : Alloanamnesis dengan keluarga pasien
Tanggal : 28 Januari 2020
Jam : 10.30 WIB
Tempat : IGD

a. Keluhan Utama
Pasien terkena ledakan gas di pabrik tempatnya bekerja 6 jam SMRS

b. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke IGD RSUD Kabupaten Bekasi diantar oleh ambulans setelah
pasien terkena ledakan gas LPG 15 ton di tempatnya bekerja 6 jam SMRS. Ledakan
terjadi secara tiba-tiba, pasien berada 10 meter dari pusat ledakan.
Awalnya pasien mengeluhkan nyeri pada seluruh tubuhnya, sesak nafas, dan sulit
untuk membuka mata 2 jam pasca kejadian. Saat ini pasien mengeluhkan tidak terasa
nyeri namun pasien kesulitan untuk menggerakan tangan dan kakinya dan terasa lemas.

c. Riwayat Penyakit Dahulu

2
Riwayat darah tinggi, TB paru, diabetes mellitus, dan penyakit ginjal disangkal.

1.3 Pemeriksaan Fisik


Primary survey
Airway : Bebas, bulu hidung tampak terbakar
Breathing : Spontan dengan frekuensi 24x/menit, inspirasi memanjang
Circulation : Akral hangat, CRT < 2 detik, frekuensi nadi 86x/m kuat angkat

Status Generalis
Keadaan umum : Tampak sakit berat
Kesadaran : Somnolen
Berat Badan : 65 kg
Tinggi Badan : 170 cm
Tanda vital
Tekanan Darah : 90/70 mmHg
Nadi : 86 kali / menit
Pernapasan : 26 kali / menit
Suhu tubuh : 37,4 oC
Saturasi : 97% udara ruangan
Kulit : tampak epitel terkelupas dari permukaan kulit
Kepala : normocephal
Rambut : warna hitam, distribusi merata
Wajah : simetris, tampak alis dan bulu mata terbakar
Mata : konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-, palpebra edema
+/+ dengan epitel terkelupas, bulu mata dan alis terbakar,
sulit untuk dibuka
Hidung : sekret -/-, hiperemis -/-, bulu hidung terbakar
Leher : trakea lurus di tengah, KGB tidak membesar
Paru : suara napas vesikuler di kedua lapang paru, inspirasi
memanjang, stridor (+), rhonkii -/-, wheezing -/-
Jantung : bunyi jantung I dan II regular, murmur (-), gallop (-)

3
Abdomen : supel, bising usus (+) normal, nyeri tekan (-), timpani
Ekstremitas : akral hangat (+) edema (-), CRT < 2”

Status Lokalis
Regio Facialis : tampak luka bakar grade IIB, nyeri tekan (+) hiperemis
dan blood clot pada labia superior dan nares dextra, vulnus
laceratum pada orbita superior dextra berukuran 2 cm
Regio colli : tampak luka bakar derajat IIB dengan permukaan
hiperemis
Regio Thoracoabdominal : Tampak luka bakar derajat IIB dengan permukaan
hiperemis, nyeri tekan (+)
Regio Dorsal : Tampak luka bakar derajat III dengan permukaan pucat
pada regio subscapular, Tampak luka bakar derajat IIB
Regio Inguinal : Tampak luka bakar derajat III pada glans penis dan luka
bakar derajat IIB pada corpus penis, nyeri tekan (-)
Regio extremitas superior : Tampak luka bakar derajat IIB pada regio axillaris –
brachialis – olecranon sinistra posterior dengan dasar pucat,
Tampak luka bakar derajat IIB pada region olecranon
dextra, nyeri tekan (-), tampak luka bakar derajat IIB pada
regio antebrachii – carpal, Tampak luka bakar derajat III
pada regio volar manus bilateral dengan epitel terkelupas
seutuhnya, nyeri tekan (-)
Regio extremitas inferior : Tampak luka bakar derajat III pada regio coxae – femoral
dengan dasar pucat, nyeri tekan (-), tampak luka bakar
derajat IIB pada regio cruris

Total Body Surface Area  5% + 15% + 10% + 6% + 9% + 4.5% + 5% + 2%

4
56.5%

1.4 Pemeriksaan Penunjang


a. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Nilai Satuan Nilai Normal

Hematologi
Hb 14,2 g/dl 15.0 – 24,6
Ht 41 % 38 – 47
Leukosit 11.7 Ribu/ul 5.0 – 10. 0
Trombosit 334 Ribu/ul 150 – 450
Glukosa sewaktu
Glukosa darah sewaktu 98 g/dl 30 – 60
Elektrolit
Natrium 138 Mmol/L 136-146
Kalium 3.2 mmol/L 3,5 – 5,0
Klorida 100 mmol/L 95 – 108
Tes fungsi hepar
SGOT (AST) 17 U/L <32
SGPT (ALT) 11 U/L <31
Tes fungsi ginjal
Ureum 20 mg/dL 15 – 40
Kreatinin 0.2 mg/dL 0.51 – 0.95

5
1.5 Resume
Seorang pria berusia 46 tahun datang ke IGD setelah terkena ledakan gas di
pabrik 6 jam SMRS. Ledakan terjadi secara tiba-tiba, pasien berada 5 meter dari pusat
ledakan. Keluhan berupa nyeri pada seluruh tubuh dan sesak saat bernafas.
Pada hasil pemeriksaan fisik awal tampak adanya bulu hidung & alis yang
terbakar, tampak luka bakar derajat IIB – III hampir pada seluruh permukaan tubuh.

1.6 Diagnosis Kerja


Luka Bakar derajat IIB – III TBSA 56.5% (Major Burn Injury) e.c ledakan gas
Suspek edema laring e.c trauma Inhalasi

1.7 Diagnosis Banding


-
1.8 Pemeriksaan Anjuran
- Foto thorax AP
- Albumin serum

1.9 Penatalaksanaan
 Nasal canule dengan oksigen 5 lpm
 IVFD Ringer Laktat dengan jumlah resusitasi sesuai rumus Baxter: 56.5 x 65 x 4 =
14.690 cc diberikan 7.345 cc pada 8 jam pertama (920 cc/jam) dan 7.345 cc pada 16
jam berikutnya (460 cc/jam)
 Pemasangan NGT
 Pemasangan kateter urin
 Cuci luka dengan Clorhexidine diglukonat 5%, bilas dengan NaCl 0.9%
 Oleskan salep Silver Sulfadiazine 1% pada luka bakar
 Tutup luka balutan kassa steril
 Injeksi Ranitidin 150 mg IV
 Injeksi anti tetanus serum 250 IU IM
 Injeksi Tramadol 100 mg IV (drip)
 Konsul Bedah Plastik

1.11 Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad malam

6
Quo ad functionam : dubia ad malam
Quo ad sanationam : dubia

Lampiran

7
8
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi Kulit

Kulit merupakan organ tubuh paling besar yang melapisi seluruh bagian tubuh,
membungkus daging dan organ-organ yang ada di dalamnya. Luas kulit pada manusia rata-
rata kurang lebih 2 meter persegi dengan berat 10 kg jika ditimbang dengan lemaknya atau 4
kg jika tanpa lemak atau beratnya sekitar 16 % dari berat badan seseorang. Kulit memiliki
fungsi melindungi bagian tubuh dari berbagai macam gangguan dan rangsangan luar. Fungsi
perlindungan ini terjadi melalui sejumlah mekanisme biologis, seperti pembentukan lapisan
tanduk secara terus menerus (keratinisasi), pengaturan suhu tubuh, produksi sebum dan
keringat serta pembentukan pigmen melanin untuk melindungi kulit dari bahaya sinar ultra
violet matahari.

1. Strukur Kulit

Secara garis besar kulit disusun oleh tiga lapisan utama, yaitu:

Gambar. 1 Struktur kulit10


a. Lapisan epidermis

9
Lapisan epidermis terdiri dari

Gambar. 2 lapisan epidermis


1) Stratum korneum (lapisan tanduk) adalah lapisan kulit yang paling luar dan terdiri
atas beberapa lapis sel-sel gepeng yang mati, tidak berinti, dan protoplasmanya
telah berubah menjadi keratin (zat tanduk)
2) Stratum lusidum terdapat langsung dibawah lapisan korneum, merupakan lapisan
sel-sel gepeng tanpa inti dengan protoplasma yang berubah menjadi protein yang
disebut eleidin. Lapisan ini tampak lebih jelas pada telapak tangan dan kaki.
3) Stratum granulosum (lapisan keratohialin) merupakan 2 atau 3 lapis sel-sel gepeng
dengan sitoplasma berbutir kasar dan terdapat inti diantaranya. Butir-butir kasar ini
terdiri atas keratohialin. Lapisan mukosa biasanya tidak mempunyai lapisan ini,
stratum granulosum tampak jelas di telapak tangan dan kaki.
4) Stratum spinosum (stratum malphigi) terdiri atas beberapa lapis sel yang berbentuk
poliginal yang besarnya berbeda-beda karena adanya proses mitosis.
Protoplasmanya jernih karena banyak mengandung glikogen dan inti terletak
ditengah-tengah. Sel-sel ini semakin ke permukaan semakin gepeng bentuknya.

