Anda di halaman 1dari 28

REFERAT

MIKRONUTRIEN

Disusun Oleh:

Rizqi Rius Wibowo 135070100111074


Auria Permatasari 145070107121015
Inbadarshini A/P Kalirajan 145070108121018
Muthi’ah Adira Juwono 155070100111005

Pembimbing:
dr. Anik Puryatni, Sp.A(K)

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
RUMAH SAKIT UMUM DR. SAIFUL ANWAR MALANG
2019
LEMBAR PENGESAHAN

REFERAT

MIKRONUTRIEN

Disusun untuk memenuhi tugas Dokter Muda di SMF Ilmu Kesehatan Anak

RSSA Malang

Oleh:

Rizqi Rius Wibowo 135070100111074

Auria Permatasari 145070107121015

Inbadarshini A/P Kalirajan 145070108121018

Muthi’ah Adira Juwono 155070100111005

Menyetujui

Pembimbing, Pendamping,

dr. Anik Puryatni, Sp.A(K) dr. Nelly Pramita

ii
DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan……………………………………………………………….ii

DAFTAR ISI……………………………………………………………………...iii

BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………...1

1.1 Latar Belakang………………………………………………………………...1

1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………………..2

1.3 Tujuan Penulisan………………………………………………………………2

1.4 Manfaat Penulisan……………………………………………………………..2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………………3

2.1 Mikronutrien…………………………………………………………………..3

2.1.1 Vitamin A……………………………………………………………….3

2.1.1.1 Fungsi……………………………………………………………...4

2.1.1.2 Gejala dan Tanda Defisiensi………………………………………5

2.1.1.3 Pengobatan dan Pencegahan………………………………………7

2.1.2 Vitamin D……………………………………………………………...11

2.1.2.1 Fungsi…………………………………………………………….11

2.1.2.2 Gejala dan Tanda Defisiensi……………………………………..12

2.1.2.3 Pengobatan dan Pencegahan……………………………………..13

2.1.3 Zat Besi………………………………………………………………..14

2.1.3.1 Fungsi…………………………………………………………….15

2.1.3.2 Gejala dan Tanda Defisiensi……………………………………..15

2.1.3.3 Pengobatan dan Pencegahan……………………………………..18

2.1.4 Zinc……………………………………………………………………19

iii
2.1.4.1 Fungsi…………………………………………………………….19

2.1.4.2 Gejala dan Tanda Defisiensi……………………………………..20

2.1.4.3 Pengobatan dan Pencegahan……………………………………..21

BAB III KESIMPULAN………………………………………………………..22

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………...23

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pertumbuhan dan perkembangan merupakan hal yang penting dalam
menilai kesehatan anak. Pertumbuhan anak pada satu tahun pertama merupakan
pertumbuhan yang sangat cepat, hal tersebut bergantung pada jumlah asupan
nutrisi yang diterima oleh anak. Nutrisi yang seimbang akan menunjang tumbuh
kembang yang optimal.
Asupan nutrisi yang dibutuhukan anak terdiri dari makronutrien dan
mikronutrien. Makronutrien terdiri dari karbohidrat, protein dan lemak yang
dibutuhkan dalam jumlah yang besar. Sedangkan, mikronutrien terdiri dari
vitamin dan mineral yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit. Kekurangan asupan
nutrisi menyebabkan keterlambatan tumbuh dan kembang, bahkan gagal tumbuh.
Mikronutrien (zat gizi mikro) adalah zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh
dalam jumlah sedikit, namun mempunyai peran yang sangat penting dalam
pembentukan hormon, aktivitas enzim serta mengatur fungsi sistem imun dan
sistem reproduksi. Yang termasuk mikronutrien adalah vitamin (baik yang larut air
maupun larut lemak) dan mineral. Mineral dibagi menjadi dua kelompok yaitu
makromineral dan mikromineral. Makromineral adalah mineral yang dibutuhkan
tubuh sebanyak minimal 100 mg per hari (contoh: kalsium, fosfor), sedangkan
mikromineral (trace elements) adalah mineral yang dibutuhkan tubuh dalam
jumlah kurang dari 100 mg per hari (contoh: zinc, zat besi). Adapula
mikromineral dibutuhkan dalam jumlah hanya beberapa mikrogram per hari,
seperti cuprum dan molibdenum. Mikronutrien diperoleh dari luar tubuh seperti
dari makanan atau suplemen, karena tubuh tidak mampu memproduksinya dalam
jumlah yang cukup sesuai dengan kebutuhan tubuh.
Meskipun hanya dibutuhkan tubuh dalam jumlah yang sangat sedikit,
mikronutrien sangat dibutuhkan oleh tubuh. Kekurangan zat gizi mikro dapat
meningkatkan resiko terserang penyakit menular, kematian akibat diare, campak,
malaria dan paru-paru. Kondisi tersebut merupakan bagian dari 10 penyebab
utama kematian di dunia saat ini. WHO mencatat bahwa lebih dari 2000 juta

1
penduduk di dunia menderita kekurangan vitamin dan mineral, terutama vitamin
A, vitamin D, zat besi dan zinc.
Kelompok yang paling mudah mengalami kekurangan zat gizi mikro
adalah ibu hamil, ibu menyusui dan anak-anak berusia di bawah 5 tahun. Hal ini
disebabkan karena mereka membutuhkan vitamin dan mineral dalam jumlah yang
lebih besar dibandingkan dengan kelompok lainnnya. Di samping itu, kelompok
ini juga sangat mudah mengalami akibat yang merugikan dari kekurangan zat gizi
mikro. Bagi ibu hamil, kekurangan zat gizi mikro dapat meningkatkan resiko
kematian ibu saat melahirkan, melahirkan bayi berat badan kurang (low birth
weight). Bagi ibu menyusui, status zat gizi mikronya akan menentukan kesehatan,
pertumbuhan dan perkembangan bayi yang disusuinya, terutama pada usia 6
bulan pertama setelah bayi lahir. Sedangkan bagi anak-anak kecil, kekurangan zat
gizi mikro dapat meningkatkan resiko kematian yang disebabkan karena penyakit
menular dan dapat menyebabkan gangguan fisik dan perkembangan mental anak.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa yang dimaksud dengan defisiensi mikronutrien?
1.2.2 Apa saja penyakit yang disebakan oleh defisiensi mikronutrien?
1.2.3 Bagaimana penanganan pada penyakit yang disebabkan oleh
defisiensi mikronutrien?

