Anda di halaman 1dari 23

Penatalaksanaan

1. Pencegahan

 Selama kehamilan

Oleh karena anemia merupakan predisposisi untuk infeksi nifas, harus diusahakan untuk
memperbaikinya. Keadaan gizi juga merupakan factor penting, karenanya diet yang baik harus
diperhatikan.

Coitus pada hamil tua sebaiknya dilarang karena dapat mengakibatkan pecahnya ketuban dan terjadinya
infeksi.

 Selama persalinan

Usaha-usaha pencegahan terdiri dari membatasi sebanyak mungkin kuman-kuman dalam jalan lahir,
menjaga supaya persalinan tidak berlarut-larut, menyelesaikan persalinan dengan trauma sedikit
mungkin, dan mencegah terjadinya perdarahan banyak. Semua petugas dalam kamar bersalin harus
menutup hidung dan mulut dengan masker, alat-alat, kain-kain yang dipakai dalam persalinan harus suci
hama. Pemeriksaan dalam hanya boleh dilakukan jika perlu, terjadinya perdarahan harus dicegah
sedapat mungkin dan transfusi darah harus diberikan menurut keperluan.

 Selama nifas

Sesudah partus terdapat luka-luka dibeberapa tempat pada jalan lahir. Pada hari pertama postpartum
harus dijaga agar luka-luka ini tidak dimasuki kuman-kuman dari luar. Tiap penderita dengan tanda-
tanda infeksi nifas jangan dirawat bersama dengan wanita-wanita dalam nifas sehat.

2. Pengobatan

Antibiotika memegang peranan yang sangat penting dalam pengobatan infeksi nifas. Adanya antibiotika
sangat merubah prognosa infeksi puerperalis dan pengobatan dengan obat-obat lain merupakan usaha
yang terpenting.

Dalam memilih satu antibiotik untuk mengobati infeksi, terutama infeksi yang berat harus
menyandarkan diri atas hasil test sensitivitas dari kuman penyebab. Tapi sambil menunggu hasil test
tersebut sebaiknya segera memberi dulu salah satu antibiotik supaya tidak membuang waktu dalam
keadaan yang begitu gawat.

Pada saat yang sekarang peniciline G atau peniciline setengah syntesis (ampisilin) merupakan pilihan
yang paling tepat karena peniciline bersifat baktericide (bukan bakteriostatis) dan bersifat atoxis.
Sebaiknya diberikan peniciline G sebanyak 5 juta S tiap 4 jam jadi 20 juta S setiap hari. Dapat diberikan
sebagai iv atau infus pendek selama 5-10 menit.

Dapat juga diberikan ampiciilin 3-4 gr mula-mula iv atau im. Staphylococ yang peniciline resisten, tahan
terhadap penicilin karena mengeluarkan penicilinase ialah oxacilin, dicloxacilin dan melbiciline.
Di samping pemberian antibiotic dalam pengobatannya masih diperlukan tindakan khusus untuk
mempercepat penyembuhan infeksi tersebut.

Karena peritonitis berpotensi mengancam kehidupan. Penderita disarankan mendapat perawatan di


rumah sakit.

Secara jelas, penatalaksanaan pada peritonitis yaitu ;

1. Bila peritonitis meluas dan pembedahan dikontraindikasikan karena syok dan kegagalan sirkulasi,
maka cairan oral dihindari dan diberikan cairan vena yang berupa infuse NaCl atau Ringer Laktat untuk
mengganti elektrolit dan kehilangan protein. Lakukan nasogastric suction melalui hidung ke dalam usus
untuk mengurangi tekanan dalam usus.

2. Berikan antibiotika sehingga bebas panas selama 24 jam:

· Ampisilin 2g IV, kemudian 1g setiap 6 jam, ditambah gantamisin 5 mg/kg berat badan IV dosis
tunggal/hari dan metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam

· Antibiotik harus diberikan dalam dosis yang tinggi untuk menghilangkan gembung perut di beri
Abot Miller tube.

3. Pasien biasanya diberi sedative untuk menghilangkan rasa nyeri. Minuman dan makanan per os
baru di berikan setelah ada platus.

4. Bila infeksi mulai reda dan kondisi pasien membaik, drainase bedah dan perbaikan dapat
diupayakan.

5. Pembedahan atau laparotomi mungkin dilakukan untuk mencegah peritonitis. Bila perforasi tidak
dicegah, intervensi pembedahan mayor adalah insisi dan drainase terhadap abses.

