Anda di halaman 1dari 9

BAB V

PEMBAHASAN

Pada Bab ini akan dibahas tentang kesenjangan antara teori dan tinjauan
kasus pada pelaksananan manejemen Asuhan Kebidanan Balita pada An. “M” 3
tahun dengan Infeksi Saluran Pernafasan Akut Ringan atau Batuk bukan
Pneumonia di Puskesmas Ardimulyo, Kabupaten Malang. Untuk memudahkan
pembahasan maka penulis akan menguraikan sebagai berikut:

1. Identifikasi Data Dasar


Pada langkah awal ini dilakukan pengambilan data yaitu data subjektif
yang diambil dari anamnesa dengan ibu dan data objektif adalah data yang
diambil dari hasil pemeriksaan yang dilakukan kepada balita secara langsung.
Faktor resiko dari ISPA antara lain adalah usia, 50% kasus ISPA terjadi
pada usia dibawah 5 tahun. Pada pendidikan dan pekerjaan orang tua akan
berpengaruh pada pengobatan yang akan diberikan pada anak, anak dengan
tingkat sosial ekonomi rendah 3,3 kali rentan terserang ISPA. Riwayat
imunisasi akan membantu 25% pencegahan pada ISPA. Lingkungan rumah
yang memiliki polusi udara yang tercemar akan meningkatkan angka kejadian
ISPA. Faktor resiko yang terakhir adalah nutrisi dalam kebiasaan sehari-hari
yang berhubungan dengan status gizi, anak dengan defisiensi vitamin A akan
mudah terserang ISPA (Wantania, Naning, dan Wahani., 2014). Keluhan
utama pada waktu datang adalah batuk, sakit kepala, sakit menelan,
menggigil, hidung tersumbat, nyeri otot, demam menurut Short, Gray, Dodge
(2010)
Menurut Wijayaningsih (2013), tanda dari ISPA biasanya demam yang
akan meningkatkan suhu tubuh (diatas 37,50 C), sementara pada pernafasan
akan cepat (40 x atau lebih per menit untuk usia 12 bulan - < 5 tahun dan 50
kali atau lebih untuk usia 2 bulan- < 5 tahun dan 50 kali atau lebih untuk usia
2 bulan- <12bulan), dan denyut jantung akan cepat (120 x/menit).

35
Dari data subjektif didapatkan data terkait identitas balita, keluhan utama,
riwayat intranatal, imunisasi, kesehatan anak, penyakit keluarga, tumbuh
kembang, dan riwayat sosial. Sedangkan, dari data objektif di dapatkan
keadaan umum balita, tanda-tanda vital, pengukuran antopometri dan
pemeriksaan fisik, dimana diagnosa pneumonia pada balita didasarkan pada
adanya batuk atau kesukaran bernapas disertai peningkatan frekuensi napas
(napas cepat) sesuai umur. Adanya napas cepat (fast breathing) ini ditentukan
dengan cara menghitung frekuensi pernapasan. Batas napas cepat adalah
frekuensi pernapasan sebanyak 50 kali per menit atau lebih pada usia 2 bulan -
<1 tahun dan 40 kali per menit atau lebih pada anak usia 1 tahun - <5 tahun.
Hasil pengkajian yang diperoleh sesuai dengan tanda dan gejala dari ISPA
secara teori. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tidak ada kesenjangan
antara tinjauan teori dengan hasil pengkajian pada kasus ini.

