Anda di halaman 1dari 8

BAB IV

PEMBAHASAN

Pembahasan merupakan langkah terakhir dari suatu pengamatan yang

bertujuan untuk mengetahui antara teori yang terdapat pada BAB II dengan

gambaran kasus nyata pada BAB III, langkah serta alasan mengapa kesenjangan

dapat terjadi. Pembahasan akan digambarkan pada setiap langkah dalam proses

asuhan kebidanan sesuai dengan manajemen kebidanan Varney dengan

pendokumentasian SOAP yaitu :

A. Kehamilan/ Antenatal Care (ANC)

Menurut WHO kunjungan ANC minimal 4x. Selama masa kehamilan di

lakukan kasus ini menunjukkan bahwa kunjungan kehamilan Ny.“S”

dilakukan sebanyak 6x yaitu di Puskesmas Donggo sebanyak 2 kali dan di

rumah pasien sebanyak 4 kali dan sudah sesuai dengan yang diprogramkan,

jadi total kunjungan kehamilan (ANC) yang dilakukan Ny. “S” yaitu sebanyak

6 kali dan sesuai dengan teori (Rahayu, 2016) yang menyatakan bahwa

kunjungan hamil paling sedikitnya empat kali dilakukan selama periode

antenatal. Sebelum diberikan asuhan pada Ny.“S” penulis terlebih dahulu

melakukan informed consent pada ibu dalam bentuk komunikasi yang baik

juga dilakukan terhadap keluarga Ny.”S” sehingga saat pengumpulan data ibu

bersedia memberikan informasi penting tentang kondisi kesehatannya.

Kunjungan pertama, pada pengkajian kasus yaitu pada tanggal 27 Juni 2020,

pukul 09.00 WITA, tempat di Puskesmas Donggo, Kabupaten Bima. Pada saat

melakukan kunjungan

160
161

kehamilan yang pertama, saat anamnesa Ny.“S” mengeluh sering kencing

pada malam hari. Sering BAK merupakan hal yang fisiologis, dimana keluhan

ini akan dirasakan ibu ketika memasuki trimester III dikarenakan bagian

bawah janin mulai membesar, menekan kandung kemih dan menambah beban

berat ibu. Disamping itu, perubahan kadar hormone HCG membuat

peningkatan terhadap kinerja ginjal sehingga merasa sering BAK (Editors,

2019). Upaya yang diberikan kepada pasien adalah menganjurkan ibu agar

banyak minum pada siang hari, mengurangi minum pada malam hari. KIE

yang diberikan sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Eva Yulia Safitri,

2015 agar ibu hamil banyak minum pada siang hari dan mengurangi minum

pada malam hari serta mengurangi konsumsi minuman yang mengandung

diuretik seperti kafein dapat meningkatkan pengeluaran kalsium urin melalui

mekanisme penurunan reabsorbsi kalsium di ginjal sehingga menyebabkan

keseimbangan kalsium menjadi negatif yang nantinya akan mempengaruhi

kepadatan tulang.

Selain itu, ibu dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan Hb dan

golongan darah di Puskesmas karena ibu belum mengetahui golongan

darahnya. Mengetahui golongan darah itu penting pada masa kehamilan, salah

satunya bertujuan untuk mengetahui rhesus. Rhesus adalah sistem

penggolongan darah yang hasilnya positif atau negatif setelah mengetahui

penggolongan darah A, B, AB, O (Muniarti, 2016). Pemeriksaan kadar

hemoglobin (Hb) secara rutin selama kehamilan merupakan kegiatan yang

umumnya dilakukan untuk mendeteksi anemia. Anemia adalah suatu kondisi

tubuh dimana jumlah dan ukuran sel darah merah atau kadar hemoglobin (Hb)
162

lebih rendah dari normal, yang akan mengakibatkan terganggunya distribusi

oksigen oleh darah ke seluruh tubuh akibatnya pertumbuhan janin terhambat,

kelahiran premature, hipoksia bahkan kematian bisa terjadi. Anemia pada

kehamilan merupakan masalah nasional mencerminkan nilai kesejahteraan

sosial ekonomi masyarakat dan pengaruhnya sangat besar terhadap kualitas

sumber daya manusia. Sebagian besar wanita hamil mengalami anemia yang

tidak membahayakan. Tetapi anemia dapat menyebabkan resiko penyakit dan

kematian bayi baru lahir serta meningkatkan penyakit pada ibu (Melisa dkk,

2013 (Kemenkes, 2018). Selain itu pemeriksaan Hb dan golongan darah

penting untuk persiapan persalinan untuk mencari calon pendonor darah

sebagai salah satu upaya P4K. Pada langkah ini penulis tidak menemukan

adanya kesenjangan antara teori dan praktek.