Hampir semua penyebab peritonitis memerlukan tindakan pembedahan (laparotomi eksplorasi).


Pertimbangan dilakukan pembedahan :

· Pada pemeriksaan fisik didapatkan defans muskuler yang meluas, nyeri tekan terutama jika
meluas, distensi perut, massa yang nyeri, tanda perdarahan (syok, anemia progresif), tanda sepsis
(panas tinggi, leukositosis), dan tanda iskemia (intoksikasi, memburuknya pasien saat ditangani).

· Pada pemeriksaan radiology didapatkan pneumo peritoneum, distensi usus, extravasasi


bahan kontras, tumor, dan oklusi vena atau arteri mesenterika.

· Pemeriksaan endoskopi didapatkan perforasi saluran cerna dan perdarahan saluran cerna
yang tidak teratasi.

· Pemeriksaan laboratorium.

Pembedahan dilakukan bertujuan untuk :


· Mengeliminasi sumber infeksi.

· Mengurangi kontaminasi bakteri pada cavum peritoneal

· Pencegahan infeksi intra abdomen berkelanjutan.

Therapi (Instruksi Dokter) dan asuhan(dikerjakan bidan) yang diberikan antara lain:

Penggantian cairan, koloid dan elektrolit adalah fokus utama. Analgesik diberikan untuk mengatasi nyeri
antiemetik dapat diberikan sebagai terapi untuk mual dan muntah. Terapi oksigen dengan kanula nasal
atau masker akan meningkatkan okesigenasi secara adekuat, tetapi kadang- kadang inkubasi jalan napas
dan bentuk ventilasi diperlukan.Tetapi medikamentosa non- operatif dengan terapi antibiotik, terapi
hemodinamik untuk paru dan ginjal, terapi nutrisi dan metabolik dan terapi modulasi respon
peradangan.

Jika pasien harus dilakukan operasi maka, asuhan keperawatan/kebidanan selama masa pra, intra, post
operatif maka tindakan bidan atau perawat harus memahami tahapan- tahapan yang dilakukan pada
seorang pasien, tahapan tersebut, mencakup tiga fase yaitu :

a) Fase pra-operatif dari peran keperawatan perioperatif dimulai ketika keputusan untuk
intervensi bedah dibuat dan berakhir ketika pasien digiring ke meja operasi. Lingkup aktivitas
keperawatan selama waktu tersebut dapat mencakup penetapan pengkajian data dasar pasien yang
datang di klinik, rumah sakit atau di rumah, menjalani wawancara pra-operatif dan menyiapkan pasien
untuk anastesi yang diberikan dan pembedahan. Bagaimanapun, aktivitas keperawatan mungkin
dibatasi hingga melakukan pengkajian pasien pra-operatif ditempat ruang operasi

b) Fase intra-operatif dari keperawatan perioperatif dimulai ketika pasien masuk atau dipindah
kebagian atau keruang pemulihan. Pada fase ini lingkup aktivitas keperawatan dapat meliputi :
memasang infus (IV), memberikan medikasi melalui intervena sesuai Instruksi Dokter, melakukan
pemantauan fisiologis menyeluruh sepanjang prosedur pembedahandan menjaga keselamatan pasien.
Pada beberapa contoh, aktivitas keperawatan terbatas hanya pada menggemban tangan pasien selama
induksi anastesia umum, bertindak dalam peranannya sebagai perawat scub, atau membantu dalam
mengatur posisi pasien diatas meja operasi dengan menggunakan prinsip- prinsip dasar kesejajaran
tubuh

c) Fase pasca-operatif dimulai dengan masuknya pasien keruang pemulihan dan berakhir dengan
evaluasi tindak lanjut pada tatanan klinik atau dirumah. Lingkup keperawatan mencakup rentang
aktivitas yang luas selama periode ini . Pada fase pasca-operatif langsung, fokus terhadap mengkaji efek
dari agen anastesia dan memantau fungsi vital serta mencegah komplikasi. Aktivitas keperawatan
kemudian berfokus pada penyembuhan pasien dan melakukan penyuluhan, perawatan tindak lanjut dan
rujukan yang penting untuk penyembuhan yang berhasil dan rehabilitasi diikuti dengan pemulangan.
Setiap fase ditelaah lebih detail lagi dalam unit ini. Kapan berkaitan dan memungkinkan proses
keperawatan pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi dan evaluasi diuraikan.
h. Asuhan Kebidanan Pada Peritonitis

