PEMBAHASAN
176
177
dari hasil pemeriksaan TFU didapatkan hasil 35 cm, ini sesuai dengan
teori dalam bobak (2017) yang mengatakan salah satu penyebab dari
inersia uteri adalah faktor herediter, emosi, dan ketakutan serta faktor
uterus yang terlalu teregang misalnya hidramnion atau kehamilan kembar
atau makrosomia.
Setelah dilakukan observasi selama 2 jam, dengan kolaborasi
bersama dokter obgyn dalam kasus Ny. I diberikan tindakan pemasangan
infus oxytocin 5 IU dalam RL 500 ml 20 tpm yang terpasang pukul 08.03
WIB, dan dilakukan amniotomi dengan hasil ketuban jernih + 200 cc.
Advice dokter ini sesuai dengan teori yang ada dalam Cunningham (2019)
yang mengatakan amniotomi atau pemecahan selaput ketuban secara
sengaja dapat digunakan untuk menginduksi persalinan, penambahan
amniotomi pada augmentasi oksitosin atas indikasi persalinan macet pada
fase aktif akan mempercepat persalinan sebesar 44 menit.
Induksi persalinan dengan pemberian tetesan oksitosin pada Ny. I
juga sesuai dengan penelitian yang ada pada Arabiyah (2022) yang
mengatakan bahwa apabila tidak ada kemajuan persalinan pada kasus
inersia uteri maka lakukan induksi dengan oksitosin drip 5 IU dalam 500
cc RL dengan tetes. 8/menit dan dinaikkan tiap 30 menit maximal 40
tetes
2. Kala II
Pada tanggal 22 desember 2022 pukul 11.30 WIB ibu mengatakan
ingin mengedan, saat dilakukan kembali pemeriksaan didapati tampak
bagian kepala janin melalui pembukaan introitus vagina, ada dorongan
pada rectum atau vagina, perineum terlihat menonjol, vulva dan spingter
ani membuka, peningkatan pengeluaran lendir dan darah, DJJ 140 x/m,
kontraksi sudah semakin kuat 4-5x dalam 10’ 50”, kantung kemih kosong,
pembukaan 10 cm. Dalam hal ini berarti ibu sudah memasuki kala II, ini
sesuai dengan Fitriana (2021) yang mengatakan tanda-tanda kala II yaitu
his semakin kuat, dengan interval 2 sampai 3 menit, ibu merasa ingin
meneran bersamaan dengan terjadinya kontraksi, ibu merasakan makin
179
Kala tiga persalinan disebut juga kala uri atau kala pengeluaran
plasenta. Batasannya yaitu lahirnya bayi dan berakhir dengan lahirnya
plasenta dan selaput ketuban. Karena bayi sudah lahir maka sekarang ibu
sedang memasuki kala III persalinan. Diagnosanya yaitu Ny. I P3A0 kala
III. Untuk penatalaksanaan kala III ini, dilakukan Manajemen Aktif Kala
III. Sebelum melakukan Manajemen Aktif Kala III, dilakukan palpasi
abdomen untuk menepis kemungkinan adanya janin kedua. Setelah
memastikan bahwa janin kedua tidak ada, maka oksitosin 10 unit IM
diberikan di 1/3 paha kanan ibu bagian luar, setelah mengaspirasinya
terlebih dahulu.
Setelah mengobservasi tanda-tanda pelepasan plasenta, yaitu
keluarnya semburan darah, tali pusat bertambah panjang, dan perubahan
180
Pada kala IV, ibu mengatakan sedikit merasa mulas dan lemas
dan merasa keluar darah banyak dari jalan lahir. Ketika dilakukan
pemeriksaan didapati TD 90/60 mmHg, nadi 100 x/m, respirasi 26 x/m,
suhu 36,3⸰C, pada pemeriksaan abdomen TFU tidak teraba, kontraksi
lembek hampir tidak ada, kandung kemih kosong, darah yang keluar dari
jalan lahir + 750 cc, perineum utuh tidak ada laserasi jalan lahir. Diagnosa
pada Ny. I yaitu P3A0 kala IV dengan atonia uteri. Pada kasus ini Ny. I
mengalami atonia uteri seperti yang dijelaskan dalam Cunningham (2019)
yang mengatakan atonia uteri adalah pendarahan obstetri yang disebabkan
oleh kegagalan uterus untuk berkontraksi secara memadai setelah
kelahiran.
