Anda di halaman 1dari 9

Pendidikan Kesehatan Gigi dan Mulut untuk Siswa Sekolah Dasar melalui Indikator

Indeks Kinerja Kebersihan Pasien

Abstrak: Karies merupakan masalah yang sering terjadi pada anak usia sekolah. Daerah Istimewa Yogyakarta
merupakan provinsi yang memiliki indeks DMF-T tinggi sebesar 5,9 dan melebihi indeks DMF-T nasional. Salah
satu upaya peningkatan kesehatan gigi dan mulut anak usia sekolah adalah dengan metode pendidikan kesehatan
dengan metode simulasi, serta teknik sederhana yang dapat menarik perhatian anak dan dapat dipahami. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh intervensi pendidikan kesehatan gigi dan mulut terhadap tingkat
kebersihan gigi dan mulut pada siswa SD Negeri 3 Sleman. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian eksperimen
semu dengan desain one group pretest posttest design. Penelitian dilakukan di SD Negeri 3 Sleman, sampel yang
digunakan adalah siswa kelas 3 dari 57 siswa tahun 2017. Intervensi dilakukan dengan pendidikan kesehatan gigi
dan mulut. Responden diperiksa terkait dengan tingkat kebersihan gigi dan mulut. Diukur dengan Indeks PHP
(Patient Hygiene Perfomance) sebelum dan sesudah intervensi. Berdasarkan hasil, rata-rata skor pre test kebersihan
gigi dan mulut responden adalah 0,082 dan rata-rata skor post tes kebersihan gigi dan mulut responden adalah 1,483.
Ada perbedaan 1.4007. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan kebersihan mulut responden sebelum dan sesudah
diberikan pendidikan. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa terdapat pengaruh kebersihan gigi dan mulut
dengan nilai pvalue 0,000. Oleh karena itu, perlu dilakukan penyuluhan kesehatan gigi dan mulut secara rutin dan
disampaikan dengan metode yang menarik.

Kata kunci: Sikap, Formasi pedagogis, Profesi guru

Pendahuluan
Karies gigi merupakan masalah utama gigi dan mulut di negara berkembang. Karies merupakan
salah satu masalah yang paling umum pada anak usia sekolah. Kementerian Kesehatan RI
melaporkan prevalensi nasional masalah kesehatan gigi dan mulut sekitar 25,9% [1]. Persentase
masalah gigi dan mulut pada anak kelompok umur 5-9 tahun sekitar 28,9% dan anak kelompok
umur 10-14 tahun persentasenya 25,2%, sedangkan pada kelompok umur 12 tahun persentase
anak dengan gangguan kesehatan gigi dan mulut sebesar 24,8%. Berdasarkan survei World
Health Organization (WHO) tahun 2007, 77% anak di Indonesia menderita karies gigi. Daerah
Istimewa Yogyakarta merupakan provinsi yang memiliki indeks DMF-T tinggi sebesar 5,9 dan
melebihi indeks DMF-T nasional.
Tindakan preventif yang paling efektif dilakukan untuk menjaga kesehatan gigi dan mulut
adalah dengan menyikat gigi secara teratur dan benar [2]. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
93,8% orang Indonesia telah menyikat gigi setiap hari, tetapi hanya 2,3% menyikat gigi dengan
benar. Survei Kebiasaan dan Sikap tahun 2012 di Indonesia menunjukkan bahwa perilaku
menyikat gigi pada malam hari sebelum tidur tercatat rendah. Pada kelompok usia 5-10 tahun,
hanya 13% anak yang memiliki kebiasaan menggosok gigi pada malam hari sebelum tidur [1].
Pada kelompok usia 11-15 tahun hanya 22% yang memiliki kebiasaan menggosok gigi pada
malam hari sebelum tidur, namun saat tidur bakteri di mulut berkembang dua kali lebih kuat.
Anak usia sekitar 6 sampai 12 tahun atau anak usia sekolah masih kurang mengetahui cara
menjaga kebersihan gigi dan mulut [1]. Oleh karena itu, upaya menjaga kesehatan gigi dan mulut
harus dilakukan sejak dini. Usia sekolah dasar merupakan waktu yang ideal untuk melatih
keterampilan motorik anak, termasuk menyikat gigi [3]. Salah satu upaya dalam meningkatkan
kesehatan gigi dan mulut adalah dengan metode pendidikan kesehatan. Menurut Angela
keterampilan menyikat gigi harus diajarkan dan ditekankan pada anak di segala usia terutama
anak sekolah karena pada usia tersebut mudah untuk menerima dan menanamkan nilai-nilai
dasar. Anak sekolah perlu belajar bagaimana meningkatkan keterampilan menyikat gigi,
terutama pada anak dengan tingkat kebersihan mulut yang rendah dan keterampilan menyikat
gigi yang tidak memadai, diharapkan dapat mengubah perilaku yang berdampak buruk bagi
kesehatan dan berhubungan dengan norma kesehatan.
Model yang baik dan teknik sederhana perlu diberikan sebagai contoh cara edukasi
menggosok gigi pada anak. Cara penyampaian pendidikan kesehatan gigi dan mulut pada anak
hendaknya dibuat semenarik mungkin melalui penyuluhan yang menarik tanpa mengurangi
konten edukatif, simulasi atau demonstrasi langsung, program audio visual atau menyikat gigi
yang terkontrol[3].
Di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) tercatat 93,6% masyarakat yang menggosok gigi
setiap hari, namun hanya 3,4% yang menyikat gigi dengan benar. Kegiatan menggosok gigi
paling banyak dilakukan setelah mandi pagi dengan persentase 88,6%, sedangkan setelah makan
masyarakat sering tidak menggosok gigi yaitu sekitar 5,2% [1]. Profil Kesehatan Kabupaten
Sleman Tahun 2013, terdapat sepuluh penyakit utama rawat jalan di berbagai Puskesmas untuk
semua kelompok umur termasuk penyakit karies gigi. Pasien dengan karies gigi di Kabupaten
Sleman tahun 2012 menduduki peringkat ke delapan dengan jumlah penderita sebanyak 14,841
jiwa.