10
Diantaranya terdapat jembatan antar sel (intercellular bridge) yang terdiri atas
sitoplasma dan tonofibril atau keratin. Perlekatan antar jembatan-jembatan ini
membentuk penebalan bulat kecil yang disebut nodulus bizzozero. Di antara sel-
sel spinosun terdapat pula sel langerhans. Sel-sel stratum granulosum mengandung
banyak glikogen.
5) Stratum basale terdiri atas sel-sel berbentuk kubus (kolumnar) yang tersusun
vertikal pada perbatasan dermo-epidermal berbaris seperti pagar (palisade).
Lapisan ini merupakan lapisan epidermis yang paling bawah. Sel-sel basal ini
mengadakan mitosis dan berfungsi reproduktif. Lapisan ini terdiri atas dua jenis
sel yaitu :
a) Sel-sel yang berbentuk kolumnar dengan protoplasma basofilik inti lojong dan
besar, dihubungkan satu dengan yang oleh jembattan antar sel.
b) Sel pembentuk melanin (melanosit) atau clear cell merupakan sel-sel berwarna
muda, dengan sitoplasma basofilik dan inti gelap, dan mengandung butir
pigmen (melanosomes)

b. Lapisan dermis

Lapisan dermis adalah lapisan yang jauh lebih tebal daripada epidermis. Lapisan ini
terdiri atas lapisan elastik dan fibrosa padat dengan elemen-elemen selular dan folikel
rambut. Lapisan dermis kaya akan jaring-jaring pembuluuh darh, saluran limfe dan
serat-serat saraf. Secara garis besar dibagi menjadi dua bagian yakni :

11
Gambar. 3 lapisan dermis11

1) Pars papilare, yaitu bagian yang menonjol ke epidermis, berisi serabut ujung saraf
dan pembuluh darah
2) Pars retikulare, yaitu bagian dibawah pars papilare yang menonjol ke arah
subkutan, bagian ini terdiri atas serabut-serabut penunjang misalnya serabut
kolagen, elastin, dan retikulin. Dasar (matriks) lapisan ini terdiri atas lapisan cairan
jental asam hialuronat dan kondroitin sulfat, di bagian ini terdapat pula fibroblas.
Serabut kolagen dibentuk oleh fibroblas, membentuk ikatan yang mengandung
hidroksiprolin dan hidroksisilin. Kolagen muda bersifat lentur dengan bertambah
umur menjadi kurang larut sehingga makin stabil. Retikulin mirip kolagen muda.
Serabut elastin biasanya bergelombang, berbentuk amorf dan mudah mengembang
serta lebih elastis.

c. Lapisan subkutis

12
Lapisan subkutis merupakan kelanjutan dari dermis, terdiri atas jaringan pengikat
longgar berisi sel-sel lemak didalamnya. Sel-sel lemak merupakan sel bulat, besar,
dengan inti terdesak ke pinggir sitoplasma lemak yang bertambah. Sel-sel ini
membentuk kelompok yang dipisahkan satu dengan yang lain oleh trabekula yang
fibrosa. Lapisan sel-sel lemak disebut pankulus adiposa, berfungsi sebagai cadangan
makanan.

2. Adnexa Kulit9

Adnexa kulit terdiri atas kelenjar-kelenjar kulit, rambut dan kuku.

a. Kelenjar kulit

Kelenjar kulit terdapat di lapisan dermis, terdiri atas :

1) Kelenjar keringat (glandula sudorifera)


Ada dua macam kelenjar keringat yaita kelenjar ekrin yang kecil-kecil dan encer
serta kelenjar apokrin yang besar-besar dan lebih kental.
Kelenjar ekrin terdapat di seluruh permukaan kulit termasuk telapak tangan dan
kaki, dahi dan aksila. Saluran kelenjar ini langsung bermuara ke permukaan kulit.
Faktor yang mempengaruhi sekresinya adalah saraf kolinergik, faktor panas, dan
stres emosional.
Kelenjar apokrin terdapat di aksila, areola mammae, pubis, labia minora, dan
saluran telinga luar. Faktor yang mempengaruhi adalah saraf adrenergik. Keringat
yang dihasilkan mengandung air, elektrolit, asam laktat, dan glukosa, biasanya
memiliki PH 4-6,8.
2) Kelenjar palit (sebasea)
Terletak diseluruh permukaan kulit manusia kecuali di telapak tangan dan kaki.
Kelenjar palit disebu juga kelenjar holokrin karena tidak berlumen dan sekret
kelenjar ini berasal dari dekomposisi sel-sel kelenjar. Kelenjar palit biasanya
terletak disamping akar rambut. Kelenjar ini menghasilkan sebum yang
mengandung trigliserida, asam lemak bebas, skualen, wax ester, dan kolesterol.
Sekresi dipengaruhi oleh hormon androgen, pada anak-anak jumlah kelenjar palit
sedikit, pada pubertas menjadi lebih besar dan banyak serta mulai berfungsi secara
aktif.

13
b. Kuku

Kuku merupakan bagian terminal dari stratum korneum yang menebal. Bagi kuku
yang terbenam dalam kulit jari disebut akar kuku (nail root), bagian yang terbuka di
atas jaringan lunak kulit pada ujung jari disebut badan kuku (nail plate). Dan yang
paling ujung adalah bagian yang bebas. Kuku tumbuh dari akar kuku keluar dengan
kecepatan 1 mm perminggu.
Sisi kuku yang agak mencekung membentuk alur kuku (nail groove). Kulit tipis yang
menutupi kuku di bagian proksimal disebut eponikium sedangkan kulit yang ditutupi
bagian kuku bebas disebut hiponikium.

Gambar. 4 Struktur Kuku10


c. Rambut
Terdiri atas bagian yang terbenam dalam kulit (akar rambut) dan bagian yang berada
diluar kulit (batang rambut). Rambut tumbuh secara siklik, fase anagen (pertumbuhan)
berlangsung selama 2-6 tahun dengan kecepatan tumbuh kira-kira 0.35 mm perhari.
Fase telogen (istirahat) berlangsung selama beberapa bulan. Diantara kedua fase
tersebut terdapat fase katagen (involusi temporer). Pada satu saat 85% rambut dalam
fase anagen dan 15% dalam fase telogen. Rambut dengan mudah dibentuk dengan
mempengaruhi gugusan disulfida misalnya dengan panas atau bahan kimia.

3. Fungsi Kulit

Fungsi utama kulit adalah sebagai berikut :

a. Fungsi proteksi

14
Kulit menjaga bagian dalam tubuh terhadap gangguan fisis atau mekanis. Misalnya
tekanan, gesekan, tarikan; gangguan kimiawi, misalnya zat-zat kimia terutama yang
bersifat iritan, contohnya lisol, karbol, asam, dan alkali kuat lainnya; gangguan yang
bersifat panas misalnya radiasi, sengatan sinar ultra violet; gangguan infeksi dari luar
terutama kuman, bakteri maupun jamur.
Bantalan lemak dan tebalnya lapisan kulit dan serabut-serabut jaringan penunjang
yang berperanan sebagai pelindung terhadap ganguan fisis. Melanosit turut berperanan
dalam melindungi pajanan sinar matahari dengan mengadakan tanning. Proteksi
rangsangan kimia dapat terjadi karena sifat stratum korneum yang impermeabel
terhadap berbagai zat kimia dan air, disamping itu terdapat lapisan keasaman kulit
yang melindungi zat-zat kimia dengan kulit. Lapisan kulit ini mungkin terbentuk dari
hasil ekskresi keringat dan sebum, keasaman kulit menyebabkan PH kulit berkisar
pada PH 5-6.5 sehingga merupakan perlindungan kimiawi terhadap infeksi bakteri
maupun jamur. Proses keratinisasi juga berperanan sebagai sawar (barrier) mekanis
karena sel-sel mati melepaskan diri secara teratur.
b. Fungsi absorbsi
Kulit yang sehat tidak mudah menyerap air, larutan dan benda padat, tetapi cairan
yang mudah menguap lebih mudah diserap, begitupun yang larut lemak. Permeabilitas
kulit terhadap O2, CO2, dan uap air memungkinkan kulit ikut berperan pada fungsi
respirasi.
c. Fungsi ekskresi
Kelenjar-kelenjar kulit mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna lagi atau sisa-sisa
metabolisme dalam tubuh berupa NaCl, urea, asam urat dan amonia. Sebum yang
diproduksi melindungi kulit karena lapisan sebum ini selain meminyaki kulit juga
menahan evaporasi air yang berlebihan sehingga kulit tidak menjadi kering.
d. Fungsi persepsi
Kulit mengandung ujung saraf sensorik di dermis dan subkutis.
1) Rangsang panas oleh badan ruffini
2) Rangsang dingin oleh krause
3) Rangsang raba oleh meissner dan merkel
4) Tekanan oleh badan paccini
Didaerah erotik saraf-saraf sensorik ini lebih banyak dijumpai.

e. Fungsi termoregulasi

15
Kulit melakukan peranan ini dengan cara mengeluarkan keringat dan kontraksi atau
relaksasi pembuluh darah kulit. Kulit kaya akan pembuluh darah, tonus vaskular
dipengaruhi oleh saraf simpatis (asetilkolin).
f. Fungsi pembentukan pigmen
Sel pembentuk pigmen (melanosit), terletak dilapisan basal dan sel ini berasal dari rigi
syaraf. Perbandingan jumlah sel basal dan melanosit adalah 10 : 1. Jumlah melanosit
dan jumlah serta besarnya butiran pigmen (melanosomes) menentukan warna kulit ras
maupun individu.
g. Fungsi keratinisasi
Lapisan epidermis dewasa mempunyai 3 jenis sel utama, yaitu keratinosit, sel
langerhans, dan melanosit. Keratinosit berasal dari lapisan basal yang bermigrasi ke
epidermis. Proses keratinisasi kira-kira selama 14-21 hari, dan memberikan
perlindungan kulit terhadap infeksi secara mekanis maupun fisiologik.
h. Fungsi pembentukan vitamin D
Kulit dengan bantuan sinar matahari mampu mengubagh 7 dihidroksikolesterol
menjadi vitamin D, dan merupakan tambahan bagi kebutuhan vitamin D sistemik.