1.3 Tujuan Penulisan


Mampu memahami definisi mikronutrien dan memahami pentingnya
peranan mikronutrien untuk anak

1.4 Manfaat Penulisan


Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman dokter muda mengenai
defisiensi nutrisi pada anak, serta melakukan penanganan terhadap penyaki yang
disebabkan oleh defisiensi mikronutrien pada anak.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Mikronutrien
2.1.1 Vitamin A
Vitamin A adalah vitamin yang larut dalam lemak. Berdasarkan struktur
kimianya vitamin A disebut juga dengan retinol atau retina atau disebut juga
dengan asam retinoat, Vitamin A terdapat pada jaringan hewan 90-95% yang
disimpan pada hati (Haryadi, 2009).
Vitamin A adalah salah satu zat gizi dan golongan vitamin yang sangat
diperlukan oleh tubuh yang berguna untuk kesehatan mata (agar dapat melihat
dengan baik) dan untuk kesehatan tubuh (meningkatkan daya tahan tubuh untuk
melawan penyakit, khususnya diare dan penyakit infeksi).
Vitamin A atau berdasarkan struktur kimianya dibagi menjadi dua bentuk,
yaitu :
(a) Retinol
Retinol dapat dimanfaatkan langsung oleh tubuh karena umumnya sumber retinol
diperoleh dari makanan hewani seperti telur, hati, minyak ikan yang mudah
dicerna dalam tubuh.
(b) Betacaritine
Sering disebut pro-vitamin A, baru dapat dirasakan setelah mengalami proses
pengolahan menjadi retinol. Sumber betacarotene berasal dari makanan yang
berwarna orange atau hijau tua, seperti wortel, bayam, ubi kuning, mangga dan
pepaya.
Retinol atau Retinal atau juga Asam Retinoat, dikenal sebagai faktor
pencegahan xeropthalmia, berfungsi untuk pertumbuhan sel epitel dan pengatur
kepekaan rangsang sinar pada saraf mata, Jumlah yang dianjurkan berdasarkan
Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan (KGA-2004) per hari 400 ug retinol
untuk anak-anak dan dewasa 500 ug retinol.Tubuh menyimpan retinol dan
betacarotene dalam hati dan mengambilnya jika tubuh memerlukannya (Iskandar,
2012).

3
2.1.1.1 Fungsi
1. Penglihatan
Vitamin A berfungsi dalam penglihatan normal pada cahaya remang. Bila
kita dari cahaya terang diluar kemudian memasuki ruangan yang remang-remang
cahayanya, maka kecepatan mata beradaptasi setelah terkena cahaya terang
berhubungan langsung dengan vitamin A yang tersedia didalam darah. Tanda
pertama kekurangan vitamin A adalah rabun senja. Suplementasi vitamin A dapat
memperbaiki penglihatan yang kurang bila itu disebabkan karena kekurangan
vitamin A (Melenotte et al., 2012).
2. Pertumbuhan dan Perkembangan
Vitamin A dibutuhkan untuk perkembangan tulang dan sel epitel yang
membentuk enamel dalam pertumbuhan gigi. Pada kekurangan vitamin A,
pertumbuhan tulang terhambat dan bentuk tulang tidak normal. Pada anak–anak
yang kekurangan vitamin A, terjadi kegagalan dalam pertumbuhannya. Dimana
vitamin A dalam hal ini berperan sebagai asam retinoat (Tansuğ N, et al., 2010).
3. Fungsi Kekebalan
Vitamin A berpengaruh terhadap fungsi kekebalan tubuh pada manusia.
Dimana kekurangan vitamin A dapat menurunkan respon antibody yang
bergantung pada limfosit yang berperan sebagai kekebalan pada tubuh seseorang
(Almatsier, 2008).
4. Perkembangan Jantung
Defek kardiak dan cabang aorta diamati sebagai bagian dari sindroma
kekurangan vitamin A. Peranan vitamin A dalam perkembangan jantung manusia
meliputi pembentukan pipa pola jantung dan lingkaran, ruang dan katup saluran
keluar, trabekulasi ventrikel, diferensiasi kardiomiosit
5. Perkembangan Ginjal dan Saluran Kencing
Kekurangan vitamin A pada kehamilan dapat berkorelasi dengan
kekurangan jumlah nefron sub-klinis dan sedikit defisit nefron yang tidak disadari
pada saat lahir, tapi mungkin bisa berkontribusi dalam jangka panjang terjadinya
gagal ginjal dan hipertensi (Knutson dan Dame, 2011).
6. Diafragma

4
Fungsi diafragma sebagai otot utama respirasi dan sebagai pembatas antara
rongga dada dan perut. Hernia diafragma kongenital (CDH) terjadi pada sekitar
satu dari 3000 kelahiran, dan berhubungan dengan kematian neonatal yang tinggi.
Vitamin A sangat penting bagi perkembangan diafragma normal, dan telah
disimpulkan bahwa gangguan sinyal retinoid dapat berkontribusi pada etiologi
dari gangguan pernafasan (Knutson dan Dame, 2011).
7. Paru dan Saluran Nafas Atas serta Aliran Udara
Defek Respirasi termasuk agenesis paru kiri, hypoplasia paru bilateral, dan
agenesis esophagotracheal septum digambarkan dalam sindroma kekurangan
vitamin A awal namun dikarakteristikkan sebagai kelainan yang jarang terjadi.
Paru berkembang dari foregut endoderm selama perekembangan awal embrio. RA
dari mesoderm splanchnic di sekitar endoderm foregut telah penting ditemukan
untuk pembentukan tunas paru primordial. Sebuah laporan terbaru di New
England Journal of Medicine menunjukkan bahwa, di daerah endemik dengan
defisiensi vitamin A (retinol), anak-anak yang ibunya menerima suplementasi
vitamin A sebelum, selama, dan selama 6 bulan setelah kehamilan memiliki fungsi
paru-paru yang lebih baik ketika mereka diuji pada 9 sampai 11 tahun daripada
anak-anak yang ibunya menerima suplemen beta karoten atau plasebo. Selain itu,
mereka menemukan bahwa periode di mana suplementasi dengan vitamin A yang
paling penting adalah dari kehamilan usia postnatal dari 6 bulan (Knutson dan
Dame, 2011).
2.1.1.2 Gejala dan Tanda Defisiensi
Tubuh memerlukan asupan vitamin yang cukup sebagai zat pengatur dan
memperlancar proses metabolisme dalam tubuh. Sebagai vitamin yang larut dalam
lemak, vitamin A membangun sel-sel kulit dan memperbaiki sel-sel tubuh,
menjaga dan melindungi mata, menjaga tubuh dari infeksi, serta menjaga
pertumbuhan tulang dan gigi. Karena fungsi tersebut, vitamin A sangat bagus
dalam proses pertumbuhan dan perkembangan anak. Vitamin A juga berperan
dalam epitel, misalnya pada epitel saluran pencernaan dan pernapasan serta kulit.
Vitamin A berkaitan erat dengan kesehatan mata. Vitamin A membantu dalam hal
integritas atau ketahanan retina serta menyehatkan bola mata. Vitamin A
fungsinya tak secara langsung mengobati penderita minus, tapi bisa menghambat

