A. Pre Operasi
1.Defenisi
2.Etiologi
b) Kuratif, seperti ketika mengeksisi masa tumor atau mengangkat apendiks yang
inflamasi.
Pada fase ini lingkup aktivitas keperawatan selama waktu tersebut dapat
mencakup penetapan pengkajian dasar pasien di tatanan klinik ataupun rumah,
wawancara pre operatif dan menyiapkan pasien untuk anestesi yang diberikan pada
saat pembedahan.
Persiapan pembedahan dapat dibagi menjadi 2 bagian, yang meliputi
persiapan psikologi baik pasien maupun keluarga dan persiapan fisiologi (khusus
pasien).
v Persiapan Psikologi
Terkadang pasien dan keluarga yang akan menjalani operasi emosinya tidak
stabil. Hal ini dapat disebabkan karena takut akan perasaan sakit, narcosa atau
hasilnya dan keeadaan sosial ekonomi dari keluarga. Maka hal ini dapat diatasi
dengan memberikan penyuluhan untuk mengurangi kecemasan pasien. Meliputi
penjelasan tentang peristiwa operasi, pemeriksaan sebelum operasi (alasan
persiapan), alat khusus yang diperlukan, pengiriman ke ruang bedah, ruang
pemulihan, kemungkinan pengobatan-pengobatan setelah operasi, bernafas dalam
dan latihan batuk, latihan kaki, mobilitas dan membantu kenyamanan.
Diet (puasa) pada operasi dengan anaesthesi umum, 8 jam menjelang operasi
pasien tidak diperbolehkan makan, 4 jam sebelum operasi pasien tidak
diperbolehkan minum. Pada operasai dengan anaesthesi lokal /spinal anaesthesi
makanan ringan diperbolehkan. Tujuannya supaya tidak aspirasi pada saat
pembedahan, mengotori meja operasi dan mengganggu jalannya operasi.
Persiapan Kulit Daerah yang akan dioperasi harus bebas dari rambuy
Hasil Pemeriksaan hasil laboratorium, foto roentgen, ECG, USG dan lain-lain.
Fase intra operatif dimulai ketika pasien masuk atau dipindahkan ke instalasi
bedah dan berakhir saat pasien dipindahkan ke ruang pemulihan.
Faktor yang penting untuk diperhatikan dalam pengaturan posisi pasien adalah :
Sakit yang mungkin dirasakan oleh pasien bila ada pergerakan (arthritis).
Prinsip-prinsip didalam pengaturan posisi pasien : Atur posisi pasien dalam posisi
yang nyaman dan sedapat mungkin jaga privasi pasien, buka area yang akan
dibedah dan kakinya ditutup dengan duk.
Anggota tim asuhan pasien intra operatif biasanya di bagi dalam dua
bagian. Berdasarkan kategori kecil terdiri dari anggota steril dan tidak steril :
a) Anggota steril, terdiri dari : ahli bedah utama / operator, asisten ahli bedah,
Scrub Nurse / Perawat Instrumen
b) Anggota tim yang tidak steril, terdiri dari : ahli atau pelaksana anaesthesi,
perawat sirkulasi dan anggota lain (teknisi yang mengoperasikan alat-alat
pemantau yang rumit).
Fase Post operatif merupakan tahap lanjutan dari perawatan pre operatif
dan intra operatif yang dimulai ketika klien diterima di ruang pemulihan (recovery
room)/ pasca anaestesi dan berakhir sampai evaluasi tindak lanjut pada tatanan
klinik atau di rumah.
Perawatan post anastesi di ruang pemulihan atau unit perawatan pasca anastesi
PACU atau RR biasanya terletak berdekatan dengan ruang operasi. Hal ini
disebabkan untuk mempermudah akses bagi pasien untuk :
1. Minor Menimbulkan trauma fisik yang minimal dengan resiko kerusakan yang
minim. Contoh : incisi dan drainage kandung kemih, sirkumsisi
2. Mayor Menimbulkan trauma fisik yang luas, resiko kematian sangat serius.
Contoh : Total abdominal histerektomi, reseksi colon, dan lain-lain.
a) Syok
Syok yang terjadi pada pasien bedah biasanya berupa syok hipovolemik. Tanda-
tanda syok adalah : Pucat , Kulit dingin, basah, Pernafasan cepat, Sianosis pada
bibir, gusi dan lidah, Nadi cepat, lemah dan bergetar , Penurunan tekanan darah,
Urine pekat.
