Anda di halaman 1dari 33

CASE BASED DISCUSSION

Fraktur Procesus Alveolaris Mandibula

Disusun untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik

Oleh:

Siska Putri Utami 016.06.0011

Pembimbing : dr. I Made Sutresna, Sp.B

KEPANITERAAN KLINIK
SMF BEDAH RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KLUNGKUNG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR
MATARAM
2021

1
KATA PENGANTAR

Puja dan Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
segala limpahan nikmat-Nya saya dapat menyelesaikan Laporan Kasus yang
berjudul “Fraktur Procesus Alveolaris Mandibula”.
Dalam penyusunan laporan ini, saya banyak mendapatkan bantuan,
bimbingan, masukan dan motivasi dari berbagai pihak baik secara langsung
maupun tidak langsung. Untuk itu dalam kesempatan ini, saya menyampaikan
ucapan terima kasih kepada dosen yang telah memberi arahan dan penjelasan
tentang tata cara penulisan laporan ini.

Saya menyadari, penulisan ini masih banyak kekurangannya, untuk itu saya
sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan laporan ini. Semoga laporan ini bisa bermanfaat bagi mahasiswa
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Al-Azhar Mataram yang sedang menjalani
kepanitraan klinik di RSUD Klungkung.

Klungkung, 9 September 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii


DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1
BAB II LAPORAN KASUS ............................................................................... 2
2.1 Identitas Pasien ...................................................................................... 2
2.2 Anamnesis ............................................................................................. 2
2.3 Pemeriksaan Fisik ................................................................................. 3
2.4 Diagnosis Banding ................................................................................ 5
2.5 Pemeriksaan Penunjang ......................................................................... 5
2.6 Diagnosis Kerja ..................................................................................... 9
2.7 Terapi ..................................................................................................... 9
2.8 Follow Up .............................................................................................. 10
BAB III TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 14
3.1 Anatomi Mandibula ............................................................................... 14
3.2 Definisi Fraktur Mandibula ................................................................... 16
3.3 Klasifikasi Fraktur Mandibula ............................................................... 16
3.4 Etiologi Fraktur Mandibula ................................................................... 19
3.5 Manifestasi Klinis Fraktur Mandibula ................................................... 19
3.6 Diagnosis Fraktur Mandibula ................................................................ 20
3.7 Penatalaksanaan Fraktur Mandibula ...................................................... 23
3.8 Komplikasi Fraktur Mandibula.............................................................. 27
BAB IV PENUTUP ............................................................................................ 28
4.1 Kesimpulan ........................................................................................... 28
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 29

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Trauma pada wajah sering melibatkan tulang-tulang pembentuk
wajah, diantaranya mandibula. Fraktur mandibula menempati urutan kedua
dari fraktur daerah wajah, karena merupakan tulang yang menonjol yang
terletak di tepi dan posisinya di sepertiga bawah wajah.1 Diagnosis fraktur
mandibula dapat ditunjukkan dengan adanya rasa sakit, pembengkakan, nyeri
tekan, maloklusi, patahnya gigi, adanya gap, tidak ratanya gigi, tidak
simetrisnya arkus dentalis, adanya laserasi intra oral, gigi yang longgar dan
krepitasi.1,2,3
Tujuan dari penatalaksanaan fraktur mandibula adalah memperoleh
reduksi anatomi dari garis fraktur, mendapatkan kembali oklusi sebelum
cedera, imobilisasi mandibula dalam periode tertentu untuk penyembuhan,
menjaga nutrisi yang adekuat, mencegah infeksi, malunion dan nonunion.
Manajemen dari teknik yang sering digunakan adalah mengikat gigi-gigi
dengan arch bars dan elastic band untuk fiksasi intermaksila untuk fraktur
yang stabil. Dapat juga digunakan dengan kombinasi reduksi terbuka dan
interosseus wire atau plate yang rigid pada fraktur yang tidak stabil atau
unfavorable.2,3,4
Pada prinsipnya ada dua cara penatalaksanaan fraktur mandibula yaitu
cara tertutup atau disebut juga perawatan konservatif dan cara terbuka yang
ditempuh dengan cara pembedahan. Pada prosedur terbuka bagian yang
mengalami fraktur dibuka dengan pembedahan dan segmen fraktur direduksi
serta difiksasi secara langsung dengan menggunakan kawat atau plat yang
disebut dengan wire atau plate osteosynthesis. Pada penatalaksanaan fraktur
mandibula selalu diperhatikan prisip-prinsip dental dan ortopedik sehingga
daerah yang mengalami fraktur akan kembali atau mendekati posisi anatomis
sebenarnya dan fungsi mastikasi yang baik.3,4
1
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien


- Nama : Ny. NKM
- Umur : 50 tahun
- Jenis Kelamin : Perempuan
- Alamat : Dusun Ambengan Desa Tangkas, Kec. Klungkung
- Pendidikan : SMP
- Pekerjaan : Petani
- Status Perkawinan : Belum Kawin
- Agama : Hindu
- Tanggal MRS : 2 September 2021
- No. Rekam Medis : 276066
2.2 Anamnesis
a. Keluhan Utama
Nyeri pada wajah
b. Mechanisme of Injury
Pasien ditabrak oleh pengendara sepeda motor dari sebelah kiri saat
pasien hendak menyebrang jalan pada pukul 08.00 WITA. Dikatakan bahwa
kecepatan motor yang menabraknya sangat tinggi sehingga mengenai lutut
pasien lalu pasien terjatuh, namun pasien tidak mengingat bagaimana posisi
jatuhnya karena pasien sempat pingsan setelah di tabrak oleh pengendara
motor.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien perempuan usia 50 tahun datang ke UGD RSUD Klungkung
dengan keluhan nyeri pada wajah sejak ± 15 menit SMRS setelah
mengalami kecelakaan lalu lintas. Dikatakan bahwa pasien ditabrak oleh
pengendara sepeda motor dari sebelah kiri saat pasien hendak menyebrang
jalan. Pasien mengatakan sempat pingsan selama ± 5 menit, lalu pasien
dibawa ke RSUD Klungkung oleh warga setempat.

2
Keluhan lainnya yang dialami oleh pasien adalah nyeri kepala (+),
pusing berputar (+), mual (+), muntah (-).
d. Riwayat Penyakit Dahulu
 Pasien tidak pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya
 Hipertensi disangkal
 Diabetes Melitus disangkal
 Jantung disangkal
 Tumor atau Keganasan disangkal
 Riwayat alergi disangkal
e. Riwayat Penyakit Keluarga
 Hipertensi disangkal
 Diabetes Melitus disangkal
 Jantung disangkal
 Tumor atau Keganasan disangkal
 Riwayat alergi disangkal
f. Riwayat Pengobatan
Pasien mengatakan belum ada mendapatkan pengobatan
sebelumnya
g. Riwayat Pribadi/Sosial
Pasien menyangkal memiliki riwayat kebiasaan merokok maupun
minum minuman beralkohol.
2.3 Pemeriksaan Fisik
 Keadaan umum dan Kesadaran
Keadaan Umum : Sakit sedang
Kesadaran/GCS : Composmentis / E4V5M6
 Tanda - tanda Vital
Tekanan darah : 140/80 mmHg
Nadi : 110 kali/menit
Frekuensi Napas : 18 kali/menit
SpO2 : 99%

3
Suhu : 36,0 O C
Skala Nyeri : 3/10 (Wajah)
 Status Generalis
Kepala Normocephali

Mata Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil bulat


isokor 2 mm, reflek cahaya (+/+)

Hidung Septum deviasi (-/-), secret (-/-), epitaksis (-/-)

Telinga Normotia, serumen (-/-), secret (-/-), darah (-/-)

Mulut Mukosa bibir normal, lidah kotor (-), lidah tremor (-) faring
hiperemis (-), tonsil (T1-T1)

Leher Pembesarkan kelenjar getah bening (-), pembesaran


kelenjar tiroid (-)

Thorax

Cor  Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat


 Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
 Perkusi :
- Batas atas : ICS 2 linea parasternalis sinistra
- Batas kanan : ICS 5 linea parasternalis dextra
- Batas kir : ICS 5 linea midclaviculari sinistra
 Auskultasi : S1S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo  Inspeksi : Pergerakan nafas saat statis dan dinamis
 Palpasi : Vocal fremitus sama pada kedua paru
 Perkusi : Sonor pada seluruh lapangan paru
 Auskultasi : Suara nafas vesikuler di kedua paru, ronkhi -/-,
whezing -/-

4
Abdomen  Inspeksi : Dalam batas normal
 Auskultasi : Bising usus normal
 Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
 Perkusi : Timpani seluruh lapang abdomen
Ekstremitas Tidak ada edema, akral hangat, CRT (<2 detik), sianosis
(Atas&Bawah) tidak ada

 Status Lokalis
 Regio Maksilofasial
- Inspeksi : tampak terpasang tampon kasa pada mulut, perdarahan
(+), luka pada dagu (+), bengkak (+), oklusi (+), deformitas (+)
- Palpasi : Nyeri tekan pada daerah mandibula, teraba hangat
 Regio Genu
- Inspeksi : hematoma (+), bengkak (+)
- Palpasi : Nyeri tekan (+), teraba hangat
- ROM Baik

2.4 Diagnosis Banding


 Fraktur Procesus Alveolaris Mandibula
 Fraktur Maxilla
 Fraktur Zygoma

2.5 Pemeriksaan Penunjang


 Pemeriksaan Laboratorium 05 September 2021
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

Hemoglobin 12,7 g/dL 10,8 – 16,5 g/dL


Leukosit 24,14 ribu/uL 3,2 – 10 ribu/uL
Hitung Jenis leukosit

- Neutrofil 90% 39,3 – 73,7 %

5
- Limfosit 5,8 % 18,0 – 48,3 %
- Monosit 3,6 % 4,4 – 12,7 %
- Eosinofil 0,40 % 600 – 7.30 %
- Basofil 0,52 % 0,00 – 1,70 %
Eritrosit 4,4 juta/uL 3,5 – 5,5 juta/uL
Hematokrit 39,9 % 35 - 55 %
Indeks Eritrosit

- MCV 90,0 fL 81,1 - 96 fL


- MCH 28,6 pg 27,0 – 31,2 pg
- MCHC 31,8 % 31,5 – 35,0 %
RDW-CV 11,2 % 11,5 – 14,5 %
Trombosit 289 ribu/uL 145 - 450 ribu/uL
MPV 4,49 fL 6,90 – 10,6 fL
Hemostasis

