Anda di halaman 1dari 13

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1. Asuhan Kebidanan Kehamilan


Pada saat anamnesa ibu mengatakan telah melakukan pemeriksaan
kehamilan secara rutin di Puskesmas Situ Kabupaten Sumedang, dalam buku
KIA ibu sudah melakukan kunjungan ANC sebanyak 6 kali, sehingga dapat
dikatakan bahwa ibu telah melakukan pemeriksaan sesuai dengan kebijakan
program yang ada seperti yang dicantumkan dalam Pedoman Pelayanan
Antenatal, Persalinan, Nifas, Dan Bayi Baru Lahir Kemenkes RI (2020),
bahwa pelayanan antenatal (Antenatal Care/ANC) pada kehamilan normal
minimal 6x dengan rincian 2x di Trimester 1, 1x di Trimester 2, dan 3x di
Trimester 3.
Asuhan kehamilan yang diberikan kepada Ny. I sesuai dengan standar
dimana Ny. I mendapatkan asuhan kehamilan seperti menimbang berat badan,
pengukuran tekanan darah, pengukuran tinggi fundus uteri, pemberian tablet
Fe, perawatan payudara, dan konseling mengenai perencanaan dan pencegahan
komplikasi. Ini sesuai dengan teori menurut Bobak (2017) menyatakan bahwa
pelayanan antenatal adalah pelayanan kesehatan yang diberikan kepada ibu
selama masa kehamilannya, misalnya melakukan pemantauan kesehatan
secara fisik, psikologis termasuk pertumbuhan dan perkembangan janin.
Pelayanan Antenatal yang diberikan kepada Ny. I juga sudah sesuai
dengan penerapan operasionalnya yang dikenal dengan standar 14T yaitu
menimbang berat badan, pengukuran tekanan darah, pengukuran tinggi fundus
uteri, pemberian tablet Fe, pemberian imunisasi TT, pemeriksaan laboratorium
HB,sifilis, HIV, dan Hepatitis B, pemeriksan VDRL (Venereal Disease
Research Laboratory), perawatan payudara, senam ibu hamil, pemeriksaan
protein urin atas indikasi, pemeriksaan reduksi urin atas indikasi, pemberian
terapi kapsul yodium untuk daerah endemis gondok, pemberian terapi anti
malaria untuk daerah endemis malaria, dan temu wicara mengenai perencanaan
dan pencegahan komplikasi (Kemenkes RI, 2020).

176
177

Ibu mengatakan di mendekati akhir kehamilannya ini kadang-kadang


merasakan sakit pinggang. Sakit pinggang yang dirasakan ibu merupakan
ketidaknyamanan yang terjadi saat kehamilan, ini sesuai seperti yang
dijelaskan dalam buku Walyani (2021) yang menyebutkan bahwa sakit
pinggang bisa terjadi pada trimester II dan III dalam kehamilan.

4.2. Asuhan Kebidanan Persalinan


1. Kala I
Setelah melakukan pengkajian terhadap Ny. I tanggal 22 desember
2022 pukul 06.00 WIB di IGD RSUD Sumedang, berdasarkan anamnesa
didapatkan bahwa Ny. I datang rujukan dari Puskesmas Situ diantar bidan,
suami dan keluarga merasa hamil 9 bulan, mengeluh sudah merasakan
mulas hilang timbul sejak pukul 22.00 WIB dan disertai keluar lendir
bercampur darah serta ibu belum merasakan keluar air-air dari jalan jalan
lahir, Gerakan bayi masih sering dirasakan ibu. Bidan mengatakan saat
datang ke Puskesmas Situ jam 22.10 WIB, pembukaan sudah 4 cm dan
mulas 3x dalam 10 menit selama 30 detik. Setelah dilakukan observasi
selama 4 jam dan pemeriksaan ulang ternyata hasil yang didapat
pembukaan masih tetap 4 cm sedangkan mulas semakin menurun menjadi
2x dalam 10 menit selama 15 detik.
Dari hasil pemeriksaan didapatkan ibu sudah pembukaan 4 cm,
dengan DJJ 145 x/m, namun kontraksinya kurang kuat, kontraksi hanya
terjadi 2x dalam 10’ 15”, kondisi ibu saat ini didiagnosa dengan G3P2A0
parturient aterm kala 1 fase aktif dengan inersia uteri, janin tunggal hidup
intrauterin presentasi kepala. Kondisi inersia uteri yang dialami ibu sesuai
dengan teori dalam Cunningham (2019) yang mengatakan bahwa Inersia
Uteri atau sering disebut juga disfungsi uterus hipotonik merupakan his
yang sifatnya lebih lemah, lebih singkat dan lebih jarang dibandingkan
dengan his normal.
Menurut pengkajian penulis Ny. I mengalami inersia uteri yang
disebabkan karena faktor emosi, ketakutan, dan bayi makrosomia karena
178