2. Identifikasi Diagnosa dan Masalah Aktual (Interpretasi Data Dasar)


Data dasar diintepretasikan agar bisa menentukan diagnosis kebidanan,
masalah, dan kebutuhan yang berfokus pada klien (Yulifah dan
Surachmindari, 2013).
Masalah yang terjadi saat menderita ISPA adalah anak akan rewel, hidung
tersumbat, sakit saat menelan sehingga menyebabkan nafsu makan menurun
dan demam yang mengakibatkan ketidaknyamanan (Short, Grey, dan Dodge.,
2010)
Diagnosa dalam kasus ini adalah An. M usia 3 tahun dengan ISPA ringan/
batuk bukan pneuomonia. Diagnosa tersebut ditegakkan dari data subjektif
yaitu ibu mengatakan anak batuk pilek sejak 4 hari yang lalu dan objektif
yaitu frekuensi pernapasan 41kali/mnt. Data objektif pemeriksan fisik balita
menunjukkan adanya tanda ISPA.
Dengan demikian ada kesesuaian antara tinjauan teori dan kasus sehingga
diagnosa aktual dapat ditegakkan dan memudahkan bidan dalam memberikan
asuhan.

36
3. Identifikasi Diagnosa dan Masalah Potensial
Menurut Depkes RI (2009), anak dengan ISPA jika tidak tertangani
dengan baik menyebabkan pneumonia atau infeksi pada paru-paru. Sedangkan
antisipasi yang dapat dilakukan oleh bidan adalah memberikan terapi antibotik
dengan berkolaborasi dengan dokter Spesialis Anak. Hal ini karena antibiotik
lebih efektif dibanding dengan terapi simptomatik (Akhmad, 2008). Selain
terapi antibiotik bidan perlu memantau tanda vital, pemenuhan istirahat dan
cairan (Aden, 2010).
Dari diagnosa yang ditegakkan di atas tidak terdapat diagnosa potensial.
Dapat disimpulkan bahwa terdapat kesesuaian antara teori dan kasus pada An.
M.

4. Identifikasi Kebutuhan Segera


Menurut Permenkes No. 1464/X/Menkes/2010 bidan berwenang untuk
melakukan pelayanan pada bayi, balita, dan anak prasekolah namun
pemberian antibiotik tidak boleh dilakukan oleh bidan, sehingga bidan perlu
berkolaborasi dengan dokter Spesialis Anak.
Saat anak menderita ISPA yang bisa dilakukan adalah tempatkan pada
udara yang lembab, istirahat yang cukup, dan pemberian cukup cairan (Aden,
2010). Sedangkan menurut Akhmad (2008), pada kasus ISPA ringan/ batuk
bukan pneuomonia keluarga perlu diberi informasi mengenai cara menjaga
pola hidup sehat dengan meningkatkan kebersihan dan juga pola nutrisi
kepada anak.
Dari diagnosa yang ditegakkan diatas, kebutuhan tindakan segera yang
perlu dilakukan adalah kolaborasi dengan dr. Sp. A untuk pemberian obat
antibiotik.
Dengan demikian dapat disimpulkan ada kesesuaian antara teori dan pada
kasus An. M.

5. Intervensi
Rencana yang diberikan mencakup aspek asuhan kesehatan yang akan
diberikan pada klien dan disetujui oleh kedua belak pihak yaitu bidan dan

37
klien (Marmi dan Rahardjo, 2012).
Rencana Asuhan pada anak dengan ISPA, diantaranya adalah :
a. Pemberian oksigen.
b. Penempatan anak pada udara yang lembab.
c. Lakukan drainase posturnal untuk pengeluaran lendir.
d. Anjurkan istirahat cukup.
e. Anjurkan pemberian cairan cukup. (Aden, 2010).
f. Lakukan kolaborasi dengan dr. SpA untuk pemberian terapi berupa :
1) Antibiotik (Akhmad, 2008)
2) Pereda batuk (MTBS, 2008).
3) Zinc selama 10 hari ( Venita dan Kadim, 2014).
4) Pribiotik (Widagdo, 2011).
g. Berikan nutrisi terutama ASI, selama diare hingga masa penyembuhan
( Widagdo, 2011).
h. Anjurkan sering mengganti popok agar tidak lembab (Suriadi dan
Yuliani, 2011).