5
minus. Kekurangan vitamin A menyebabkan mata tak dapat menyesuaikan diri
terhadap perubahan cahaya yang masuk dalam retina. Sebagai konsekuensi awal
terjadilah rabun senja, yaitu mata sulit melihat kala senja atau dapat juga terjadi
saat memasuki ruangan gelap. Bila kekurangan vitamin A berkelanjutan maka
anak akan mengalami xerophtalmia yang mengakibatkan kebutaan. Selain itu
kekurangan vitamin A menyebabkan tubuh rentan terhadap infeksi bakteri dan
virus. Tanpa vitamin A, sistem pertahanan tubuh akan hilang.Ini memicu tubuh
rentan terserang penyakit.
Vitamin A bisa terserap dalam tubuh yang kondisinya baik. Anak usia balita
sangat rentan kekurangan vitamin A karena kondisi tubuhnya rentan terhadap
penyakit, seperti diare atau infeksi pencernaan. Untuk itu peran ibu sangat penting
dalam menjaga ketahanan tubuh bayi yakni dengan memberikan ASI eksklusif,
agar mempunyai ketahanan tubuh yang cukup.Kebutuhan vitamin A yang cukup
dalam tubuh, dapat diketahui dengan cara menganalisis makanan yang dikonsumsi
sehari-hari dan melihat kondisi tubuh. Jika tubuh anak sering terkena penyakit,
seperti diare, busung lapar atau gangguan saluran pernapasan, maka secara
otomatis, asupan vitamin A-nya kurang (Zulkarnaen, 2012).
Selain itu, dampak kekurangan Vitamin A bagi anak antara lain:
a. Hemarolopia atau kotok ayam (rabun senja).
b. Frinoderma, pembentukan epitelium kulit tangan dan kaki terganggu,
sehingga kulit tangan dan kaki bersisik.
c. Pendarahan pada selaput usus, ginjal dan paru-paru.
d. Kerusakan pada bagian putih mata mengering dan kusam (Xerosis
konjungtiva), bercak seperti busa pada bagian putih mata (bercak bitot),
bagian kornea kering dan kusam (Xerosis kornea), sebagian hitam mata
melunak (Keratomalasia), Seluruh kornea mata melunak seperti bubur
(Ulserasi Kornea) dan Bola mata mengecil / mengempis (Xeroftahalmia
Scars).
e. Terhentinya proses pertumbuhan.
f. Terganggunya pertumbuhan pada bayi.
g. Mengakibatkan campak yang berat yang berkaitan dengan adanya
komplikasi pada anak-anak serta menghambat penyembuhan. (Melenotte
et al,2012)

6
Gambar 2.1 penyakit pada mata yang disebabkan oleh kekurangan vitamin A (Arali, 2008)

Namun demikian perlu juga diperhatikan bahwa pemberian dosis Vitamin A


yang terlalu tinggi dalam waktu yang lama dapat menimbulkan akibat yang
kurang baik antara lain:
a. Hipervitaminosis A pada anak-anak dapat menimbulkan anak tersebut
cengeng, pada sekitar tulang yang panjang membengkak, kulit kering dan
gatal-gatal.
b. Hipervitaminosis pada orang dewasa menimbulkan sakit kepala, mual-
mual dan diare. (Sugiarno, 2010).
2.1.1.3 Pengobatan dan Pencegahan
Vitamin A adalah salah satu zat gizi dari golongan vitamin yang sangat
diperlukan oleh tubuh yang berguna untuk kesehatan mata (agar dapat melihat
dengan baik) dan untuk kesehatan tubuh (meni ngkatkan daya tahan tubuh untuk
melawan penyakit misalnya campak, diare, dan penyakit infeksi lain) (Depkes RI,
2009)
Semua anak, walaupun mereka dilahirkan dari ibu yang berstatus gizi baik
dan tinggal di Negara maju, terlahir dengan cadangan vitamin A yang terbatas
dalam tubuhnya (hanya cukup memenuhi kebutuhan untuk sekitar dua minggu).
Di Negara berkembang, pada bulan-bulan pertama kehidupannya, bayi sangat

7
bergantung pada vitamin A yang terdapat dalam ASI. Oleh sebab itu, sangatlah
penting bahwa ASI mengandung cukup vitamin A. Anak-anak yang sama sekali
tidak mendapatkan ASI akan beresiko lebih tinggi terkena Xeropthalmia
dibandingkan dengan anak-anak yang mendapatkan ASI walau hanya dalam
jangka waktu tertentu. Berbagai studi yang dilakukan mengenai vitamin A ibu
nifas memperlihatkan hasil yang berbeda-beda.
Anak-anak usia enam bulan yang ibunya mendapatkan kapsul vitamin A
setelah melahirkan, menunjukkan bahwa terdapat penurunan jumlah kasus demam
pada anak-anak tersebut dan waktu kesembuhan yang lebih cepat saat mereka
terkena ISPA. Ibu hamil dan menyusui seperti halnya juga anak-anak, berisiko
mengalami KVA karena pada masa tersebut ibu membutuhkan vitamin A yang
tinggi untuk pertumbuhan janin dan produksi ASI.
Upaya meningkatkan konsumsi bahan makanan sumber vitamin A melalui
proses Komunikasi Informasi Edukasi (KIE) merupakan upaya yang paling aman.
Namun disadari bahwa penyuluhan tidak akan segera memberikan dampak nyata.
Selain itu kegiatan konsumsi kapsul vitamin A masih bersifat rintisan.
Oleh sebab itu penanggulangan KVA saat ini masih bertumpu pada pemberian
kapsul vitamin A dosis tinggi :
a. Bayi umur 6-11 bulan, baik sehat maupuan tidak sehat, dengan dosis 100.000 SI
(warna biru). Satu kapsul diberikan satu kali secara serentak pada bulan Februari
dan Agustus.
b. Anak balita umur 1-5 tahun, baik sehat maupun tidak sehat, dengan dosis 200.000
SI (warna merah). Satu kapsul diberikan satu kali secara serentak pada bulan
Februari dan Agustus.
c. Ibu nifas, paling lambat 30 hari setelah melahirkan, diberikan satu kapsul vitamin
A dosis 200.000 SI (warna merah), dengan tujuan agar bayi memperoleh vitamin
A yang cukup melalui ASI (Depkes RI, 2009).
d. Wanita hamil : suplemen vitamin A tidak direkomendasikan selama kehamilan
sebagai bagian dari antenatal care rutin untuk mencegah maternal and infant
morbidity dan mortality. Namun, pada daerah dimana terdapat masalah kesehatan
publik yang berat yang berkaitan dengan kekurangan vitamin A, maka
suplementasi vitamin A direkomendasikan untuk mencegah rabun senja. Secara