dari hasil pemeriksaan TFU didapatkan hasil 35 cm, ini sesuai dengan
teori dalam bobak (2017) yang mengatakan salah satu penyebab dari
inersia uteri adalah faktor herediter, emosi, dan ketakutan serta faktor
uterus yang terlalu teregang misalnya hidramnion atau kehamilan kembar
atau makrosomia.
Setelah dilakukan observasi selama 2 jam, dengan kolaborasi
bersama dokter obgyn dalam kasus Ny. I diberikan tindakan pemasangan
infus oxytocin 5 IU dalam RL 500 ml 20 tpm yang terpasang pukul 08.03
WIB, dan dilakukan amniotomi dengan hasil ketuban jernih + 200 cc.
Advice dokter ini sesuai dengan teori yang ada dalam Cunningham (2019)
yang mengatakan amniotomi atau pemecahan selaput ketuban secara
sengaja dapat digunakan untuk menginduksi persalinan, penambahan
amniotomi pada augmentasi oksitosin atas indikasi persalinan macet pada
fase aktif akan mempercepat persalinan sebesar 44 menit.
Induksi persalinan dengan pemberian tetesan oksitosin pada Ny. I
juga sesuai dengan penelitian yang ada pada Arabiyah (2022) yang
mengatakan bahwa apabila tidak ada kemajuan persalinan pada kasus
inersia uteri maka lakukan induksi dengan oksitosin drip 5 IU dalam 500
cc RL dengan tetes. 8/menit dan dinaikkan tiap 30 menit maximal 40
tetes
2. Kala II
Pada tanggal 22 desember 2022 pukul 11.30 WIB ibu mengatakan
ingin mengedan, saat dilakukan kembali pemeriksaan didapati tampak
bagian kepala janin melalui pembukaan introitus vagina, ada dorongan
pada rectum atau vagina, perineum terlihat menonjol, vulva dan spingter
ani membuka, peningkatan pengeluaran lendir dan darah, DJJ 140 x/m,
kontraksi sudah semakin kuat 4-5x dalam 10’ 50”, kantung kemih kosong,
pembukaan 10 cm. Dalam hal ini berarti ibu sudah memasuki kala II, ini
sesuai dengan Fitriana (2021) yang mengatakan tanda-tanda kala II yaitu
his semakin kuat, dengan interval 2 sampai 3 menit, ibu merasa ingin
meneran bersamaan dengan terjadinya kontraksi, ibu merasakan makin
179

meningkatnya tekanan pada rectum dan atau vagina, perineum terlihat


menonjol, vulva dan sfingter ani terlihat membuka, dan peningkatan
pengeluaran lendir dan darah.
Kala II pada klien berlangsung selama 15 menit hal tersebut
normal karena dalam buku Fitriana (2021) dikatakan bahwa kala II pada
multipara berlangsung selama 1 jam dengan rata-rata 30 menit. Pada pukul
11.45 WIB Bayi lahir spontan pervaginam, jenis kelamin laki-laki. Bayi
baru lahir cukup bulan tidak segera menangis, badan kemerahan tangan
kebiruan, sisa air ketuban jernih. Apgar score 1 menit pertama 7. Lalu
dilakukan pemotongan tali pusat dan dilakukan langkah awal resusitasi.
Dalam hal ini bayi mengalami asfiksia ringan, ini sesuai dengan yang
diuraikan dalam Siantar (2022) yang mengatakan bahwa asfiksia ringan
terjadi bila nilai apgar 7-9. Penanganan resusitasi dalam kasus ini sudah
sesuai dengan teori yang terdapat dalam JNPK-KR (2014) mengenai
manajemen asfiksia bayi baru lahir bahwa saat penilaian awal saat bayi
lahir terdapat salah satu tidak seperti dalam kasus ini yaitu bayi tidak
segera menangis dan tangan kebiruan dilakukan penanganan awal
resusitasi.
3. Kala III