b) Perdarahan
Trombosis vena profunda adalah trombosis yang terjadi pada pembuluh darah vena
bagian dalam. Komplikasi serius yang bisa ditimbulkan adalah embolisme pulmonari
dan sindrom pasca flebitis.
d) Retensi urin
Retensi urine paling sering terjadi pada kasus-kasus pembedahan rektum, anus dan
vagina. Penyebabnya adalah adanya spasme spinkter kandung kemih. Intervensi
keperawatan yang dapat dilakukan adalah pemasangan kateter untuk membatu
mengeluarkan urine dari kandung kemih.
f) Sepsis
Sepsis merupakan komplikasi serius akibat infeksi dimana kuman berkembang biak.
Sepsis dapat menyebabkan kematian karena dapat menyebabkan kegagalan multi
organ.
g) Embolisme Pulmonal
Embolsime dapat terjadi karena benda asing (bekuan darah, udara dan lemak) yang
terlepas dari tempat asalnya terbawa di sepanjang aliran darah. Embolus ini bisa
menyumbat arteri pulmonal yang akan mengakibatkan pasien merasa nyeri seperti
ditusuk-tusuk dan sesak nafas, cemas dan sianosis. Intervensi keperawatan seperti
ambulatori pasca operatif dini dapat mengurangi resiko embolus pulmonal.
h) Komplikasi Gastrointestinal
Fase Intraoperatif
Dimulai ketika pasien masuk ke bagian atau ruang bedah dan berakhir saat pasien
dipindahkan ke ruang pemulihan. Lingkup aktifitas keperawatan, memasang infus,
memberikan medikasi intravena, melakukan pemantauan fisiologis menyeluruh
sepanjang prosedur pembedahan dan menjaga keselamatan pasien.
Aktivitas yang dilakukan pada tahap ini adalah segala macam aktivitas yang
dilakukan oleh perawat di ruang operasi. Aktivitas di ruang operasi oleh perawat
difokuskan pada pasien yang menjalani prosedur pembedahan untuk perbaikan,
koreksi atau menghilangkan masalah masalah fisik yang mengganggu pasien.
Tentunya pada saat dilakukan pembedahan akan muncul permasalahan baik
fisiologis maupun psikologis pada diri pasien. Untuk itu keperawatan intra operatif
tidak hanya berfokus pada masalah fisiologis yang dihadapi oleh pasien selama
operasi, namun juga harus berfokus pada masalah psikologis yang dihadapi oleh
pasien. Sehingga pada akhirnya akan menghasilkan outcome berupa asuhan
keperawatan yang terintegrasi.
b. Monitoring pasien
1. Aktivitas keperawatan yang dilakukan selama tahap intra operatif meliputi 4 hal,
yaitu Safety Management
Tindakan ini merupakan suatu bentuk jaminan keamanan bagi pasien selama
prosedur pembedahan. Tindakan yang dilakukan untuk jaminan keamanan
diantaranya adalah :
Pengaturan posisi pasien bertujuan untuk memberikan kenyamanan pada klien dan
memudahkan pembedahan. Perawat perioperatif mengerti bahwa berbagai posisi
operasi berkaitan dengan perubahan-perubahan fisiologis yang timbul bila pasien
ditempatkan pada posisi tertentu.
3. Monitoring Fisiologis
Pemantauan fisiologis yang dilakukan oleh perawat meliputi hal hal sebagai
berikut :
Pemantaun kondisi kardio pulmonal harus dilakukan secara kontinue untuk melihat
apakah kondisi pasien normal atau tidak. Pemantauan yang dilakukan meliputi
fungsi pernafasan, nadi dan tekanan darah, saturasi oksigen, perdarahan dan lain
lain.
Monitoring Psikologis
Dukungan Psikologis (sebelum induksi dan bila pasien sadar) dukungan psikologis
yang dilakukan oleh perawat pada pasien antara lain :
Pengaturan dan Koordinasi Nursing Care ,tindakan yang dilakukan antara lain :
C. Fase Postoperatif
Keadaan umum dari pasien harus diobservasi untuk mengetahui keadaan pasien,
seperti kesadaran dan sebagainya. Vomitus atau muntahan mungkin saja terjadi
akibat penagaruh anastesi sehingga perlu dipantau kondisi vomitusnya. Selain itu
drainase sangat penting untuk dilakukan obeservasi terkait dengan kondisi
perdarahan yang dialami pasien.