8
khusus, wanita hamil dapat mengkonsumsi hingga 10,000 IU vitamin A setiap
harinya atau vitamin A hingga 25,000 IU setiap minggu. Suplementasi dapat
dilanjutkan hingga 12 minggu selama kehamilan hingga melahirkan. Hal ini perlu
ditekankan bahwa WHO mengidentifikasi populasi berisiko sebagai mereka yang
prevalensi menderita rabun senja ≥5% pada wanita hamil atau ≥5% pada anak –
anak yang berusia 24–59 bulan.( McGuire, 2012)
e. Ibu nifas: suplementasi vitamin A pada ibu nifas tidaklah direkomendasikan untuk
mencegah morbiditas dan mortalitas pada ibu dan bayi. ( McGuire S. 2012)
Kekurangan makan makanan bergizi yang berlarut-larut, selain membuat
orang menjadi kurus juga kekurangan vitamin-vitamin, termasuk kekurangan
vitamin A. penyakit usus yang menahun akan mengakibatkan penyerapan vitamin
A dari usus terganggu. Untuk melakukan pengobatan harus berobat pada dokter
dan biasanya dokter akan memberikan suntikan vitamin A setiap hari sampai
gejalanya hilang. Untuk mencegah kekurangan vitamin A makanlah pepaya,
wortel dan sayur-sayuran yang berwarna ( Hassan, 2008).
Program nasional pemberian suplemen vitamin A adalah upaya penting untuk
mencegah kekurangan vitamin A di antara anak-anak Indonesia. Tujuan Program
ini adalah untuk mendistribusikan kapsul vitamin A pada semua anak di seluruh
wilayah Indonesia dua kali dalam satu tahun. Setiap Februari dan Agustus, kapsul
vitamin A didistribusikan secara gratis kepada semua anak yang mengunjungi
Posyandu dan Puskesmas. Vitamin A yang terdapat dalam kapsul tersebut cukup
untuk membantu melindungi anak-anak dari timbulnya beberapa penyakit yang
pada gilirannya akan membantu menyelamatkan penglihatan dan kehidupan
mereka ( Maryam, 2010 ).
Pemberian vitamin A akan memberikan perbaikan nyata dalam satu sampai
dua minggu. Dianjurkan bila diagnosa defisiensi vitamin A ditegakkan maka
berikan vitamin A 200.000 IU peroral dan pada hari kesatu dan kedua. Belum ada
perbaikan maka diberikan obat yang sama pada hari ketiga. Biasanya diobati
gangguan proteinkalori mal nutrisi dengan menambah vitamin A, sehingga perlu
diberikan perbaikan gizi.
(a) Sumber Vitamin A

9
Pada umumnya kecukupan Vitamin A pada orang dewasa didapat dari
makanan yang di konsumsi setiap hari. Demikian juga bagi anak anak selain
didapat dari makanan juga dari suplemen Vitamin A. sedangkan bagi bayi yang
berumur kurang dari 6 bulan kebutuhan Vitamin A diperoleh dari Air Susu Ibu
(Sugiarno. 2010). ASI tetap menjadi sumber yang penting dari vitamin A dan
karoten (zat gizi yang banyak terdapat secara alami dalam buah-buahan dan sayur-
sayuran). Karoten dapat membantu sistem kekebalan tubuh. Hati, telur, dan keju
merupakan sumber-sumber vitamin A yang baik. Vitamin A juga terdapat dalam
beta-karoten serta karotenoid lainnya. Tubuh manusia dapat mensintesa vitamin A
dari karoten atau pro vitamin A yang terdapat di sayuran dan buah-buahan yang
berwarna, seperti wortel, tomat, apel, semangka, dan sebagainya. (Dinkes Jateng,
2007)
Kadar Vitamin A dalam air susu sangat dipengaruhi oleh jumlah dan jenis
makanan yang dikonsumsi selama menyusui. Untuk itu bagi ibu nifas dianjurkan
banyak mengkonsumsi sayuran terutama yang banyak mengandung Vitamin A.
(Sugiarno. 2010)
Vitamin A sangat penting bagi kesehatan kulit, kelenjar, serta fungsi mata.
Sekalipun pada waktu lahir bayi memiliki simpanan vitamin A, Vitamin A adalah
salah satu zat gizi esensial yang tidak bisa diproduksi sendiri oleh tubuh manusia.
Untuk memperolehnya harus diambil dari sumber diluar tubuh terutama dari
sumber alam, seperti bahan sereal, umbi, biji-bijian, sayuran, buah-buahan,
hewani dan bahan-bahan olahan lainnya (Desi & Dwi, 2009).

Gambar 2.2 Daftar bahan makanan yang mengandung vitamin A (IDAI, 2011)

10
2.1.2 Vitamin D
Vitamin D sering dikenal dengan vitamin matahari karena vitamin D dapat
dibentuk tubuh dengan bantuan sinar matahari. Bila tubuh mendapat cukup sinar
matahari, maka konsumsi vitamin D melalui makanan tidak dibutuhkan. Karena
dapat disintesis di tubuh, vitamin D dapat dikatakan bukan vitamin, tapi suatu
prohormon. 2.1.1. Definisi vitamin D Vitamin D adalah nama generik dari dua
molekul, yaitu ergokalsiferol (vitamin D2) dan kolekalsiferol (vitamin D3).
Prekursor vitamin D hadir dalam fraksi sterol dalam jaringan hewan (di bawah
kulit) dan tumbuh-tumbuhan berturut-turut dalam bentuk 7-dehidrokolesterol dan
ergosterol. Keduanya membutuhkan radiasi sinar ultraviolet untuk mengubahnya
ke dalam bentuk provitamin D3 (kolekalsiferol) dan D2 (ergokalsiferol)
(Almatsier, 2010).
2.1.2.1 Fungsi
Fungsi utama vitamin D adalah membantu pembentukan dan pemeliharaan
tulang bersama vitamin A dan vitamin C, hormon-hormon paratiroid dan
kalsitonin, protein kolagen, serta mineral-mineral kalsium, fosfor, magnesium
flour. Fungsi khusus vitamin D dalam hal ini adalah membantu pengerasan tulang
dengan cara mengatur agar kalsium dan fosfor tersedia di dalam darah untuk
diendapkan pada proses pengerasan tulang (Almatsier, 2010). Di dalam saluran
cerna, kalsitriol meningkatkan absorpsi vitamin D dengan cara merangsang
sintesis protein pengikat-kalsium dan protein pengikatfosfor pada mukosa usus
halus. Di dalam tulang, kalsitriol bersama hormon paratiroid merangsang
pelepasan kalsium dari permukaan tulang ke dalam darah. Di dalam ginjal,
kalsitriol merangsang reabsorbsi kalsium dan fosfor (Almatsier, 2010).
2.1.2.2 Gejala dan Tanda Defisiensi
Vitamin D adalah vitamin larut lemak yang dibutuhkan untuk berbagai
proses metabolisme di dalam tubuh. Dalam metabolisme kalsium dan tulang,
fungsi utama 1,25(OH)2D3, metabolit aktif vitamin D, adalah mengontrol
absorpsi kalsium dan fosfat usus agar dapat mempertahankan konsentrasi kalsium
darah sehingga mineralisasi tulang tetap terpelihara. Defisiensi vitamin D akan
berpengaruh pada homeostasis. Defisiensi vitamin D akan meningkatkan hormon