Masa Perdarahan (BT) 1:00 menit 1 – 5 menit


Masa Pembekuan (CT) 9:00 menit 6 – 15 menit
Faal Hati

AST (SGOT) 37 U/L 8-37 U/L


ALT (SGPT) 24 U/L 13-42 U/L
Faal Ginjal

Ureum 18 mg/dL 10-50 mg/dL


Kreatinin 0,4 mg/dL 0,6-1,2 mg/dL
Gula Darah

Gula darah sewaktu 125 mg/dL 80-200 mg/dL

6
 Pemeriksaan Radiologi
o Thorak PA (2 September 2021)

- Cor : Tidak membesar


- Pulmo : corakan bronkovaskular meningkat, tak tampak infiltrat
- Sinus phrenocostalis kanan dan kiri tajam
- Diafragma kanan dan kiri normal
- Skelet Hemithorak : tak tampak fraktur

Kesan :
- Tak tampak cardiomegali
- Corakan bronchovaskular meningkat
o Foto Genu Kiri AP/Lat (2 September 2021)

7
- Tak tampak fraktur
- Densitas dan trabekulasi tulang baik
- Celah sendi tak tampak menyempit
- Tampak soft tissue swelling sekitar sendi
- Tak tampak osteofit
o CT Scan Kepala (2 September 2021)

8
- Tak tampak lesi hypodens maupun hyperdens abnormal di brain
parenchyme
- Sulci menyempit dan gyri tampak normal
- System ventricle dan cysterna tampak normal
- Tak tampak midline shift
- Tak tampak kalsifikasi abnormal
- Pons, mesencephalon dan cerebellum tidak tampak kelainan
- Orbita, sinus ethmoidalis, sphenoidalis, mastoid kanan dan kiri tampak
normal
- Tampak fractur avulsi tepi superior corpus mandibula kanan

Kesimpulan:

 Saat ini tak tampak gambaran intracerebral haemorhage maupun


infarction di brain parenchyme
 Brain athrophy
 Tampak fraktur avulsi tepi superior corpus mandibula kanan
2.6 Diagnosis Kerja
Fraktur Procesus Alveolaris Mandibula
2.7 Terapi
a. Non Medikamentosa
 Pasien dan keluarga diberikan KIE dan informed consent mengenai
kondisi pasien dan rencana tindakan operatif yang akan dilakukan
 Pasien puasa
b. Medikamentosa
 IVFD RL 20 tpm (Pre-op)
 Ketorolac 3x30 mg (Pre-op)
 Ceftriaxon 2 gr IV (Pre-op)
c. Operatif :
 ORIF Miniplate + Arch Barr (3 September 2021)

9
2.8 Follow Up
03/09/21 (Post Op H0)

S Nyeri luka post operasi (+), pusing (+), nyeri pada kedua kaki (+)
bengkak (+), memar (+)

O Status Present
KU : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
TD : 90/80 mmHg
RR : 20 x/menit
Nadi : 92x/menit
SpO2 : 97%
Tax : 36,5oC
VAS : 4/10
Status Generalis
Dalam batas normal
Status Lokalis
Regio Maxilofasial : oklusi baik, luka operasi terawat, bengkak
disekitar mulut
A Fraktur Procesus alveolaris mandibula inferior + avulsi premolar
superior (D) Post ORIF Miniplate + Arch Bar (H0)

P - IVFD RL 20 tpm
- Cefotaxime 3x1 gram
- Ketorolac 2x30 mg
- Lanzoprazole 2x 40 mg
- Ondansetron 4 mg (k/p)
- Drip petidine 175 mg dalam RL 500 cc  21 tpm

10
Foto SKULL AP/Lat (Yang Tervisualisasi):

 Tampak Fraktur tulang corpus mandibula kanan terpasang


miniplate
 Densitas dan trabekulasi normal
 Sella tursika tampak normal
 Tak tampak TIK meningkat
04/09/21 (Post Op H1)

S Nyeri luka post operasi (+), Pusing (+), Demam (-), mual muntah
(-)

O Status Present
KU : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
TD : 100/60 mmHg
RR : 19 x/menit
Nadi : 98x/menit
SpO2 : 98%
Tax : 38,1oC
VAS : 3/10

11
Status Generalis
Dalam batas normal
Status Lokalis
Regio Maksilofasial : oklusi baik, luka operasi terawat, bengkak
disekitar mulut
A Fraktur Procesus alveolaris mandibula inferior + avulsi premolar
superior (D) Post ORIF Miniplate + Arch Bar (H1)

P - IVFD RL 20 tpm
- Cefotaxime 3x1 gram
- Ketorolac 2x30 mg
- Lanzoprazole 2x 40 mg
- Paracetamol 4x500 mg
- Diet Tidak mengunyah
- Oral Higine dengan betadine kumur setiap 4jam
05/09/21 (Post Op H2)

S Nyeri luka post operasi berkurang , Pusing berkurang, Demam (-),


mual muntah (-)

O Status Present
KU : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
TD : 100/80 mmHg
RR : 18 x/menit
Nadi : 94x/menit
SpO2 : 97%
Tax : 36,0oC
VAS : 2/10
Status Generalis
Dalam batas normal

