Disusun Oleh:
016.06.0041
Pembimbing
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat dan hidayah-Nya laporan paper yang berjudul “Chronic Venous
Insufiency (CVI)” dapat penulis selesaikan dengan sebagaimana mestinya.
Di dalam laporan ini penulis memaparkan hasil penelitian pustaka yang telah
dilaksanakan yakni berkaitan dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi serta
metode pembelajaran berbasis pada masalah.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan dukungan serta bantuan hingga terselesaikannya laporan ini, penulis
mohon maaf terdapat banyak kekurangan dalam menggali semua aspek yang
berhubungan dengan materi paper ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan
adanya kritik dan saran yang membangun sehingga dapat membantu penulis untuk
dapat lebih baik lagi kedepannya.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Chronic Venous Insufiency (CVI)/ Insufisiensi Vena Kronik (IVK)
adalah gangguan aliran balik darah beserta komplikasinya dari tungkai ke
jantung yang bersifat kronis (menahun). IVK bisa hadir dengan atau tanpa
1,3,4,5
hasil dari stadium akhir dari varsises tungkai . Di Indonesia, insiden
IVK belum ada angka pasti. IVK banyak terjadi pada negara industri, karena
gaya hidup. Prevalensi varises antara 5-30% populasi dewasa, lebih sering
terjadi pada perempuan dibandingkan pria (3:1), meskipun studi saat ini
menunjukkan prevalensi lebih besar pada pria. The San Valentino Screening
Project menemukan bahwa di antara 30.000 subjek yang dinilai secara klinis
dan ultrasonografi duplex, prevalensi varises sebesar 7% dan IVK
simptomatik 0,86%. Dari Framingham Heart Study diperkirakan bahwa
insiden tahunan varises pada perempuan 2,6% dan pada pria 1,9% 8,9,10.
Penatalaksanaan yang baik diperlukan guna memaksmalkan prognosis
yang ada dan mencegah/memperlambat komplikasi yang akan terjadi.
Disamping itu, penyakit ini sendiri dapat dicegah dengan menhindari faktor
pencetus 3, aktif bergerak dan tidak mempertahankan suatu posisi dalam
waktu lama. Jika terpaksa untuk duduk atau berdiri dalam waktu lama
(penting sekali dilakukan elevasi tungkai ke atas dan ke bawah secara
bergantian), berat badan ideal, olahraga teratur (hindari terlalu berat dan
intensif yang dapat meningkatkan tekanan vena seperti tenis, bulu tangkis
3,4,5
.
1.2. Tujuan
Menjelaskan terkait Chronic Venous Insufiency (CVI).
1
3. Klasifikasi ?
4. Epidemiologi ?
5. Kriteria diagnotik dan diagnosis banding?
6. Penatalaksaan dan Pencegahan?
7. Komplikasi dan prognosis?
2
BAB II
ISI
3
Vena profunda di intramuskuler, yang mana kontraksi dan relaksasi
otot mempengaruhi aliran darahnya. Setiap kontraksi, otot tersebut
memeras vena sampai kosong untuk didorong ke arah jantung 1.
Vena superfisial terdiri atas vena safena magna dan vena safena
parva. Darah dari vena superfisial akan menuju ke vena dalam melalui
vena perforantes. Pada lengan, meskipun ada sistem vena perforantes dan
komunikas, fungsinya tidak bermakna, karena pada lengan beban
hidrostatiknya minimal 1.
4
2.1.2. Fisiologi
Sistem vena menuntaskan sirkuit sirkulasi dari kapiler untuk
dikembalikan ke jantung. Secara umum fungsi dan karakterisitik vena
adalah:
1. Mengembalikan darah dari kapiler ke jantung, dengan beberapa
mekanisme:
- Tekanan hidrostatik.
5
2. Reservoir darah
- Dibandingkan arteri, berdiameter besar, sehingga resistensi aliran
darahnya rendah dan sebagai reservoir darah (pembuluh
kapasitansi).