11
paratiroid (parathyroid hormone, PTH) sehingga terjadi resorpsi tulang yang
selanjutnya akan meningkatkan risiko terjadinya fraktur. Defisiensi vitamin D
yang berat akan menyebabkan gangguan mineralisasi tulang sehingga terjadi
penyakit Rickets pada anak-anak dan osteomalasia pada orang usia lanjut. Selain
itu, defisiensi vitamin D juga akan menurunkan massa otot, dan meningkatkan
miopati yang mengakibatkan terjadinya instabilitas postural dan membuat pada
usia lanjut mudah jatuh. Belakangan ini diketahui pula bahwa vitamin (hormon) D
berhubungan dengan berbagai penyakit seperti penyakit asma, diabetes melitus,
hipertensi, artritis reumatoid, keganasan kolon, payudara, prostat, dan sebagainya
(Setiati, 2008). Faktor penyebab defisiensi vitamn D tercantum pada tabel 2.2
(Kennel et al., 2010).
Kekurangan vitamin D menyebabkan kelainan tulang yang dinamakan
riketsia pada anak-anak dan osteomalasia pada orang dewasa. Kekurangan pada
orang dewasa juga dapat menyebabkan osteoporosis. Riketsia terjadi bila
pengerasan tulang pada anak-anak terhambat sehingga menjadi lemah. Kaki
membengkok, ujung-ujung tulang panjang membesar (lutut dan pergelangan),
tulang rusuk membengkok, pembesaran kepala karena penutupan fontanel
terhambat, gigi terlambat keluar, bentuk gigi tidak teratur dan mudah rusak.
Sebelum ditemukan fortifikasi makanan dengan vitamin D, riketsia banyak
terdapat di negara-negara dengan empat musim. Sekarang masih terdapat pada
anak anak miskin di kota-kota industri yang kurang mendapat sinar matahari
(Almatsier, 2010). Penelitian yang dilakukan di Indonesia pada anak usia 1
sampai 12,9 tahun menunjukkan bahwa 45% anak mengalami insufisiensi vitamin
D. Pada penelitian yang dilakukan di empat negara, Indonesia menduduki
peringkat ke empat, dengan rerata vitamin D hanya 52,7 nmol/l (Enrawati dan
Sandjaja, 2011).

Gambar 2.2 Status vitamin D pada anak (IDAI, 2011)

12
2.1.2.3 Pengobatan dan Pencegahan
Masalah defisiensi vitamin D merupakan masalah yang penting dalam
pertumbuhan dan perkembangan anak, namun kesadaran masyarakat masih
tergolong rendah. Beberapa hal yang dianjurkan untuk mengurangi angka
defisiensi vitamin D antara lain:
Meningkatkan konsumsi makanan yang kaya vitamin D, yaitu ikan
salmon, tuna, mackerel, keju, minyak ikan, jamur shiitake, dan sereal.
a. Mendorong anak untuk lebih banyak bermain di luar serta menjemur bayi
pada jam 10.00 – 15.00.
b. Suplementasi vitamin D untuk bayi 0 – 12 bulan sebanyak 1000-5000 IU
per hari, tanpa memandang jenis makanannya (ASI eksklusif atau tidak).
c. Suplementasi vitamin D untuk anak >12 bulan, sebanyak 5000 IU per hari,
tanpa memandang jenis makanannya.
d. Anak dengan riwayat defisiensi vitamin D yang disertai gejala harus
diberikan suplementasi.
Pencegahan defisiensi vitamin D direkomendasikan oleh AAP (American
Academy of Pediatrics) pada tahun 2003 dengan suplementasi Vitamin D 200
Iu/hari pada bayi, anak, dan remaja. Pada tahun 2008, AAP merekomendasikan
suplementasi Vitamin D 400 Iu/hari pada beberapa keadaan seperti berikut:
1. Bayi yang memperoleh ASI eksklusif direkomendasikan suplementasi
vitamin D 400 IU/hari sejak beberapa hari setelah lahir. Suplementasi
dihentikan apabila bayi mendapatkan susu formula yang difortifikasi
vitamin D minimal 1 liter perhari.
2. Bayi yang tidak memperoleh ASI eksklusif, suplementasi vitamin D 400
IU/hari diberikan apabila susu formula yang dikonsumsi < 1000 ml/hari.
3. Remaja yang tidak mendapatkan susu formula atau makanan yang
difortifikasi vitamin D direkomendasikan diberikan suplementasi vitamin
D 400 IU/hari.
4. Kadar 25(OH)-D serum pada bayi dan anak dipertahankan = 20 ng/mL
untuk mendapatkan fungsi vitamin D yang optimal.
5. Anak berisiko tinggi mengalami defisiensi vitamin D seperti malabsorpsi
lemak atau menggunakan obat anti kejang jangka panjang membutuhkan

13
suplementasi vitamin D lebih tinggi. Selama diberikan vitamin D lakukan
pemeriksaan kadar 25(OH)-D setiap 3 bulan dan pemeriksaan hormon
paratiroid dan densitas tulang setiap 6 bulan.