Sebagai seorang bidan harus dapat mendeteksi dini komplikasi yang di alami oleh pasien dengan cara
mengetahui tanda dan gejala pada peritonitis, sehingga seorang bidan dapat menentukan tindakan yang
akan dilakukannya secara tepat. Adapun asuhan yang diberikan oleh bidan, diantaranya ;

¨ Komunikasi kepada pasien dan keluarga mengenai keadaan ibu

¨ Merencanakan upaya rujukan ke RS dengan alasan:

· Ibu memerlukan penanganan & pemantauan khusus dari tim ahli

¨ Memberikan dukungan psikologis

¨ Sebelum melakukan rujukan, berikan antibiotika sehingga bebas panas selama 24 jam:

· Ampisilin 2g IV, kemudian 1g setiap 6 jam, ditambah gantamisin 5 mg/kg berat badan IV dosis
tunggal/hari dan metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam

· Antibiotik harus diberikan dalam dosis yang tinggi untuk menghilangkan gembung perut di beri
Abot Miller tube.

¨ Bila peritonitis meluas maka cairan oral dihindari dan diberikan cairan vena yang berupa infuse NaCl
atau Ringer Laktat untuk mengganti elektrolit dan kehilangan protein (selama dilakukan rujukan)

Selain itu, bidan melakukan pendidikan kesehatan mengenai hal yang berhubungan dengan masalah
tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Bagian Obstetri Dan Ginekologi FK, UNPAD. 1984.OBSTETRI PATOLOGI. Bandung : Elstar Offset.

Mansjoer, Arif dkk. 2001.KAPITA SELEKTA KEDOKTERAN JILID 1. Jakarta: Fakultas Kedokteran Unifersitas
Indonesia.

Maryunani, Anik. 2002. MODUL SEPSIS PUERPERALIS MATERI PENDIDIKAN KEBIDANAN. Jakarta : EGC

Prawirohardjo, Sarwono. 2002. ILMU KEBIDANAN. Jakarta: Tridasa printer.

Rukiyah, Ai yeyeh dkk. 2010. Asuhan Kebidanan IV. Jakarta : CV. Trans Info Media

Saifuddin, Abdul Bari. 2008. PELAYANAN KESEHATAN MATERNAL DAN NEONATAL. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Saifuddin, Abdul Bari. 2010. ILMU KEBIDANAN. Edisi IV. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.

Wiknjosastro, Hanifa. 2007. ILMU KANDUNGAN. Edisi II. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.

ASUHAN KEBIDANAN

PADA IBU P…….. dengan PERITONITIS

I. PENGKAJIAN

A. DATA SUBJEKTIF

1. BIODATA

Nama :

Umur : biasanya terjadi pada wanita usia reproduktif

Pekerjaan : Untuk mengetahui taraf hidup sosial ekonomi yang berhubungan dengan nutrisi

2. KELUHAN UTAMA

Ibu mengatakan Post SC (dengan jahitan yang tidak jadi atau mengalami kebocoran), post curret, operasi
tumor kandungan atau kista.

3. RIWAYAT KESEHATAN SEKARANG


Ibu mengatakan sekarang sedang menderita penyakit Hati, Post SC (dengan jahitan yang tidak jadi atau
mengalami kebocoran)

4. RIWAYAT KESEHATAN DAHULU

Ibu mengatakan pernah mengalami penyakit kelamin(GO dan chlamidia) dan PID
(salpingitis,endometritis, adeneksitis, miometritis

5. RIWAYAT PERKAWINAN

Biasanya terjadi pada wanita yang menikah lebi dari satu kali/gonta-ganti pasangan sehingga biasanya
terjadi infeksi lebih besar.

6. RIWAYAT KEHAMILAN ,PERSALINAN DAN NIFAS

 Biasanya terjadi pada perslinan dengan pertolongan dukun atau dengan pertolongan nakes
namun alat tidak steril

 Terjadi komplikasi pada saat persalinan (retensio plasenta, atonia uteri) sehingga dilakukan
tindakan dengan memasukkan alat2 di jalan lahir atau alat yang digunakan tidak steril

 Biasanya setelah melakukan post curret atau post CS

7. RIWAYAT KB

ibu pernah menjadi aseptor KB IUD

8. POLA KEBIASAAN SEHARI-HARI

• Istirahat

Penderita peritonitis mengalami :letih, kurang tidur, nyeri perut dengan aktivitas.

