1. Pencegahan
Selama kehamilan
Oleh karena anemia merupakan predisposisi untuk infeksi nifas, harus diusahakan untuk
memperbaikinya. Keadaan gizi juga merupakan factor penting, karenanya diet yang baik harus
diperhatikan.
Coitus pada hamil tua sebaiknya dilarang karena dapat mengakibatkan pecahnya ketuban dan terjadinya
infeksi.
Selama persalinan
Usaha-usaha pencegahan terdiri dari membatasi sebanyak mungkin kuman-kuman dalam jalan lahir,
menjaga supaya persalinan tidak berlarut-larut, menyelesaikan persalinan dengan trauma sedikit
mungkin, dan mencegah terjadinya perdarahan banyak. Semua petugas dalam kamar bersalin harus
menutup hidung dan mulut dengan masker, alat-alat, kain-kain yang dipakai dalam persalinan harus suci
hama. Pemeriksaan dalam hanya boleh dilakukan jika perlu, terjadinya perdarahan harus dicegah
sedapat mungkin dan transfusi darah harus diberikan menurut keperluan.
Selama nifas
Sesudah partus terdapat luka-luka dibeberapa tempat pada jalan lahir. Pada hari pertama postpartum
harus dijaga agar luka-luka ini tidak dimasuki kuman-kuman dari luar. Tiap penderita dengan tanda-
tanda infeksi nifas jangan dirawat bersama dengan wanita-wanita dalam nifas sehat.
2. Pengobatan
Antibiotika memegang peranan yang sangat penting dalam pengobatan infeksi nifas. Adanya antibiotika
sangat merubah prognosa infeksi puerperalis dan pengobatan dengan obat-obat lain merupakan usaha
yang terpenting.
Dalam memilih satu antibiotik untuk mengobati infeksi, terutama infeksi yang berat harus
menyandarkan diri atas hasil test sensitivitas dari kuman penyebab. Tapi sambil menunggu hasil test
tersebut sebaiknya segera memberi dulu salah satu antibiotik supaya tidak membuang waktu dalam
keadaan yang begitu gawat.
Pada saat yang sekarang peniciline G atau peniciline setengah syntesis (ampisilin) merupakan pilihan
yang paling tepat karena peniciline bersifat baktericide (bukan bakteriostatis) dan bersifat atoxis.
Sebaiknya diberikan peniciline G sebanyak 5 juta S tiap 4 jam jadi 20 juta S setiap hari. Dapat diberikan
sebagai iv atau infus pendek selama 5-10 menit.
Dapat juga diberikan ampiciilin 3-4 gr mula-mula iv atau im. Staphylococ yang peniciline resisten, tahan
terhadap penicilin karena mengeluarkan penicilinase ialah oxacilin, dicloxacilin dan melbiciline.
Di samping pemberian antibiotic dalam pengobatannya masih diperlukan tindakan khusus untuk
mempercepat penyembuhan infeksi tersebut.
1. Bila peritonitis meluas dan pembedahan dikontraindikasikan karena syok dan kegagalan sirkulasi,
maka cairan oral dihindari dan diberikan cairan vena yang berupa infuse NaCl atau Ringer Laktat untuk
mengganti elektrolit dan kehilangan protein. Lakukan nasogastric suction melalui hidung ke dalam usus
untuk mengurangi tekanan dalam usus.
· Ampisilin 2g IV, kemudian 1g setiap 6 jam, ditambah gantamisin 5 mg/kg berat badan IV dosis
tunggal/hari dan metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam
· Antibiotik harus diberikan dalam dosis yang tinggi untuk menghilangkan gembung perut di beri
Abot Miller tube.
3. Pasien biasanya diberi sedative untuk menghilangkan rasa nyeri. Minuman dan makanan per os
baru di berikan setelah ada platus.
4. Bila infeksi mulai reda dan kondisi pasien membaik, drainase bedah dan perbaikan dapat
diupayakan.
5. Pembedahan atau laparotomi mungkin dilakukan untuk mencegah peritonitis. Bila perforasi tidak
dicegah, intervensi pembedahan mayor adalah insisi dan drainase terhadap abses.
· Pada pemeriksaan fisik didapatkan defans muskuler yang meluas, nyeri tekan terutama jika
meluas, distensi perut, massa yang nyeri, tanda perdarahan (syok, anemia progresif), tanda sepsis
(panas tinggi, leukositosis), dan tanda iskemia (intoksikasi, memburuknya pasien saat ditangani).
· Pemeriksaan endoskopi didapatkan perforasi saluran cerna dan perdarahan saluran cerna
yang tidak teratasi.
· Pemeriksaan laboratorium.