2.1.3 Zat besi


Menurut Almatsier (2009), zat besi merupakan mikro mineral yang penting
dalam pembentukan hemoglobin. Zat besi mempunyai fungsi yang berhubungan
dengan pengangkutan, penyimpanan dan pemanfaatan oksigen.
Metabolisme zat besi yaitu Fe3+ dan Fe2+ masuk ke lambung, lambung
merubah Fe3+ menjadi Fe2+ dan kelebihan disimpan dalam bentuk ferritin. Besi
akan dibawa ke dalam darah (alat transport transferin) dan beberapa zat besi
disimpan di jaringan otot dalam bentuk mioglobin. Pembentukan sel darah merah
dan hemoglobin terjadi di sumsum tulang, kelebihan zat besi disimpan dalam
bentuk feritin dan hemosidorin. Hati akan memecah sel darah merah dan
transferin akan mengangkut zat besi dalam darah (Whitney et al., 2004).
Penyebab kekurangan zat besi pada anak dan bayi adalah akibat kebutuhan
yang meningkat karena cepatnya pertumbuhan yang tidak diikuti dengan asupan
yang cukup. Kurangnya zat besi pada anak menyebabkan gangguan tumbuh
kembang anak, serta berbagai penyimpangan perilaku (penurunan kemampuan
motorik, integrasi sosial, serta kemampuan untuk berkonsentrasi) yang pada
akhirnya akan dapat menurunkan kualitasnya. Kondisi defisiensi zat besi ini
sekaligus dapat merupakan kondisi rawan keracunan timbal (Pb), karena pada
kondisi ini dapat meningkatkan absorpsi timbal. (IDAI, 2011).
2.1.3.1 Fungsi
Zat besi (Fe) merupakan mikroelemen yang esensial bagi tubuh, zat ini
terutama diperlukan dalam hematopoiesis (pembentukan darah) yaitu dalam
sintesa haemoglobin (Hb) (Moehji, 1992). Seorang ibu yang dalam masa
kehamilannya telah menderita kekurangan zat besi tidak dapat memberi cadangan
zat besi kepada bayinya dalam jumlah yang cukup untuk beberapa bulan pertama.
Meskipun bayi itu mendapat air susu dari ibunya, tetapi susu bukanlah bahan
makanan yang banyak mengandung zat besi karena itu diperlukan zat besi untuk
mencegah anak menderita anemia (Siregar, 2000).

14
2.1.3.2 Gejala dan Tanda Defisiensi
Pada usia dini, anak yang kekurangan zat besi dapat menyebabkan
gangguan kognitif dan fisik serta peningkatan risiko kematian. Hal tersebut
dikarenakan zat besi memegang peran mengedarkan oksigen ke semua jaringan
tubuh. Jika oksigenasi ke jaringan tulang berkurang, maka tulang tidak akan
tumbuh secara maksimal sehingga resiko untuk mengalami gangguan
pertumbuhan atau stunting lebih tinggi (Petry et al,. 2016).
Defisiensi zat besi menyebabkan terjadinya anemia. Gangguan yang
ditimbulkan oleh anemia defisiensi besi yang disampaikan oleh anak atau orang
tua pasen adalah penampilan yang tampak pucat. Anak yang tampak pucat
biasanya memiliki kadar hemoglobin yang sudah menurun hingga 7-8 g/dL. Pada
anemia berat, dapat menyebabkan gangguan kognitif, motoric, iritabilitas,
cenderung mengantuk, dan gejala-gejala gagal jantung.
Manifestasi defisiensi zat besi:
1. Sistem kekebalan tubuh.
Defisiensi zat besi meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi
akibat gangguan fungsi kekebalan seluler dan fagositosis. Banyak
peneliti yang membuktikan bahwa pemberian zat besi dapat
menurunkan prevalensi infeksi pada anak.
2. Sistem pencernaan
Defisiensi zat besi dapat menyebabkan berkurangnya asam lambung,
gastritis, atrofi mukosa lambung dan akhlorhidria. Kelainan tersebut
dapat disembuhkan dengan pemberian zat besi. Akhlorhidria
merupakan akibat defisiensi zat besi yang sering dijumpai pada anak.
Manifestasi klinis yang dihubungkan dengan akhlorhidria pada bayi
dan anak adalah malabsorpsi xylose, malabsorpsi lemak, perdarahan
saluran pencernaan, enteropati oksidatif, dan perubahan histologi
mukosa duodenum. Pada beberapa keadaan perubahan mukosa saluran
cerna dapat disebabkan oleh susu sapi. Perdarahan saluran cerna telah
terbukti disebabkan oleh defisiensi zat besi, walaupun keadaan ini
dapat diperberat oleh susu sapi. Para ahli telah membuktikan bahwa
eliminasi susu sapi pada perdarahan saluran cerna akan mengurangi

15
jumlah sel darah merah yang dikeluarkan melalui feses, tetapi setelah
pemberian preparat besi, jumlah sel darah merah dalam feses menjadi
normal.
Kelainan saluran cerna pada defisiensi zat besi diduga akibat
menurunnya aktivitas enzim yang mengandung besi atau yang
memerlukan besi sebagai ko-faktor. Pada binatang percobaan, telah
dibuktikan adanya penurunan aktifitas enzim sitokrom oksidase dan
laktase mukosa usus yang mengalami defisiensi zat besi.
3. Otak
Telah terbukti secara meyakinkan bahwa ADB pada bayi dan anak
sering terkait dengan kelambatan perkembangan. Mekanisme
terjadinya kelambatan ini sebenarnya belum diketahui secara jelas,
namun beberapa hipotesis telah diajukan. Adanya perubahan fungsi
neurotransmitter yang kadang-kadang menetap sampai usia dewasa.
Penurunan aktivitas monoamine oksidase yang bertanggung jawab
pada proses degradasi noradrenalin, demikian pula terdapat perubahan
fungsi dari aldehid oksidase yang mengkatalisis degradasi serotonin.
Serotonin dapat menginduksi terjadinya gangguan kesadaran serta
konsentrasi dan gangguan kognitif. Demikian pula telah terbukti
adanya gangguan aktifitas dopamin, karena ternyata terdapat
penurunan reseptor dopamine (Dd2). Dopamin berfungsi sebagai
mediator dalam manifestasi perilaku. Defisiensi zat besi
mengakibatkan penurunan kadar enzim yang mengandung zat besi dan
aliran oksigen di otak, sehingga metabolisme otak terganggu. Keadaan
ini bermanifestasi sebagai terganggunya fungsi kognitif (pemusatan
perhatian, kemampuan belajar, dan kemampuan intelektual umum),
timbulnya kelainan-kelainan non kognitif (apatis, kurang responsif,
mudah tersinggung, ketegangan meningkat dan kecemasan) serta
aktivitas sehari-hari yang terbatas. Pada bayi gejala defisiensi zat besi
yang karakteristik adalah irritable dan kurangnya perhatian terhadap
lingkungan. Pada tikus coba, ternyata defisiensi zat besi ini dapat
menyebabkan gangguan myelinisasi. Dikatakan hal ini mungkin terkait