Tanda-tanda atonia uteri yang dialami Ny. I sesuai dengan teori
dalam Prawirohardjo (2016) yaitu diagnosis ditegakkan bila setelah bayi
lahir dan plasenta lahir ternyata perdarahan masih aktif dan banyak,
bergumpal dan pada palpasi didapatkan fundus uteri masih setinggi pusat
atau lebih dengan kontraksi yang lembek. Perlu diperhatikan bahwa pada
saat atonia uteri di diagnosis, maka pada saat itu juga masih ada darah
sebanyak 500-1000 cc yang sudah keluar dari pembuluh darah, tetapi
masih terperangkap dalam uterus dan harus di perhitungkan dalam
kalkulasi pemberian darah pengganti.
181
kadar Hb sampai pada tahap yang diinginkan, karena sangat efektif dimana
satu tablet di Indonesia mengandung 60 mg Fe. Pemberian zat besi dengan
dosis 1x1 tablet.
Pada asuhan postpartum 1 hari Ny. I juga diberikan asuhan dengan
memberikan KIE kepada uterus keluarga mengenai kebutuhan ibu nifas yaitu
mengenai nutrisi ibu nifas, ambulasi, eliminasi, personal hygiene, pemberian
ASI, serta istirahat dan tidur, KIE yang diberikan sesuai dengan teori Walyani
(2021) yaitu mengenai kebutuhan dasar ibu nifas.
Pada asuhan kebidanan nifas 6 hari tujuan yang harus dicapai adalah
memastikan involusi uterus berjalan normal dan pada pemeriksaan
didapatkan bahwa TFU teraba diantara symphisis dan pusat sesuai dengan
teori Walyani (2021) bahwa dalam waktu 1 minggu uterus akan berada
dipertengahan pusat dan simfisis, dan uterus berkontraksi dengan baik, tidak
ada perdarahan abnormal, dan tidak ada bau. Menilai adanya tanda-tanda
demam, infeksi atau perdarahan abnormal pada pemeriksaan didapatkan
bahwa suhunya normal yaitu 37⁰C dan pengeluaran cairan dari jalan lahir
berwarna kuning atau disebut Lochea Sanguinulenta dan tidak berbau ini
sesuai dengan teori Walyani (2021) bahwa pada hari ke-4 sampai ke-7
pengeluaran cairan berwarna merah kuning berisi darah dan lendir.
Pada Nifas 2 minggu tujuan asuhan yang diberikan juga sama dengan
asuhan 1 minggu, dan secara umum bahwa tujuan tersebut telah tercapai,
seperti involusi berjalan normal dengan TFU sudah tidak teraba, pengeluaran
cairan dari jalan lahir berwarna putih sesuai dengan teori yang ada dalam
Walyani (2021) Lokia serosa adalah lokia berbentuk serum dan berwarna
merah jambu dan kemudian menjadi kuning, cairan tidak berdarah lagi pada
hari ke-7 sampai hari ke-14 pasca persalinan, tidak ada tanda-tanda demam
dengan suhu 36,2⁰C, mengingatkan kembali pola nutrisi dan pola istirahat,
payudara ibu tidak bengkak lagi dan ibu dapat menyusui dengan baik, ibu
juga sudah memahami perawatan bayi sehari-hari.
Sehingga pada asuhan kebidanan nifas 2 minggu ini ibu tidak
mengalami masalah, namun ibu belum merencanakan untuk menggunakan
184
Asuhan kebidanan Bayi baru lahir 6 hari, bayi terlihat bersih, dan tali
pusat sudah puput saat bayi berusia 5 hari. Sehingga secara keseluruhan bayi
Ny. I tidak mengalami kelainan. Asuhan yang diberikan adalah menganjurkan
ibu sesering mungkin memberikan ASI kepada bayi atau dengan kebutuhan
bayi selama 6 bulan. Berdasarkan teori yang ada dalam Walyani (2021)
sebaiknya menyusui bayi tanpa dijadwalkan (on denmand), karena bayi akan
menentukan sendiri kebutuhannya. Hal yang diperhatikan juga pada asuhan
186
BBL 6 hari adalah kondisi bayi dalam pemeriksaan ini bayi Ny. I dalam
keadaan sehat tidak ada gejala penyakit, asupan ASI bagus karena bayi di
berikan ASI on demmand. Kemudian mendidik dan mendukung orang tua
dalam perawatan bayi sehari-hari, tanda-tanda bahaya bayi baru lahir, dan
imunisasi.
Penulis melakukan asuhan kunjungan selama 4 kali dan hasilnya ibu sangat
mengerti cara perawatan pada bayi dan bayi sudah mendapatkan imunisasi sesuai
dengan kebutuhannya.