- Dibandingkan arteri, berdinding lebih tipis dan lebih sedikit otot
polos, elastisitas yang rendah karena jaringan ikat lebih banyak
mengandung serat kolagen dari pada elastin, sedikit memiliki
tonus miogenik inheren. Karena itu, jika ada peningkatan volume
darah, vena sangat mudah teregang dan rekoil elastiknya minimal
2,4,6
.
3. Pompa darah
- Mempunyai katup intraluminal, yang menahan darah agar tidak
refluks (kembali ke distal). Keutuhan katup ke 3 sistem vena
utama saling mempengaruhi terjadinya kelainan vena2,4,6.
6
2.2. Chronic Venous Insufiency (CVI)
2.2.1. Definisi
Disebut juga insufisiensi vena kronik (IVK), yaitu gangguan aliran
balik darah beserta komplikasinya dari tungkai ke jantung yang bersifat
kronis (menahun). IVK bisa hadir dengan atau tanpa hasil dari stadium
akhir dari varsises tungkai 1,3,4,5.
2.2.2. Etiologi
A. Kongenital (Primer)
- Katup
Tidak terbentuk sama sekali (aplasia, avalvulia)
Pembentukan tidak sempurna (displasia).
Kelainan lainnya seperti Klippel Trenaunay Syndrome (KTS),
Parkes-Weber Syndrome (PWS).
- Kelemahan dinding vaskuler
Malformasi vaskuler.
B. Didapat (Sekunder)
- Obstruksi
Deep Vein Thrombosis (DVT)
Flebitis.
Jejas kronis (ulkus).
- Katup
Insufisiensi valvular pada vena dalam 1,3,4,5.
7
- Obesitas (IMT >30)
- Riwayat Penyakit
Varises
Cedera tungkai.
- Hormonal
Obat kontrasepsi
Menopause.
Hamil 4,7,8.
B. Lingkungan atau perilaku
- Orthostatik
Berdiri dan duduk terlalu lama.
Menyilangkan tungkai atau pergelangan terlalu lama perburuk
varises.
Memakai sepatu alas tidak tepat4,7,8.
2.2.4. Patofisiologi
Terdapat mekanisme mulfifaktorial yang berperan, diantaranya:
A. Anatomi-Fisiologi
Kelainan vena utama terjadi di tungkai, karena tekanan
hidrostatik paling besar 5,6,7,.
B. Abnormalitas Katup
Jika katup di sistem vena superfisial mengalami insufiensi,
menyebabkan aliran retrograde darah dan peningkatan tekanan
hidrostatik, yang kemudian bisa terjadi dilatasi vena tersebut.
Dilatasi akan memperparah kebocoran katup, dan akan terjadi terus-
menerus. Bila insufiensi katup vena perforantes, darah akan dialirkan
keluar dari vena profunda ke superfisial setiap kali otot regio
tersebut kontraksi. Akibatnya, akan semakin banyak katup
mengalami insufiensi dan peningkatan tekanan hidrostatik di vena
superfisial (safena magna dan atau parva). Bila insufiensi katup
8
komunikans, aliran darah akan kembali dari proksimal ke distal
sehingga vena makin melebar, memanjang, dan berkelok-kelok 1,3,4,.
9
D. Lainnya
Trias Virchow, yaitu (1) kelainan dinding, (2) stasis atau
hambatan aliran, (3) pembekuan darah 1,4,8,9,10.
2.2.5. Klasifikasi
A. CEAP 3,4,5,8,10
CEAP Keterangan
1. Clinical Sign - Terdiri dari 6 grade
- Tambahkan keterangan A (asimtomatis) dan S
(simtomatis)
0 Vena tidak dapat dilihat atau tidak teraba
1 Telangiektasis atau vena retikuler
2 Varises berkelok-kelok
3 Edema
4 Perubahan kulit sekunder
4a Pigmentasi atau eksim
4b Lipodermatosklerosis atau atrophie
blanche
5 Ulserasi vena sembuh.
6 Ulkus vena aktif.
2. Etiology - Ec (kongenital/primer)
- Ep (primer idiopatik)
- Es (sekunder/etiologi jelas).