Balance cairan
Harus diperhatikan untuk mengetahui input dan output caiaran klien. Cairan harus
balance untuk mencegah komplikasi lanjutan, seperti dehidrasi akibat perdarahan
atau justru kelebihan cairan yang justru menjadi beban bagi jantung dan juga
mungkin terkait dengan fungsi eleminasi pasien.
Tindakan Postoperatif
Ketika pasien sudah selasai dalam tahap intraoperatif, setelah itu pasien di
pindahkan keruang perawatan, maka hal hal yang harus perawat lakukan, yaitu :
Monitor tanda tanda vital dan keadaan umum pasien, drainage, tube/selang,
dan komplikasi. Begitu pasien tiba di bangsal langsung monitor kondisinya.
Pemerikasaan ini merupakan pemmeriksaan pertama yang dilakukan di bangsal
setelah postoperatif.
Manajemen Luka
Amati kondisi luka operasi dan jahitannya, pastikan luka tidak mengalami
perdarahan abnormal. Observasi discharge untuk mencegah komplikasi lebih lanjut.
Manajemen luka meliputi perawatan luka sampai dengan pengangkatan jahitan.
Mobilisasi dini
Mobilisasi dini yang dapat dilakukan meliputi ROM, nafas dalam dan juga batuk
efektif yang penting untuk mengaktifkan kembali fungsi neuromuskuler dan
mengeluarkan sekret dan lendir.
Rehabilitasi
Rehabilitasi diperlukan oleh pasien untuk memulihkan kondisi pasien kembali.
Rehabilitasi dapat berupa berbagai macam latihan spesifik yang diperlukan untuk
memaksimalkan kondisi pasien seperti sedia kala.
Discharge Planning
1. Untuk perawat : berisi point-point discahrge planing yang diberikan kepada klien
(sebagai dokumentasi)
2. Untuk pasien : dengan bahasa yang bisa dimengerti pasien dan lebih detail.
a. Perawatan Preoperatif
Beberapa hal yang dapat dikaji dalam tahap prabedah adalah pengetahuan tentang
persiapan pembedahan, pengalaman masa lalu, dan kesiapan psikologis.
Pemeriksaan lainnya yang dianjurkan sebelum pelaksanaan operasi adalah
radiografi toraks, kapasitas vital, fungsi paru-paru, analisis gas darah pada
pemantauan sistem respirasi, dan elektrokardograf, pemeriksaan darah seperti
leukosit,eritrosit, hematokrit, elektrolit dan lain-lain. Ada pun rencana tindakan pada
proses ini adalah :
Persiapan diet
Persiapan kulit
Latihan bernafas dan latihan batuk
Latihan kaki.
Latihan mobilitas
Pencegahan cedera
b. Perawatan Intraoperasi
Pelaksanaan anestesia
Pelaksanaan pembedahan
c. Perawatan Postoperasi
Asuhan postoperasi haru dilakukan di ruang pemulihan tempat adanya akses yang
cepat ke oksigen, pengisap peralatan resusitasi, monitor, bel panggil emergensi,
dan staf terampil dalam jumlah dan jenis yang memadai. Asupan paska operatif
meliputi :
A. MENGGANTI BALUTAN
Tujuan
1.Meningkatkan penyembuhan luka dengan mengabsorbsi cairan dan dapat
menjaga kebersihan luka
2. Melindungi luka dari kontaminasi
3. Dapat menolong hemostatis ( bila menggunakan elastis verband )
4. Membantu menutupnya tepi luka secara sempurna
5. Menurunkan pergerakan dan trauma
6. Menutupi keadaan luka yang tidak menyenangkan
Indikasi
Pada balutan yang sudah kotor
Kontra Indikasi
Sodium klorida adalah larutan fisiologis yang ada di seluruh tubuh karena
antikseptik ini ini tidak ada reaksi hipersensitivitas dari sodium klorida. Normal
saline aman digunakan muntuk kondisi apapun (Lilley & Aucker, 1999). Sodium
klorida atau natrium klorida mempunyai Na dan Cl yang sama seperti plasma.