Kala tiga persalinan disebut juga kala uri atau kala pengeluaran
plasenta. Batasannya yaitu lahirnya bayi dan berakhir dengan lahirnya
plasenta dan selaput ketuban. Karena bayi sudah lahir maka sekarang ibu
sedang memasuki kala III persalinan. Diagnosanya yaitu Ny. I P3A0 kala
III. Untuk penatalaksanaan kala III ini, dilakukan Manajemen Aktif Kala
III. Sebelum melakukan Manajemen Aktif Kala III, dilakukan palpasi
abdomen untuk menepis kemungkinan adanya janin kedua. Setelah
memastikan bahwa janin kedua tidak ada, maka oksitosin 10 unit IM
diberikan di 1/3 paha kanan ibu bagian luar, setelah mengaspirasinya
terlebih dahulu.
Setelah mengobservasi tanda-tanda pelepasan plasenta, yaitu
keluarnya semburan darah, tali pusat bertambah panjang, dan perubahan
180

bentuk dan tinggi fundus penulis melakukan penegangan tali pusat


terkendali. Saat uterus berkontraksi dilakukan penegangan ke arah bawah
pada tali pusat dengan lembut. Salah satu tangan penulis melakukan
tekanan yang berlawanan arah pada bagian bawah uterus dengan cara
menekan uterus ke arah atas dan belakang (dorso kranial) dengan hati-
hati. Setelah dilakukan manajemen aktif kala III plasenta lahir spontan
dan lengkap pukul 11.50 WIB. Diagnosa pada Ny. I yaitu P3A0 kala III
dalam keadaan baik. Manajemn aktif kala III yang dilakukan pada asuhan
ini sudah sesuai dengan Asuhan Perslinan Normal yang terdapat dalam
JNPK-KR (2014).
4. Kala IV

Pada kala IV, ibu mengatakan sedikit merasa mulas dan lemas
dan merasa keluar darah banyak dari jalan lahir. Ketika dilakukan
pemeriksaan didapati TD 90/60 mmHg, nadi 100 x/m, respirasi 26 x/m,
suhu 36,3⸰C, pada pemeriksaan abdomen TFU tidak teraba, kontraksi
lembek hampir tidak ada, kandung kemih kosong, darah yang keluar dari
jalan lahir + 750 cc, perineum utuh tidak ada laserasi jalan lahir. Diagnosa
pada Ny. I yaitu P3A0 kala IV dengan atonia uteri. Pada kasus ini Ny. I
mengalami atonia uteri seperti yang dijelaskan dalam Cunningham (2019)
yang mengatakan atonia uteri adalah pendarahan obstetri yang disebabkan
oleh kegagalan uterus untuk berkontraksi secara memadai setelah
kelahiran.
Tanda-tanda atonia uteri yang dialami Ny. I sesuai dengan teori
dalam Prawirohardjo (2016) yaitu diagnosis ditegakkan bila setelah bayi
lahir dan plasenta lahir ternyata perdarahan masih aktif dan banyak,
bergumpal dan pada palpasi didapatkan fundus uteri masih setinggi pusat
atau lebih dengan kontraksi yang lembek. Perlu diperhatikan bahwa pada
saat atonia uteri di diagnosis, maka pada saat itu juga masih ada darah
sebanyak 500-1000 cc yang sudah keluar dari pembuluh darah, tetapi
masih terperangkap dalam uterus dan harus di perhitungkan dalam
kalkulasi pemberian darah pengganti.
181