3. Anatomy - As (vena 1. Telangiektasla atau retikuler
superfisial) 2. VSM - superior lutut
3. VSM - inferor lutut
4. VSP
5. Non-safena
- Ad (vena 6. Vena kava inferior
dalam) 7. Iliaka komunis
8. lliaka internal
9. lliaka eksternal
10. Pelvis, gonadal
11. Femoral - komunis
12. Femoral - profunda
13. Femoral - superfisial
14. Poplitea
15. Krural·tibia anterior/posterior,
peroneal
16. Gastroknemius, soleal
- Ap (vena 17. Paha
perforantes) 18. Betis
4. Patho- - Pr (akibat refluks)
physiology - Po (akibat obstruksi)
- Pr,o (kombiansi akibat refluks dan obstruksi)
10
B. Kelas
Klasifikasi CEAP ditetapkan 2004. Klasifikasi lain yang dapat
digunakan dari modifikasi CEAP adalah kelas C1-6 4.
1 Telangiektasis atau vena retikuler
2 Varises berkelok-kelok
3 Edema
4 Perubahan kulit sekunder (Pigmentasi atau eksim,
Lipodermatosklerosis atau atrophie blanche Ulserasi vena
sembuh.
5 Ulserasi vena sembuh.
6 Ulkus vena aktif.
11
2.2.6. Epidemiologi
Di Indonesia, insiden CVI belum ada angka pasti. CVI banyak
terjadi pada negara industri, karena gaya hidup. Prevalensi varises antara
5-30% populasi dewasa, lebih sering terjadi pada perempuan
dibandingkan pria (3:1), meskipun studi saat ini menunjukkan prevalensi
lebih besar pada pria. The San Valentino Screening Project menemukan
bahwa di antara 30.000 subjek yang dinilai secara klinis dan
ultrasonografi duplex, prevalensi varises sebesar 7% dan CVI
simptomatik 0,86%. Dari Framingham Heart Study diperkirakan bahwa
insiden tahunan varises pada perempuan 2,6% dan pada pria 1,9% 8,9,10.
12
Gambaran umunya adalah eritema, gatal, erosi,
eksudat, dan krusta. Disebabkan oleh beberapa teori.
Pertama, yaitu teori hipoksia (dasar terminologi dermatitis
statis). IVK akan menyebabkan gangguan regulasi gas
transkutan (tcPCO2 dan tcPO2) yang pada akhirnya
menyebabkan hipoksia jaringan. Namun teori ini kurang
bukti yang kuat.
Teori kedua, yaitu penumpukan fibrin.
Mikroangiopati vena menyebabkan penumpukann fribrin
ke jaringan perikapiler yang menyebabkan gangguan
difusi oksigen yang pada akhirnya terjadi hipoksia dan
kerusakan sel. Penumpukan fibrin tersebut diiringi dengan
penurunan aktivitas fibrinolitik. Kombinasi kedua hal
tersebut menyebabkan fibrosis kulit. Aktivasi dari leukosit
yang terjebak di tumpukan firbin dan ruangan
perivaskuler, menyebabkan inflamasi dan fibrosis.
Teori ketiga adalah adanya metalopreteinase, yang
diregulasi oleh ion ferric dari extravasasi eritrosit.
Pigmentasi
Masih menjadi kontroversional. Beberapa teori
mengarakan ke adanya lisisnya eritorit di kulit yang
selanjutnya terjadi penguraian hemoglobin menjadi
hemosiderin dan atau melanin. Hal tersebut menyebabkan
terjadinya melanogenesis.
Lipodermatosklerosis.
Disebabkan oleh statis dermatisis yang menyebabkan
panniculitis, yaitu inflamasi yang melibatkan jaringan sub-
kutan. Disebabkan oleh nekrosis lemak sub-kutan
kemudian menjadi skleorik.