• Nutrisi

Tejadi perubahan pola nutrisi : nafsu makan menurun, hilang karena nausea/ muntah

• Eliminasi

Pasien mengalami penurunan berkemih, BAB tidak teratur(lebih lam dari biasanya)

• Hygiene

Kelemahan selama aktivitas perawatan diri

• Seksual

Biasanya pada wanita yang terkena infeksi (PID) masih aktif berhubungan seksual dan pada wanita yang
bergonta-ganti pasangan
B. DATA OBYEKTIF

1) Pemeriksaan umum

KU : dijumpai keadaan Pasien tampak sangat kesakitan sampai syok

Kesadaran : kesadaran penderita bervariasi dari kesadaran baik hingga koma misal:Composmentis
[keadaan normal], apatis [acuh tak acuh],absence[ melamun,hilang ], tergantung tingkat kesakitan

Tanda-Tanda Vital :

Pada kasus peritonitis

TD = mengalami hipotensi,( 36,50 C

BB : dijumpai adanya penurunan berat badan

2) Pemeriksaan fisik

Muka

Dijumpai keadaan bervariasi dari keadaan normal pucathingga anemis atau syok

Mata

Konjungtiva : normal  pucat(kemungkinan anemis)

Sclera DBN

Mata terlihat cekung (kemungkinan dehidrasi)

Bibir

Warna merah  pucat (kemungkinan anemis)

Lembab  kering (kemungkinan dehidrasi)

Dada

C/P DBN  sesak

Abdomen :

Pemeriksaan abdomen

Perut terlihat lebih besar dari normal


Adanya bekas jahitan yang tidak jadi/mengalami kebocoran

Nyeri tekan lepas

Dinding perut tegang dan kaku seperti papan

Bising usus hilang/tidak terdengar

Genetalia

Dilakukan Pemeriksaan Tuocher

Teraba tahanan yang kenyal yang berfluktuasi dalam kavum douglasi dan nyeri tekan

Ektremitas

Teraba hangat samapi panas karena biasanya pasien demam

Teraba kulit kering dan lecet

Pemeriksaan Auskultasi abdomen

Bising usus hilang/ tidak terdengar

3) Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Laboratorium

 Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan adanya lekositosis, hematokrit yang meningkat dan
asidosis metabolic, LED dengan dilakukan tes darah lengkap

 Pada peritonitis tuberculosa cairan peritoneal mengandung banyak protein (lebih dari 3
gram/100 ml) dan banyak limfosit; basil tuberkel diidentifikasi dengan kultur.

 Biopsi peritoneum per kutan atau secara laparoskopi memperlihatkan granuloma tuberkuloma
yang khas, dan merupakan dasar diagnosa sebelum hasil pembiakan didapat

b. Pemeriksaan X-Ray

Ileus merupakan penemuan yang tidak khas pada peritonitis; usus halus dan usus besar berdilatasi.
Udara bebas dapat terlihat pada kasus-kasus perforasi

II. INTERPRETASI DATA DASAR

Dx : Pada ibu P…..post SC dengan nyeri abdomen akut


Ds : Ibu mengatakan telah melahirkan anaknya yang ke….. pada hari ke…..dengan opersi, mengeluh nyeri
perut,perut terasa kembung, mual-muntah, nafsu makan menurun, demam, sesak nafas

Do : KU : lemah

Kesadaran : composmentis  apatis

TTV

TD = mengalami hipotensi,( 36,50 C

BB : dijumpai adanya penurunan berat badan

Abdomen

Pemeriksaan abdomen :

• Perut terlihat lebih besar dari normal

• Adanya bekas jahitan yang tidak jadi/mengalami kebocoran

• Nyeri tekan lepas

• Dinding perut tegang dan kaku seperti papan

• Bising usus hilang/tidak terdengar

III. IDENTIFIKASI DIAGNOSA DAN MASALAH POTENSIAL

Syok (hipovolemik, septic, neuroghenik)