Larutan ini tidak mempengaruhi sel darah merah (Handerson, 1992). Sodium klorida
tersedia dalam beberapa konsentrasi, yang paling sering adalah sodium klorida 0,9
%. Ini adalah konsentrasi normal dari sodium klorida dan untuk antiseptik ini sodium
klorida disebut juga normal saline (Lilley & Aucker, 1999). Merupakan larutan
isotonis aman untuk tubuh, tidak iritan, melindungi granulasi jaringan dari kondisi
kering, menjaga kelembaban sekitar luka dan membantu luka menjalani proses
penyembuhan serta mudah didapat dan harga antiseptik lebih murah
b. Larutan povodine-iodine.
Iodine adalah element non metalik yang tersedia dalam bentuk garam yang
dikombinasi dengan bahan lain Walaupun iodine bahan non metalik iodine berwarna
hitam kebiru-biruan, kilau metalik dan bau yang khas. Iodine hanya larut sedikit di
air, tetapi dapat larut secara keseluruhan dalam antiseptik dan larutan sodium
iodide encer. Iodide antiseptik dan solution keduanya aktif melawan spora
tergantung konsentrasi dan waktu pelaksanaan (Lilley & Aucker, 1999).
Larutan ini akan melepaskan iodium anorganik bila kontak dengan kulit atau selaput
Antiseptik sehingga cocok untuk luka kotor dan terinfeksi bakteri gram positif dan
antiseptik, spora, jamur, dan protozoa. Bahan ini agak iritan dan antiseptik serta
meninggalkan residu (Sodikin, 2002). Studi menunjukan bahwa antiseptic seperti
povodine iodine toxic terhadap sel (Thompson. J, 2000). Iodine dengan konsentrasi
> 3 % dapat memberi rasa panas pada kulit. Rasa terbakar akan nampak dengan
iodine ketika daerah yang dirawat ditutup dengan balutan oklusif kulit dapat
ternoda dan menyebabkan iritasi dan nyeri pada sisi luka. (Lilley & Aucker, 1999).
Membalut harus rata, jangan terlalu longgar dan jangan terlalu erat, hal ini untuk
mencegah terjadinya pembendungan. Contoh pada kaki dan tangan
Pembalut harus sesuai dengan tujuan, contoh : untuk menjaga agar luka jangan
terkontaminasi, untuk merapatnya luka, atau untuk menghentikan perdarahan
Pembalut yang kotor/ basah segera diganti. Pada luka operasi tanpa drain sampai
angkat jahitan ( minimal 5 hari ), pembalut yang tepat berada di atas luka tidak
boleh diganti. Jadi bila pembalut kotor/ basah hanya bagian atasnya saja yang
diganti, atau pembalut diganti sesuai dengan instruksi dokter
Memperhatikan apakah ada perdarahan, atau kotoran kotoran yang lain untuk
menetukan kapan drain dapat diangkat
B Mengangkat Jahitan
1) Pengertian :
Suatu tindakan melepaskan jahitan yang biasanya di lakukan hari ke 5-7 (atau
sesuai dengan penyembuhan luka yang terjadi).
2) Tujuan :
a. Mempercepat proses penyembuhan luka
b. Mencegah terjadinya infeksi akibat adanya corpus alenium
3) Persiapan alat :
a. Set angkat jahitan steril berisi pinset sirugis 2, anatomis 1, gunting hatting up, lidi
waten, kasa dalam bak instrumen steril
b. Bengkok berisi lisol 2-3 %
c. Kapas balut
d. Korentang
e. Gunting plester
f. Plester
g. Bensin
h. Alcohol 70 %
i. Bethadin 10 %
j. Kantung balutan kotor/bengkok kosong
4) Prosedur pelaksanaan
a. Memberi tahu dan menjelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan
dilakukan.
b. Mendekatkan alat ke dekat pasien
c. Membantu pasien mengatur posisi sesuai kebutuhan, sehingga luka mudah
dirawat
d. Mencuci tangan
e. Meletakkan set angkat jahit di dekat pasien atau di daerah yang mudah
dijangkau.
f. Membuka set angkat jahitan secara steril
g. Membuka balutan dengan hati-hati dan balutan di masukkan kedalam kantong
balutan kotor.
h. Bekas-bekas plester dibersihkan dengan kapas bensin
i. Mendesinfeksi sekitar luka operasi dengan alkohol 70% dan mengolesi luka
operasi dengan betadhin solution 10%.
j. Melepaskan jahitan satu persatu selang seling dengan cara : menjepit simpul
jahitan dengan pinset sirurgis dan ditarik sedikit ke atas kemudian menggunting
benang tepat dibawah simpul yang berdekatan dengan kulit atau pada sisi lain yang
tidak ada simpul.
k. Mengolesi luka dan sekitarnya dengan bethadin solution 10 %
l. Menutup luka dengan kasa steril kering dan di plester
m. Merapikan pasien
n. Membersihkan alat-alat dan mengembalikan pada tempatnya
o. Mencuci tangan
p. Mencatat pada catatan perawatan.