Rencana Asuhan pada anak dengan ISPA (Batuk bukan pneumonia) sesuai
MTBS:
a. Beri pelega tenggorakan & pereda batuk yang aman
b. Jika batuk > 3 minggu , rujuk untuk pemeriksaan lanjutan
c. Nasihati kapan kembali segera
d. Kunjungan ulang 5 hari jika tidak ada perbaikan.
Dalam kasus An. M, intervensi yang dilakukan antara lain : beritahu ibu
untuk memberikan pelega tenggorakan pada anaknya, kolaborasi dengan
dokter Sp.A untuk pemberian terapi, beri pendidikan kesehatan tentang
penyakit ISPA, beritahu tentang tanda kegawatan pada anak, dan berikan KIE
kepada ibu tentang kebersihan dan pola nutrisi pada anak.
Dapat disimpulkan bahwa, terdapat kesesuaian intervensi antara teori dan
kasus pada An. M.

38
6. Implementasi
Implementasi dilakukan berdasarkan intervensi yang telah direncanakan
dan berjalan dengan lancar karena adanya kerja sama yang kooperatif antara
klien dengan petugas.

7. Evaluasi
Evaluasi asuhan kebidanan merupakan langkah akhir dari proses
manajemen asuhan kebidanan dalam mengevaluasi pencapaian tujuan dengan
membandingkan data yang dikumpulkan dengan kriteria yang diidentifikasi,
memutuskan apakah tujuan telah tercapai atau tidak dengan tindakan yang
sudah diimplementasikan.
Berdasarkan studi kasus An. M, penatalaksanaan ISPA ringan/ batuk
bukan pneuomonia sudah dilakukan dan diharapkan kondisi anak segera
membaik, dan kondisi umum stabil.

39
BAB VI
PENUTUP

Setelah penulis mempelajari teori dan pengalaman langsung dilahan


praktek, melalui studi kasus An. “M” usia 3 tahun dengan ISPA ringan/ batuk
bukan pneuomonia di poli KIA Puskesmas Ardimulyo Singosari, maka dari itu
penulis menarik kesimpulan dan saran.
6.1. Kesimpulan
1. Pada kasus balita sakit pada An. “M” 3 tahun di Puskesmas Ardimulyo
Singosari Kab. Malang Dari data subjektif didapatkan data terkait
identitas balita, keluhan utama, riwayat intranatal, imunisasi, kesehatan
anak, penyakit keluarga, tumbuh kembang, dan riwayat sosial.
Sedangkan, dari data objektif di dapatkan keadaan umum balita, tanda-
tanda vital, pengukuran antopometri dan pemeriksaan fisik, dimana
diagnosa pneumonia pada balita didasarkan pada adanya batuk atau
kesukaran bernapas disertai peningkatan frekuensi napas (napas cepat)
sesuai umur. Pada pengkajian ini hasil yang didapatkan dari data
subjektif dan objektif sesuai dengan diagnosa yang terjadi pada kasus
ISPA pada anak.
2. Menganalisa dan menginterpretasikan data untuk menegakkan diagnosa
ISPA ringan/ batuk bukan pneuomonia pada An. “M” bahwa pada
kasus ini dilakukan pengkajian dengan anamnesa dan pemeriksaan fisik
sehingga diperoleh diagnosa kebidanan An. “M” usia 3 tahun dengan
ISPA ringan/ batuk bukan pneuomonia. Pada langkah ini ada
kesesuaian antara tinjauan teori dan kasus sehingga diagnosa aktual
dapat ditegakkan dan memudahkan bidan dalam memberikan asuhan.
3. Pada kasus An. “M” usia 3 Tahun dengan ISPA ringan/ batuk bukan
pneuomonia, tidak terdapat diagnosa potensial.
4. Pada kasus An. “M” usia 3 Tahun dengan ISPA ringan/ batuk bukan
pneuomonia, kebutuhan tindakan segera yang perlu dilakukan adalah
kolaborasi dengan dr. Sp. A untuk pemberian obat antibiotik.