Meode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah quasi eksperimen dengan desain one group pretest
posttest. Penelitian dilakukan pada tahun 2017 di SD Negeri 3 Sleman kelas 3 SD. Ada 49 siswa
yang berpartisipasi dalam penelitian ini. Intervensi yang dilakukan adalah pendidikan kesehatan
gigi dan mulut. Responden diperiksa terkait dengan tingkat kebersihan gigi dan mulut mereka.
Salah satu faktor yang mempengaruhi kebersihan gigi dan mulut adalah penggunaan braket. Ini
bisa menjadi pengganggu dalam penelitian. Oleh karena itu untuk mengatasi hal tersebut maka
sampel penelitian yang diambil adalah responden yang memenuhi kriteria inklusi yaitu siswa
yang tidak menggunakan braket. Tingkat kebersihan gigi dan mulut diukur dengan Indeks PHP
(Patient Hygiene Perfomance) sebelum dan sesudah intervensi. Instrumen yang dibutuhkan
adalah cairan disclosing solution, sikat gigi dan pasta gigi, dan alat diagnostik (mulut kaca,
sonde, pinset, dan ekskavator). Analisis hasil penelitian dilakukan dengan menggunakan uji t
berpasangan dengan tingkat kepercayaan 95% dan = 0,05. Izin etik untuk penelitian ini diperoleh
dari komite etik penelitian Universitas Ahmad Dahlan, Indonesia (Surat Persetujuan Etik, Nomor
011705054). Perilaku etis yang sesuai dipertahankan selama penelitian.