Therapi (Instruksi Dokter) dan asuhan(dikerjakan bidan) yang diberikan antara lain:
Penggantian cairan, koloid dan elektrolit adalah fokus utama. Analgesik diberikan untuk mengatasi nyeri
antiemetik dapat diberikan sebagai terapi untuk mual dan muntah. Terapi oksigen dengan kanula nasal
atau masker akan meningkatkan okesigenasi secara adekuat, tetapi kadang- kadang inkubasi jalan napas
dan bentuk ventilasi diperlukan.Tetapi medikamentosa non- operatif dengan terapi antibiotik, terapi
hemodinamik untuk paru dan ginjal, terapi nutrisi dan metabolik dan terapi modulasi respon
peradangan.
Jika pasien harus dilakukan operasi maka, asuhan keperawatan/kebidanan selama masa pra, intra, post
operatif maka tindakan bidan atau perawat harus memahami tahapan- tahapan yang dilakukan pada
seorang pasien, tahapan tersebut, mencakup tiga fase yaitu :
a) Fase pra-operatif dari peran keperawatan perioperatif dimulai ketika keputusan untuk
intervensi bedah dibuat dan berakhir ketika pasien digiring ke meja operasi. Lingkup aktivitas
keperawatan selama waktu tersebut dapat mencakup penetapan pengkajian data dasar pasien yang
datang di klinik, rumah sakit atau di rumah, menjalani wawancara pra-operatif dan menyiapkan pasien
untuk anastesi yang diberikan dan pembedahan. Bagaimanapun, aktivitas keperawatan mungkin
dibatasi hingga melakukan pengkajian pasien pra-operatif ditempat ruang operasi
b) Fase intra-operatif dari keperawatan perioperatif dimulai ketika pasien masuk atau dipindah
kebagian atau keruang pemulihan. Pada fase ini lingkup aktivitas keperawatan dapat meliputi :
memasang infus (IV), memberikan medikasi melalui intervena sesuai Instruksi Dokter, melakukan
pemantauan fisiologis menyeluruh sepanjang prosedur pembedahandan menjaga keselamatan pasien.
Pada beberapa contoh, aktivitas keperawatan terbatas hanya pada menggemban tangan pasien selama
induksi anastesia umum, bertindak dalam peranannya sebagai perawat scub, atau membantu dalam
mengatur posisi pasien diatas meja operasi dengan menggunakan prinsip- prinsip dasar kesejajaran
tubuh
c) Fase pasca-operatif dimulai dengan masuknya pasien keruang pemulihan dan berakhir dengan
evaluasi tindak lanjut pada tatanan klinik atau dirumah. Lingkup keperawatan mencakup rentang
aktivitas yang luas selama periode ini . Pada fase pasca-operatif langsung, fokus terhadap mengkaji efek
dari agen anastesia dan memantau fungsi vital serta mencegah komplikasi. Aktivitas keperawatan
kemudian berfokus pada penyembuhan pasien dan melakukan penyuluhan, perawatan tindak lanjut dan
rujukan yang penting untuk penyembuhan yang berhasil dan rehabilitasi diikuti dengan pemulangan.
Setiap fase ditelaah lebih detail lagi dalam unit ini. Kapan berkaitan dan memungkinkan proses
keperawatan pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi dan evaluasi diuraikan.
h. Asuhan Kebidanan Pada Peritonitis
Sebagai seorang bidan harus dapat mendeteksi dini komplikasi yang di alami oleh pasien dengan cara
mengetahui tanda dan gejala pada peritonitis, sehingga seorang bidan dapat menentukan tindakan yang
akan dilakukannya secara tepat. Adapun asuhan yang diberikan oleh bidan, diantaranya ;
¨ Sebelum melakukan rujukan, berikan antibiotika sehingga bebas panas selama 24 jam:
· Ampisilin 2g IV, kemudian 1g setiap 6 jam, ditambah gantamisin 5 mg/kg berat badan IV dosis
tunggal/hari dan metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam
· Antibiotik harus diberikan dalam dosis yang tinggi untuk menghilangkan gembung perut di beri
Abot Miller tube.
¨ Bila peritonitis meluas maka cairan oral dihindari dan diberikan cairan vena yang berupa infuse NaCl
atau Ringer Laktat untuk mengganti elektrolit dan kehilangan protein (selama dilakukan rujukan)
Selain itu, bidan melakukan pendidikan kesehatan mengenai hal yang berhubungan dengan masalah
tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Bagian Obstetri Dan Ginekologi FK, UNPAD. 1984.OBSTETRI PATOLOGI. Bandung : Elstar Offset.