Tabel. 2 struktur kulit dan fungsinya


Struktur yang berperan Fungsi Kulit
Epidermis, dermis, subkutis Proteksi mekanis
Kelenjar sebacea dan keringat Proteksi mikroorganisme, ekskresi
Melanosit Proteksi radiasi, produksi pigmen
Pembuluh darah Termoregulasi
Ujung syaraf Persepsi

4. Flora Normal pada Kulit 9

Flora normal pada kulit terdiri dari :

a. Flora residen
1) Micrococcaceae
2) Corynebacterium acnes
3) Aerobic diphteroids
4) Pseudomonas aeruginosa (dapat menyebabkan sepsis pada luka bakar)21
b. Flora transien
1) Bacillus spp.
2) Streptococcus
3) Neisseria

B. Luka Bakar

16
1. Definisi Luka Bakar 12

Suatu bentuk proses kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan oleh kontak
dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik, dan radiasi.

2. Etiologi Luka Bakar 13,14

Secara garis besar, penyebab terjadinya luka bakar dapat dibagi menjadi:
a. Panas
1) Flame: Akibat kontak langsung antara jaringan dengan api terbuka, dan
menyebabkan cedera langsung ke jaringan tersebut. Api dapat membakar
pakaian terlebih dahulu baru mengenai tubuh. Serat alami memiliki
kecenderungan untuk terbakar, sedangkan serat sintetik cenderung meleleh atau
menyala dan menimbulkan cedera tambahan berupa cedera kontak.
2) Benda panas : Terjadi akibat kontak langsung dengan benda panas. Luka bakar
yang dihasilkan terbatas pada area tubuh yang mengalami kontak. Contohnya
antara lain adalah luka bakar akibat rokok dan alat-alat seperti solder besi atau
peralatan masak.
3) Scalds (air panas)

Terjadi akibat kontak dengan air panas. Semakin kental cairan dan semakin lama
waktu kontaknya, semakin besar kerusakan yang akan ditimbulkan. Luka yang
disengaja atau akibat kecelakaan dapat dibedakan berdasarkan pola luka
bakarnya. Pada kasus kecelakaan, luka umumnya menunjukkan pola percikan,
yang satu sama lain dipisahkan oleh kulit sehat. Sedangkan pada kasus yang
disengaja, luka umumnya melibatkan keseluruhan ekstremitas dalam pola
sirkumferensial dengan garis yang menandai permukaan cairan.

4) Uap panas

Terutama ditemukan di daerah industri atau akibat kecelakaan radiator mobil.


Uap panas menimbulkan cedera luas akibat kapasitas panas yang tinggi dari uap
serta dispersi oleh uap bertekanan tinggi. Apabila terjadi inhalasi, uap panas
dapat menyebabkan cedera hingga ke saluran napas distal di paru.

5) Gas panas

17
Inhalasi menyebabkan cedera termal pada saluran nafas bagian atas dan oklusi
jalan nafas akibat edema.

b. Aliran listrik
Cedera timbul akibat aliran listrik yang lewat menembus jaringan tubuh. Umumnya
luka bakar mencapai kulit bagian dalam. Listrik yang menyebabkan percikan api dan
membakar pakaian dapat menyebabkan luka bakar tambahan.

c. Bahan kimia (asam atau basa)

Kasus luka bakar akibat bahan kimia biasanya sering ditemukan pada karyawan industri
yang menggunakan bahan kimia sebagai bahan dari proses pengolahan atau produksinya.
Asam kuat menyebabkan nekrosis koagulasi, denaturasi protein, dan rasa nyeri yang
hebat. Asam hidrofluorida mampu menembus jaringan sampai ke dalam dan
menyebabkan toksisitas sistemik yang fatal, bahkan pada luka yang kecil sekalipun.
Alkali atau basa kuat (cairan pemutih, cairan pembersih) menyebabkan jaringan
mengalami nekrosis likuefaksi. Kemampuan alkali menembus jaringan lebih dalam dan
kuat dibandingkan asam, sehingga kerusakan jaringan lebih berat karena sel mengalami
dehidrasi dan terjadi denaturasi protein dan kolagen. Rasa nyeri timbul dengan onset
lambat sehingga penderita biasanya datang terlambat dan kerusakan jaringan sudah
meluas.

d. Radiasi
Sunburn sinar matahari, terapi radiasi.
Kerusakan jaringan disebabkan oleh api lebih berat dibandingkan dengan air panas;
kerusakan jaringan akibat bahan yang bersifat koloid (misalnya bubur panas) lebih berat
dibandingkan air panas. Luka bakar akibat ledakan juga menyebabkan kerusakan organ
dalam akibat daya ledak (eksplosif). Pada luka bakar yang disebabkan oleh bahan kimia
terutama asam menyebabkan kerusakan yang hebat akibat reaksi jaringan sehingga terjadi
diskonfigurasi jaringan yang menyebabkan gangguan proses penyembuhan3.

3. Patologi Luka Bakar 15

a. Zona Kerusakan Jaringan

18
Gambar. 5 skematis zona kerusakan jaringan
1) Zona Koagulasi

Daerah yang langsung mengalami kerusakan (koagulasi protein) akibat pengaruh


panas. Daerah ini merupakan titik kerusakan maksimal.
2) Zona Statis

Daerah yang berada langsung di luar zona koagulasi yang ditandai dengan adanya
vasokonstriksi dan iskemia. terjadi kerusakan endotel pembuluh darah disertai
kerusakan trombosit dan leukosit, sehingga terjadi gangguan perfusi (no flow
phenomena), diikuti perubahan permeabilitas kapiler dan respons inflamasi lokal.
Proses ini berlangsung selama 12-24 jam pasca cedera dan mungkin berakhir
dengan nekrosis jaringan.
3) Zona Hiperemi

Zona hiperemi terletak langsung disekitar zona stasis ditandai dengan adanya
vasodilatasi. Vasodilatasi pada zona ini diakibatkan adanya pelepasan mediator-
mediator inflamasi lokal dari sel-sel kutaneus. Jaringan pada zona ini umumnya
masih viabel dan dapat mengalami penyembuhan spontan atau berubah menjadi
zona kedua bahkan pertama.

b. Fase Luka Bakar

Dalam perjalanan penyakit dibedakan 3 fase pada luka bakar, yaitu :

19
1) Fase awal, fase akut, fase syok

Pada fase ini problem yang berkisar pada gangguan saluran nafas karena adanya
cedera inhalasi dan gangguan sirkulasi. Pada fase ini juga terjadi gangguan
keseimbangan sirkulasi cairan dan elektrolit, akibat cedera termis yang bersifat
sistemik.
2) Fase setelah syok berakhir, diatasi, fase subakut

Fase ini berlangsung setelah syok berakhir atau dapat di atasi. Luka terbuka akibat
kerusakan jaringan (kulit dan jaringan dibawahnya) dapat menimbulkan masalah,
yaitu :
a) Proses inflamasi

Proses inflamasi yang terjadi pada luka bakar berbeda dengan luka sayat
elektif; proses inflamasi di sini terjadi lebih hebat disertai eksudasi dan
kebocoran protein.
Pada saat ini terjadi reaksi inflamasi lokal yang kemudian berkembang
menjadi reaksi sistemik dengan dilepaskannya zat-zat yang berhubungan
dengan proses immunologik, yaitu kompleks lipoprotein (lipid protein
complex, burn-toxin) yang menginduksi respon inflamasi sistemik (SIRS =
Systemic Inflammation Response syndrome).
b) Infeksi yang dapat menimbulkan sepsis
c) Proses penguapan cairan tubuh disertai panas / energi (evaporative heat loss)
yang menyebabkan perubahan dan gangguan proses metabolisme.
3) Fase lanjut

Fase ini berlangsung setelah terjadi penutupan luka sampai terjadi maturasi.
Masalah pada fase ini adalah timbul penyulit dari luka bakar berupa parut
hipertrofik, kontraktur dan deformitas lain yang terjadi karena kerapuhan jaringan
atau organ-organ stuktural, misalnya bouttoniérre deformity.

c. Patofisiologi Luka Bakar 6,15,21

Sel-sel tubuh dapat menahan temperatur sampai 44 ºC tanpa kerusakan bermakna.