Hasil dan Pembahasan


Jumlah responden yang diteliti adalah 49 siswa. Seluruh responden berusia sekitar 9 tahun
(100%). Mayoritas responden adalah laki-laki (59,2%). Persentase indeks PHP yang baik lebih
besar dari indeks PHP sedang.
Uji statistik digunakan untuk menganalisis perbedaan rata-rata variabel bebas dengan
variabel terikat. Analisis bivariat dalam penelitian ini adalah Paired Sample Test. Paired Sample
Test dilakukan dengan melihat P-value < 0,05 yang bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya
perbedaan rerata antara sebelum dan sesudah diberikan pendidikan. Kemudian dilanjutkan
dengan menghitung besarnya selisih antara sebelum dan setelah diberikan pendidikan. Hasil Uji
Paired Sample Pengaruh Edukasi Kesehatan Gigi dan Mulut terhadap Kebersihan Gigi dan
Mulut Siswa SD Negeri 3 Sleman disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 menunjukkan bahwa nilai rata-rata pre-test kebersihan gigi dan mulut responden
adalah 0,082 dan rata-rata post-test kebersihan gigi dan mulut responden adalah 1,4830. Ada
selisih sekitar 1.4007. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan kebersihan gigi responden
sebelum dan sesudah dididik. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa ada pengaruh
pendidikan kesehatan gigi dan mulut terhadap kebersihan gigi dimana p-value 0,000.

Tabel 1. Hasil Uji Sampel Berpasangan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di SD Negeri 3 Sleman diperoleh responden


