Anda di halaman 1dari 11

94

BAB 5

PEMBAHASAN

Pembahasan merupakan bagian dari laporan kasus yang membahas tentang

kesenjangan dan kendala selama melakukan asuhan pada klien. Kesenjangan

tersebut menyangkut kesenjangan antara tinjauan teori dan tinjauan kasus. Dengan

adanya kesenjangan tersebut data dilakukan pemecahan masalah untukperbaikan

atau masukan demi meningkatkan asuhan kebidanan.

Setelah dilakukan asuhan kebidanan pada Bayi “YW” umur 3 bulan

dengan Bronchiolitis di Poliklinik Anak RSUD Kabupaten Klungkung, penulis

akan membahas tentang kesenjangan yang terdapat dalam tinjauan teori dengan

kenyataan yang penulis temukan pada saat mengumpulkan data subjektif dan

objektif, membuat analisa dan melakukan penatalaksanaan pada klien.

5.1 Subjektif

Data subyektif adalah informasi yang didapatkan melalui hasil

wawancara langsung dengan pasien (anamnesa) bisa juga didapatkan malalui

buku KIA dan Rekam medik pasien.

Pada pengkajian data pasien pertama kali (tgl : 08 April 2016, pukul

11.00 WITA) didapatkan data subjektif yaitu identitas pasien bayi “YW”

umur 3 bulan lahir tanggal 08 Januari 2016, jenis kelamin laki-laki, anak

pertama status anak kandung dari ibu “KW” dan ayah bapak “KB”. Bayi

“YW” datang bersama dengan orang tuanya ke Poliklinik Anak dengan anak

94
95

untuk kontrol ulang karena sebelumnya sempat mengalami penyakit yang

sama yaitu dengan keluhan batuk, pilek, demam dan disertai sesak nafas.

Pada data bio-psiko-sosial-spiritual, ibu mengatakan anaknya mengalami

gangguan saat bernafas, nafsu makan anaknya berkurang, istirahat dan

aktivitasnya terganggu serta ibu cemas dengan kondisi anaknya. Hal ini

sesuai dengan pendapat (Widagdo, 2011) bahwa pada bayi bronchiolitis

sering mengalami tanda dan gejala seperti batuk, sesak nafas atau gangguan

pernafasan, demam, pilek encer dan bersin, nafsu makan berkurang serta

nafas cepat dan dangkal, wheezing (bunyi nafas mengi), muntah, distress

nafas. Pada tahap awal yaitu identifikasi data dilakukan dengan dua teknik

pengumpulan data yaitu pengumpulan data secara subjektif dan pengumpulan

data secara objektif. Data subjektif merupakan data yang diperoleh

berdasarkan wawancara kepada pasien. Pada umumnya data yang diambil

berdasarkan data yang didapat dari hasil wawancara kepada pasien. Pada

pengkajian data subjektif penulis memperoleh data dari wawancara dengan

orang tua pasien dan keluarga pasien. Dilakukan pengkajian selama 28 hari,

pada hari ke-3 setelah pengobatan (11 April 2016) didapatkan data subjektif

yaitu ibu mengatakan bayinya masih pilek, batuk dan sesak. Ibu mengatakan

kemarin bayinya sempat demam dan sudah diberikan obat penurun panas. Ibu

mengatakan obat masih dan sudah diminum secara rutin namum belum ada

perubahan. Ibu mengatakan nafsu makan nya masih belum bagus dan masih

gelisah saat tidur. Pengkajian hari ke-5 (13 April 2016) ibu mengatakan

merasa senang karena kondisi bayinya saat ini sudah mulai membaik,
96

walaupun anak masih sedikit pilek dan batuk. Ibu mengatakan bayinya

menyusu kuat dan sudah tidak ada gangguan saat tidur. Pengkajian hari ke-13

(20 April 2016) ibu mengatakan merasa senang dengan kondisi bayinya saat

ini, walaupun anak masih sedikit pilek. Ibu mengatakan bayinya menyusu

kuat. Pengkajian hari ke-20 (27 April 2016) Ibu mengatakan tidak ada

keluhan pada bayinya. Pengkajian hari ke-28 (05 Mei 2016) Ibu mengatakan

bayi nya tidak mengalami keluhan dan bayi sudah sangat sehat dan telah

dilakukan pemantauan tumbuh kembang menggunakan KPSP umur 3 bulan.