Temperatur antara 44 ºC sampai dengan 51 ºC, kecepatan kerusakan jaringan berlipat

20
ganda untuk tiap derajat kenaikan temperatur dan waktu penyinaran yang terbatas
yang dapat ditoleransi. Diatas 51 ºC protein terdenaturasi dan kecepatan kerusakan
jaringan sangat hebat. Temperatur di atas 70 ºC menyebabkan kerusakan selular yang
sangat cepat dan hanya periode yang sangat singkat yang dapat ditahan. Pada rentang
panas yang lebih rendah, tubuh dapat mengeluarkan tenaga panas dengan perubahan
sirkulasi; tetapi pada rentang panas yang lebih tinggi, hal ini tidak efektif.
Efek-efek umum yang terjadi pada luka bakar adalah sebagai berikut :

1) Akibat pertama luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan. Pembuluh
kapiler yang terkena suhu tinggi rusak sel darah yang di dalamnya ikut rusak
sehingga dapat terjadi anemia.
2) Meningkatnya permeabilitas menyebabkan udem dan menimbulkan bula dengan
membawa serta elektrolit. Hal ini menyebabkan berkurangnya volume cairan
intravaskuler. Tubuh kehilangan cairan antara ½ % - 1 %, “Blood Volume ” setiap
1 % luka bakar. Kerusakan kulit akibat luka bakar menyebabkan kehilangan
cairan tambahan karena penguapan yang berlebih (insensible water loss
meningkat).
3) Bila luka bakar lebih dari 20 % akan terjadi syok hipovolemik dengan gejala
yang khas yaitu : gelisah, pucat dingin berkeringat, nadi kecil, dan cepat, tekanan
darah menurun dan produksi urine menurun (kegagalan fungsi ginjal).
4) Pada luka bakar daerah wajah dapat terjadi kerusakan mukosa jalan nafas karena
gas, asap atau uap panas yang terhisap. Gejala yang timbul adalah sesak nafas,
takipneu, stridor, suara serak dan berdahak berwarna gelap karena jelaga. Dapat
juga terjadi keracunan gas CO atau gas beracun lain. CO akan mengikat
hemoglobin dengan kuat sehingga tak mampu mengikat oksigen lagi. Tanda
keracunan yang ringan adalah lemas, bingung, pusing, mual dan muntah. Pada
keracunan berat terjadi koma. Bila lebih 60 % hemoglobin terikat CO, penderita
akan meninggal.
5) Setelah 12-24 jam, permeabilitas kapiler mulai membaik dengan integritas
kembali normal sekitar 36-48 jam. Kemudian terjadi mobilisasi dan penyerapan
kembali cairan edema ke pembuluh darah. Hal ini ditandai dengan meningkatnya
diuresis.
6) Luka bakar sering tidak steril. Kontaminasi pada kulit mati yang merupakan
medium yang baik bagi kuman, akan mempermudah infeksi. Infeksi ini sulit

21
diatasi karena daerah tersebut mengalami trombosis sehingga tidak tercapai oleh
pembuluh darah kapiler yang membawa sistem kekebalan tubuh dan antibiotik.
Kuman penyebeb infeksi dapat berasal dari kulit penderita sendiri, kontaminasi
kuman di saluran pernapasan atas, maupun kontaminasi di lingkungan rumah
sakit.
7) Pada awalnya infeksi terjadi karena bakteri gram positif, selanjutnya dapat terjadi
invasi bakteri gram negatif, sebagai contoh Pseudomonas aeruginosa yang dapat
menghasilkan eksotoksin protease dan toksin lain yang berbahaya, terkenal
agresif dalam invasinya pada luka bakar. Infeksi pseudomonas dapat dilihat dari
warna hijau pada kasa penutup luka bakar.
8) Luka bakar yang tampak adanya invasi kuman di jaringan sekelilingnya, dimana
pada biopsi eksudat yang dibiakkan ditemukan kuman, maka telah terjadi luka
bakar septik yang dapat menyebabkan syok septik.
9) Bila infeksi dapat di atasi, penderita luka bakar derajat dua dapat sembuh dengan
meninggalkan cacat berupa parut. Luka bakar derajat dua yang dalam mungkin
meninggalkan parut hipertrofik yang gatal, nyeri, kaku dan secara estetik tampak
jelek.
Luka bakar derajat tiga yang dibiarkan sembuh sendiri akan mengalami
kontraktur. Jika terjadi di daerah persendian maka fungsi sendi akan menghilang
atau menurun.
10) Fase permulaan luka bakar merupakan fase katabolisme sehingga keseimbangan
protein menjadi negatif. Protein tubuh banyak hilang karena eksudasi,
metabolisme tinggi dan infeksi. Penguapan yang berlebihan memerlukan kalori
tambahan dan di dapat dari pembakaran protein dari otot skelet. Oleh karena itu
otot penderita akan mengecil dan berat badan menurun.
11) Kehilangan cairan terbesar terjadi dalam 6-8 jam pertama. Jumlah kehilangan
cairan melalui evaporasi luka dapat mencapai 6-8 liter/hari atau sekitar 300
ml/m2/jam. Kehilangan ini dapat ditentukan dengan rumus :
Volume (ml) = (25 + persentase luka TBSA) × luas seluruh permukaan
tubuh dalam meter persegi

Respon sistemik pada luka bakar adalah sebagai berikut :


1) Respon kardiovaskuler
Curah jantung akan menurun sebelum perubahan yang signifikan pada volume
darah terlihat dengan jelas. Karena berlanjutnya kehilangan cairan dan

22
berkurangnya volume vaskuler, maka curah jantung akan terus turun dan terjadi
penurunan tekanan darah. Keadaan ini merupakan awitan syok luka bakar.
Sebagai respon, sistem saraf simpatik akan melepaskan katekolamin yang
meningkatkan resistensi perifer (vasokontriksi) dan frekuensi denyut nadi.
Selanjutnya vasokontriksi pembuluh darah perifer menurunkan curah jantung.
2) Respon Renalis
Ginjal berfungsi untuk menyaring darah, dengan menurunnya volume
intravaskuler maka aliran ke ginjal dan GFR menurun mengakibatkan keluaran
urin menurun dan bisa berakibat gagal ginjal.
3) Respon Gastro Intestinal
Ada 2 komplikasi gastrointestinal yang potensial, yaitu ileus paralitik (tidak
adanya peristaltik usus) dan ulkus curling dengan gejala yang sama dengan gejala
ulkus peptikum. Berkurangnya peristaltik usus dan bising usus merupakan
manifestasi ileus paralitik yang terjadi akibat syok atau karena berkurangnya
kalium pada fase mobilisasi pada luka bakar. Distensi lambung dan nausea dapat
mengakibatkan vomitus kecuali jika segera dilakukan dekompresi lambung
(dengan pemasangan NGT). Perdarahan lambung yang terjadi sekunder akibat
stres fisiologik yang masif dapat ditandai oleh darah dalam feses atau vomitus
yang berdarah. Semua tanda ini menunjukkan erosi lambung atau duodenum
(ulkus curling). Respon umum pada luka bakar > 20 % adalah penurunan
aktivitas gastrointestinal. Hal ini disebabkan oleh kombinasi efek respon
hipovolemik dan neurologik serta respon endokrin terhadap adanya perlukan
luas. Pemasangan NGT mencegah terjadinya distensi abdomen, muntah dan
aspirasi.
4) Respon Imunologi
Pertahanan imunologik tubuh sangat berubah akibat luka bakar. Sebagian basis
mekanik, kulit sebagai mekanisme pertahanan dari organisme yang masuk.
Terjadinya gangguan integritas kulit akan memungkinkan mikroorganisme masuk
ke dalam luka.
5) Respon Pulmoner
Pada luka bakar yang berat, konsumsi Oksigen oleh jaringan akan meningkat dua
kali lipat sebagai akibat dari keadaan hipermetabolisme dan respon lokal. Cedera
pulmoner dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kategori yaitu cedera saluran
napas atas terjadi akibat panas langsung, cedera inhalasi di bawah glotis terjadi

23
akibat menghirup produk pembakaran yang tidak sempurna atau gas berbahaya
seperti karbon monoksida, sulfur oksida, nitrogen oksida, senyawa aldehid,
sianida, amonia, klorin, fosgen, benzena, dan halogen. Komplikasi pulmoner
yang dapat terjadi akibat cedera inhalasi mencakup kegagalan akut respirasi dan
ARDS (adult respiratory distress syndrome).

4. Klasifikasi Luka Bakar 2,3

Klasifikasi luka bakar dibagi atas berdasarkan penyebab/ etiologi (seperti dijelaskan
diatas) dan kedalaman luka bakar.
a. Klasifikasi berdasarkan penyebab

Luka bakar dibedakan menjadi beberapa jenis, antara lain:

1) Luka bakar karena api


2) Luka bakar karena air panas
3) Luka bakar karena bahan kimia (yang bersifat asam atau basa kuat)
4) Luka bakar karena listrik dan petir
5) Luka bakar karena radiasi
6) Cedera akibat suhu sangat rendah (frost bite)

b. Klasifikasi berdasarkan kedalaman luka

Lama kontak jaringan dengan sumber panas menentukan luas dan kedalaman
kerusakan jaringan. Semakin lama waktu kontak, maka semakin luas dan dalam
kerusakan jaringan yang terjadi.

24
Gambar. 6 klasifikasi luka bakar berdasarkan kedalaman luka 17

1) Luka bakar derajat satu

Ditandai dengan luka bakar superfisial dengan kerusakan pada lapisan epidermis.
Tampak hiperemia dan eritema. Penyebab tersering adalah sengatan sinar
matahari. Pada proses penyembuhan terjadi lapisan luar epidermis yang mati akan
terkelupas dan terjadi regenerasi lapisan epitel yang sempurna dari epidermis yang
utuh dibawahnya. Tidak terdapat bula, nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik
teriritasi. Dapat sembuh spontan selama 5-10 hari.

Gambar. 7 luka bakar derajat satu

25
2) Luka bakar derajat dua

Kerusakan terjadi pada lapisan epidermis dan sebagian dermis dibawahnya,


berupa reaksi inflamasi akut disertai proses eksudasi. Pada luka bakar derajat dua
ini ditandai dengan nyeri, bercak-bercak berwarna merah muda dan basah serta
pembentukan blister atau lepuh. biasanya disebabkan oleh tersambar petir, tersiram
air panas. Dalam waktu 3-4 hari, permukaan luka bakar mengering sehingga
terbentuklah krusta tipis berwarna kuning kecoklatan seperti kertas perkamen.
Beberapa minggu kemudian, krusta itu akan mengelupas karena timbul regenerasi
epitel yang baru tetapi lebih tipis dari organ epitel kulit yang tidak terbakar
didalamnya. Oleh karena itu biasanya dapat terdapat penyembuhan spontan pada
luka bakar superfisial atau partial thickness burn.