berusia 9 tahun yaitu 100%. Jenis kelamin responden terbanyak adalah laki-laki yaitu 29
responden (59,2%) dan 20 responden (40,8%) berjenis kelamin perempuan. Semua responden
berusia 9 tahun karena tingkat kelas yang disarankan oleh sekolah, serta mempertimbangkan
adanya kriteria inklusi dan eksklusi dari peneliti, mereka adalah siswa kelas 3 SD yang tidak
menggunakan kawat gigi.
Hasil analisis bivariat tentang pengaruh pendidikan kesehatan gigi dan mulut terhadap
kebersihan gigi dan mulut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nilai rerata sebelum dan
sesudah penyuluhan. Saat pre-test nilai rata-ratanya adalah 0,0823 tetapi setelah dilakukan post-
test nilai rata-ratanya menjadi 1,4830. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan rerata
skor sebelum dan sesudah pendidikan sebesar 1,4007 dan menunjukkan adanya peningkatan
kebersihan gigi dan mulut sebelum dan sesudah pendidikan. Peningkatan kebersihan gigi dan
mulut responden disebabkan oleh peneliti yang memberikan intervensi berupa pemberian
penyuluhan tentang kebersihan gigi dan mulut pada responden menggunakan metode simulasi
dengan media model rahang. Hasil penyuluhan adalah pengetahuan siswa meningkat sehingga
diharapkan dapat membenahi dengan baik pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut yang dapat
diterapkan sehari-hari. Nilai analisis uji sampel berpasangan adalah 0,000; dapat disimpulkan
ada pengaruh pendidikan kesehatan gigi dan mulut terhadap tingkat kebersihan gigi dan mulut
pada siswa sekolah dasar SD Negeri 3 Sleman. Dengan demikian siswa dapat memahami materi
yang disampaikan oleh peneliti terkait dengan kebersihan gigi dan mulut, yang berujung pada
peningkatan derajat kebersihan gigi dan mulut. Ditandai dengan penurunan nilai PHP siswa.
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting bagi terbentuknya tindakan
seseorang [5]. Perilaku berdasarkan pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang
tidak berdasarkan pengetahuan. Jika penerima perilaku baru didasarkan pada pengetahuan,
kesadaran dan sikap positif maka perilaku penerima akan bertahan lama. Di sisi lain tanpa
pengetahuan, itu tidak akan bertahan lama. Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang
menyatakan bahwa siswa yang memiliki pengetahuan baik berpeluang 2,2 kali untuk memiliki
status kebersihan gigi dan mulut yang baik [6].
Materi yang diberikan peneliti untuk meningkatkan pengetahuan siswa tentang kebersihan
gigi dan mulut pada saat penyuluhan meliputi teknik menyikat gigi yang baik dan benar, waktu
menyikat gigi, bentuk sikat gigi dan penyakit yang disebabkan karena tidak menyikat gigi
dengan benar. Materi tersebut diberikan karena siswa perlu memahami dengan baik agar
pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut yang baik pada anak baik disertai dengan tingkat
kebersihan gigi dan mulut mereka. Beberapa hasil penelitian menyatakan bahwa ada hubungan
antara frekuensi menggosok gigi dengan tingkat kebersihan gigi, ada hubungan antara kebersihan
mulut dengan keterampilan menyikat gigi pada anak tunanetra (p value = 0,002), ada perbedaan
indeks debris yang bermakna antara sikat gigi lunak dan sedang ( p value = 0,077), ada hubungan
antara kerusakan bulu sikat dengan tingkat kebersihan gigi pada anak (p value = 0,002) dan ada
hubungan perilaku pemeliharaan gigi dengan skor pengalaman karies (p value = 0,03) dan skor
kebersihan mulut (p nilai = 0,00) [7-11].
Pendidikan kesehatan gigi dan mulut merupakan proses pendidikan yang bertujuan untuk
meningkatkan kesehatan gigi dan mulut. Salah satu landasan teori penggunaan metode dan
media dalam proses pendidikan, Teori Pengalaman Kerucut Dale. Menurut teori, ada beberapa
metode yang dapat digunakan dalam proses pendidikan. Pada dasarnya proses pendidikan yang
melibatkan lebih banyak indera akan lebih mudah diterima dan diingat oleh individu [5] [12-14].
Dalam penelitian ini peneliti melakukan penyuluhan dengan metode edukasi menggunakan
ceramah dan simulasi menggosok gigi. Metode simulasi praktik gosok gigi dapat membuat
suasana belajar pasif menjadi lebih aktif, anak bergerak menjadi riang, sehingga anak mampu
menangkap lebih banyak pesan atau informasi yang disampaikan [15].
Penelitian serupa melaporkan adanya peningkatan pengetahuan yang lebih tinggi dengan
selisih skor 30 pada kelompok permainan simulasi yang diberikan tentang pendidikan kesehatan
gigi dengan permainan ular tangga dibandingkan dengan kelompok ceramah [16]. Pendidikan
kesehatan gigi dengan menggunakan simulasi permainan ular tangga mengakibatkan anak dapat
melihat lebih dari satu panca indera. Semakin banyak panca indera yang digunakan semakin
baik. Bahkan lebih banyak pesan atau informasi akan diperoleh dengan mudah [17]. Pada
hakikatnya manusia belajar melalui enam tingkatan, dan dari apa yang dilihat dan didengar orang
dikatakan akan belajar sebanyak 50% [18].
Pemberian pendidikan gigi dan mulut akan lebih efektif dan optimal jika menggunakan
metode dan media yang tepat. Penyelenggaraan pendidikan kedokteran gigi memerlukan alat
bantu atau alat peraga untuk memudahkan tujuan pendidikan menerima apa yang disampaikan.
Dalam proses ini seseorang dapat memperoleh pengetahuan berupa informasi melalui media
pendidikan yang ada. Media pendidikan merupakan salah satu alat dalam proses pendidikan.
Media memiliki peran penting dalam memaksimalkan penyampaian pesan agar dapat diterima
dengan baik oleh sasaran pendidikan. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan model rahang
sebagai alat bantu visual dalam proses ekstensi. Model rahang digunakan sebagai alat bantu
visual untuk membantu peneliti dalam mendeskripsikan teknik menyikat gigi yang baik dan
benar. Teknik menyikat gigi diajarkan secara vertikal, horizontal, berputar, bergetar (vibrate),
melingkar dan fisiologis untuk setiap bagian mulut [19].