Mansjoer, Arif dkk. 2001.KAPITA SELEKTA KEDOKTERAN JILID 1. Jakarta: Fakultas Kedokteran Unifersitas
Indonesia.
Maryunani, Anik. 2002. MODUL SEPSIS PUERPERALIS MATERI PENDIDIKAN KEBIDANAN. Jakarta : EGC
Rukiyah, Ai yeyeh dkk. 2010. Asuhan Kebidanan IV. Jakarta : CV. Trans Info Media
Saifuddin, Abdul Bari. 2008. PELAYANAN KESEHATAN MATERNAL DAN NEONATAL. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Saifuddin, Abdul Bari. 2010. ILMU KEBIDANAN. Edisi IV. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Wiknjosastro, Hanifa. 2007. ILMU KANDUNGAN. Edisi II. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
ASUHAN KEBIDANAN
I. PENGKAJIAN
A. DATA SUBJEKTIF
1. BIODATA
Nama :
Pekerjaan : Untuk mengetahui taraf hidup sosial ekonomi yang berhubungan dengan nutrisi
2. KELUHAN UTAMA
Ibu mengatakan Post SC (dengan jahitan yang tidak jadi atau mengalami kebocoran), post curret, operasi
tumor kandungan atau kista.
Ibu mengatakan pernah mengalami penyakit kelamin(GO dan chlamidia) dan PID
(salpingitis,endometritis, adeneksitis, miometritis
5. RIWAYAT PERKAWINAN
Biasanya terjadi pada wanita yang menikah lebi dari satu kali/gonta-ganti pasangan sehingga biasanya
terjadi infeksi lebih besar.
Biasanya terjadi pada perslinan dengan pertolongan dukun atau dengan pertolongan nakes
namun alat tidak steril
Terjadi komplikasi pada saat persalinan (retensio plasenta, atonia uteri) sehingga dilakukan
tindakan dengan memasukkan alat2 di jalan lahir atau alat yang digunakan tidak steril
7. RIWAYAT KB
• Istirahat
Penderita peritonitis mengalami :letih, kurang tidur, nyeri perut dengan aktivitas.
• Nutrisi
Tejadi perubahan pola nutrisi : nafsu makan menurun, hilang karena nausea/ muntah
• Eliminasi
Pasien mengalami penurunan berkemih, BAB tidak teratur(lebih lam dari biasanya)
• Hygiene
• Seksual
Biasanya pada wanita yang terkena infeksi (PID) masih aktif berhubungan seksual dan pada wanita yang
bergonta-ganti pasangan
B. DATA OBYEKTIF
1) Pemeriksaan umum
Kesadaran : kesadaran penderita bervariasi dari kesadaran baik hingga koma misal:Composmentis
[keadaan normal], apatis [acuh tak acuh],absence[ melamun,hilang ], tergantung tingkat kesakitan
Tanda-Tanda Vital :
2) Pemeriksaan fisik
Muka
Dijumpai keadaan bervariasi dari keadaan normal pucathingga anemis atau syok
Mata
Sclera DBN
Bibir
Dada
Abdomen :
Pemeriksaan abdomen
Genetalia
Teraba tahanan yang kenyal yang berfluktuasi dalam kavum douglasi dan nyeri tekan
Ektremitas
3) Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan adanya lekositosis, hematokrit yang meningkat dan
asidosis metabolic, LED dengan dilakukan tes darah lengkap
Pada peritonitis tuberculosa cairan peritoneal mengandung banyak protein (lebih dari 3
gram/100 ml) dan banyak limfosit; basil tuberkel diidentifikasi dengan kultur.
Biopsi peritoneum per kutan atau secara laparoskopi memperlihatkan granuloma tuberkuloma
yang khas, dan merupakan dasar diagnosa sebelum hasil pembiakan didapat
b. Pemeriksaan X-Ray
Ileus merupakan penemuan yang tidak khas pada peritonitis; usus halus dan usus besar berdilatasi.
Udara bebas dapat terlihat pada kasus-kasus perforasi
Do : KU : lemah
TTV
Abdomen
Pemeriksaan abdomen :
1. pasang infus RL
4. rujuk
V. RENCANA INTERVENSI
VI. IMPLEMENTASI
Melaksanakan kegiatan dari Intervensi yang telah dilakukan sesuai dengan kebutuhan Ibu
VII. EVALUASI
EVALUASI
Evaluasi di RS (POLKAN)
Jam : Tanggal :
– TTV :
Pemeriksaan abdomen
– observasi TTV
Jam : Tanggal :
– TTV :
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan adanya lekositosis, hematokrit yang meningkat dan asidosis
metabolic, LED meningkat
Pemeriksaan X-Ray
Ileus merupakan penemuan yang tidak khas pada peritonitis; usus halus dan usus besar berdilatasi.