Gambar. 8 bula pada telapak tangan, luka ini digolongkan ke dalam luka bakar derajat dua,
karena epidermis berada diatas luka

Dibedakan menjadi 2 (dua):


a) Derajat IIA (superfisial)
 kerusakan mengenai sebagian superfisial dari dermis
 apendises kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjer sebasea
masih utuh
 penyembuhan terjadi spontan dalam waktu 10-14 hari.
b) Derajat IIB (profound)
 kerusakan mengenai hampir saluruh bagian dermis
 apendises kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjer sebasea
sebagian masih utuh.

26
 Penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung apendises kulit yang tersisa.
Biasanya terjadi dalam waktu lebih dari satu bulan.

Gambar. 9 luka bakar derajat dua dalam, pada anak yang tersiram kopi panas, luka berwarna
merah muda, lunak pada penekanan, dan tampak basah, sensasi nyeri sulit ditentukan pada
anak.

3) Luka bakar derajat tiga

Terjadi kerusakan pada seluruh ketebalan kulit. Meskipun tidak seluruh tebal kulit
rusak, tetapi bila semua organ kulit sekunder rusak dan tidak ada kemampuan lagi
untuk melakukan regenerasi kulit secara spontan/reepitelisasi, maka luka bakar itu
juga termasuk derajat tiga. Penyebabnya adalah api, listrik, atau zat kimia.
Mungkin akan tampak berwarna putih seperti mutiara dan biasnya tidak melepuh,
tampak kering dan biasanya relatif anestetik. Dalam beberapa hari, luka bakar
semacam itu akan membentuk eschar berwarna hitam, keras, tegang dan tebal.

Gambar. 10 luka bakar derajat tiga, pada anak yang memegang pengeriting rambut luka kering
tidak kemerahan dan berwarna putih

27
Selama periode pasca luka bakar dini sampai 5 hari, akan sulit untuk membedakan
luka bakar derajat dua atau tiga, tetapi pada
minggu kedua sampai minggu ketiga pasca luka bakar di mana tampak drainase
dan eschar yang terpisah dari luka bakar derajat tiga. Setelah eschar diangkat,
sisa jaringan dibawahnya (biasanya lapisan subkutan) akan membentuk jaringan
granulasi, suatu massa yang terdiri dari sel-sel fibroblas dan jaringan penyambung
yang kaya pembuluh darah kapiler. Permukaan jaringan granulasi yang berwarna
merah tua itu terbentuk setelah 21 hari, dan dalam waktu 1 sampai 2 minggu
kemudian sebaiknya dilakukan skin graft.

Gambar. 11 Klasifikasi luka bakar berdasarkan kedalaman luka

Tabel. 3 Klasifikasi kedalaman luka bakar15

28
Klasifikasi Penyeba Penampaka Sensasi Waktu Jaringa
b n luar penyembuha n parut
n
Luka bakar dangkal (superficial Sinar UV, Kering dan Nyeri 3–6 Tidak
burn) paparan merah; hari terjadi
nyala api memucat jaringan
dengan parut
penekanan
Luka bakar sebagian dangkal Cairan Gelembung Nyeri 7-20 hari Umumny
(superficial partial-thickness atau uap berisi cairan, bila a tidak
burn) panas berkeringat, terpapar terjadi
(tumpahan merah; udara dan jaringan
atau memucat panas parut;
percikan), dengan potensial
paparan penekanan untuk
nyala api perubaha
n pigmen
Luka bakar sebagian dalam (deep Cairan 1ptung berisi Terasa >21 hari Hipertrof
partial-thickness burn) atau uap cairan dengan i,
panas (rapuh); basah penekana berisiko
(tumpahan atau kering n saja untuk
), api, berminyak, kontraktu
minyak berwarna dari r
panas putih sampai (kekakua
merah; tidak n akibat
memucat jaringan
dengan parut
penekanan yang
berlebih)
Luka bakar seluruh lapisan (full Cairan Putih Terasa Tidak dapat Risiko
thickness burn) atau uap berminyak hanya sembuh (jika sangat
panas, api, sampai abu- dengan luka bakar tinggi
minyak, abu dan penekana mengenai >2% untuk
bahan kehitaman; n yang dari TBSA) terjadi
kimia, kering dan kuat kontraktu
listrik tidak elastis; r
tegangan tidak
tinggi memucat
dengan
penekanan

5. Perhitungan Luas Luka Bakar 1,2,3

Walaupun hanya perkiraan saja, the rule of nine, tetap merupakan petunjuk yang baik
dalam menilai luasnya luka bakar: kepala 7 persen, dan leher 2 persen sehingga totalnya
9 persen. Setiap ekstremitas atas, 9 persen, totalnya 18 persen. Badan bagian anterior 18
persen. Badan bagian posterior, 13 persen, dan bokong 5 persen, sehingga total 18

29
persen. Ekstremitas bawah masing-masing 18 persen, total 36 persen, dan genitalia 1
persen.

Gambar. 12 Perhitungan luas luka bakar berdasarkan Rule of Nine oleh Wallace dewasa dan
anak-anak

30
Gambar. 13 Perhitungan luas luka bakar berdasarkan Rule of Nine dewasa dan bayi16

Untuk area luka bakar yang tersebar kita dapat memperkirakan persentasenya dengan
menggunakan tangan dengan jari-jari pasien, dimana jari-jari dalam keadaan abduksi,
dimana sama dengan kurang lebih 1 persen dari total luas permukaan tubuh pasien.
Pada anak-anak terdapat perbedaan dalam luas permukaaan tubuh, yang umumnya
mempunyai pertimbangan lebih besar antara luas permukaan kepala dengan luas
ekstrimitas bawah dibandingkan pada orang dewasa. Area kepala luasnya adalah 19
persen pada waktu lahir (10 persen lebih besar daripada orang dewasa). Hal ini terjadi
akibat pengurangan pada luas ekstrimitas bawah, yang masing-masing sebesar 13 persen.
Dengan bertambahnya umur setiap tahun, sampai usia 10 tahun, area kepala dikurangi 1
persen dan jumlah yang sama ditambah pada setiap ekstrimitas bawah. Setelah usia 10
tahun, digunakan persentase orang dewasa.
Rumus rule of nine dari Wallace tidak digunakan pada anak dan bayi karena luas relatif
permukaan kepala anak jauh lebih besar dan luas relatif permukaan kaki lebih kecil. Oleh

31
karena itu, digunakan rumus 10 untuk bayi, dan rumus 10-15-20 dari Lund dan Browder
untuk anak.

Tabel 4. Penilaian luas area tubuh menurut Lund and Browder


Lahir-1 1–4 5–9 10 – 14 15
Area tahun tahun tahun tahun tahun dewasa 2nd* 3rd* TBSA
Kepala 19 17 13 11 9 7
Leher 2 2 2 2 2 2
Badan bagian depan 13 13 13 13 13 13
Badan bagian belakang 13 13 13 13 13 13
Pantat kanan 2.5 2.5 2.5 2.5 2.5 2.5
Pantat kiri 2.5 2.5 2.5 2.5 2.5 2.5
Genitalia (kemaluan) 1 1 1 1 1 1
Lengan kanan atas 4 4 4 4 4 4
lengan kiri atas 4 4 4 4 4 4
Lengan bawah kanan 3 3 3 3 3 3
Lengan bawah kiri 3 3 3 3 3 3
Tangan kanan (telapak tangan 2.5 2.5 2.5 2.5 2.5 2.5
depan dan punggung tangan)
Tangan kiri (telapak tangan 2.5 2.5 2.5 2.5 2.5 2.5
dan punggung tangan)
Paha kanan 5.5 6.5 8 8.5 9 9.5
Paha kiri 5.5 6.5 8 8.5 9 9.5
Betis kanan 5 5 5.5 6 6.5 7
Betis kiri 5 5 5.5 6 6.5 7
Kaki kanan (bagian tumit 3.5 3.5 3.5 3.5 3.5 3.5
sampai telapak kaki)
Kaki kiri 3.5 3.5 3.5 3.5 3.5 3.5
Total:

*derajat dua saat ini merupakan luka bakar sebagian baik dangkal maupun dalam; derajat 3
sebagai luka bakar seluruh lapisan (full-thickness)

6. Derajat Keparahan Luka Bakar

Berdasarkan berat-ringannya luka bakar (American Burn Association):


a. Luka Bakar Berat (Major Burn Injury)
1) Derajat II, terbakar >25% area permukaan tubuh pada dewasa
2) Derajat III, terbakar >25% area permukaan tubuh pada anak-anak
3) Derajat III, terbakar >10% area permukaan

32
4) Kebanyakan meliputi tangan, muka, mata, telinga, kaki atau perineum

Kebanyakan pasien meliputi :


 Luka inhalasi
 Luka elektrikal
 Luka bakar dengan komplikasi trauma

b. Luka Bakar Sedang


1) Derajat II, terbakar 15-25% area permukaan tubuh pada dewasa
2) Derajat II, terbakar 10-20% are permukaan tubuh pada anak-anak
3) Derajat III, terbakar <10% area permukaan tubuh.
c. Luka Bakar Ringan
1) Derajat II, terbakar <15% area permukaan tubuh pada dewasa
2) Derajat II, terbakar <10% area permukaan tubuh pada anak-anak
3) Derajat III, terbakar <2% area permukaan tubuh.

