Anda di halaman 1dari 22

CASE REPORT

TINEA KORPORIS PADA IBU HAMIL

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Dalam Menjalani Kepaniteraan


Senior Di SMF Ilmu Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran
Universitas Abulyatama Rumah Sakit Umum Daerah
Meuraxa Banda Aceh

Pembimbing :

dr. Surya Nola, M.Ked (DV), Sp.DV

Di Susun Oleh :
Raja Asdika
21174023

SMF ILMU KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS


ABULYATAMA RSUD MEURAXA
BANDA ACEH
2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadiran Allah S.W.T yang telah memberikan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas laporan kasus dengan judul “TINEA
PEDIS” Shalawat beserta salam penulis tujukan ke pangkuan Nabi Muhammad S.A.W
yang telah membawa manusia ke zaman yang berpendidikan dan terang benderang.

Referat ini disusun sebagai salah satu tugas menjalani kepaniteraan klinik senior
pada Bagian / SMF Ilmu Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas
Abulyatama Aceh di Rumah Sakit Umum Daerah Meuraxa Banda Aceh. Selama
penyelesaian referat ini penulis selalu mendapat bantuan dan pengarahan dari
pembimbing yang bertanggung jawab. Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan
terima kasih kepada dr. Surya Nola, M.Ked (DV), Sp.DV yang telah banyak
meluangkan waktu agar referat ini dapat terselesaikan dengan baik.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan ini. Untuk
itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca
sekalian demi kesempurnaan referat lain nantinya dan dapat bermanfaat bagi
perkembangan ilmu pengetahuan umumnya dan profesi kedokteran khususnya. Semoga
Allah S.W.T selalu memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya kepada kita semua. Amin.

Banda Aceh, 04 September 2021

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................2

DAFTAR ISI....................................................................................................................3

BAB I LAPORAN KASUS.............................................................................................4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................................9

2.1 Definisi...................................................................................................................9

2.2 Epidemiologi..........................................................................................................9

2.3 Etiologi...................................................................................................................10

2.4 Patogenesis.............................................................................................................10

2.4 Gejala klinis............................................................................................................11

2.5 Diagnosis................................................................................................................14

2.6 Diagnosis Banding..................................................................................................15

2.8 Penatalaksanaan......................................................................................................16

BAB III PEMBAHASAN................................................................................................18

BAB IV KESIMPULAN.................................................................................................20

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................21

3
BAB I

LAPORAN KASUS

1.1 IDENTITAS PASIEN

Nama : Rauzah
Umur : 42 tahun
No.RM : 006685
Jenis Kelamin : Perempuan
Bangsa/Suku : Aceh
Kawin/Tdk Kawin : Menikah
Pekerjaan : IRT
Kegemaran :-
Alamat : Teubang Phui
Agama : Islam

1.2 ANAMNESIS

Keluhan Utama : Gatal memberat pada malam hari di area punggung kaki,
paha, perut dan lengan bawah dirasakan sejak 5 bulan yang lalu

Keluhan Tambahan : Pada area yang dirasa keluhan terasa sensasi panas.

Riwayat Perjalanan Penyakit : Awalnya, kisaran 5 bulan lalu, pasien


mengeluhkan timbul bercak kemerahan di perut disertai gatal ringan. Bercak tersebut
kering dan gatal. Bercak tersebut semakin lama timbul di kulit kaki dan pecah-pecah.
Karena keluhan p dan gatal bertambah berat, pasien memutuskan untuk berobat ke
poliklinik RSUD Meuraxa

Riwayat Penyakit Keluarga : Anak pasien mengalami keluhan yang sama.