B. Persalinan (Intra Natal Care)

Asuhan persalinan pada Ny.”S” dilakukan di ruangan bersalin

Puskesmas Donggo Kabupaten Bima pada tanggal 24 juli 2020 dengan

menerapkan 60 langkah Asuhan Persalinan Normal. Proses persalinan kala I

berlangsung selama 7 jam, sesuai dengan teori kala I fase laten dimulai sejak

awal berkontraksi yang menyebabkan penipisan dan pembukaan serviks

secara bertahap hingga pembukaan serviks kurang dari 4 cm dan berlangsung

selama 8 jam, sedangkan fase aktif dimulai dari pembukaan 4 cm hingga

mencapai pembukaan lengkap atau 10 cm, akan terjadi dengan kecepatan 1 cm

per jam (pada primigravida) atau lebih dari 1 cm hingga 2 cm (multigravida)

dan terjadi penurunan bagian terbawah janin. Proses persalinan Kala II pada

Ny. “S” berlangsung selama 1 jam sesuai dengan teori bahwa proses
163

persalinan berlangsung selama 2 jam pada primigravida dan 1 jam pada

multigravida, dimulai dari pembukaan serviks 10 cm dan berakhir dengan

lahirnya bayi (JNPK, 2017).

Berdasarkan teori, kala III dimulai dari lahirnya plasenta berlangsung

selama waktu ± 30 menit, kala IV persalinan dimulai setelah lahirnya plasenta

dilanjutkan observasi terhadap keadaan umum pasien, nadi, kontraksi otot,

keadaan kandung kemih dan jumlah perdarahan selama dua jam pertama

(JNPK-KR, 2017). Pada kasus Ny.”S”, kala III berlangsung selama 10 menit

tanpa penyulit apapun, plasenta lahir lengkap dan dilakukan masasse uterus

segera setelah plasenta lahir untuk mencegah atonia uteri. Tedapat laserasi

derajat II dan dilakukan hecting oleh bidan. Kemudian dilanjutkan

pemantauan selama 2 jam post partum dengan pemeriksaan tanda-tanda vital

dan keadaan umum ibu dalam batas normal, uterus teraba keras, kandung

kemih kosong, tingggi fundus uteri 1 jari bawah pusat, perdarahan 150 ml.

Setelah 6 jam post partum ibu sudah melakukan mobilisasi dini, diberi makan

dan minum serta diberikan vitamin A, obat-obatan (Amoxicilin 500 Mg, Asam

Mefenamat). Diberikan konseling tentang kebutuhan gizi, perawatan bayi baru

lahir dan kebutuhan istrahat selama masa nifas. Pada langkah ini penulis tidak

menemukan kesenjangan antara teori dan praktek.

C. Bayi Baru Lahir (BBL)

Penulis melakukan pengkajian pada Bayi Baru Lahir, dimana bayi lahir

spontan langsung menangis dengan jenis kelamin perempuan lalu dilakukan

Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dan tidak ditemukan masalah setelah dilakukan

IMD selam 1 jam. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital bayi


164

dalam batas normal. Kemudian penulis melakukan pemeriksaan atropometri

dan pemeriksaan fisik secara lengkap terhadap bayi baru lahir dan didapatkan

hasil berat badan bayi 2900 gram, hal tersebut menunjukkan bahwa berat

badan bayi Ny. S termasuk normal, sesuai dengan ciri-ciri bayi baru lahir

normal menurut (Prawirohardjo, 2014). Hasil pengukuran panjang badan (49

cm), LILA (11 cm), tidak ada cacat bawaan/ kelainan kongenital serta

diberikan suntikan Vitamin K dan salep mata (Chloramphecole 1%). Bayi Ny.