Indikasi rawat inap :


 Derajat 2 lebih dari 15% pada dewasa, dan lebih dari 10% pada anak
 Derajat 2 pada muka, tangan, kaki, perineum
 Derajat 3 lebih dari 2% pada dewasa, dan setiap derajat 3 pada anak
 Luka bakar yang disertai trauma visera, tulang, dan jalan napas

7. Penatalaksanaan

Secara sistematik dapat dilakukan 6c : clothing, cooling, cleaning, chemoprophylaxis,


covering and comforting (contoh pengurang nyeri). Untuk pertolongan pertama dapat
dilakukan langkah clothing dan cooling, baru selanjutnya dilakukan pada fasilitas
kesehatan.

a. Pertolongan pertama

1) Clothing

33
Singkirkan semua pakaian yang panas atau terbakar. Bahan pakaian yang
menempel dan tak dapat dilepaskan maka dibiarkan untuk sampai pada fase
cleaning.
2) Cooling
a) Dinginkan daerah yang terkena luka bakar dengan menggunakan air dingin
yang mengalir selama 20 menit, hindari hipotermia (penurunan suhu di bawah
normal, terutama pada anak dan orang tua). Cara ini efektif sampai dengan 3
jam setelah kejadian luka bakar
b) Kompres dengan air dingin (air sering diganti agar efektif tetap memberikan
rasa dingin) sebagai analgesia (penghilang rasa nyeri) untuk luka yang
terlokalisasi. Pada luka bakar yang luas jangan berikan kompres air dingin
karena dapat menimbulkan hipotermia.
c) Jangan pergunakan es karena es menyebabkan pembuluh darah mengkerut
(vasokonstriksi) sehingga justru akan memperberat derajat luka dan risiko
hipotermia
d) Untuk luka bakar karena zat kimia dan luka bakar di daerah mata, siram
dengan air mengalir yang banyak selama 15 menit atau lebih. Bila penyebab
luka bakar berupa bubuk, maka singkirkan terlebih dahulu dari kulit baru
disiram air yang mengalir.
3) Cleaning
pembersihan luka tergantung dari derajat berat luka bakar, kriteria minor cukup
dilakukan dengan zat anastesi lokal, sedangkan untuk kriteria moderate sampai
major dilakukan dengan anastesi umum di ruang operasi untuk mengurangi rasa
sakit. Dengan membuang jaringan yang sudah mati, proses penyembuhan akan
lebih cepat dan risiko infeksi berkurang.
4) Chemoprophylaxis
pemberian anti tetanus, dapat diberikan pada luka yang lebih dalam dari
superficial partial thickness. Pemberian krim silver sulvadiazin untuk penanganan
infeksi, dapat diberikan kecuali pada luka bakar superfisial. Tidak boleh diberikan
pada wajah, riwayat alergi sulfa, perempuan hamil, bayi baru lahir, ibu menyusui
dengan bayi kurang dari 2 bulan.
5) Covering : penutupan luka bakar dengan kassa. Dilakukan sesuai dengan derajat
luka bakar. Luka bakar superfisial tidak perlu ditutup dengan kasa atau bahan
lainnya. Pembalutan luka (yang dilakukan setelah pendinginan) bertujuan untuk

34
mengurangi pengeluaran panas yang terjadi akibat hilangnya lapisan kulit akibat
luka bakar. Jangan berikan mentega, minyak, oli atau larutan lainnya, akan
menghambat penyembuhan dan meningkatkan risiko infeksi.
6) Comforting
Dapat dilakukan pemberian pengurang rasa nyeri.
Dapat diberikan penghilang nyeri berupa :
a) Paracetamol dan codein (PO-per oral)- 20-30mg/kg
b) Morphine (IV-intra vena) 0,1mg/kg diberikan dengan dosis titrasi bolus
c) Morphine (I.M-intramuskular) 0,2mg/kg

Selanjutnya pertolongan diarahkan untuk mengawasi tanda-tanda bahaya dari ABC


(Airway, Breathing, Circulation).

b. Stabilisasi Penderita Luka Bakar

1) Airway and Breathing


Perhatikan adanya stridor (mengorok), suara serak, dahak berwana jelaga (black
sputum), gagal napas, bulu hidung yang terbakar, bengkak pada wajah. Luka
bakar pada daerah orofaring dan leher membutuhkan tatalaksana intubasi
(pemasangan pipa saluran napas ke dalam trakea/batang tenggorok) untuk
menjaga jalan napas yang adekuat/tetap terbuka. Intubasi dilakukan di fasilitas
kesehatan yang lengkap. Pada luka bakar dapat terjadi hal-hal sebagai berikut,
yaitu :
a) Trauma bakar langsung menyebabkan edema/obstruksi dari saluran napas atas
b) Inhalasi dari hasil-hasil pembakaran yang tidak sempurna (partikel karbon)
dan asap beracun, menyebabkan tracheo-bronchitis kimiawi, edema pada
pneumonia.
c) Keracunan monoksida
Penderita yang dicurigai keracunan CO harus diberikan oksigen kadar tinggi,
menggunakan sungkup nafas berkatup.

2) Circulation
Penilaian terhadap keadaan cairan harus dilakukan. Pastikan luas luka bakar untuk
perhitungan pemberian cairan. Pemberian cairan intravena (melalui infus)
diberikan bila luas luka bakar besar dari 15% pada orang dewasa dan besar dari
10% pada anak-anak. Bila kurang dari itu dapat diberikan cairan melalui mulut.

35
Cairan merupakan komponen penting karena pada luka bakar terjadi kehilangan
cairan baik melalui penguapan karena kulit yang berfungsi sebagai proteksi sudah
rusak dan mekanisme dimana terjadi perembesan cairan dari pembuluh darah ke
jaringan sekitar pembuluh darah yang mengakibatkan timbulnya pembengkakan
(edema). Bila hal ini terjadi dalam jumlah yang banyak dan tidak tergantikan
maka volume cairan dalam pembuluh darah dapat berkurang dan mengakibatkan
kekurangan cairan yang berat dan mengganggu fungsi organ-organ tubuh.
Beberapa cara yang lazim yang dapat digunakan untuk menghitung kebutuhan
cairan pada penderita luka bakar adalah :
a) Cara Evans. Untuk menghitung kebutuhan cairan pada hari pertama
hitunglah :
 Berat badan (kg) x % luka bakar x 1 cc NaCl (1)
 Berat Badan (kg) x luka bakar x 1 cc larutan koloid (2)
 2000 cc glukosa 5% (3)
Separuh dari jumlah (1),(2), dan (3) diberikan dalam 8 jam pertama dan
sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan
setengah jumlah cairan hari pertama. Sebagai monitoring pemberian cairan
dilakukan perhitungan diuresis.
b) Rumus Brooke Army. Untuk menghitung kebutuhan cairan hari pertama :
 Koloid: 0,5 ml X kg BB X % luas luka bakar
 Elektrolit (larutan ringer laktat): 1,5ml X kg BB X % luas luka bakar
 Glukosa (5% dalam air): 2000 ml untuk kehilangan insensible
Hari pertama separuh diberikan dalam 8 jam pertama, separuh sisanya dalam
16 jam selanjutnya.
Hari kedua separuh dari cairan koloid, separuh elektrolit, seluruh penggantian
cairan insensible.
c) Cara Baxter/Parkland. Merupakan cara lain yang lebih sederhana dan
banyak dipakai. Jumlah kebutuhan cairan pada hari pertama dihitung dengan
rumus = % luka bakar x BB (kg) x 4 cc. Separuh dari jumlah cairan ini
diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya diberikan dalam 16 jam. Hari pertama
terutama diberikan elektrolit yaitu larutan Ringer laktat karena terjadi
hiponatremi. Untuk hari kedua bervariasi, dapat diberikan setengah dari
jumlah pemberian hari pertama, atau dapat juga diberikan koloid 500-2000 ml
ditambah glukosa 5%. Jika luka bakar lebih dari 50% maka perhitungan cairan
sama dengan perhitungan luas luka bakar 50%.

36
Untuk kebutuhan maintenance cairan harian atau cairan rumatan selama 24 jam, dapat
diberikan tambahan 35cc/kgbb untuk dewasa dan untuk anak-anak 4cc/kgBB dalam
10 kg pertama, 2cc/kgBB dalam 10 kg ke 2 (11-20 kg) dan 1cc/kgBB tiap kgbb diatas
20 kg.

c. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik hal yang perlu dilakukan adalah
1) Tentukan luas dan dalamnya luka bakar
2) Periksa apakah ada cedera ikutan selain luka bakar
3) Tentukan berat badan penderita
d. Perawatan Luka Bakar Kecil
Sebagian besar luka bakar berukuran kecil, dan dapat di rawat jalan. Umumnya
merupakan luka bakar permukaan yang tidak mengenai tangan, wajah tau perineum.
Tindakan yang perlu dilakukan :
1) Bersihkan luka dari benda asing termasuk kulit yang lepas
2) Cuci dengan larutan povidonyodium atau anti bakteri serupa
3) Pembalutan dengan kasa seperti kasa vaselin, adaptik dan xeroform.
4) Pemberian krim luka bakar seperti perak sulfadiasin, mafenit asetat, krim
gentamisin dan salep povidonyodium.
5) Profilaksis untuk tetanus

e. Pertimbangan lain pada periode pasca luka segera


1) Pada penderita luka bakar dengan luas lebih dari 20-25% TBSA seringkali
menderita ileus paralitik.
a) Hindari penggunaan cairan oral
b) Pasang intubasi nasogaster untuk penhgisapan menghindari ketegangan
abdomen, emesis dan aspirasu sekunder.
c) Setelah 24 jam jika bising usus membaik pertimbangkan pemberian oral.
2) Ulserasi akibat stres pada mukosa gasstroduodenum (ulkus curling).
a) Pemberian antasida atau antagonis H2 melalui sonde
b) Jika terjadi perforasi perlu tindakan operasi.
3) Nyeri yang dialami penderita pada luka bakar dengan kedalaman sebagian perlu
diberikan analgesik intravena dengan dosis besar yang tepat. Jika kedalaman
penuh hanya memerlukan sedikit pengobatan.
4) Luka bakar yang melingkar yang membatasi pergerakan napas maupun
pergerakan ekstremitas yang disertai berkurangnya denyut perifer perlu dilakukan
eskarotomi. Eskarotomi dilakukan dengan insisi pada linea axillaris anterior