40
5. Rencana Asuhan atau intervensi yang akan diberikan pada An “M”
antara lain : beritahu ibu untuk memberikan pelega tenggorakan pada
anaknya, kolaborasi dengan dokter Sp.A untuk pemberian terapi, beri
pendidikan kesehatan tentang penyakit ISPA ringan/ batuk bukan
pneuomonia, beritahu tentang tanda kegawatan pada anak, dan berikan
KIE kepada ibu tentang kebersihan dan pola nutrisi pada anak.
6. Seluruh rencana asuhan dilaksanakan dengan efektif dan efisien sesuai
langkah pada intervensi.
7. Evaluasi didasarkan pada hasil implementasi. Seluruh rencana asuhan
pada An. “M” sudah dilakukan dan diharapkan kondisi anak segera
membaik, dan kondisi umum stabil.
6.2. Saran
1. Bagi Petugas Kesehatan
Diharapkan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan kepada pasien
khususnya ISPA ringan/ batuk bukan pneuomonia pada balita, dan
harapannya petugas kesehatan bisa melakukan upaya deteksi dini
terjadinya ISPA ringan/ batuk bukan pneuomonia pada balita dan
memberikan KIE pada orang tua balita untuk bisa mencegah terjadinya
ISPA pada balita dan bagaimana cara penanganan awal ISPA ringan/
batuk bukan pneuomonia pada balita.
2. Masyarakat
Diharapkan pada masyarakat untuk ikut serta dan peran aktif dalam
upaya menjaga kesehatan khususnya kesehatan balita, periksa ke tenaga
kesehatan lebih sering agar komplikasi tidak menjadi berat.
2. Mahasiswa Kebidanan
Diharapkan mahasiswa mampu meningkatkan ilmu pengetahuan dan
mampu mengaplikasikan teori ISPA yang sudah didapat untuk bisa
memberikan asuhan kebidanan pada balita dengan ISPA sesuai dengan
prosedur.

41
DAFTAR PUSTAKA

Cunningham. 2009. Obstetri William Edisi 21. Jakarta: EGC.

Depkes RI. 2007. Profil Kesehatan Indonesia: Survey Demografi Kesehatan


Indonesia. Jakarta.

Depkes RI. 2013. Riset Kesehetan Dasar. Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Kementerian Kesehatan.

Estiwidani, D., dkk. 2008. Konsep Kebidanan.Yogyakarta: Fitramaya.

Hidayat, S. 2008. Model Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Kosim, S., dkk. 2007. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan
Anak, Ikatan Dokter Anak Indonesia.

Kosim, S., dkk. 2009. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan
Anak, Ikatan Dokter Anak Indonesia.

Manuaba, Ida Bagus Gede. 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan Dan
Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Kebidanan. Jakarta: EGC.

Maryunani, A., dkk. 2010. Asuhan Kegawatdaruratan dan Penyulit pada


Neonatus. Jakarta: Trans Info Medika.

Muslihatun. 2009. Dokumentasi Kebidanan. Yogyakarta: Fitramaya.

Prawirohardjo, S. 2009. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.

Prawirohardjo, S. 2010. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.

Proverawati, A. & Ismawati, C. S. 2010. BBLR: Berat Badan Lahir Rendah.


Yogyakarta: Nuha Medika.

Saifudin, A. B. 2009. Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan


Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.

42
Saputra, L., dkk. 2014. Asuhan KebidananKehamilan Fisiologis dan Patologis.
Tangerang Selatan: Binarupa Aksara.

Surasmi, A., Handayani, S., & Kusuma H. 2003. Perawatan Bayi Resiko Tinggi.
Jakarta: EGC.

Varney, H. 2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Edisi 4. Jakarta: EGC.

WHO. 2014. Comprehensive Implementation Plan On Maternal, Infant and


Young Child Nutrition

Wildan, M. & Alimul, A. A., 2008. Dokumentasi Kebidanan. Jakarta: Salemba


Medika.

43

Anda mungkin juga menyukai