Saat dilakukan intervensi pendidikan kesehatan gigi dan mulut dengan metode simulasi
menggunakan model rahang, siswa diperlihatkan berbagai bentuk gigi dan cara menyikat gigi
yang baik dan benar. Siswa diarahkan untuk merasakan model rahang sehingga dapat mengenali
berbagai bentuk gigi manusia yaitu gigi seri, gigi taring, geraham kecil dan geraham besar. Siswa
juga dapat membedakan gigi pada rahang atas dan gigi pada rahang bawah. Dengan meraba
lekukan gigi pada model, siswa mampu mengetahui gusi pada model rahang. Siswa juga
mengenal macam-macam permukaan gigi, permukaan gigi yang menghadap bibir atau pipi
(permukaan luar gigi), permukaan gigi yang menghadap lidah atau langit-langit (permukaan
dalam gigi) dan permukaan gigi. daerah pengunyahan gigi. Kemudian siswa dibimbing untuk
melakukan gerakan motorik menggosok gigi dengan menggunakan sikat gigi tanpa pasta pada
model rahang. Setelah itu siswa secara bersamaan dibimbing untuk melakukan simulasi sikat
gigi dengan teknik yang baik dan benar. Saat mendapatkan pendidikan kesehatan gigi
menggunakan metode simulasi dengan media model rahang, maka siswa akan menggunakan
empat inderanya yaitu indra peraba, pendengar, penglihatan dan indra. Penelitian serupa
melaporkan ada perbedaan yang signifikan pada kelompok sampel yang mendapatkan
pendidikan tentang kebersihan mulut menggunakan model rahang sebelum dan sesudah
intervensi [20]. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi penurunan skor indeks PHP pada
kelompok sampel setelah intervensi.
Beberapa prinsip dalam pemilihan media pendidikan juga harus diperhatikan. Karena media
yang dipilih harus disesuaikan dengan materi yang akan disampaikan; pendidik harus memahami
karakteristik media agar antara media dan metode yang digunakan sesuai; kesesuaian media yang
digunakan oleh kelompok sasaran; serta kelengkapan media juga harus diperhatikan. Agar dapat
memberikan persepsi yang lebih baik terhadap sasaran pendidikan[21]. Dalam penelitian ini
peneliti menggunakan metode simulasi dengan media model rahang rahang sebagai alat bantu
visual dalam proses penyuluhan pada siswa sekolah dasar. Metode dan media disesuaikan
dengan beberapa hal, materi pertama yang akan disampaikan adalah tentang teknik menyikat gigi
yang baik dan waktu menyikat gigi yang benar, bentuk sikat gigi dan penyakit akibat tidak
menyikat gigi dengan baik dan benar. Oleh karena itu perlu adanya alat peraga untuk membantu
visualisasi anak. Kedua, metode simulasi dipilih karena pada saat penyampaian materi perlu
adanya praktik cara menggosok gigi yang baik dan benar. Oleh karena itu perlu dilakukan
simulasi cara yang baik dan benar. Ketiga, pemberian pendidikan kesehatan gigi dan mulut
dengan metode simulasi dengan media model rahang cocok untuk siswa SD, karena metode
simulasi merangsang anak untuk aktif. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pemberian
pendidikan kesehatan gigi dan mulut pada anak sekolah dasar menggunakan metode simulasi
dengan media model rahang dapat digunakan sebagai media belajar sambil bermain bagi anak,
sehingga dapat memotivasi anak untuk belajar.
Hal ini sejalan dengan beberapa penelitian. Pada pemberian pendidikan kesehatan gigi pada
anak menggunakan beberapa metode dan media yang menyatakan bahwa pendidikan kesehatan
gigi dengan media video (p value = 0,000) dan media flip chart (p value = 0,000) dapat
meningkatkan pengetahuan kesehatan gigi dan anak secara signifikan, pendidikan kesehatan gigi
dengan media booklet (p value = 0,025) dan media flip chart (p value = 0,008) dapat
meningkatkan pengetahuan gigi dan anak secara bermakna, media animasi kartun efektif
mengubah perilaku perawatan kesehatan gigi dan mulut menjadi lebih baik p = 0,000),
pendidikan kesehatan dengan media audio visual (p value = 0,000) dapat meningkatkan
pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut, penyuluhan kesehatan gigi dan mulut dengan media
power point (p value = 0,001) dan flipchart (p value = 0,001) meningkatkan tingkat pengetahuan
anak [22-26].
Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan memfokuskan jangkauan pelayanan
kesehatan gigi berbasis sekolah seperti Upaya Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS) dengan
menanamkan pentingnya perilaku hidup sehat sejak anak duduk di bangku Sekolah Dasar hingga
menyelesaikan pendidikannya di SMA. Upaya pencegahan yang paling efektif dilakukan oleh
siswa di sekolah karena pola hidup sehat harus ditekankan sejak dini dan dilakukan secara terus
menerus hingga menjadi kebiasaan. Selain itu, kelompok ini juga lebih mudah dibentuk
mengingat siswa selalu dalam bimbingan dan pengawasan guru sehingga sangat potensial untuk
menanamkan kebiasaan perilaku hidup sehat. Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992
tentang Kesehatan disebutkan bahwa penyelenggaraan kesehatan sekolah ditujukan untuk
meningkatkan kemampuan hidup sehat bagi peserta didik agar dapat belajar, tumbuh dan
berkembang secara serasi dan optimal menjadi sumber daya manusia yang lebih berkualitas.
Salah satu keunggulan program kesehatan berbasis sekolah adalah memberikan kesempatan
untuk menjangkau lebih banyak anak selama masa perkembangan awal ketika pola kesehatan
masih dapat diubah atau dimodifikasi. Keadaan sekolah juga memberikan suasana yang
mendukung untuk pembelajaran dan penguatan anak sehingga guru dapat menggunakan strategi
atau metode baru untuk mendorong anak berpartisipasi dalam tindakan pencegahan penyakit gigi
dan mulut. Oleh karena itu perlu adanya dukungan yang positif terutama dari pihak sekolah
untuk terus memberikan pendidikan kesehatan gigi dan mulut kepada siswa dengan
menggunakan metode dan media yang menarik secara berkala, guna meningkatkan derajat
kesehatan anak khususnya kesehatan gigi dan mulut siswa untuk mendapatkan lebih baik.