37
bilateral dan pada garis mediolateral serta mediomedial anggotagerak. Insisi
hanya cukup dalam untuk memisahkan tepi-tepi eskar.

f. Perawatan awal luka bakar


Perawatan awal biasanya untuk mencegah terjadinya infeksi yang luas karena luka
yang terbuka memudahkan mikroba untuk berkembang biak. Biasanya diberikan
antimikroba topikal seperti perak nitrat 0,5%, sulfadiasin 1%, mafenid asetat 11,1%.
Namun jika terdapat tanda-tanda perubahan luka dari sebagian menjadi seluruh
ketebalan kulit, lakukan biopsi untuk mengetahui tingkat bakteri dengan teknik
biakan kuantitatif. Jika jumlah bakteri >100.000/gram jaringan hal ini menunjukkan
telah terjadi infeksi luka bakar yang luas. Terapi antimikroba sistemik yang tepat
untuk organisme tersebut harus segera dilakukan.
g. Pemantauan pasien luka bakar
Setelah mendapatkan penanganan perlu dimonitor tanda vital berikut :
1) Tekanan darah
2) Denyut nadi
3) Masukan dan keluaran cairan
4) Temperatur
5) Tingkat kesadaran dan status anxietas
6) Respirasi

h. Penanganan lanjutan pasien luka bakar


Penanganan lanjutan setelah pemberian cairan, antitetanus dan analgesik adalah :
1) Pemasangan nasogastric tube
 Pasien mengalami mual dan muntah
 Distensi abdomen
 Luas luka bakar lebih dari 20%
 Pemberian antasid
 Pemberian makanan setelah 48 jam pasien tidak dapat makan melalui mulut
2) Pemasangan kateter urin untuk menilai produksi urin
3) Pemasangn selang oksigen melalui kanul atau sungkup
4) Mengontrol infeksi
 Luka bakar yang serius menyebabkan penurunan fungsi sistem imun, rentan
terkena infeksi dan sepsis
 Menggunakan teknik aseptik yang sesuai
 Pemberian antibiotik jika ada kontaminasi
5) Menjaga keseimbangan nutrisi
 Pasien luka bakar cenderung mengalami penurunan berat badan
 Pemberian makanan dapat melalui oral maupun nasogastric tube
 Pada luka bakar berat diberikan diet 3g/kgbb protein dan 90 kk/kgbb
6) Mencegah dan mengatasi anemia

38
 Tingi karbohidrat tinggi protein dengan suplemen zat besi dan vitamin
 Transfusi darah jika ada tanda-tanda kekurangan oksigen
7) Bedah
 Debridement dan skin graft pada luka akar yang parah.
 Eskarotomi
8) Merujuk pasien jika keadaan umum telah stabil pada luka bakar yang serius
9) Fisioterapi untuk mencegah terjadinya pneumonia, kontraktur dan cacat lebih
lanjut. fisioterapi dapat dimulai pada saat awal penatalaksanaan.

Gambar. 14 penanganan pasien luka bakar 17

i. Pemeriksaan Penunjang 1
1) Pemeriksaan Laboratorium
a) pemeriksaan Hb, Ht tiap 8 jam pada 2 hari pertama, dan tiap 2 hari pada 10 hari
selanjutnya
b) Fungsi hati dan ginjal tiap minggu
c) Pemeriksaan elektrolit tiap hari pada minggu pertama
d) Pemeriksaan AGD bila nafas lebih dari 32x/menit
e) Kultur jaringan pada hari ke-1, 3, 7.
2) Pemeriksaan Radiologis20
a) Hendaknya dilakukan pemeriksaan foto thorax, dan dapat diulangi bila
diperlukan (pada trauma bakar inhalasi)

39
b) Foto thorax hendaknya juga dilakukan setelah selesai pemasangan endotrakeal
atau CVP
c) Pemeriksaan radiologi lainnya dapat dilakukan bila dicurigai terjadi cedera
ikutan yang memerlukan pemeriksaan radiologi untuk menunjang diagnosanya.

8. Luka Bakar Khusus


a. Luka Bakar Karena Bahan Kimia/Kimiawi
Luka bakar dapat disebabkan oleh asam alkali, dan hasil-hasil pengolahan minyak.
Luka bakar alkali lebih berbahaya dari asam, sebab alkali lebih dalam merusak
jaringan. Segeralah bersihkan bahan kimia tersebut dari luka bakar Kerusakan
jaringan akibat luka bakar bahan kimia dipengaruhi oleh lamanya kontak, konsentrasi
bahan kimia dan jumlahnya. Segera lakukan irigasi sebanyak-banyaknya, bila
mungkin gunakan penyemprot air. Lakukan tindakan ini dalam waktu 20 – 30 menit.
Untuk luka bakar alkali, di perlukan waktu yang lebih lama. Bila bahan kimia
merupakan bubuk, sikatlah terlebih dahulu sebelum irigasi.
Jangan memberikan bahan-bahan penetral (neutralizing agent) sebab reaksi kimiawi
yang terjadi akibat pemberian bahan penetral dapat memperberat kerusakan yang
terjadi. Untuk luka bakar pada mata, memerlukan irigasi terus-menerus selama 8 jam
pertama setelah luka bakar. Untuk irigasi ini dapat digunakan kanula kecil yang di
pasang pada sulkus palpebra.

b. Luka Bakar Listrik

Luka bakar listrik terjadi karena tubuh terkena aliran listrik. Luka bakar listrik sering
menyebabkan kerusakan jaringan yang lebih berat daripada luka bakar yang terlihat
pada permukaannya.
Penanganan harus segera dilakukan meliputi perhatian pada jalan nafas, pernafasan,
pemasangan infus, ECG, dan pemasangan kateter. Apabila urine berwarna gelap,
mungkin urine mengandung hemokhromogens. Jangan menunggu konfirmasi
laboratorium untuk melakukan terapi terhadap mioglobinuria. Pemberian cairan
ditingkatkan sedemikian rupa sehingga tercapai produksi urin sekurang-kurangnya
100 cc/jam (dewasa). Bila urin belum tampak jernih, berikan segera 25 gr manitol
dan tambahkan 12,5 gr manitol pada tiap penambahan 1 liter cairan untuk
mempertahankan diuresis sejumlah tersebut di atas. Bila terjadi asidosis metabolik,
pertahankan perfusi sebaik mungkin dan berikan Natrium bikarbonat untuk

40
memberikan urine menjadi alkalis dan meningkatkan kelarutan mioglobin dalam
urine.

9. Komplikasi
a. Syok hipovolemik

Akibat pertama dari luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan. Pembuluh
kapiler yang terpajan suhu tinggi akan rusak dan permeabilitas meninggi. Sel darah
yang ada di dalamnya ikut rusak sehingga dapat terjadi anemia. Meningkatnya
permeabilitas menyebabkan udem dan menimbulkan bula dengan membawa serta
elektrolit. Hal ini menyebabkan berkurangnya volume cairan intravaskuler.
Kerusakan kulit akibat luka bakar menyebabkan kehilangan cairan tambahan karena
penguapan yang berlebihan, cairan yang masuk ke bula pada luka bakar derajat II
dan pengeluaran cairan dari kropeng pada luka bakar derajat III .
Bila luas luka bakar < 20% biasanya mekanisme kompensasi tubuh masih bisa
mengatasi tetapi bila > 20 % terjadi Syok hipovolemik dengan gejala yang khas
seperti gelisah, pucat, dingin , berkeringat, nadi kecil dan cepat, tekanan darah
menurun dan produksi urin berkurang. Pembengkakan terjadi perlahan lahan dan
maksimal pada delapan jam.
b. Udem laring

Pada kebakaran dalam ruangan tertutup atau bila luka terjadi di muka,. Dapat terjadi
kerusakan mukosa jalan napas karena gas, asap, uap panas yang terhisap, udem yang
terjadi dapat menyebabkan gangguan berupa hambatan jalan napas karena udem
laring. Gejala yang timbul adalah sesak napas, takipnea, stridor, suara serak, dan
dahak berwarna gelap karena jelaga.
Setelah 12 – 24 jam, permeabilitas kapiler mulai membaik dan terjadi mobilisasi dan
penyerapan cairan edema kembali ke pembuluh darah . ini ditandai dengan
meningkatnya diuresis.
c. Keracunan gas CO

Dapat juga terjadi keracunan gas CO atau gas beracun lain. Karbon monoksida akan
mengikat hemoglobin dengan kuat sehingga hemoglobin tak mampu lagi mengikat
oksigen. Tanda-tanda keracunan ringan adalah lemas, bingung, pusing, mual dan