Menurut (Widagdo, 2011) bayi dengan bronchiolitis gejala umum yang

timbul yaitu batuk, wheezing, sesak nafas atau gangguan pernafasan, sianosis

(warna kulit kebiruan karena kekurangan oksigen), takipneu (pernafasan yang

cepat), pernafasan cuping hidung, demam, nafas cepat dan dangkal, pilek

encer dan bersin, nafsu makan berkurang, muntah, distress nafas (frekuensi

nafas lebih dari 60x/menit). Riwayat neonatus bayi “YW” yaitu lahir secara

SC ditolong oleh dokter SpOg di RSUD Kabupaten Klungkung dengan berat

badan lahir 3300 gram. Selama masa bayi, bayi “YW” pernah mengalami

sakit batuk, pilek serta sesak nafas saat berumur 1 bulan. Menurut (Widagdo,

2011) faktor resiko/predisposisi dari penyakit bronchiolitis yaitu rendahnya

antibodi maternal akibat kurangnya asupan nutrisi dari ASI, jumlah anggota

keluarga yang besar, perokok pasif, usia dibawah 2 tahun, status social

ekonomi rendah.
97

Pada langkah ini tidak terdapat kesenjangan antara teori dan kasus yang

ada, dimana bayi yang tidak diberikan asupan nutrisi seperti ASI akan

berpengaruh terhadap daya tahan tubuh selanjutnya.

5.2 Objektif

Pada pengkajian data objektif di lakukan pemeriksaan tanda-tanda vital :

nadi (HR) : 122x/menit, pernafasan (RR) : 68x/menit, suhu (S) : 37,80C,

pemeriksaan antopometri, BB : 6,8 kg, PB : 60 cm. Hal ini sesuai dengan

tanda dan gejala bronchiolitis yaitu normalnya nadi pada bayi yaitu 80-

120x/menit, pernafasannya lebih cepat yaitu >60x/menit dan suhu normal

pada bayi yatu 36,5-37,50C, namun pada bayi yang mengalami bronchiolitis

suhunya mengalami peningkatan yaitu >37,50C (Depkes RI, 2010). Pada

pemeriksaan fisik hidung : tidak ada pernafasan cuping hidung, tidak ada

benjolan, terdapat pengeluaran secret dari hidung warna jernih dan cair, tidak

ada kelainan. Pada mulut&bibir : mukosa bibir lembab, warna bibir merah

muda, palatum utuh, lidah merah muda dan bersih, bibir terlihat pucat. Pada

dada : simetris, tidak ada retraksi otot, tidak ada ronchi, terdapat wheezing.

Data objektif merupakan data yang diperoleh dari pemeriksaan langsung

terhadap pasien. Pada umumnya data yang didapatkan adalah hasil dari

pemeriksaan. Berdasarkan hasil pemeriksaan didapatkan hasil yaitu keadaan

umum bayi lemah, kesadaran composmentis.

Data tersebut menunjukkan bahwa pasien saat ini dalam kondisi sakit,

hasil pemeriksaan pada hidung menunjukkan pasien memang benar

mengalami pilek dan pada dada yaitu terdapat wheezing menunjukkan pasien
98

mengalami sesak, dimana menurut teori seorang bayi yang mengalami batuk,

pilek dan sesak harus ditangani agar tidak terjadi komplikasi yang lebih berat

lagi seperti pneumonia, sinusitis dan othitis media (radang telinga)