Kesimpulan
Ada perbedaan nilai rerata tingkat kebersihan gigi dan mulut dari responden. Hal ini
menunjukkan adanya peningkatan kebersihan gigi dan mulut responden sebelum dan sesudah
mendapatkan pendidikan. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa ada pengaruh pendidikan
kesehatan gigi dan mulut terhadap kebersihan gigi dimana p-value 0,000. Oleh karena itu, perlu
dilakukan pendidikan kesehatan gigi dan mulut secara rutin dan disampaikan dengan metode
yang menarik.

Referensi
Indonesia Ministry of Health. Basic Health Research. Health Research and Development,
Jakarta, 2013.

Oktrianda, Bedi. Time Relation, “Brushing Teeth Techniques and What to Consume with Dental
Caries Occurrence at Primary School 66 Payakumbuh in Working Area of Payakumbuh
Lampasi Public Health Center 2011”. Thesis. Universitas Andalas, Padang, 2011.

Riyanti, Eriska. “Education Relation of Tooth Brushing With Oral Hygiene And Mouth Levels
Integrated Islamic Primary School (SDIT) Imam Bukhari”. Thesis. Universitas Padjadjaran
Bandung, 2005.

Angela, A. “Primary Prevention in High-Risk Caries Children”. Dental Juornal. 38 (3), 130.
July-September, 2005.

Notoatmodjo, S. Health Promotion Theory and Applications, Rineka Cipta. Jakarta, 16-8, 2010.

Gede, Y. I., Karel, P., Ni Wayan, M. “Knowledge Relation of Tooth and Mouth Hygiene with
Dental and Oral Hygiene Status at Senior High School Students of 9 Manado”. Jurnal e-Gigi
(eG). 1 (2), 84-88, 2013.

Anitasari, S., Nina E. R. “Relation of Frequency Brushing Teeth with Level of Dental Hygiene
and Mouth of Elementary School Students in Palaran Subdistrict, Samarinda, East
Kalimantan Province”. Dental Magazine (Dental Journal). 38 (2), 88-90, 2005.

Sabilillah, M. F., Ane, K. “Oral Hygiene Relations with Teeth Brushing Skills in Blind
Children”. Journal ARSA (Actual Research Science Academic). 2 (2), 23-28, 2017.

Ambarwati, T., Aan, F, Samjaji. “Differences Brushing Teeth Using Bristle Medium and Soft
Brush on Debris Index on Students Department of Keperawatn Teeth”. Journal ARSA
(Actual Research Science Academic). 2 (2), 29 – 34, 2017.