Menurut pengkajian penulis Ny. I mengalami atonia uteri yang


disebabkan karena persalinan yang diinduksi atau dipercepat dengan
oksitosin atau obat-obatan uterotonika yang digunakan untuk memaksa
uterus berkontraksi saat proses persalinan mengakibatkan otot uterus
menjadi lelah. Ini sesuai dengan teori yang ada di dalam Cunningham
(2019) yang mengatakan bahwa salah satu faktor predisposisi atonia uteri
adalah persalinan yang diinduksi atau dipercepat dengan oksitosin. Ini
juga sesuai penelitian yang dilakukan oleh Saputri, dkk (2019) yang
mengatakan bahwa atonia uteri sering terjadi dan salah satu penyebabnya
adalah melakukan drip oksitosin untuk mempercepat proses persalinan.
Pada penatalaksanaan kasus Ny. I dilakukan KBI, KBE, 0,2 mg
ergometrin IV, memasang infus RL 500 cc + 20 unit oksitosin 40
tetes/menit, memberikan misoprostol 4 tablet perektal ini sesuai dengan
teori yang ada pada penatalaksanaan atonia uteri JNPK-KR (2014).
Setelah dilakukan penatalaksanaan atonia uteri, uterus dalam berkontraksi
kembali dengan baik selanjutnya dilakukan observasi pemantauan kala IV
persalinan.
Pada kasus Ny. I setelah persalinan dilakukan pengecekan
hemoglobin atas advice dokter penanggung jawab dan hasil didapatkan
jam 13.15 WIB hemogloblin Ny. I sebesar 7 gr/dl, ini berarti Ny. I
mengalami anemia sedang, ini sesuai dengan teori yang ada menurut
WHO (2013) anemia adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin
lebih rendah dari batas normal untuk kelompok orang yang bersangkutan.
Derajat anemia pada kasus ini termasuk dalam anemia sedang, ini sesuai
dengan yang tercantum dalam Siantar, (2022) yang mengatakan bahwa
derajat anemia berdasarkan kadar hemoglobin menurut WHO yaitu dapat
dikatakan anemia sedang apabila hemoglobin bernilai antara 6g/dl –
7.9g/dl.
Berdasarkan pengkajian penulis penyebab anemia sedang yang
dialami Ny. I pasca persalinan yaitu disebabkan karena perdarahan yang
disebabkan oleh atonia uteri, ini sesuai dengan teori yang ada pada
182

Prawirohardjo (2016) yang mengatakan komplikasi anemia pada ibu nifas


dapat terjadi, hal ini dikarenakan ibu mengalami pendarahan saat
persalinan, proses persalinan berlangsung sangat lama, atau sejak
kehamilan ibu sudah mengalami anemia. Pada kasus anemia sedang pada
masa nifas bila tidak segera diatasi, dapat menyebakan rahim tidak
mampu berkontraksi (atonia) atau kontraksi sangat lemah (hipotonia).
Selanjutnya penulis melakukan pemantauan Kala IV selama 2
jam yng terdiri dari pemantauan tanda-tanda vital, kontraksi, tinggi fundus
uteri, perdarahan dan kandung kemih. Selama pemantauan didapatkan
hasil yang normal.

4.3. Asuhan Kebidanan Nifas


Pada 6 jam postpartum pada Ny. I dilakukan transfusi darah yang
disebabkan karena anemia sedang dengan hemoglobin 7 gr/dl.
Penatalaksanaan anemia sedang pada kasus Ny. I berdasarkan dokter
penaggung jawab yaitu dilakukan transfuse PRC 2 labu, ini sesuai dengan
teori yang ada pada buku pelayanan kesehatan ibu di fasilitas kesehatan dasar
dan rujukan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2013 yang
mengatakan bahwa transfusi darah sebagai pengobatan anemia sedang dalam
masa nifas apabila banyak terjadi perdarahan pada waktu persalinan sehingga
kadar hemoglobin menjadi < 7 gr/dl atau kadar hematokrit < 20% atau kadar
hemoglobin > 7 gr/dl.
Setelah dilakukan transfuse 2 labu darah dan pengecekan kembali
hemoglobin setelah 6 jam pasca transfusi darah didapatkan hemoglobin ini
sudah mulai membaik yaitu sebesar 9,6 gr/dl, dari hasil pemeriksaan ini
dokter penanggung jawab memberikan obat yang diberikan secara oral yaitu
asam mefenamat 3x500 mg, cefadroxil 2x500 mg, metronidazole 3x500 mg,
sulfas feros 2x60 mg ini sesuai dengan teori dalam buku pelayanan kesehatan
ibu di fasilitas kesehatan dasar dan rujukan Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia tahun 2013 yang mengatakan bahwa pemberian suplemen besi
merupakan salah satu cara yang dianggap paling cocok untuk meningkatkan
183