16
dengan terjadinya perubahan metabolisme asam lemak esensial.
Gangguan otak pada defisiensi zat besi besar artinya bila terjadi pada
masa bayi atau anak balita karena pada saat itu terjadi pertumbuhan
otak yang progresif. Pengobatan dengan penambahan zat besi akan
memberikan hasil yang baik bila defisiensinya masih dini, dalam
keadaan lanjut atau kronis kelainan ini akan menetap walaupun
anemianya telah terkoreksi. Keadaan ini yang membuat kita harus
lebih waspada menghadapi kemungkinan adanya defisiensi zat besi
pada masa pertumbuhan anak yang asupan besinya yang tidak adekuat,
walaupun gejala klinik yang biasa kita hubungkan dengan defisiensi
zat besi belum tampak.Ternyata kelambatan perkembangan akibat
diefisiensi zat besi dapat pulih dengan pemberian zat besi dalam waktu
yang lama.
4. Pertumbuhan organ
Defisiensi zat besi menyebabkan gangguan pertumbuhan organ tubuh,
pada otopsi binatang percobaan yang menderita defisiensi zat besi
didapatkan berat badan, DNA, otak, limpa dan hati yang rendah serta
kadar Hb kurang dari normal. Berat bayi yang menderita defisiensi zat
besi lebih rendah daripada berat bayi normal. Pemberian zat besi akan
meningkatkan berat badan anak yang menderita defisiensi zat besi
walaupun berat badan anak tersebut normal pada awal terapi.
Pemberian preparat besi selama 3 bulan pada anak sekolah yang
menderita anemia defisiensi zat besi akan meningkatkan berat badan
dan tinggi badan. Patofisiologi gangguan pertumbuhan pada penderita
defisiensi zat besi masih belum jelas. Diduga oleh para ahli keadaan ini
akibat dari anoreksia, gangguan DNA sel, gangguan sintesis RNA dan
gangguan absorpsi makanan. Diduga, zat besi berperan pada proses
mitosis sel.
5. Kardiovaskuler
Defisiensi zat besi mengakibatkan gangguan kontraktilitas miokard
sehingga terjadi penurunan curah jantung. Pada keadaan anemia
defisiensi zat besi yang berat terjadi dilatasi ventrikel kanan dan

17
hipotensi. Kelainan pada jantung ini menyebabkan penurunan
oksigenasi jaringan dengan akibat gangguan metabolisme aerob.
Gangguan kontraktilitas miokard pada defisiensi zat besi disebabkan
oleh menurunnya enzim yang mengandung zat besi seperti sitokrom-C.
Enzim ini berfungsi untuk metabolisme aerob otot jantung.
2.1.3.3 Pengobatan dan Pencegahan
Pada tempat-tempat dengan angka kejadian anemia defisiensi besi yang
tinggi, dapat diberikan suplementasi besi dengan dosis besi elemental sebesar:
1. pada bayi dengan berat lahir normal, suplementasi diberikan dari usia
6 bulan, sebesar 1mg/KgBB/har besi elemental
2. bayi 1.500-2.000 g diberikan sejak usia 2 minggu sebesar 2
mg/KgBB/hari
3. bayi 1.000-1.500 g diberikan sejak usia 2 minggu sebesar 3
mg/KgBB/hari
4. bayi <1.000 g diberikan sejak usia 2 minggu sebesar 4 mg/KgBB/hari.
Pencegahan terhadap anemia defisiensi besi sebaiknya dimulai sedini
mungkin. ASI eksklusif disarankan untuk dipertahankan hingga usia 6 bulan.
Apabila tidak memungkinkan, gunakan susu formula yang difortifikasi zat besi.
Makanan yang mengandung vitamin C akan memingkatkan absorpsi zat besi,
sedangkan teh, fosfat, dan fitrat akan mengurangi absorpsinya.
2.1.4 Zinc
Zinc merupakan bagian dari enzim-enzim yang berperan dalam berbagai
aspek metabolisme. Zinc berperan dalam reaksi-reaksi yang berkaitan dengan
sintesis serta degradasi karbohidat, protein, lipid, dan asam nukleat. Zinc juga
mempunyai peranan penting dalam proses pertumbuhan, fungsi kognitif,
pematangan seks, fungsi kekebalan, dan pemunahan radikal bebas (Almatsier
(2011).
Paling sedikit 15-20 metalo-enzim yang mengandung zinc telah diisolasi dan
dimurnikan. Salah satu contohnya adalah enzim karbonat anhidrase yang terdapat
pada sel darah merah. Di samping itu zinc juga terdapat dalam karboksi peptidase
dan dehidrogenase dalam hati. Sebagai kofaktor, zinc dapat meningkatkan
keaktifan enzim lainnya (Winarno, 2014). Zinc juga berhubungan dengan hormon-

18
hormon penting yang terlibat dalam pertumbuhan. Seperti samatomedinoc,
osteocalcin, testosteron, hormon tiroid dan insulin. Zinc juga memperlancar efek
vitamin D terhadap metabolisme tulang dengan distimulasi sintesis DNA didalam
sel-sel tulang, sehingga zinc erat kaitannya dengan metabolisme tulang yang
berperan penting pada pertumbuhan (Anindita, 2012).
Zinc termasuk dalam kelompok zat gizi mikro yang mutlak dibutuhkan dalam
jumlah yang sangat kecil untuk memelihara kehidupan yang optimal. Zinc
terutama dibutuhkan untuk proses percepatan pertumbuhan. Zinc tidak hanya
berperan pada efek replikasi sel dan metabolisme asam nukleat, tetapi juga
sebagai mediator dari aktifitas hormon pertumbuhan (Whitney et al., 2005). Zinc
merupakan mikronutrien yang berperan pada pertumbuhan, dibeberapa sistem
enzim yang terlibat dalam pertumbuhan fisik, imunologi dan fungsi reproduksi.
Saat terjadi defisiensi zinc maka dapat mempengaruhi pertumbuhan fisik terutama
anak-anak (Abunada et al., 2013).
2.1.4.1 Fungsi
Fungsi fisiologi yang bergantung pada zinc ialah pertumbuhan dan
pembelahan sel, antioksidan, perkembangan seksual, kekebalan seluler dan
humoral, adaptasi gelap, pengecapan dan nafsu makan (Whitney et al., 2005).
Zinc terdapat dalam jumlah yang cukup banyak di dalam setiap sel, kecuali sel
darah merah dimana zat besi berfungsi khusus mengangkut oksigen (Whitney et
al., 2005).
Zinc berperan dalam proses reepitelialisasi kerusakan mukosa akibat diare
serta terbukti aman dan efektif dalam pengobatan diare, termasuk penggunaan
jangka panjang. Terapi zinc berguna untuk pengobatan baik diare akut maupun
persisten, serta sebagai profilaksis (Fontaine, 2008).
Tubuh manusia mengandung dua gram zinc, terutama terdapat pada
rambut, tulang, mata, dan kelenjar alat kelamin pria (Winarno, 2014). Zinc tidak
terbatas fungsinya seperti zat besi dan kalsium (Whitney et al., 2005). Anak
dengan status zinc rendah dapat menyerap zinc lebih efisien dibandingkan anak
dengan status zinc baik. Ketersediaan biologis zinc bervariasi menurut sumber
makanan (Almatsier, 2011).
2.1.4.2 Gejala dan Tanda Defisiensi