Ulserasi, seringkali pada facies medialis supra-maleolar.
13
Ulserasi disebabkan oleh interaksi mutlifaktorial
gangguan yang dijelaskan pada patofisiologi, dengan hasil
akhir sebagai disregulasi penyembuhan luka jaringan
menjadi ulkus. Disamping juga adanya faktor
penumpukan fibrin.
Seringkali pada facies medialis supra-maleolar karena
berisiko lebih tinggi untuk terjadinya hipertensi vena.
Drainase area ini sebagian besar bergantung pada patensi
dari vena safena magna dan vena perforantes.
- Khusus (provokasi varises) 3,4,5,9,10
Jenis Keterangan
- Tredelenburg - Cara
Angkat tungkai ke atas (untuk kosongkan
vena).
Pasang tourniket di pangkal paha
(safenofemoral junction)
Minta pasien berdiri
Nilai level mana vena dilatasi (insufisien)
- Hasil (+)
Dilatasi dengan tourniket tidak terbuka,
inkompeten sesuai segmen vena.
Dilatasi dengan tourniket terbuka, vena
seluruh tungkai mengembung karena
inkompeten vena safena magna.
- Perthes - Cara
Pasien berdiri dan tourniket dipasang di
vena yang inkompeten (contohnya tengah
paha).
Penderita diminta exercise (berjalan di
tangga bed pemeriksaan, loncat-loncat)
- Hasil (+)
Dilatasi varises distal tourniket makin
besar.
Nyeri.
- Scwartz - Cara
Pasien berdiri.
Tekan bagian terbawah vena
- Hasil (+)
Impuls akan teraba pada safenofemoral
junction
14
- Pratt’s - Cara
Letakkan tourniket pada safenofemoral
junction.
Gunakan esmarch bandage diletakkan di
atas dan dibawah tourniket.
Lepaskan bandage.
- Hasil (+)
Perforator akan terlihat keluar.
- Morrissey’s - Cara
cough Elevasi tungkai.
impulse test
Pasien diminta batuk
- Hasil (+)
Expansile impuls akan terlihat pada
safenofemoral junction
- Fegan Test - Cara
Elevasi tungkai
Tandai alur varises
Pasien berdiri
- Hasil (+)
Lekukan melingkar “vena perforata
menembus tonjolan fasia”.
15
- Venous- - Evaluasi kuantitatif aliran vena
Phlethysmo-
grahpy
16
2.2.8. Diagnosis Banding6,7,8
Penyakit Pembeda
- Ulkus - Sesuai patologi.
17
Meringankan dan atau mencegah perburukan gejala.
- Keterangan
Prognosis tergantung kepatuhan individu.
b. Obat Per-Oral
- Indikasi
C1
- Metode
Obat vasoaktif
Dosis menyesuaikan jenis obat, contohnya diosmin 2x500
mg/hari selama 6 bulan.
- Mekanisme Kerja
Menurunkan aktivasi leukosit dan mediator inflamasi
Hipoviskositas darah
Hiperfragilitas dan hiperpemiabilitas
- Keterangan
Prognosis baik
Komplikasi (mual, nyeri kepala, kolik perut/gastrointestinal,
obstipasi, insomnia, gatal-gatal/alergi)
18
c. Skleroterapi
- Indikasi
C1, disertai nyeri dan kosmetik
C2 (belum jelas).
- Metode
Sklerosan dengan/tanpa duplex USG
- Mekanisme Kerja
Iritatif ke endotel, kemudian terjadi oblitrasi dan fibrosis,
yang pada akhirnya vena kolaps.
- Keterangan
Prognosis baik tapi individual
Komplikasi (pigmentasi, neotalingeaktasis, nekrosis kutis,
alergi, lain sebagianya)
B. Pembedahan
a. Indikasi
- C2, disertai Nyeri berat dan Kekambuhan.