12
Status Lokalis
Regio Maksilofasial : oklusi baik, luka operasi terawat, bengkak
disekitar mulut
A Fraktur Procesus alveolaris mandibula inferior + avulsi premolar
superior (D) Post ORIF Miniplate + Arch Bar (H2)

P - IVFD RL 20 tpm
- Cefotaxime 3x1 gram
- Ketorolac 2x30 mg
- Lanzoprazole 2x 40 mg
- Paracetamol 4x500 mg
- Diet Tidak mengunyah
- Oral Higine dengan betadine kumur setiap 4jam
- Poliklinis

13
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Anatomi Mandibula

Mandibula adalah tulang rahang bawah pada manusia yang berfungsi


sebagai tempat menempelnya gigi geligi.6 Mandibula merupakan tulang yang
berpasangan dan menjadi satu-satunya tulang yang berperan penting dalam
mastikasi, fungsi bicara dan penelanan.5,10 Mandibula merupakan tulang wajah
yang terpadat dan terkuat serta merupakan balok tulang penghubung dengan
tengkorak dasar melalui sendi temporomandibular.7,11

Gambar 3.1 Anatomi tulang mandibula dilihat dari frontal8

Mandibula terdiri dari korpus mandibula dan dua ramus mandibula.


Masing- masing ramus terbagi atas prosesus koronoideus dan prosesus
kondilus. Prosesus kondilus dari masing-masing ramus tersambung dengan
tulang temporal untuk membentuk sebuah persendian temporomandibular.
Korpus mandibula berbentuk parabola atau seperti tapal kuda. Korpus
terdiri atas pangkal/dasar dan pars alveolaris yang dipisahkan oleh linea
oblik yang turun dari prosesus koronoid dalam arah anterior oblik. Bagian
frontal pars alveolaris terdiri dari dagu (mentum) dengan protuberansia
mentalis, tuberkula mental bilateral dan foramen mental.9,8

14
Gambar 3.2 Anatomi Tulang mandibula dilihat dari lateral8

Korpus mandibula dan ramus mandibula menyatu di angulus. Kaput


mandibula terletak di atas prosesus kondilus.8

Gambar 3.3 Anatomi Tulang Mandibula aspek dalam lengkung


mandibula8

Foramen mandibula terletak di bagian ramus mandibula. Linea


milohioid membentuk suatu krista bertingkat yang berfungsi sebagai tempat
melekatnya otot milohioid dan membatasi ketinggian dasar/lantai mulut.8

15
Gambar 3.4 Anatomi Tulang Mandibula dilihat dari Inferior8

Spina mentalis terletak di bagian dalam mandibula dekat dengan garis


tengah. Cekungan-cekungan tulang mencerminkan fosa digastrika di bawah
dan lateral dari spina mentalis, fovea sublingualis dan fovea submandibularis
di atas spina mentalis. Tuberositas pterigoid ditemukan di bagian dalam
angulus mandibula.8

3.2. Definisi Fraktur Mandibula

Fraktur mandibula adalah putusnya kontinuitas tulang mandibula.


Hilangnya kontinuitas pada mandibula dapat berakibat fatal bila tidak
ditangani secara benar.6 Fraktur mandibula merupakan salah satu fraktur yang
paling sering terjadi karena anatomi dan lokasinya yang terbuka, posisi
mandibula juga merupakan posisi yang paling sering menerima kekerasan
yang disengaja maupun yang tidak disengaja.12,9

Fraktur mandibula dapat berdiri sendiri, namun fraktur mandibula juga


dapat berkombinasi dengan fraktur fasial yang lainnya.5 Fraktur mandibula
dapat menyebabkan kematian, kematian saraf-saraf, kehilangan fungsi
mandibula dan kecacatan yang serius, baik karena pergeseran fragmen tulang
yang fraktur atau karena kerugian yang tidak dapat dipulihkan serta juga dapat
menyebabkan gangguan psikologi.10,13

3.3. Klasifikasi Fraktur Mandibula

Beberapa macam klasifikasi fraktur mandibula dapat digolongkan


berdasarkan:

1. Insiden fraktur mandibula sesuai dengan lokasi anatominya; prosesus


kondiloideus (29,1%), angulus mandibula (24%), simfisis mandibula
(22%), korpus mandibula (16%), alveolus (3,1%), ramus (1,7%),
prosesus koronoideus (1,3%).4

16
Gambar 3.5 Regio mandibula dan frekuensi fraktur mandibula
berdasarkan regio4

2. Berdasarkan ada tidaknya gigi pada kiri dan kanan garis fraktur; kelas
I: gigi ada pada kedua bagian garis fraktur, kelas II: gigi hanya ada pada
satu bagian dari garis fraktur, kelas III: tidak ada gigi pada kedua
fragmen, mungkin gigi sebelumnya memang sudah tidak ada
(edentulous) atau gigi hilang saat terjadi trauma.3,4

Gambar 3.6 Hubungan ada tidaknya gigi pada garis fraktur3

3. Berdasarkan arah fraktur dan kemudahan untuk direposisi


dibedakan:horizontal dan vertikal yang dibagi menjadi favourable dan
unfavourable. Kriteria favourable dan unfavourable berdasarkan arah
satu garis fraktur terhadap gaya muskulus yang bekerja pada fragmen
tersebut. Disebut favourable apabila arah fragmen memudahkan untuk