IV. IDENTIFIKASI KEBUTUHAN SEGERA

1. pasang infus RL

2. berikan O2 + 2 atm atau sesuai kebutuhan dan sesuai advis dokter

3. kolaborasi dengan spesialis Obgyn

4. rujuk

V. RENCANA INTERVENSI

1. Jelaskan ibu tentang keadaanya


R/ ibu dapat mengetahui keadaanya sehingga ibu lebih kooperatif

2. Pasang infus dan berikan cairan RL

R/ memperbaiki kondisi umum menjadi lebih baik dan rehidrasi

3. Observasi tekanan darah , suhu , nadi dan pernafasan

R/ sebagai deteksi dini terjadinya komplikasi

4. Infomed consent untuk dilakukan rujukan

R/ bukti otentik persetujuan dilakukan rujukan

5. Lakukan persiapan rujukan

R/ memudahkan melakukan tindakan saat merujuk

VI. IMPLEMENTASI

Melaksanakan kegiatan dari Intervensi yang telah dilakukan sesuai dengan kebutuhan Ibu

VII. EVALUASI

EVALUASI

Evaluasi di RS (POLKAN)

Jam : Tanggal :

S : – Ibu mengatakan masih terasa nyeri perut ibu, badan lemas

O : – kondisi ibu lemah

– TTV :

TD: 85/65 mmhg N: 80 X/mnt rr: 24 kali/mnt S:37,8 0C

Pemeriksaan abdomen

• Perut terlihat lebih besar dari normal

• Adanya bekas jahitan yang tidak jadi/mengalami kebocoran

• Nyeri tekan lepas


• Dinding perut tegang dan kaku seperti papan

• Bising usus hilang/tidak terdengar

A : Pada ibu P…….. post SC dengan nyeri abdomen akut

P:– lakukan pemeriksaan darah lengkap

– lakukan pemeriksaan X- Ray

– teruskan pemberian cairan infus

– observasi TTV

Catatan perkembanga di (POLKAN)

Jam : Tanggal :

S : – Ibu mengatakan masih merasakan nyeri perut

O : – kondisi ibu lemah

– TTV :

TD: 85/65 mmhg N: 80 X/mnt rr: 24 kali/mnt S:37,8 0C

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan Laboratorium

Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan adanya lekositosis, hematokrit yang meningkat dan asidosis
metabolic, LED meningkat

Pemeriksaan X-Ray

Ileus merupakan penemuan yang tidak khas pada peritonitis; usus halus dan usus besar berdilatasi.
Udara bebas dapat terlihat pada kasus-kasus perforasi

A : Ibu P…….post SC dengan Peritonitis

P : – lakukan informed consent pada ibu untuk MRS

– lakukan kolaborasi dengan dokter Obgyn untuk pemberian terapi dan tindakan

Selanjutnya
DAFTAR PUSTAKA

• Fakultas Kedokteran UNAIR.1983.Penanganan Kasus Patologi Obstetri.Surabaya :BRATA.D

• Fakultas Kedokteran UNPAD.1984.Obtetri Patologi.Bandung:Elstar OFFset

• F. Gary Cunninghm.1995. Obstetri Williams. Jakarta :EGC

• Heler,Luz.1986.Gawat Darurat Ginekologi dan Obstetri. Jakarta: EGC

• http://medlinux.blogspot.com/2007/09/peritonitis.html

• http://. majalah-farmacia.com/peritonitis//02/Oktober:2006.html

• http://.medicastore.com/pengertian_peritonitis//08/10/2007.html

• http://.medicastore.com/askep_peritonitis//10/Oktober:2007.html

• Wahidi, Kemala Rita.1993. Standart ASKEP di Instalasi Gawat Darurat Ginekologi dan Obstetri.
Jakarta:EGC

• Mochtar,Rustam.1998. Sinopsis Obstetri Jilid 1 : Jakarta: EGC

• M. Wilson, Lorraine.1994.Patifisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC

• Prawirohardjo,Sarwono.2005.Ilmu Kebidanan. Jakarta : YBP- SP

• R.Scoot,James,dkk.2002.Obstetri dan Ginekologi.Jakarta: Widya Medika

• Taber,Ben-zion.1994.Kapita Selecta Kedaruratan Obstetri dan Ginekologi. Jakarta : EGC

• WHO.2002.Modul Sepsis Puerperalis.Jakarta:EGC

GEJALA KLINIS

Gejala klinis peritonitis yang terutama adalah nyeri abdomen. Nyeri dapat
dirasakan terus-menerus selama beberapa jam, dapat hanya di satu tempat ataupun

tersebar di seluruh abdomen. Dan makin hebat nyerinya dirasakan saat penderita

bergerak.