Pasien kritis adalah pasien yang memerlukan pemantauan yang canggih dan terapi
yang intensif.
c. Perubahan fisik;letih, lemah, pucat, mual, diare, gangguan pernafasan, detak jantung cepat,
menangis, gelisah.
c. Reaksi fisik;muka merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal
d. Perilaku agresif
a. Verbalisasi;kenapa harus terjadi pada saya? kalau saja yang sakit bukan saya, seandainya saya
hati-hati
4. Fase depresi
a. Menunjukan sikap menarik diri, tidak mau bicara atau putus asa
b. Verbalisasi;apa yang harus saya lakukan agar saya sembuh, yeah, akhirnya saya harus operasi
Tahapan-tahap menghadapi kehilangan dan kematian :
1. Penyangkalan ( Denial ) Saya merasa baik-baik saja.; Hal ini tidak mungkin terjadi, tidak pada
saya.
Penyangkalan biasanya merupakan pertahanan sementara untuk diri sendiri. Perasaan ini pada umumnya
akan digantikan dengan kesadaran yang mendalam akan kepemilikan dan individu yang ditinggalkan
setelah kematian..
2. Marah ( Anger ) Kenapa saya ? Ini tidak adil!; Bagaimana mungkin hal ini dapat terjadi pada
saya?; Siapa yang harus dipersalahkan?
Ketika berada pada tahapan kedua, individu akan menyadari bahwa ia tidak dapat senantiasa menyangkal.
Oleh karena kemarahan, orang tersebut akan sangat sulit untuk diperhatikan oleh karena perasaan marah
dan iri hati yang tertukar.
3. Menawar ( Bargaining) Biarkan saya hidup untuk melihat anak saya diwisuda.; Saya akan
melakukan apapun untuk beberapa tahun.; Saya akan memberikan simpanan saya jika
Tahapan ketiga melibatkan harapan supaya individu dapat sedemikian rupa menghambat atau menunda
kematian. Biasanya, kesepakatan untuk perpanjangan hidup dibuat kepada kekuasaan yang lebih tinggi
dalam bentuk pertukaran atas gaya hidup yang berubah. Secara psikologis, individu mengatakan, Saya
mengerti saya akan mati, tetapi jika saja saya memiliki lebih banyak waktu
4. Depresi ( Depression ) Saya sangat sedih, mengapa perduli dengan lainnya?; Saya akan mati ..
Apa keuntungannya?; Saya merindukan orang saya cintai, mengapa melanjutkan?
Pada tahapan keempat, penderita yang sekarang, menolak dibesuk dan menghabiskan banyak waktu
untuk menangis dan berduka. Proses ini memberikan kesempatan kepada pasien yang sekarat untuk
memutus hubungan dengan sesuatu yang dicintai ataupun disayangi. Tidak disarankan untuk mencoba
menghibur individu yang berada pada tahapan ini. Ini merupakan waktu penting untuk berduka yang
harus dilalui.
5. Penerimaan ( Acceptance ) Semuanya akan baik-baik saja.; Saya tidak dapat melawannya, Saya
sebaiknya bersiap untuk hal itu.
Ini merupakan tahapan terakhir, individu tiba pada kondisi sebagai mahluk hidup atau kepada yang
dicintainya.
1). Memberikan kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan perasaannya dengan cara :
b. Meningkatkan kesabaran pasien, secara bertahap, tentang kenyataan dan kehilangan apabila sudah
siap secara emosional.
2). Menunjukan sikap menerima dengan ikhlas kemudian mendorong pasien untuk berbagi rasa dengan
cara.
a. Mendengarkan dengan penuh perhatian dan minat mengenai apa yang dikatakan oleh pasien tanpa
menghukum atau menghakimi
b. Menjelaskan kepada pasien bahwa sikapnya dapat timbul pada siapapun yang mengalami
kehilangan.
3). Memberikan jawaban yang jujur terhadap pertanyaan pasien tentang sakit, pengobatan dan kematian
dengan cara :
a. Menjawab pertanyaan pasien dengan bahasa yang mudah dimengerti, jelas, dan tidak berbelit-belit.