kadar Hb sampai pada tahap yang diinginkan, karena sangat efektif dimana
satu tablet di Indonesia mengandung 60 mg Fe. Pemberian zat besi dengan
dosis 1x1 tablet.
Pada asuhan postpartum 1 hari Ny. I juga diberikan asuhan dengan
memberikan KIE kepada uterus keluarga mengenai kebutuhan ibu nifas yaitu
mengenai nutrisi ibu nifas, ambulasi, eliminasi, personal hygiene, pemberian
ASI, serta istirahat dan tidur, KIE yang diberikan sesuai dengan teori Walyani
(2021) yaitu mengenai kebutuhan dasar ibu nifas.
Pada asuhan kebidanan nifas 6 hari tujuan yang harus dicapai adalah
memastikan involusi uterus berjalan normal dan pada pemeriksaan
didapatkan bahwa TFU teraba diantara symphisis dan pusat sesuai dengan
teori Walyani (2021) bahwa dalam waktu 1 minggu uterus akan berada
dipertengahan pusat dan simfisis, dan uterus berkontraksi dengan baik, tidak
ada perdarahan abnormal, dan tidak ada bau. Menilai adanya tanda-tanda
demam, infeksi atau perdarahan abnormal pada pemeriksaan didapatkan
bahwa suhunya normal yaitu 37⁰C dan pengeluaran cairan dari jalan lahir
berwarna kuning atau disebut Lochea Sanguinulenta dan tidak berbau ini
sesuai dengan teori Walyani (2021) bahwa pada hari ke-4 sampai ke-7
pengeluaran cairan berwarna merah kuning berisi darah dan lendir.
Pada Nifas 2 minggu tujuan asuhan yang diberikan juga sama dengan
asuhan 1 minggu, dan secara umum bahwa tujuan tersebut telah tercapai,
seperti involusi berjalan normal dengan TFU sudah tidak teraba, pengeluaran
cairan dari jalan lahir berwarna putih sesuai dengan teori yang ada dalam
Walyani (2021) Lokia serosa adalah lokia berbentuk serum dan berwarna
merah jambu dan kemudian menjadi kuning, cairan tidak berdarah lagi pada
hari ke-7 sampai hari ke-14 pasca persalinan, tidak ada tanda-tanda demam
dengan suhu 36,2⁰C, mengingatkan kembali pola nutrisi dan pola istirahat,
payudara ibu tidak bengkak lagi dan ibu dapat menyusui dengan baik, ibu
juga sudah memahami perawatan bayi sehari-hari.
Sehingga pada asuhan kebidanan nifas 2 minggu ini ibu tidak
mengalami masalah, namun ibu belum merencanakan untuk menggunakan
184

KB. Asuhan yang diberikan adalah memberitahu ibu macam-macam alat


kontrasepsi yang cocok digunakan untuk ibu menyusui dan menjelaskan
keuntungan dan kerugian dari macam- macam alat kontrasepsi tersebut.
Setelah mendapatkan konseling ibu akan merencanakan KB pada 30 hari
setelah melahirkan.
Pada nifas 6 minggu, tujuan asuhannya adalah menayakan pada ibu
tentang penyulit-penyulit yang ia atau bayi alami dari pemeriksaan secara
umum ibu dan bayi dalam keadaan baik dan sehat. Tanda bahaya nifas tidak
terjadi pada Ny. I karena proses involusi uterus berjalan normal sesuai dengan
teori yang ada dalam Walyani (2021) bahwa pada nifas 6 jam ukuran TFU 2
jari dibawah pusat, pada nifas 1 minggu ukuran TFU pertengahan pusat dan
symphisis, dan nifas 2 minggu TFU tidak teraba, tidak terjadi perdarahan
karena pengeluaran lochia sesuai dengan teori yang ada dalam Walyani
(2021) bahwa pada nifas 6 jam lochia rubra, pada nifas 1 minggu lochia
sanguinulenta, dan pada nifas 2 minggu lochia serosa, dan pada nifas 6
minggu lochia alba, tidak ada tanda-tanda infeksi dengan suhu dalam batas
normal yaitu 36-37⁰C, ASI langsung keluar banyak dari setelah persalinan
dan bayi langsung menyusui, tidak terjadi infeksi mamae.