(Ngastiyah, 2014). Sehingga pada langkah ini penulis tidak menemukan

kesenjangan antara teori dengan praktik. Pada pengkajian data objektif hari

ke-3 (11 April 2016) KU lemah, kesadaran composmentis, gerak aktif, S :

36,70C, HR : 96x/menit, RR : 64x/menit, hidung : terdapat pengeluara cairan

(secret), tidak ada nafas cuping hidung, dada : pergerakan dada simetris, tidak

ada retraksi otot dada, tidak terdengar bunyi wheezing dan ronchi. Pada

pengkajian hari ke-5 (13 April 2016) KU baik, kesadaran composmentis,

gerak aktif, S 37,20C, HR 98x/menit, RR 52x/menit, hidung : terdapat

pengeluaran cairan (secret), tidak ada nafas cuping hidung, dada : tidak ada

retraksi otot dada, tidak terdengar bunyi wheezing dan ronchi. Pengkajian

hari ke-13 (20 April 2016) KU baik, kesadaran composmentis, gerak aktif, S

36,80C, HR 88x/menit, RR 49x/menit. Pada hidung masih terdapat

pengeluaran secret, pada dada simetris, tidak ada retraksi dada, tidak ada

wheezing dan ronchi, nafsu makan bayi bagus. Pengkajian hari ke-20 (27

April 2016) KU baik, kesadaran composmentis, gerak aktif, S 36,70C, HR

94x/menit, RR 52x/menit. Pada hidung tidak ada lagi pengeluaran secret,

pada dada simetris, tidak ada retraksi dada, tidak ada wheezing dan ronchi,

nafsu makan bayi bagus

Setelah diberikan asuhan selama 28 hari pada hari ke-28 (05 Mei 2016)

didapatkan KU baik, kesadaran composmentis, gerak aktif, RR: 50x/menit,


99

HR: 82x/menit, S: 36,60C, BB: 7 kg. Pada hidung tidak terdapat pengeluaran

secret, pada dada simetris, tidak ada retraksi dada, tidak ada wheezing dan

ronchi. Melakukan pemantuan tumbuh kembang dengan menggunakan KPSP

usia 3 bulan dan hasilnya dalam keadaan normal dimana terdapat 10 ya dari

10 pertanyaan yang diajukan pada orang tua. Menurut (Widagdo, 2010)

penyakit bronchiolitis dikatakan membaik setelah 1 minggu, biasanya infeksi

akan mereda dan gangguan pernafasan akan membaik pada hari ketiga.

Pada kasus yang diamati pula tidak dilakukan stimulasi tumbuh kembang

pada anak karena saat melakukan pengkajian anak dalam keadaan sehat.

Sehingga jika pemberian stimulasi tetap dipaksakan maka tidak akan

menunjukkan hasil yang tepat karena melihat kondisi anak yang kurang baik.

Sedangkan menurut teori stimulasi pada bayi, balita dan anak prasekolah

adalah kegiatan merangsang secara bertahap kemampuan dasar anak 0-6

tahun agar anak tumbuh dan berkembang secara optimal. Setiap anak perlu

mendapat stimulasi rutin sedini mungkin dan terus menerus pada setiap

kesempatan. Stimulasi tumbuh kembang anak dilakukan oleh ibu dan ayah

yang merupakan orang terdekat dengan anak, pengganti ibu/pengasuh anak,

anggota keluarga lain dan kelompok masyarakan di lingkungan rumah tangga

masing-masing dan dalam kehidupan sehari-hari. Kurangnya stimulasi dapat

menyebabkan penyimpangan tumbuh kembang anak bahkan gangguan yang

menetap (Depkes RI, 2006).

Sehingga pada kasus ini penulis menemukan adanya kesenjangan antara

teori dan praktek yang dilakukan di lapangan yaitu tidak dilakukannya


100

stimulasi tumbuh kembang pada saat bayi dalam keadaan sakit karena jika

dipaksakan untuk dilakukan stimulasi, maka hasil yang ditunjukkan tidak

akan maksimal.