Udara bebas dapat terlihat pada kasus-kasus perforasi
– lakukan kolaborasi dengan dokter Obgyn untuk pemberian terapi dan tindakan
Selanjutnya
DAFTAR PUSTAKA
• http://medlinux.blogspot.com/2007/09/peritonitis.html
• http://. majalah-farmacia.com/peritonitis//02/Oktober:2006.html
• http://.medicastore.com/pengertian_peritonitis//08/10/2007.html
• http://.medicastore.com/askep_peritonitis//10/Oktober:2007.html
• Wahidi, Kemala Rita.1993. Standart ASKEP di Instalasi Gawat Darurat Ginekologi dan Obstetri.
Jakarta:EGC
GEJALA KLINIS
Gejala klinis peritonitis yang terutama adalah nyeri abdomen. Nyeri dapat
dirasakan terus-menerus selama beberapa jam, dapat hanya di satu tempat ataupun
tersebar di seluruh abdomen. Dan makin hebat nyerinya dirasakan saat penderita
bergerak.
Demam
Temperatur lebih dari 380C, pada kondisi sepsis berat dapat hipotermia
Timbul akibat adanya kelainan patologis organ visera atau akibat iritasi
peritoneum
Dehidrasi dapat terjadi akibat ketiga hal diatas, yang didahului dengan hipovolemik
intravaskular. Dalam keadaan lanjut dapat terjadi hipotensi, penurunan output urin
dan syok.
bising usus
Rigiditas abdomen atau sering disebut ’perut papan’, terjadi akibat kontraksi
iritasi peritoneum
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik pada peritonitis dilakukan dengan cara yang sama seperti
tulang pipi tampak menonjol dengan pipi yang cekung, mata cekung
kecoklatan
perangsangan peritoneum.
Distensi perut
2. palpasi
3. auskultasi
* redup hepar hilang, akibat perforasi usus yang berisi udara sehingga
Pada rectal touche akan terasa nyeri di semua arah, dengan tonus muskulus sfingter
DIAGNOSA
Anamnesa yang jelas, evaluasi cairan peritoneal, dan tes diagnostik tambahan
sangat diperlukan untuk membuat suatu diagnosis yang tepat sehingga pasien dapat di
lekositosis ( lebih dari 11.000 sel/...L ) dengan pergeseran ke kiri pada hitung
jenis. Pada pasien dengan sepsis berat, pasien imunokompromais dapat terjasi
lekopenia.
hipovolemik
Pemeriksaan penunjang lain yang bisa dilakukan adalah dengan USG abdomen, CT
Tehnik ini adalah suatu tindakan melakukan bilasan rongga perut dengan
Pada DPL dilakukan analisis cairan kualitatif dan kuantitatif, hal-hal yang
perlu dianalisis antara lain: kadar pH, glukosa, protein, LDH, hitung sel, gram stain,
serta kultur kuman aerob dan anaerob. Pada peritonitis bakterialis, cairan
TERAPI
pengobatan medis sesegera mungkin. Prinsip utama terapi pada infeksi intra abdomen
adalah:
insufisiensi respiratorik atau ginjal), serta terapi terhadap inflamasi yang terjadi.
proses penyembuhan.
TERAPI ANTIBIOTIK
adalah dengan Sefalosporin gen-3, kemudian diberikan antibiotik sesuai dengan hasil
dengan gangguan ginjal kronik karena efeknya yang nefrotoksik. Lama pemberian
Pada peritonitis sekunder dan tersier, terapi antibiotik sistemik ada pada
urutan ke-dua. Untuk infeksi yang berkepanjangan, antibiotik sistemik tidak efektif
INTERVENSI NON-OPERATIF
Keefektifan teknik ini dapat menunda pembedahan sampai proses akut dan sepsis
telah teratasi, sehingga pembedahan dapat dilakukan secara elektif. Hal-hal yang
menjadi alasan ketidakberhasilan intervensi non-operatif ini antara lain fistula enteris,
berhasil pada pasien dengan abses peritoneal yang disebabkan perforasi usus
Teknik ini merupakan terapi tambahan. Bila suatu abses dapat di akses
melalui drainase percutaneus dan tidak ada gangguan patologis dari organ
dapat digunakan dengan aman dan efektif sebagai terapi utama. Komplikasi yang
dapat terjadi antara lain perdarahan, luka dan erosi, fistula.
TERAPI OPERATIF
Cara ini adalah yang paling efektif. Pembedahan dilakukan dengan dua cara,
PROGNOSA
Prognosa baik pada peritonitis lokal dan ringan. Prognosa buruk pada peritonitis
general.