4.4. Asuhan Kebidanan Bayi Baru Lahir


Setelah dilakukan observasi pasca tindakan penanganan awal resusitasi
keadaan banyi Ny. I semakin membaik. Dalam waktu 6 jam pasca persalinan
bayi diberikan kepada ibu untuk dilakukan pemberian ASI. Bayi langsung
menunjukkan adanya reflek mencari, menghisap dan menelan dan tidak ada
komplikasi yang ditemukan pada bayi baru lahir. Dalam waktu < 1 jam bayi
telah mendapatkan suntikan vitamin K 1 mg di paha kiri anterolateral yaitu
fungsinya untuk mencegah pendarahan difisiensi vitamin K pada bayi baru
lahir, teori yang ada dalam JNPK-KR dalam buku APN (2014) sebagian bayi
baru lahir akan mengalami defisiensi vitamin K sehingga mengakibatkan
perdarahan intracranial. Serta pemberian salep mata pada kedua mata bayi
untuk pencegahan infeksi salep mata eritromicin 0,25% dianjurkan untuk
185

pencegahan penyakit mata karena klamidia (penyakit menular seksual)


diberikan pada jam pertama setelah persalinan.

Asuhan kebidanan bayi baru lahir 6 jam, yaitu memandikan bayi


dikarenakan bayi tampak kotor. Pada asuhan bayi baru lahir 6 jam ini tujuan
asuhan yang diberikan yang ada dalam Prawirohardjo (2014) adalah
Mendidik dan mendukung orang tua yaitu dengan memberikan konseling
mengenai cara memandikan bayi, macam-macam imunisasi, perawatan tali
pusat, dan tanda-tanda bahaya bayi baru lahir. Menjelaskan kepada ibu bahwa
kondisi bayi baik dengan tidak ada tanda-tanda bahaya bayi baru lahir.
Asupan nutrisi (ASI) dengan menganjurkan ibu agar memberikan ASI secara
on demand.

Memberikan imunisasi HB-O yaitu setelah lahir, Hal ini menunjukan


bahwa pemberian imunisasi Hepatitis B sudah sesuai dengan perkembangan
teori yang ada dalam jadwal imunisasi bayi rekomendasi IDAI tahun 2020,
bahwa imunisasi Hepatitis B harus diberikan segera sebelum berumur 24 jam.
Menjelaskan imunisasi wajib pada ibu, dan juga memberitahu tanda bahaya
bayi baru lahir yang ada dalam Walyani (2021) seperti bayi tidak mau
menetek, tangisan bayi lemah, demam tinggi, kejang, tali pusat berdarah bau
atau bernanah, bayi kuning, pucat atau biru, tubuh bayi teraba dingin, bayi
muntah-muntah, dan menyarankan pada ibu untuk segera kembali ketenaga
kesehatan jika terjadi hal-hal tersebut. Namun kenyataannya selama
pengkajian pada bayi baru lahir tidak terjadi komplikasi atau penyulit yang
dapat membahayakan kesehatan bayi.

Asuhan kebidanan Bayi baru lahir 6 hari, bayi terlihat bersih, dan tali
pusat sudah puput saat bayi berusia 5 hari. Sehingga secara keseluruhan bayi
Ny. I tidak mengalami kelainan. Asuhan yang diberikan adalah menganjurkan
ibu sesering mungkin memberikan ASI kepada bayi atau dengan kebutuhan
bayi selama 6 bulan. Berdasarkan teori yang ada dalam Walyani (2021)
sebaiknya menyusui bayi tanpa dijadwalkan (on denmand), karena bayi akan
menentukan sendiri kebutuhannya. Hal yang diperhatikan juga pada asuhan
186

BBL 6 hari adalah kondisi bayi dalam pemeriksaan ini bayi Ny. I dalam
keadaan sehat tidak ada gejala penyakit, asupan ASI bagus karena bayi di
berikan ASI on demmand. Kemudian mendidik dan mendukung orang tua
dalam perawatan bayi sehari-hari, tanda-tanda bahaya bayi baru lahir, dan
imunisasi.

Asuhan kebidanan bayi baru lahir 2 minggu hal-hal yang diperhatikan


yang ada dalam Prawirohardjo (2014) adalah sama dengan asuhan BBL pada
6 hari. Kondisi bayi dalam pemeriksaan bayi baru lahir 2 minggu dalam
keadaan sehat tidak ada gejala penyakit yang dialami bayi. Pada saat asuhan
BBL 2 minggu, untuk pemberian ASI sudah tidak mengalami kesulitan dan
menyusui secara on demmand, serta mengingatkan kembali kepada ibu
mengenai perawatan bayi sehari-hari, tanda-tanda bahaya bayi baru lahir, dan
imunisasi.