5.3 Analisa

Analisa merupakan dokumentasi hasil analisi dan interpretasi

(kesimpulan) dari data subjektif dan objektif. Dalam analisa data diperoleh

diagnosa kebidanan yaitu “Bayi Umur 3 Bulan dengan Bronchiolitis”. Dasar

pembuatan diagnosa diatas yaitu berdasarkan Depkes RI (2005) bayi adalah

anak usia 0 sampai 12 bulan. Bayi “YW” lahir pada tanggal 08Januari 2016.

Pada kasus diatas masalah yang dialami oleh bayi “YW” selama pemberian

asuhan yaitu anak dikeluhkan batuk, pilek, demam serta disertai dengan

sesak nafas, ibu khawatir dengan kondisi anaknya saat itu, anak mengalami

penurunan nafsu makan rewel dan susah tidur. Ibu mengatakan belum

mengetahui cara pencegahan dan penanganan awal pada bayi dengan

gangguan pernafasan seperti bronchiolitis, ibu belum mengetahui tentang

prilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Menurut teori, selama kehamilan

perlu diberikan konseling mengenai pengetahuan bagi orang tua di rumah

untuk menangani penyakit yang dialami anaknya, karena masalah yang

sedang dialami ankanya akan menimbulkan komplikasi yang lebih berat

lagi, beresiko dan berdampak pada masalah psikologis, sehingga dibutuhkan

pemberian informasi (Ngastiyah, 2015). Pada kasus diatas kebutuhan yang

harus dipenuhi yaitu pemberian KIE kepada ibu dan keluarga mengenai

pencegahan dan penanganan penyakit bronchiolitis, meningkatkan status


101

gizi, meningkatakan pendidikan kesehatan dan PHBS didalam rumah

tangga. Setelah diberikan asuhan selama 28 hari pada hari ke-28 (05 Mei

2016) bayi “YW” dapat di tentukan analisa yaitu “Bayi sehat umur 3 bulan

dengan riwayat Bronchiolitis”

Pada langkah ini penulis tidak menemukan adanya kesenjangan antara

teori dengna praktek, karena masalah yang muncul pada bayi tersebut adalah

masalah psikologis yaitu kekhawatiran ibu terhadap kondisi anaknya saat

ini.

5.4 Penatalaksanaan

Tahap penatalaksanaan adalah tahap melaksanakan asuhan kebidanan

secara komprehensif sesuai dengan perencanaan yang telah ditetapkan dan

berdasarkan analisa atau diagnosa yang telah ditegakkan. Pada kasus tersebut

penatalaksanaan yang dilakukan pada bayi dengan bronchiolitis diantaranya

menjelaskan hasil pemeriksaan kepada ibu dan keluarga tentang kondisi

bayinya saat ini, rasionalisasi : dengan diberikan penjelasan mengenai hasil

pemeriksaan maka ibu dan keluarga mengetahui kondisi bayinya saat

ini,memberikan dukungan emosional pada ibu maupun keluarga, rasionalisasi

: dukungan emosional sangat diperlukan oleh ibu dan keluarga karena rasa

khawatir yang dirasakannya akibat tindakan medis yang dilakukan sehingga

ibu dan keluarga dapat lebih tenang ketika mendapatkan dukungan secara

emosional, memberikan informasi pada ibu dan keluarga mengenai penyakit

bronchiolitis yang diderita bayinya, rasionalisasi : dengan diberikan informasi

pada ibu dan keluarga tentang penyakit bronchiolitis maka ibu serta keluarga
102

dapat mengetahui masalah tersebut dan dapat mengidentifikasi bahaya yang

mungkin terjadi pada bayinya, melakukan tindakan prinsip pada bayi yang

mengalami bronchiolitis yaitu membebaskan jalan nafas bayi dengan cara

menepuk dengan lembut punggung bayi, rasionalisai : dengan melakukan

tindakan prinsip tersebut maka akan mempercepat pernafasan bayi menjadi

longgar dan tidak tersendat dikarenakan secret/cairan yang bersal dari hidung

bayi keluar, melakukan tindakan delegatif dari dr. Sp.A dalam pemberian

terapi nebulizer dengan kandungan ventolin ½ ampul dan NaCl 3% 2 ml

selama 10 menit dan terapi obat, memberikan terapi obat ambroxol sirup 3x1

ml, salbutamol sirp 3x0,6 ml, dan cefadroxil sirup 2x3 ml, rasionalisasi :