Gejala lainnya meliputi:

 Demam

Temperatur lebih dari 380C, pada kondisi sepsis berat dapat hipotermia

 Mual dan muntah

Timbul akibat adanya kelainan patologis organ visera atau akibat iritasi

peritoneum

 Adanya cairan dalam abdomen, yang dapat mendorong diafragma

mengakibatkan kesulitan bernafas.

Dehidrasi dapat terjadi akibat ketiga hal diatas, yang didahului dengan hipovolemik

intravaskular. Dalam keadaan lanjut dapat terjadi hipotensi, penurunan output urin
dan syok.

 Distensi abdomen dengan penurunan bising usus sampai tidak terdengar

bising usus

 Rigiditas abdomen atau sering disebut ’perut papan’, terjadi akibat kontraksi

otot dinding abdomen secara volunter sebagai respon/antisipasi terhadap

penekanan pada dinding abdomen ataupun involunter sebagai respon terhadap

iritasi peritoneum

 Nyeri tekan dan nyeri lepas (+)

 Takikardi, akibat pelepasan mediator inflamasi

 Tidak dapat BAB/buang angin.

PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik pada peritonitis dilakukan dengan cara yang sama seperti

pemeriksaan fisik lainnya yaitu dengan:


1. inspeksi

 pasien tampak dalam mimik menderita

 tulang pipi tampak menonjol dengan pipi yang cekung, mata cekung

 lidah sering tampak kotor tertutup kerak putih, kadang putih

kecoklatan

 pernafasan kostal, cepat dan dangkal. Pernafasan abdominal tidak

tampak karena dengan pernafasan abdominal akan terasa nyeri akibat

perangsangan peritoneum.

 Distensi perut

2. palpasi

* nyeri tekan, nyeri lepas dan defense muskuler positif

3. auskultasi

* suara bising usus berkurang sampai hilang


4. perkusi

* nyeri ketok positif

* hipertimpani akibat dari perut yang kembung

* redup hepar hilang, akibat perforasi usus yang berisi udara sehingga

udara akan mengisi rongga peritoneal, pada perkusi hepar terjadi

perubahan suara redup menjadi timpani

Pada rectal touche akan terasa nyeri di semua arah, dengan tonus muskulus sfingter

ani menurun dan ampula recti berisi udara.

DIAGNOSA

Anamnesa yang jelas, evaluasi cairan peritoneal, dan tes diagnostik tambahan

sangat diperlukan untuk membuat suatu diagnosis yang tepat sehingga pasien dapat di

terapi dengan benar.


PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pada pemeriksaan laboratorium didapat:

 lekositosis ( lebih dari 11.000 sel/...L ) dengan pergeseran ke kiri pada hitung

jenis. Pada pasien dengan sepsis berat, pasien imunokompromais dapat terjasi

lekopenia.

 Asidosis metabolik dengan alkalosis respiratorik.

Pada foto polos abdomen didapatkan:

 Bayangan peritoneal fat kabur karena infiltrasi sel radang

 Pada pemeriksaan rontgen tampak udara usus merata, berbeda dengan

gambaran ileus obstruksi

 Penebalan dinding usus akibat edema

Tampak gambaran udara bebas

 Adanya eksudasi cairan ke rongga peritoneum, sehingga pasien perlu


dikoreksi cairan, elektrolit, dan asam basanya agar tidak terjadi syok

hipovolemik

Pemeriksaan penunjang lain yang bisa dilakukan adalah dengan USG abdomen, CT

scan, dan MRI.

Diagnosis Peritoneal Lavage (DPL)

Teknik ini digunakan untuk mengevaluasi pasien dengan cedera intra

abdomen setelah trauma tumpul yang disertai dengan kondisi:

Hilangnya kesadaran, intoksikasi alkohol, perubahan sensori, misalnya pada cedera

medula spinalis, cedera pada costae atau processus transversus vertebra.

Tehnik ini adalah suatu tindakan melakukan bilasan rongga perut dengan

memasukkan cairan garam fisiologis sampai 1.000 ml melalui kanul, setelah

sebelumnya pada pengisapan tidak ditemukan darah atau cairan.