Asuhan BBL 6 minggu hal-hal yang diperhatikan yang ada dalam


Prawirohardjo (2014) adalah menayakan pada ibu tentang penyulit-penyulit
dalam hal mengurus bayi dan berdasarkan pemeriksaan bahwa bayi Ny. I
tidak mengalami masalah atau penyulit dan Ny. I pun tidak mengalami
kesulitan yang berarti pada saat mengurus bayi. Pada asuhan BBL 6 minggu,
untuk pemberian ASI sudah tidak mengalami kesulitan dan menyusui secara
on demmand. Kemudian mengingatkan ibu mengenai jadwal imunisasi
terutama pada usia bayi 2 bulan agar melakukan imunisasi DPT dan HB1 atau
lebih sering disebut Combo 1, yang ada dalam jadwal imunisasi bayi
rekomendasi IDAI tahun 2020, jadwal imunisasi DPT 1 dimulai pada usia 2
bulan pemberian selanjutnya selang 4-6 minggu. Serta menganjurkan kepada
ibu agar segera memeriksakan ke petugas kesehatan apabila ada tanda-tanda
bahaya bayi atau jika ada keluhan lain.
187

4.5. Asuhan Kebidanan Keluarga Berencana

Asuhan yang diberikan pada Ny.I pada kunjungan 6 minggu yaitu


lebih menekankan ibu untuk mulai menggunakan kontrasepsi, dengan tujuan
untuk mengukur jumlah anak dan jarak kelahiran anak yang diinginkan. Dalam
asuhan kebidanan pada akeptor KB terhadap Ny. I asuhan kebidanan diberikan
sesuai dengan kebutuhan dan harapan akseptor terhadap penggunaan
kontrasepsi yaitu fektifitasnya tinggi, IUD Nova T sangat efektif segera
setelah pemasangan, sangat efektif karena tidak perlu mengingat-ingat kapan
harus ber KB, tidak mempengaruhi hubungan seksual, meningkatkan
kenyamanan seksual karena tidak perlu takut hamil, tidak mempengaruhi
kualitas dan volume ASI, dapat dipasang segera setelah melahirkan atau
sesudah abortus (apabila tidak terjadi infeksi), dapat digunakan sampai
menopause (1 tahun atau lebih setelah haid terakhir), mencegah kehamilan
ektopik dan efektif mencegah kehamilan selama 5 tahun.
Ny. I mengatakan sudah memiliki keputusan untuk ber-KB
menggunakan KB IUD Nova T sesuai dengan izin suami. Konseling yang
diberikan mengingat akan efek samping dari KB IUD dan proses pemasangan
alat kontrasepsi IUD Nova T. Penyuluhan/konseling yang baik, media
penyuluhan yang tepat, kecakapan atau kemampuan tenaga kesehatan
khususnya akan sangat mempengaruhi minat akseptor KB baru untuk
menentukan penggunaan alat kontrasepsi yang efektif dan terpilih yang sesuai
dengan harapan akseptor. Sehingga tidak terdapat kesenjangan antara teori
yang terdapat dalam Cunningham (2019) tentang metode kontrasepsi pasca
persalinan dan praktik lapangan.
Dari hasil komprehensif ini terbukti bahwa ibu sudah mengerti dan paham
tentang perlunya pemeriksaan kehamilan, persalinan, nifas, bayi baru lahir dan KB.
Hal-hal yang turut mendukung pelaksanaan asuhan kebidanan dalam asuhan ini
adalah : Klien dapat diajak bekerjasama dalam pelaksanaan tindakkan, adanya
dukungan dari pihak keluarga, dan tersediannya sarana dan prasarana yang dicukupi
dalam memberikan asuhan kebidanan.
188

Penulis melakukan asuhan kunjungan selama 4 kali dan hasilnya ibu sangat
mengerti cara perawatan pada bayi dan bayi sudah mendapatkan imunisasi sesuai
dengan kebutuhannya.

Anda mungkin juga menyukai