Mengizinkan dan mendorong pasien untuk mengungkapkan rasa marahnya secara verbal tanpa
melawannya kembali dengan kemarahanya.
Menjelaskan kepada keluarga pasien bahwa sebenarnya kemarahan pasien tidak di tunjukan kepada
merka.
Membantu pasien dalam mengungkapkan rasa bersalah dan takut dengan cara :
c. Membahas bersama pasien mengenai penyebab rasa bersalah atau rasa takut
1). Membuat pasien mengidentifikasi rasa bersalahnya dan takut dengan cara :
a. Mengamati perilaku pasien dan bersama-sama dengan pasien membahas tentang perasaannya
Membantu pasien ,menerima kehilangan yang tidak bisa dielakan dengan cara :
A. Pengertian
Perawatan pasien yang akn meninggal dilakukan dengan cara memberi pelayanan
khusus jasmaniah dan rohaniah sebelum pasien meninggal.
B. Tujuan
1. membarikan rasa tenang dan puas jasmaniah dan rohaniah kepada pasien
dan keluarganya.
C. Persiapan
Persiapan alat
a) Alat Oksigenasi
b) Tensimeter
c) Termometer
d) Stetoskop
3. Pinset
6. Kapas
Persiapan pasien
3. Menyiapkan alat / catatan untuk menulis pesan dan amanat terakhir pasien
D. Pelaksanaan
5. membasahi bibir pasien dengan kasa lembab bila tampak kering, menggunakan
pinset
E. Perhatian
2. kekang diri untuk tidak tertawa dan tidak bergurau di sekitar pasien yang berada
dalam keadaan sakaratul maut.
Merawat jenazah
Perawatan Jenazah
Perlu diingat bahwa virus HIV hanya dapat hidup dan berkembang dalam tubuh
manusia hidup, maka beberapa waktu setelah penderita infeksi-HIV meninggal,
virus pun akan mati.
3. Luruskan tubuh jenazah dan letakkan dalam posisi terlentang dengan tangan di
sisi atau terlipat di dada
4. Tutup kelopak mata dan/atau ditutup dengan kapas atau kasa; begitu pula
mulut, hidung dan telinga
5. Beri alas kepala dengan kain handuk untuk menampung bila ada rembesan
darah atau cairan tubuh lainnya
7. Lepaskan semua alat kesehatan dan letakkan alat bekas tersebut dalam wadah
yang aman sesuai dengan kaidah kewaspadaan universal
9. Bersihkan tubuh jenazah dan tutup dengan kain bersih untuk disaksikan oleh
keluarga
3. Jenazah dimandikan oleh petugas kamar jenazah yang telah memahami cara
membersihkan/memandikan jenazah penderita penyakit menular
4. Bungkus jenazah dengan kain kaifan atau kain pembungkus lain sesuai dengan
agama dan kepercayaan yang dianut
5. Cuci tangan dengan sabun sebelum memakai sarung tangan dan sesudah
melepas sarung tangan
7. Jenazah tidak boleh dibalsem atau disuntik untuk pengawetan kecuali oleh
petugas khusus yang telah mahir dalam hal tersebut
8. Jenazah tidak boleh diotopsi. Dalam hal tertentu otopsi dapat dilakukan setelah
mendapat persetujuan dari pimpinan rumah sakit dan dilaksanakan oleh petugas
yang telah mahir dalam hal tersebut
a. Segera mencuci kulit dan permukaan lain dengan air mengalir bila terkena
darah atau cairan tubuh lain
d. Semua peralatan yang akan digunakan kembali harus diproses dengan urutan:
dekontaminasi, pembersihan, disinfeksi atau sterilisasi
7. tutup kelopak mata, jika tidak ada tutup bisa dengan kapas basah
8. katupkan rahang atau mulut, kemudian ikat dan letakkan gulungan handuk
dibawah dagu
10. tutup sampai sebatas bahu, kepala ditutup dengan kain tipis
Sumber
v http://novianj.blogspot.com/p/pengertian-pasien-yang-krisis.html
v W.Nurul Eko dan Sulistiani Ardiani.2010. KDPK ( KETERAMPILAN DASAR PRAKTIK KLINIK
KEBIDANAN ). Pustaka Rihama. Yogyakarta
v http://tecky-afifah.blogspot.com/2013/04/mendampingi-pasien-sakaratul-
maut.html