19
Pudjiaji (2005) menyatakan bahwa defisiensi zinc selama masa anak-anak
dapat menyebabkan pertumbuhan terlambat dan gangguan imunitas. Variasi
konsentrasi zinc dalam plasma selama pertumbuhan menunujukkan penggunaan
dan kehilangan simpanan zinc yang terjadi secara terus-menerus. Kekurangan zinc
mempunyai koensekuensi yang serius, seperti terganggunya indra perasa,
hambatan pertumbuhan, diare, luka sukar sembuh, dan menurunya fungsi
kekebalan (Almatsier, 2011).
Lesi kulit pada defisiensi seng akut yang berat mempunyai distribusi yang
khas, terutama pada ekstremitas dan dekat dengan orificium, namun lesi juga
timbul di tempat lain dan dapat menyebar. Umumnya ruam berupa eritematus,
vesicobulosa, pustuler dan biasanya terjadi infeksi sekunder, terutama infeksi
stafilokokus atau kandida. Lesi epidermal lainnya termasuk gingivitis, dermatitis,
glossitis, konjungtivitis, blefaritis, alopecia dan distrofi kuku.
Gangguan perilaku juga merupakan gambaran klinis pada defisiensi seng
yang berat. Iritabilitas, letargi dan depresi biasanya terjadi bersamaan dengan
ruam kulit pada defisiensi seng berat. Perkembangan kognitif terganggu pada
hewan coba dengan defisiensi seng dan terbukti hal ini juga terjadi pada manusia.

2.1.4.3 Pengobatan dan Pencegahan


Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan untuk bayi usia 0-6 bulan
adalah 2 mg/hari dan 3 mg/hari untuk usia 7-36 bulan; sedang dosis 5 mg/hari
untuk anak usia 4-8 tahun dan 8 mg/hari untuk anak usia 9-13 tahun. Untuk
remaja usia 14-18 tahun laki-laki adalah 11 mg/hari dan perempuan 9 mg/hari.
Suplementasi zinc akan bermakna dalam meningkatkan imunitas pada
keadaan defisiensi zinc sebelumnya. Asupan zinc normal pada manusia berkisar
antara 107231 mol/hari (6-15 mg/hari). Untuk mengurangi lama dan berat diare,
mencegah berulangnya diare selama 2-3 bulan, mengembalikan nafsu makan.
Zinc berguna untuk pertumbuhan dan pembelahan sel sehingga meningkatkan
kecepatan regenerasi epitel usus.
<6 bulan : 10 mg/hari (1/2 tablet) atau syrup 10mg/5ml

20
>6 bulan : 20mg/hari diberikan selama 10-14 hari berturut-turut meski
diare sudah sembuh. Tidak boleh digerus, larutkan saja dengan air matang/oralit.

21
BAB III
KESIMPULAN

1. Vitamin A adalah vitamin yang larut dalam lemak. Tanda pertama kekurangan
vitamin A adalah rabun senja. Suplementasi vitamin A dapat memperbaiki
penglihatan yang kurang Dianjurkan bila diagnosa defisiensi vitamin A
ditegakkan maka berikan vitamin A 200.000 IU peroral dan pada hari kesatu
dan kedua.
2. Vitamin D sering dikenal dengan vitamin matahari karena vitamin D dapat
dibentuk tubuh dengan bantuan sinar matahari. Fungsi khusus vitamin D
dalam hal ini adalah membantu pengerasan tulang dengan cara mengatur agar
kalsium dan fosfor tersedia di dalam darah untuk diendapkan pada proses
pengerasan tulang. Defisiensi vitamin D yang berat akan menyebabkan
gangguan mineralisasi tulang sehingga terjadi penyakit Rickets pada anak-
anak dan osteomalasia pada orang usia lanjut. Masalah defisiensi vitamin D
merupakan masalah yang penting dalam pertumbuhan dan perkembangan
anak, namun kesadaran masyarakat masih tergolong rendah.
3. Zat besi merupakan mikro mineral yang penting dalam pembentukan
hemoglobin. Defisiensi zat besi menyebabkan terjadinya anemia.
4. Fungsi fisiologi yang bergantung pada zinc ialah pertumbuhan dan
pembelahan sel, antioksidan, perkembangan seksual, kekebalan seluler dan
humoral, adaptasi gelap, pengecapan dan nafsu makan. Terapi zinc berguna
untuk pengobatan baik diare akut maupun persisten, serta sebagai profilaksis.

22
DAFTAR PUSTAKA

Abunada, S. J. (2013). Nutritional assesment of Zn among adolescents in the Gaza

Strip-Palestine. . Open Journal of Epidemiology, 105-110.

Almatsier, Sunita. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka

Utama.

Almatsier, Sunita. 2011. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka

Utama.

Anindita, Putri., 2012. Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu, Pendapatan Keluarga,

Kecukupan Protein & Zinc Dengan Stunting (Pendek) Pada Balita Usia 6-

35 Bulan di Kecamatan Tembalang Kota Semarang. Jurnal Kesehatan

Masyarakat, 1 (2), pp.617-26.

Desi dan Dwi. 2009. Gizi dalam Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta. Nuha

Medika. Departemen Kesehatan RI, Konsumsi Kapsul Vitamin A pada Ibu

Nifas.

Depkes RI, 2009. Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta.

Fontaine O. Evidence for the safety and Evidence for the safety and efficacy of

zinc supplementation in the management of diarrhea. Sari pediatri 2008:

14–20.

Haryadi, Hendri. 2011. Makalah Kekurangan Vitamin A “Ilmu Gizi”.

Iskandar, Zulkarnaen. 2012. Kekurangan Vitamin A.

Sugiamo. 2010. “Defesiensi Vitamin A”

http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/103/jtptunimus-gdl-sugiamg0-5116-

2-bab2.pdf

23
Sjarif, Damayanti Rusli., Lestari, Endang Dewi., Mexitalia, Maria., Nasar, Sri

Sudaryati., 2011. Buku Ajar Nutrisi Pediatrik dan Penyakit Metabolik Jilid

I. Jakarta: IDAI

Tanto, Chris., Liwang, Frans., Hanifati, Sonia., Pradipta, Eka Adip. 2014. Kapita

Selekta Kedokteran Edisi IV Jilid 1. Jakarta: Media Aesculapius

24

Anda mungkin juga menyukai