Nugroho, C. “Relationship Damage Bristle Brush with Level Hygiene Teeth grade V State
Elementary School V Ciawi Tasikmalaya”. Journal ARSA (Actual Research Science
Academic). 2 (2), 35 – 40, 2017.

Pintauli, S. Analysis of Behavior Relationship of Dental and Oral Health Care on Dental and
Oral Health Status of Elementary and Junior High School Students in Medan. Jurnal
Pendidikan dan Kebudayaan. 16 (4), 376 – 390, 2010.

Notoatmodjo, S. Public Health Sciences. Rineka Cipta. Jakarta, 108-12, 2003.

Notoatmodjo, S. Public Health Sciences and Art. Rineka Cipta. Jakarta, 32-7, 2007.

Susilana, R., Riyana, C. Instructional Media. Wacana Prima. Bandung, 8, 2009.


Mudlofir, A., Rusydiyah, E.F. Innovative Learning Design. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 115-
7, 2016.

Puspitaningtiyas, R., Leman, M. A., Juliatri. ”Comparison of the Effectiveness of Dental Health
Education Methods of Lectures and Methods of Simulation Game on Improving Child and
Dental Health Knowledge”. Jurnal e-Gigi (eG). 5 (1), 68 – 73, 2017.

Sumantri, D., Yuniar, L., Mustika A. “Effect of Dental and Oral Knowledge Level Changes on
7-8 Years of Aged Students at 2 Primary Schools of Sub-district of Mandiangin Selayan
Bukittinggi City through Educational Game of Dentistry”. Andalas Jurnal. 1 (1), 2013.

Zainal. Media Models and Contextual Learning Strategies (Inovatif) . Yrama Widya. Bandung,
13, 2013.

Hidayanti, Lilik. “Relationship of Family Characteristics and Habits of Kosogenic Food


Consumption with Severity of Dental Caries Primary School Children”. Thesis. Universitas
Diponegoro, Semarang, 2005.

Putri. “The Effect of Dental Education by Using the Jaw Model Compared with the Mentoring
Method on the Dental and Mouth Hygiene Levels of Blind Students Special School-A
Bandung”. Periodical Medicine Magazine. 46 (3), 134-142, 2014.

Suiroka, I. P., Supariasa, I. D. N. Media Health Education. Graha Ilmu. Yogyakarta, 5-7, 2012.

Kantohe, Z. R., Vonny, N. S. W., Paulina, N. G. “Comparative Effectiveness of Dental Health


Education Using Video Media and Flip Chart on Improving Child and Dental Health
Knowledge”. Jurnal e-Gigi (eG). 4 (2) 96-101, 2016.

Bagaray, F. E. K., Vonny, N. S. W., Christy N. M. “DHE Effectiveness Difference with Media
Booklet and Media Flip Chart on Improving Dental and Oral Health Knowledge of Students
of Elementary School Students 126 Manado”. Jurnal e-Gigi (eG). 4 (2), 76-82, 2016.

Tandilangi, M., Christy, M., Vonny N. S.W. Effectiveness of Dental Health Education with
Cartoon Animation Media Against Change of Dental and Oral Health Behavior of Seventh
Elementary School Students Advent 02 Sario Manado, Jurnal e-Gigi (eG). 4 (2), 106 – 110,
2016.

Papilaya, E. A., Kustina, Z., Juiatri. “Comparison of Influence of Health Promotion Using Audio
Media with Audio Visual Media to Dental and Oral Health Behavior of Elementary School
Students”. Jurnal e-Gigi (eG). 4 (2), 282-286, 2016.

Nurhidayat, O., Eram, T. P, Bambang W. “Comparison of Power Point Media with Flip Chart in
Improving Dental and Oral Health Knowledge”. Unnes Journal of Public Health. 1(1), 31-35,
2012.
Debnath, T. Ashok’S Public Health and Preventive Dentistry, 2nd ed., AITBS Publishers &
Distributors (Regd.). India, 8-30, 2002.

Indonesia Ministry of Health. Guidance of School Dental Health Effort. Jakarta, 2004.

Anda mungkin juga menyukai