41
muntah. Pada keracunan yang berat terjadi koma. Bila > 60 % hemoglobin terikat
dengan CO, penderita dapat meninggal.

d. SIRS (systemic inflammatory respone syndrome)

Luka bakar sering tidak steril. Kontaminasi pada kulit mati, yang merupakan
medium yang baik untuk pertumbuhan kuman, akan mempermudah infeksi. Infeksi
ini sulit untuk mengalami penyembuhan karena tidak terjangkau oleh pembuluh
darah kapiler yang mengalami trombosis. Kuman penyebab infeksi berasal dari
kulitnya sendiri, juga dari kontaminasi kuman dari saluran nafas atas dan
kontaminasi kuman di lingkungan rumah sakit. Infeksi nosokomial ini biasanya
berbahaya karena banyak yang sudah resisten terhadap antibiotik.
Prosesnya dimulai oleh aktivasi makrofag, netrofil, dan pelepasan mediator –
mediator, yang kemudian diikuti oleh :
1) gangguan hemodinamik berupa vasodilatasi, depresi miokardium, gangguan
sirkulasi dan redistribusi aliran.
2) perubahan mikrovaskuler karena endotel dan edema jaringan, mikroemboli, dan
maldigesti aliran.
3) gangguan oksigenasi jaringan. Ketiganya menyebabkan hipoksia seluler dan
menyebabkan kegagalan fungsi organ. Yang ditandai dengan meningkatnya kadar
limfokin dan sitokin dalam darah.
e. MOF (Multi Organ Failure)

Adanya perubahan permeabilitas kapiler pada luka bakar menyebabkan gangguan


sirkulasi. Di tingkat seluler, gangguan perfusi menyebabkan perubahan metabolisme.
Pada tahap awal terjadi proses perubahan metabolisme anaerob yang diikuti
peningkatan produksi dan penimbunan asam laktat menimbulkan asidosis. Dengan
adanya gangguan sirkulasi dan perfusi, sulit untuk mempertahankan kelangsungan
hidup sel, iskemi jaringan akan berakhir dengan nekrosis.
Gangguan sirkulasi makro menyebabkan gangguan perfusi ke jaringan-jaringan
organ penting terutama otak, hepar, paru, jantung, ginjal, yang selanjutnya
mengalami kegagalan menjalankan fungsinya. Dalam mekanisme pertahanan tubuh,

42
terjadi gangguan pada sistem keseimbangan tubuh (homeostasis), maka organ yang
dimaksud dalam hal ini adalah ginjal. Dengan adanya penurunan atau disfungsi ginjal
ini, beban tubuh semakin berat.
Resusitasi cairan yang inadekuat pada fase ini menyebabkan berjalannya proses
sebagaimana diuraikan diatas. Sebaliknya bila terjadi kelebihan pemberian cairan
(overload) sementara sirkulasi dan perifer tidak atau belum berjalan normal, atau
pada kondisi syok; cairan akan ditahan dalam jaringan paru yang manifestasi
klinisnya tampak sebagai edema paru yang menyebabkan kegagalan fungsi paru
sebagai alat pernafasan, khususnya pertukaran oksigen dengan karbondioksida, kadar
oksigen dalam darah sangat rendah, dan jaringan hipoksik mengalami degenerasi
yang bersifat irreversible. Sel-sel otak adalah organ yang paling sensitive; bila dalam
waktu 4 menit terjadi kondisi hipoksik, maka sel-sel otak mengalami kerusakan dan
kematian; yang menyebabkan kegagalan fungsi pengaturan di tingkat sentral.
Sementara edema paru juga merupakan beban bagi jantung sebagai suatu pompa.
Pada mulanya jantung menjalankan mekanisme kompensasi, namun akhirnya terjadi
dekompensasi.
f. Kontraktur
Kontraktur merupakan salah satu komplikasi dari penyembuhan luka, terutama luka
bakar. Kontraktur adalah jaringan yang terbentuk dari sisa kulit yang sehat di sekitar
luka, yang tertarik ke sisi kulit yang terluka. Kontraktur yang terkena hingga lapisan
otot dan jaringan tendon dapat menyebabkan terbatasnya pergerakan.

Pada tahap penyembuhan luka, kontraksi akan terjadi pada hari ke-4 dimana proses
ini bersamaan dengan epitelisasi dan proses biokimia dan seluler dari penyembuhan
luka. Kontraktur fleksi dapat terjadi hanya karena kehilangan lapisan superfisial dari
kulit. Biasanya dengan dilakukan eksisi dari jaringan parut yang tidak elastik ini akan
menyebabkan sendi dapat ekstensi penuh kembali. Pada luka bakar yang lebih dalam,
jaringan yang banyak mengandung kolagen akan meliputi neurovascular bundles dan
ensheathed flexor tendons, juga permukaan volar dari sendi akan mengalami
kontraksi atau perlekatan sehingga akan membatasi range of motion. Kontraktur
yang disebabkan oleh hilangnya kulit atau luka bakar derajat III pada daerah
persendian harus segera dilakukan skin grafting.

43
10. Prognosis

Prognosis pada kasus luka bakar ditentukan oleh beberapa faktor, dan menyangkut
mortalitas dan morbiditas atau burn illness severity and prediction of outcome ; yang
mana bersifat bersifat kompleks.
Beberapa faktor yang berperan antara lain faktor penderita (usia, gizi, jenis kelamin, dan
kelainan sistemik), faktor trauma (jenis, luas, kedalaman luka bakar, dan trauma
penyerta), dan faktor penatalaksanaan (prehospital and inhospital treatment).

Prognosis luka bakar umumnya jelek pada usia yang sangat muda dan usia lanjut. Pada
usia yang sangat muda (terutama bayi) beberapa hal mendasar menjadi perhatian, antara
lain sistem regulasi tubuh yang belum berkembang sempurna; komposisi cairan
intravaskuler dibandingkan dengan cairan ekstravaskuler, interstitial, dan intraselular
yang berbeda dengan komposisi pada manusia dewasa, sangat rentan terhadap suatu
bentuk trauma. Sistem imunologik yang belum berkembang sempurna merupakan salah
satu faktor yang patut diperhitungkan, karena luka bakar merupakan suatu bentuk trauma
yang bersifat imunosupresi.

44
BAB III
KESIMPULAN

Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan oleh energi
panas, bahan kimia, listrik, atau benda-benda fisik lain yang menghasilkan panas dengan efek
berupa kerusakan atau kehilangan jaringan. Pada rentang panas yang lebih rendah, sel-sel masih
dapat bertahan tanpa menimbulkan kerusakan yang bermakna, dan tubuh dapat mengeluarkan
tenaga panas dengan perubahan sirkulasi. Pada rentang suhu yang lebih tinggi, sel-sel mengalami
kecepatan kerusakan berlipat ganda, tubuh tidak mampu melakukan kompensasi dengan
mengeluarkan panas.
Luka bakar dapat menyebabkan syok karena kesakitan, sepsis karena infeksi dan
kontaminasi oleh agen mikroba dan berakibat buruk bagi organ-organ tubuh serta dapat
menyebabkan kematian. Luka bakar dangkal dan ringan (superfisial) dapat sembuh dengan cepat
dan tidak menimbulkan jaringan parut. Namun apabila luka bakarnya dalam dan luas, maka
penanganan memerlukan perawatan di fasilitas yang lengkap dan komplikasi semakin besar serta
kecacatan dapat terjadi.
Penatalaksanaan awal pasien luka bakar dengan memberikan pertolongan pertama dan
resusitasi yang adekuat seringkali dapat membantu dalam mengurangi morbiditas dan mortalitas
pasien luka bakar. Pemantauan dan penatalaksanaan lanjutan pada pasien luka bakar dilakukan
untuk menilai komorbid yang mungkin muncul pasca luka bakar dan untuk melihat prognosis.
Prognosis pasien luka bakar ditentukan oleh status penderita (usia, gizi, jenis kelamin,
dan kelainan sistemik), faktor trauma (jenis, luas, kedalaman luka bakar, dan trauma penyerta)
dan komplikasi yang timbul, serta kecepatan penanganan (prehospital and inhospital treatment)
baik berupa resusitasi maupun pengobatan medikamentosa.

45
DAFTAR PUSTAKA

Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM, Mattox KL. Sabiston Textbook of Surgery:
The Biological Basis of Modern Surgical Practice. 20 ed: Elsevier; 2017. p. 1406-9. 2.
Hettiaratchy S, Dziewulski P. Pathophysiology and types of burns. BMJ : British Medical
Journal. 2004;328(7453):1427-9. 3.
Kaddoura I, Abu-Sittah G, Ibrahim A, Karamanoukian R, Papazian N. Burn injury:
review of pathophysiology and therapeutic modalities in major burns. Annals of Burns and Fire
Disasters. 2017;30(2):95-102. 4.
DeSanti L. Pathophysiology and Current Management of Burn Injury. Advances in Skin
& Wound Care. 2005;18(6):323-32. 5.
Yastı AÇ, Şenel E, Saydam M, Özok G, Çoruh A, Yorgancı K. Guideline and treatment
algorithm for burn injuries. Ulus Travma Acil Cerrahi Derg. 2015;21(2):79- 89. 6.
Rashaan ZM, Krijnen P, Klamer RR, Schipper IB, Dekkers OM, Breederveld RS.
Nonsilver treatment vs. silver sulfadiazine in treatment of partial-thickness burn wounds in
children: a systematic review and meta-analysis. Wound repair and regeneration : official
publication of the Wound Healing Society [and] the European Tissue Repair Society.
2014;22(4):473-82.

46

Anda mungkin juga menyukai