dengan diberikannya terapi nebulizer dan terapi obat pada bayi maka dapat

meminimalkan komplikasi yang akan terjadi jika penyakit bronchiolitis tidak

tertangani dengan baik, memberikan ibu dan keluarga KIE tentang pemberian

obat secara teratur dirumah dan sesuai dengan dosis yang dianjurkan,

memberikan KIE tentang pemberian ASI pada bayi, rasionalisasi : dengan

diberikan KIE pada ibu tentang pemberian ASI sesering mungkin maka dapat

meningkatkan sistem kekebalan tubuh pada bayi sehingga tidak mudah

terserang penyakit serta dapat meningkatkan bounding attactment antara ibu

dan bayi,memberikan KIE tentang kebutuhan istirahat pada bayi, rasionalisasi

: dengan memberikan KIE pada ibu dan keluarga tentang kebutuhan istirahat

maka pemulihan kesehatan pada bayi akan lebih cepat dikarenakan kebutuhan

istirahat pada bayi cukup dan terpenuhi dengan baik,memberikan KIE tentang

tanda-tanda bahaya pada bayi, rasionalisasi : dengan diberikan KIE tentang


103

tanda bahaya pada bayi maka ibu dan keluarga dapat mengantisipasi secara

dini penyakit yang akan muncul pada bayi, memberikan KIE cara pencegahan

dan penanganan pada bayi yang menderita bronchiolitis, rasionalisasi :

dengan diberikan KIE tentang pencegahan dan penanganan penyakit

bronchiolitis maka ibu dankeluarga dapat meminimalkan resiko atau

komplikasi yang akan terjadi, sehingga penyakit tersebut tidak terulang

kembali, memberikan KIE penerapan PHBS dalam keluarga dan

menganjurkan orang tua untuk membawa anaknya ke pelayanan kesehatan

jika sewaktu-waktu ada keluhan, rasionalisasi : dengan menganjurkan ibu dan

keluarga untuk tetap mengajak bayinya melakukan pengobatan secara

teratur/adekuat pada bayi maka penyakit tersebut akan sembuh secara tuntas

dan maksimal. Selain penatalaksanaan yang telah dijelaskan, ada pula

berberapa cara yang dapat dilakukan saat bayi mengalami penyakit

bronchiolitis diantaranya menepuk dada bayi dengan lembut agar saluran

pernafasannya sedikit longgar dan nafas tidak tersendat, memberikan ASI

sebanyak mungkin sesuai dengan keinginan bayi, mengistirahatkan bayi dan

tidak di ganggu saat bayi tidur, jangan membiarkan bayi berada dalam satu

ruangan yang sama dengan perokok.

Setelah dilakukan asuhan kebidanan selama 28 hari pada hari ke-28 (05

Mei 2016), didapatkan hasil yaitu bronchiolitis pada bayi sudah tertangani,

terdapat peningkatan nafsu makan, aktivitas bayi bagus dan bayi sudah tidak

mengalami gangguan saat tidur. Setelah pemberian KIE ibu paham mengenai

pentingnya pemberian ASI secara on demand, tanda-tanda bahaya pada bayi,


104

ibu paham tentang kebutuhan istirahat pada bayi, cara pencegahan dan

penanganan penyakit bronchiolitis, dan penerapan PHBS di dalam keluarga

agarlebih terjaga. Dalam pemberian asuhan pada bayi “YW” umur 3 bulan

dengan bronchiolitis tidak terdapat kesenjangan antara teori dan praktek.

Anda mungkin juga menyukai