Pada DPL dilakukan analisis cairan kualitatif dan kuantitatif, hal-hal yang
perlu dianalisis antara lain: kadar pH, glukosa, protein, LDH, hitung sel, gram stain,

serta kultur kuman aerob dan anaerob. Pada peritonitis bakterialis, cairan

peritonealnya menunjukkan kadar pH ≤ 7 dan glukosa kurang dari 50 mg/dL dengan

kadar protein dan LDH yang meningkat.

Tehnik ini dikontraindikasikan pada kehamilan, obesitas, koagulopati dan

hematom yang signifikan dengan dinding abdomen.

TERAPI

Peritonitis adalah suatu kondisi yang mengancam jiwa, yang memerlukan

pengobatan medis sesegera mungkin. Prinsip utama terapi pada infeksi intra abdomen

adalah:

1. mengkontrol sumber infeksi

2. mengeliminasi bakteri dan toksin

3. mempertahankan fungsi sistem organ


4. mengontrol proses inflamasi

Terapi terbagi menjadi:

 Terapi medis, termasuk di dalamnya antibiotik sistemik untuk mengontrol

infeksi, perawatan intensif mempertahankan hemodinamik tubuh misalnya

pemberian cairan intravena untuk mencegah dehidrasi, pengawasan nutrisi dan

ikkeadaan metabolik, pengobatan terhadap komplikasi dari peritonitis (misalnya

insufisiensi respiratorik atau ginjal), serta terapi terhadap inflamasi yang terjadi.

 Intervensi non-operatif, termasuk di dalamnya drainase abses percutaneus dan

percutaneus and endoscopic stent placement.

 Terapi operatif, pembedahan sering diperlukan untuk mengatasi sumber infeksi,

misalnya apendisitis, ruptur organ intra-abomen

Bila semua langkah-langkah terapi di atas telah dilaksanakan, pemberian


suplemen, antara lain glutamine, arginine, asam lemak omega-3 dan omega-6,

vitamin A, E dan C, Zinc dapat digunakan sebagai tambahan untuk mempercepat

proses penyembuhan.

TERAPI ANTIBIOTIK

Pada SBP (Spontaneus Bacterial Peritonitis), pemberian antibiotik terutama

adalah dengan Sefalosporin gen-3, kemudian diberikan antibiotik sesuai dengan hasil

kultur. Penggunaan aminolikosida sebaiknya dihindarkan terutama pada pasien

dengan gangguan ginjal kronik karena efeknya yang nefrotoksik. Lama pemberian

terapi biasanya 5-10 hari.

Pada peritonitis sekunder dan tersier, terapi antibiotik sistemik ada pada

urutan ke-dua. Untuk infeksi yang berkepanjangan, antibiotik sistemik tidak efektif

lagi, namun lebih berguna pada infeksi akut.

Pada infeksi inta-abdominal berat, pemberian imipenem,


piperacilin/tazobactam dan kombinasi metronidazol dengan aminoglikosida.

INTERVENSI NON-OPERATIF

Dapat dilakukan drainase percutaneus abses abdominal dan ekstraperitoneal.

Keefektifan teknik ini dapat menunda pembedahan sampai proses akut dan sepsis

telah teratasi, sehingga pembedahan dapat dilakukan secara elektif. Hal-hal yang

menjadi alasan ketidakberhasilan intervensi non-operatif ini antara lain fistula enteris,

keterlibatan pankreas, abses multipel. Terapi intervensi non-operatif ini umumnya

berhasil pada pasien dengan abses peritoneal yang disebabkan perforasi usus

(misalnya apendisitis, divertikulitis).

Teknik ini merupakan terapi tambahan. Bila suatu abses dapat di akses

melalui drainase percutaneus dan tidak ada gangguan patologis dari organ

intraabdomen lain yang memerlukan pembedahan, maka drainase perkutaneus ini

dapat digunakan dengan aman dan efektif sebagai terapi utama. Komplikasi yang
dapat terjadi antara lain perdarahan, luka dan erosi, fistula.

TERAPI OPERATIF

Cara ini adalah yang paling efektif. Pembedahan dilakukan dengan dua cara,

pertama, bedah terbuka, dan kedua, laparoskopi.

PROGNOSA

Tergantung dari umur penderita, penyebab, ketepatan dan keefektifan terapi.

Prognosa baik pada peritonitis lokal dan ringan. Prognosa buruk pada peritonitis

general.

Anda mungkin juga menyukai