17
mereduksi tulang waktu reposisi, sedangkan unfavourable bila garis
fraktur menyulitkan untuk reposisi.3,7

Gambar 3.7 A. Horizontal favourable fracture, B. Horizontal


unfavourable fracture, C. Vertical favourable fracture, D. Vertical
unfavourable fracture 3
4. Berdasarkan tipe fraktur dibagi menjadi fraktur greenstick atau
incomplete; fraktur yang tidak sempurna dimana pada satu sisi dari
tulang mengalami fraktur sedangkan pada sisi yang lain tulang masih
terikat. Fraktur greenstick biasanya didapatkan pada anak-anak karena
periosteum tebal. Fraktur tunggal; fraktur hanya pada satu tempat saja.
Fraktur multipel; fraktur yang terjadi pada dua tempat atau lebih,
umumnya bilateral. Fraktur kominutif; terdapat adanya fragmen yang
kecil bisa berupa fraktur simple atau compound. Selain itu terdapat juga
fraktur patologis; fraktur yang terjadi akibat proses metastase ke tulang,
impacted fraktur; fraktur dengan salah satu fragmen fraktur di dalam
fragmen fraktur yang lain. Fraktur atrophic; adalah fraktur spontan
yang terjadi pada tulang yang atrofi seperti pada rahang yang tidak
bergigi. Indirect fraktur; fraktur yang terjadi jauh dari lokasi
trauma.3,4,14

18
Gambar 3.8 Tipe fraktur mandibula. A. Greenstick B. Simple
C. Kominutif D. Compound 5
3.4. Etiologi Fraktur Mandibula

Fraktur mandibula dapat disebabkan oleh trauma maupun proses


patologik. Menurut Kruger, 69% dari fraktur mandibula disebabkan oleh
kekerasan fisik, 27% kecelakaan, 2% karena olahraga dan 4% faktor patologik,
sedangkan fraktur patologis dapat disebabkan oleh kista, tumor tulang,
osteogenesis imperfekta, osteomielitis, osteoporosis, atropi atau nekrosis
tulang.14,13

3.5. Manifestasi Klinis Fraktur Mandibula

Diagnosa fraktur mandibula dapat ditegakkan berdasarkan adanya


riwayat kerusakan rahang bawah dengan memperhatikan gejala dan gambaran
klinis fraktur mandibula yaitu sebagai berikut:2,4,14,15.

1. Rasa sakit dan bengkak pada bagian yang terkena fraktur


2. Sakit pada daerah sendi rahang
3. Adanya darah yang bercampur dengan saliva menetes dari sudut mulut.
4. Sakit pada daerah sendi rahang ketika dagu ditekan
5. Pembengkakan pada daerah sendi rahang
6. Adanya gigitan terbuka anterior dan mulut pasien akan terbuka.
7. Kontak prematur gigi posterior
8. Perubahan oklusi

19
9. Ekimosis di bagian dasar mulut atau kulit.
10. Krepitasi ketika palpasi
11. Perubahan ukuran gerakan mandibula
12. Pendarahan jaringan lunak
13. Gangguan sensori
14. Pembengkakan jaringan lunak.
15. Terjadinya deviasi
16. Pendarahan oral
17. Terjadinya step deformitas pada kontur tulang mandibula
18. Adanya parastesia pada bibir bawah yang diakibatkan nervus alveolaris
inferior yang cedera.

3.6. Diagnosis Fraktur Mandibula

Didalam penegakan diagnosis fraktur mandibula meliputi anamnesa,


apabila merupakan kasus trauma harus diketahui mengenai mekanisme
traumanya atau mechanisme of injury, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang.3,4,7

Pada kasus trauma, pemeriksaan penderita dengan kecurigaan fraktur


mandibula harus mengikuti kaidah ATLS (Advandce Trauma Live Suport),
dimana terdiri dari pemeriksaan awal atau primary survey yang meliputi
pemeriksaan airway, breathing, circulation dan disability. Pada penderita
trauma dengan fraktur mandibula harus diperhatikan adanya kemungkinan
obstruksi jalan nafas yang bisa diakibatkan karena fraktur mandibula itu sendiri
ataupun akibat perdarahan intraoral yang menyebabkan aspirasi darah.4

Setelah dilakukan primary survey dan kondisi penderita stabil, dapat


dilanjutkan dengan pemeriksaan secondary survey meliputi:

1) Anamnesis, pada anamnesis keluhan subyektif berkaitan dengan


fraktur mandibula dicurigai dari adanya nyeri, pembengkakan oklusi
abnormal, mati rasa pada distribusi saraf mentalis, pembengkakan,
memar, perdarahan dari soket gigi, gigi yang fraktur atau tanggal,