- C3-6.
b. Teknik
1. Ablasi Safena
- Ligasi dan stripping (exersis) vena (safena magna atau
parva)
- Laser
- Crioterapi
- Flebektomi lokal/ vena superfisial (Babcock)
19
Gambar 2.7. Flebektomi vena superfisial8
2.2.10. Pencegahan
3
1. Hindari faktor pencetus .
20
2. Aktif bergerak dan tidak mempertahankan suatu posisi dalam waktu
lama. Jika terpaksa untuk duduk atau berdiri dalam waktu lama.
Penting sekali dilakukan elevasi tungkai ke atas dan ke bawah secara
bergantian.
3. Berat badan ideal.
4. Olahraga teratur, hindari terlalu berat dan intensif yang dapat
meningkatkan tekanan vena (tenis, bulu tangkis) 3,4,5.
2.2.11. Komplikasi
1. Ulkus kronis.
2. Emboli paru.
3. Limfaedema
4. Amputasi tungkai 6,7,8.
2.2.12. Prognosis
- Bonam, pada stadium awal dan tindakan dilakukan dengan tepat.
- Malam, pada stadium akhir dan tindakan tidak dilakukan dengan
tepat.
Lebih dari 50% ulkus terapi lebih dari 1 tahun 4,6,7.
21
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
CVI/IVK merupakan gangguan aliran balik darah beserta komplikasinya
dari tungkai ke jantung , bersifat kronis (menahun), dengan atau tanpa hasil
dari stadium akhir dari varsises tungkai. Lebih sering terjadi di tungkai
karena tekanan hidrostatiknya tinggi dari pada area lainnya. Patofisiologi
merupakan interaksi oleh etiologi (primer dan atau sekunder) yang
dipengaruhi oleh faktor risiko (demografi dan perilaku). Diklasifikasikan
menjadi 6 (CEAP [C0-C6), Kelas [C1-C6]). Ditegakkan diagnostik
berdasakan data subjektif dan objektif. Tatalaksana disesuaikan dengan
klasifikasinya, yang bisa dilakukan dengan tanpa pembedahan (mandiri, obat
per-oral, dan skleorterapi), pembedahan, dan lainnya dengan prognosis baik
apabila dilakukan tatalaksana dengan tepat. Penyakit ini dapat dicegah
dengan mengendalikan faktor risiko.
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Sjamsuhidajat, R. De Jong W., 2017. Buku Ajar Ilmu Bedah Sjamsuhidajat-De
Jong. 4th Ed. Jakarta: EGC.
2. Sherwood, L. 2011. Fisiologi Manusia. Jakarta : EGC.
3. Arifputera A, dkk. 2014. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media
Aesculapius.
4. Puruhito. 2013. Buku Ajar Primer: Ilmu Bedah Thoraks, Kardiak, Dan
Vaskular. 1st Ed. Surabaya: Airlangga University Press.
5. Katika, R.W., 2015. Gangguan Vena Mehahun. CDK-224/ vol. 42 no. 1, th.
2015
6. Weiss, R., 2020. Venous Insufficiency . Dapat diakses pada
https://emedicine.medscape.com/article/1085412-overview#a2.
7. Eberhardt, R.T., Raffetto, D.J., 2014. Chronic Venous Insufiency. Doi:
10.1161/Circulationaha.113.006898
8. George, T., Santler, B., 2017. Chronic venous insufficiency – a
review of pathophysiology, diagnosis, and treatment. DOI:
10.1111/ddg.13242.
9. Spiridon, M., Corduneanu, D., 2017. Chronic Venous Insufficiency:
a Frequently Underdiagnosed and Undertreated Pathology. MAEDICA – a
Journal of Clinical Medicine 2017; 12(1): 59-61.
10. Youn, J.Y, Lee, J., 2019. Chronic venous insufficiency and varicose veins
of the lower extremities. The Korean Journal of Internal Medicine Vol. 34,
No. 2, March 2019.
23
POSTER
24