S diberi salep mata chloramphecole 1% pada kedua konjungtiva, yang

berguna untuk mencegah penularan infekasi dari ibu ke bayi. Sesuai dengan

teori, setiap bayi baru lahir perlu diberi salep mata. Pemberian obat mata

eritromosin 0,5% atau tetrasiklin 1% dianjurkan untuk pencegahan penularan

infeksi (Kemenkes, 2014). Bayi Ny. S diberikan imunisasi HB-0 yang pertama

kali pada 1/3 paha kanan secara IM dengan dosis 0,5 cc. imunisasi HB-0

bermanfaat untuk mencegah infeksi Hepatitis B pada bayi, terutama jalur

penularan ibu-bayi. Dalam buku kesehatan ibu dan anak (2016), yang

menyatakan bahwa pemberian imunisasi HB-0 adalah saat bayi berusia 0-7

hari.

Kunjungan neonatus yang dilakukan sebanyak 4 kali, selama penulis

melakukan kunjungan neonatal tidak ditemukan tanda bahaya pada bayi

Ny.”S” seperti sulit bernapas atau nafas lebih dari 60 x/menit, suhu terlalu

tinggi (>38˚C) atau terlalu dingin (< 36˚C), kulit bayi kuning (terutama 24 jam

pertama), biru, pucat atau memar, hisapan saat menyusui baik, rewel, muntah,

dan tanda-tanda infeksi pada tali pusat.berdasarkan uraian di atas tidak di

temukan kesenjangan teori dan kasus


165

D. Masa nifas dan Keluarga Berencana (KB)

Kunjungan masa nifas sebanyak 4 kali yaitu kunjungan nifas pertama

2-6 jam ,kunjungan nifas hari ke-2 ,kunjungan nifas hari ke-6 dan kunjungan

nifas hari ke-14Selama masa nifas lochea normal, Rubra berwarna merah

terang sampai dengan merah tua yang mengandung desidua cairan ini berupa

cairan yang bercampur darah, sisa-sisa selaput ketuban, berbau amis dan

terjadi pada hari ke 1-3 setelah persalinan (Maryunani, dkk, 2015). Proses

laktasi berjalan dengan baik tidak terjadi pembengkakan pada payudara ibu.

Segera setelah lahir, penulis menganjurkan ibu untuk memberikan ASI saja

tanpa makanan atau minuman tambahan apapun pada bayi. Penulis juga

memberikan pujian pada ibu karena hingga pada kunjungan nifas hari ke-14

ibu masih tetap memberikan ASI kepada bayinya dan bertekad akan

memberikan ASI eksklusif hingga bayi berusia 6 bulan, kemudian diberikan

pendidikan kesehatan mengenai manfaat dari pemberian ASI mempunyai sifat

melindungi bayi dari infeksi seperti gastroenteritis, radang jalan pernafasan

dan paru-paru, otitismedia, karena ASI mengandung lactoferrin, lysozyme dan

immune globulin A (Prawirohardjo, 2014), cara perawatan payudara yang

merupakan suatu tindakan untuk merawat payudara untuk memperlancar

pengeluaran ASI (Kumalasari, 2015). Perawatan luka pada jalan lahir

personal hygiene berpengaruh terhadap penyembuhan luka perineum

(Handayani, 2014) dan perawatan tali pusat bayi baru lahir sesuai dengan teori

yang dikemukan bahwa perawatan tali pusat adalah dengan tidak

membungkus tali pusat atau mengoleskan cairan/bahan apa pun pada tali pusat

(Kementerian Kesehatan RI, 2013).


166

Pada kunjungan nifas hari ke-14 penulis memberikan konseling tentang

metode KB, memberitahu jenis-jenis KB serta manfaat dari penggunaannya.

Ny.“S” memutuskan ingin menggunakan kontrasepsi Metode Amenore

Laktasi (MAL) sampai bayinya berusia 6 bulan atau setelah selesai ASI

eksklusif, selanjutnya ibu ingin menggunakan KB suntik 3 bulanan. Metode

amenore laktasi (MAL) adalah kontrasepsi yang mengandalkan pemberian air

susu ibu secara eksklusif, artinya hanya diberikan ASI saja tanpa memberikan

makanan atau minuman tambahan apapun lainnya. (Mochtar, 2012). Dan

menganjurkan ibu untuk memilih alat kontrasepsi lain setelah bayi berusia

lebih dari 6 bulan . Berdasarkan uraian di atas maka tidak di temukan

kesenjangan teori dan kasus


167

Anda mungkin juga menyukai