20
trismus, ketidakmampuan mengunyah. Selain itu keluhan biasanya
disertai riwayat trauma seperti kecelakaan lalu lintas, kekerasan,
terjatuh, kecelakaan olah raga ataupun riwayat penyakit patologis.
2) Pemeriksaan klinis meliputi;
A. Pemeriksaan klinis pasien secara umum: pada umumnya trauma
maksilofasial dapat diketahui keberadaannya pada pemeriksaan
awal atau primary survey atau pemeriksaan sekunder atau
secondary survey.4 Pemeriksaan saluran nafas merupakan suatu
hal penting karena trauma dapat saja menyebabkan gangguan
jalan nafas. Penyumbatan dapat disebabkan oleh lidah
terjatuhnya lidah ke arah belakang, dapat pula oleh tertutupnya
saluran nafas akibat adanya lendir, darah, muntahan dan benda
asing.
B. Pemeriksaan lokal fraktur mandibula, antara;
 Pemeriksaan klinis ekstraoral, tampak diatas tempat
terjadinya fraktur biasanya terjadi ekimosis dan
pembengkakan. Sering pula terjadi laserasi jaringan
lunak dan bisa terlihat jelas deformasi dari kontur
mandibula yang bertulang. Jika terjadi perpindahan
tempat dari fragmen-fragmen pasien tidak bisa menutup
geligi anterior dan mulut menggantung kendur dan
terbuka. Pasien sering kelihatan menyangga rahang
bawah dengan tangan. Dapat pula air ludah bercampur
darah menetes dari sudut mulut pasien. Palpasi lembut
dengan ujung-ujung jari dilakukan terhadap daerah
kondilus pada kedua sisi, kemudian diteruskan
kesepanjang perbatasan bawah mandibula. Bagian-
bagian melunak harus ditemukan pada daerah-daerah
fraktur, demikian pula terjadnya perubahan kontur dan
krepitasi tulang.

21
 Pemeriksaan klinis intraoral, setiap serpihan gigi yang
patah harus dikeluarkan dari mulut. Sulkus bukal
diperiksa adanya ekimosis dan kemudian sulkus lingual.
Hematoma didalam sulkus lingual akibat trauma rahang
bawah hampir selalu patognomonik fraktur
mandibular.4,7
3) Pemeriksaan penunjang pada fraktur mandibula dapat dilakukan
pemeriksaan penunjang antara lain;
a. Foto Rontgen
Untuk mengetahui pola fraktur yang terjadi. Setiap
pemeriksaan radiologis diharapkan menghasilkan kualitas
gambar yang meliputi area yang dicermati yaitu daerah
patologis berikut daerah normal sekitarnya.
b. Foto Eisler
Foto ini dibuat untuk pencitraan mandibula bagian ramus
dan korpus, dibuat sisi kanan atau kiri sesuai kebutuhan.
c. Town′s view
Dibuat untuk melihat proyeksi tulang maksila, zigoma dan
mandibula.
d. Foto Reverse Town′s view
Dilakukan untuk melihat adanya fraktur neck condilus
mandibula terutama yang displaced ke medial dan bisa juga
untuk melihat dinding lateral dari maksila.
e. Foto Panoramic
Disebut juga pantomografi atau rotational radiography
dibuat untuk mengetahui kondisi mandibula mulai dari kondilus
kanan sampai kondilus kiri beserta posisi geliginya termasuk
oklusi terhadap gigi maksila. Keuntungan panoramic adalah;
cakupan anatomis yang luas, dosis radiasi yang rendah,
pemeriksaan cukup nyaman, bisa dilakukan pada penderita
trismus. Kerugiannya tidak bisa menunjukkan gambaran

22
anatomis yang jelas daerah periapikal sebagaimana yang
dihasilkan foto intraoral.
f. Temporomandibular Joint
Pada penderita trauma langsung daerah dagu sering
didapatkan kondisi pada dagu baik, akan tetapi terjadi fraktur
pada daerah kondilus mandibula sehingga penderita mengeluh
nyeri daerah TMJ bila membuka mulut, trismus kadang sedikit
maloklusi. Pada pembuatan foto TMJ standard biasanya
dilakukan proyeksi lateral buka mulut atau Parma dan proyeksi
lateral tutup mulut biasa atau Schuller.
g. Orbitocondylar view
Dilakukan untuk melihat TMJ pada saat membuka mulut
lebar, menunjukkan kondisi strutur dan kontur dari kaput
kondilus tampak dari depan.
h. CT Scan
Pemeriksaan ini dilakukan pada kasus emergency masih
belum merupakan pemeriksaan standart. CT Scan terutama
untuk fraktur maksilofasial yang sangat kompleks.8,10

3.7. Penatalaksanaan Fraktur Mandibula

Prinsip penanganan fraktur mandibula pada langkah awal bersifat


kedaruratan seperti jalan nafas atau airway, pernafasan atau breathing,
sirkulasi darah termasuk penanganan syok atau circulation, penanganan luka
jaringan lunak dan imobilisasi sementara serta evaluasi terhadap kemungkinan
cedera otak. Tahap kedua adalah penanganan fraktur secara definitif.
Penanganan fraktur mandibula secara umum dibagi menjadi dua metoda yaitu
reposisi tertutup dan terbuka. Pada reposisi tertutup atau konservatif , reduksi
fraktur dan imobilisasi mandibula dicapai dengan menempatkan peralatan
fiksasi maksilomandibular. Reposisi terbuka bagian yang fraktur dibuka
dengan pembedahan, segmen direduksi dan difiksasi secara langsung dengan
menggunakan kawat atau plat yang disebut wire atau plate osteosynthesis.

23
Teknik terbuka dan tertutup tidak selalu dilakukan tersendiri, tetapi kadang-
kadang dikombinasi. Pendekatan ketiga adalah merupakan modifikasi dari
teknik terbuka yaitu metode fiksasi skeletal eksternal. Pada penatalaksanaan
fraktur mandibula selalu diperhatikan prinsip-prinsip dental dan ortopedik
sehingga daerah yang mengalami fraktur akan kembali atau mendekati posisi
anatomis sebenarnya dan fungsi mastikasi yang baik.3,4,7

Reposisi tertutup (closed reduction) patah tulang rahang bawah yaitu,


penanganan konservatif dengan melakukan reposisi tanpa operasi langsung
pada garis fraktur dan melakukan imobilisasi dengan interdental wiring atau
eksternal pin fixation. Indikasi untuk closed reduction antara lain:

a. fraktur komunitif selama periosteum masih utuh sehingga dapat


diharapkan kesembuhan tulang,
b. fraktur dengan kerusakan soft tissue yang cukup berat dimana
rekontruksi soft tissue dapat digunakan rotation flap dan free flap
bila luka tersebut tidak terlalu besar.
c. edentulous mandibula,
d. fraktur pada anak-anak,
e. fraktur condylus.

Teknik yang digunakan pada terapi fraktur mandibula secara closed


reduction adalah fiksasi intermaksiler. Fiksasi ini dipertahankan 3-4 minggu
pada fraktur daerah condylus dan 4-6 minggu pada 15 daerah lain dari
mandibula. Keuntungan dari reposisi tertutup adalah lebih efisien, angka
komplikasi lebih rendah dan waktu operasi yang lebih singkat. Teknik ini
dapat dikerjakan di tingkat poliklinis. Kerugiannya meliputi fiksasi yang
lama, gangguan nutrisi, resiko ankilosis TMJ atau temporomandibular joint
dan masalah airway.4,9,12

Beberapa teknik fiksasi intermaksiler antara lain;

a. Teknik eyelet atau ivy loop, penempatan ivy loop menggunakan


kawat 24-gauge antara dua gigi yang stabil dengan menggunakan

24
kawat yang lebih kecil untuk memberikan fiksasi
maksilomandibular (MMF) antara loop ivy. Keuntungan teknik ini,
bahan mudah didapat dan sedikit menimbulkan kerusakan jaringan
periodontal serta rahang dapat dibuka dengan hanya mengangkat
ikatan intermaksilaris. Kerugiannya kawat mudah putus waktu
digunakan untuk fiksasi intermaksiler,9,11

Gambar 3.9 Teknik eyelet atau ivy loop9


b. Teknik arch bar, indikasi pemasangan arch bar adalah gigi kurang
atau tidak cukup untuk pemasangan cara lain, disertai fraktur
maksila dan didapatkan fragmen dentoalveolar pada salah satu ujung
rahang yang perlu direduksi sesuai dengan lengkungan rahang
sebelum dipasang fiksasi intermaksilaris. Keuntungan penggunaan
arch bar adalah mudah didapat, biaya murah, mudah adaptasi dan
aplikasinya. Kerugiannya ialah menyebabkan keradangan pada
ginggiva dan jaringan periodontal, tidak dapat digunakan pada
penderita dengan edentulous luas.9,11

Gambar 3.10 Fiksasi maksilomandibular9

25
Reposisi terbuka (open reduction) tindakan operasi untuk
melakukan koreksi deformitas maloklusi yang terjadi pada patah tulang
rahang bawah dengan melakukan fiksasi secara langsung dengan
menggunakan kawat (wire osteosynthesis) atau plat (plat osteosynthesis).
Indikasi untuk reposisi terbuka (open reduction):

a. Displaced unfavourable fraktur melalui angulus,


b. Displaced unfavourable fraktur dari corpus atau parasymphysis,
c. Multiple fraktur tulang wajah,
d. Fraktur midface disertai displaced fraktur condylus bilateral.

Teknik operasi open reduction merupakan jenis operasi bersih


kontaminasi, memerlukan pembiusan umum. Keuntungan dari open
reduction antara lain: mobilisasi lebih dini dan reaproksimasi fragmen
tulang yang lebih baik. kerugiannya adalah biaya lebih mahal dan
diperlukan ruang operasi dan pembiusan untuk tindakannya.4,8,9

Gambar 3.11 Teknik operasi reposisi terbuka (open reduction)3 17

Tindak lanjut setelah dilakukan operasi adalah dengan memberikan


analgetika serta memberikan antibiotik spektrum luas pada pasien fraktur
terbuka dan dievaluasi kebutuhan nutrisi, pantau intermaxilla fixation
selama 4-6 minggu. Kencangkan kabel setiap 2 minggu. Setelah wire
dibuka, evaluasi dengan foto panoramik untuk memastikan fraktur telah
union.9,12

26
3.8. Komplikasi Fraktur Mandibula

Komplikasi setelah dilakukannya perbaikan pada fraktur mandibula


umumnya jarang terjadi. Komplikasi yang paling umum terjadi pada fraktur
mandibula adalah infeksi atau osteomyelitis yang nantinya dapat menyebabkan
berbagai komplikasi lainnya. Tulang mandibula merupakan daerah yang paling
sering mengalami gangguan penyembuhan fraktur, baik itu malunion ataupun
nonunion. Keluhan yang diberikan dapat berupa rasa sakit dan tidak nyaman
yang berkepanjangan pada sendi rahang atau temporomandibular joint oleh
karena perubahan posisi dan ketidakstabilan antara sendi rahang kiri dan
kanan. Hal ini tidak hanya berdampak pada sendi tetapi otot-otot pengunyahan
dan otot sekitar wajah juga dapat memberikan respon nyeri.9,10

Ada beberapa faktor resiko yang secara spesifik berhubungan dengan


fraktur mandibula dan berpotensi untuk menimbulkan terjadinya malunion
ataupun nonunion. Faktor resiko yang paling besar adalah infeksi, kemudian
aposisi yang kurang baik, kurangnya imobilisasi segmen fraktur, adanya benda
asing, tarikan otot yang tidak menguntungkan pada segmen fraktur. Malunion
yang berat pada mandibula akan mengakibatkan asimetris wajah dan dapat
juga disertai gangguan fungsi. Kelainan-kelainan ini dapat diperbaiki dengan
melakukan perencanaan osteotomi secara tepat untuk merekonstruksi bentuk
lengkung mandibula. 9

27
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Pasien perempuan usia 50 tahun datang ke UGD RSUD Klungkung
dengan keluhan nyeri pada wajah sejak ± 15 menit SMRS setelah mengalami
kecelakaan lalu lintas. Dikatakan bahwa pasien ditabrak oleh pengendara
sepeda motor dari sebelah kiri saat pasien hendak menyebrang jalan. Pasien
mengatakan sempat pingsan selama ± 5 menit, lalu pasien dibawa ke RSUD
Klungkung oleh warga setempat. Keluhan lainnya yang dialami oleh pasien
adalah nyeri kepala (+), pusing berputar (+), mual (+), muntah (-). Pada
pemeriksaan fisik status lokalis didapatkan Regio Maksilofasial inspeksi :
tampak terpasang tampon kasa pada mulut, perdarahan (+), luka pada dagu (+),
bengkak (+), oklusi (+), deformitas (+), palpasi : Nyeri tekan pada daerah
mandibula, teraba hangat. Regio Genu: Inspeksi : hematoma (+), bengkak (+),
Palpasi : Nyeri tekan (+), teraba hangat, ROM Baik. Hasil CT-Scan didapatkan
Tampak fraktur avulsi tepi superior corpus mandibula kanan. Pada hasi
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang didapatkan
diagnosis Fraktur Procesus Alveolaris Mandibula dan akan dilakukan ORIF
Miniplate + Arch Barr

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Vera Julia, Chusnul Chotimah dan H. Seno. 2014. Penatalaksanaan Fraktur


Mandibula Multipel.
2. Rahmat Babuta, Moch Afandi. 2014. Perawatan Fraktur Berganda Mandibula
Dengan Reduksi.
3. Jonas T. Johnson, Clark A. Rosen. 2014. Mandibular Fracture in Bailey′s Head
and Neck Surgery.Fifth Edition. P.1229-1241.
4. Robert E. Lincoln. 2004. Pratical Diagnosis and Management of Mandibular
and Dentoalveolar Fracture in Facial Plastic, Reconstructive and Trauma
Surgery.
5. Adhikari RB, Karmacharya A, Malla N. 2012. Pattern of mandibular fractures
in Western region of Nepal. Nepal Journal of Medical Science; 1(1):45
6. Hakim AHA, Adhani R, Sukmana BI. 2016. Deskripsi fraktur mandibula pada
pasien Rumah Sakit Umum daerah Ulin Banjarmasin periode Juli 2013-Juli
2014. Dentino Jurnal Kedokteran Gigi; 1(2):191-6.
7. Putri RA, Pamungkas KA, Mursali LB. 2015. Angka kejadian fraktur
mandibula berdasarkan lokasi anatomis di RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau
periode Januari 2011-Desember 2013. JOM FK 2015; 1(2):1-2.
8. Paulsen F, Waschke J. 2010. Sobotta atlas anatomi manusia. 23th ed. Sugiharto
L, editor. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
9. Malik NA. 2012. Textbook of oral and maxillofacial surgery. 3rd ed. New
Delhi. Jaypee brothers medical publisher;425-6.
10. Atilgan S, Erol B, Yaman F, Yilmaz N, Can M. 2010. Mandibular fractures: A
comparative analysis between young and adult patients in the southeast region
of Turkey. J App Oral Sci 2010; 18(1):17-8
11. Mahdi AGM. 2012. Effect of age on the site of mandibular fracture. Gaziantep
Med J 2012; 18(1): 14-6.
12. Khan M, Ashraf N, Din QU. 2011. Loss of consciousness in mandibular
fractures an audit of 254 patients. Pakistan Oral and Dental Journal 2011;
31(1):33-5.

29
13. Thapliyal CGK, Sinha CR, Menon CPS. Managment of mandibular fractures.
MJAFI 2008; 64: 218-220.
14. Ehab Abdelfadil, Ahmed S. Salim. Infected Mandibular Fracture: Risk Factors
and Management.
15. Budihardja AS, Rahmat M. Trauma oral dan maksilofasial. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC; 2011
16. Abubaker AO, Benson KJ. Oral and maxillofacial surgery secrets. 2 nd ed.
Philadelpia: Mosby Elsevier; 2007:262-5.
17. Mitra GV. Ilustrated manual of oral and maxillofacial surgery. 1st ed. New
Delhi: Jaype brothers medical published; 2009

30

Anda mungkin juga menyukai