4
Riwayat Penyakit Terdahulu : Disangkal

1.3 PEMERIKSAAN

A. Status Generalisata

Keadaan Umum : Baik


Kesadaran : Compos Mentis
Gizi : Normal
Suhu Badan : Dalam batas normal
Nadi : Dalam batas normal
Tekanan Darah : Dalam batas normal
Pernafasan : Dalam batas normal

Keadaan Spesifik
Kepala : Dalam batas normal
Leher : Dalam batas normal
Abdomen : Dalam batas normal
Genitalia : Dalam batas normal
Thoraks : Dalam batas normal
Ekstremitas : Terdapat lesi bulat dan lonjong, berbatas tegas, dengan
warna yang sudah menghitam, disertai papul.
.
B. Status Dermatologikus

Lokalisasi : - regio antebrachia anterior dan posterior, regio


maleolaris medialis, dorsum pedis.

Ruam

5
Primer : - Bentuk : lesi bulat dan lonjong, berbatas tegas, dengan
papul
- Ukuran: plakat
- Susunan: soliter
- gambaran khas : central healing

Sekunder : - Bentuk: skuama


- Ukuran: plakat
- Susunan: berkelompok

TES-TES YANG DILAKUKAN :

PEMERIKSAAN LABORATORIK : -

Rutin :-
Khusus : - Kerokan kulit dengan KOH 20%
- Kultur
Ringkasan : Pecah-pecah pada sela-sela jari kaki dan telapak kaki
kiri yang semakin meluas sejak 2 tahun yang lalu . Pada
area yang dirasa keluhan terasa sensasi gatal dan timbul
bercak yang kering. Bercak tersebut semakin lama semakin
meluas dan kulit kaki menjadi bersisik dan pecah-pecah.
Pasien mengaku sering menggaruk bercak tersebut.
Kemudian kulit kaki yang pecah-pecah dan bersisik
tersebut sedikit bertambah melebar dan terasa gatal. Sela
jarinya pun mengalami perubahan warna menjadi warna
suram dan rapuh.
Ruam primer :
- Bentuk : makula, berbatas tegas, dengan maserasi

6
- Ukuran: numular
- Susunan: soliter
- Gambaran khas : central healing
Ruam sekunder :
- Bentuk: skuama, erosi dan ekskoriasi
- Ukuran: numular
- Susunan: soliter

Diagnosis Banding :- Tinea Pedis


- Hyperkeratosis Plantaris
- Dermatitis Kontak

Diagnosis : Tinea Pedis


Diagnosis Sementara : Tinea Pedis
PENATALAKSANAAN :
Umum :

1. Tidak menggaruk atau mengelupas luka

2. Untuk menjaga kebersihan diri, terutama kaki yang sedang mengalami sakit

3. Hindari penggunaan sepatu tertutup selama proses pengobatan dan mempercepat


proses penyembuhan

4. Minum obat teratur dan kontrol kembali setelah 7 hari untuk mengetahui respon
pengobatan.

Khusus :
1. NaCl 0,9% + kassa steril (untuk kompres)

2. Naftifine hidroklorida gel

3. Terbinafine 250 mg/hari


4. Itraconazole 2 X 200 mg

7
Pemeriksaan Anjuran : Kerokan Kulit KOH 20%,

Prognosis : Quo ad Vitam : ad bonam


Quo ad Functionam : ad bonam
Quo ad Sanationam : ad bonam
Quo ad Kosmetikum : ad bonam

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Tinea Pedis

8
Berbagai jenis jamur dapat berkembang biak di kulit, istilah medisnya adalah
dermatomikosis yaitu semua penyakit jamur yang menyerang kulit. Sedangkan
dermatofitosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh golongan jamur dermatofita.
Dermatofitosis adalah salah satu kelompok jamur dermatomikosis superficialis yang
disebabkan oleh jamur dermatofit, dan merupakan reaksi pejamu terhadap produk metabolit
jamur dan karena invasi oleh suatu organisme pada jaringan tubuh. Tinea pedis atau sering
disebut athelete foot adalah dermatofitosis pada kaki, terutama pada sela-sela jari dan
telapak kaki. Tinea pedis adalah dermatofitosis yang biasa terjadi.1,3,4

2.2. Epidemiologi

Disebabkan oleh Trichophyton rubrum, selain itu juga bisa disebabkan oleh
Trichophyton mentagrophytes dan Epidermophyton floccosum. Namun, penyebab utama
dari setiap pasien rumit dengan adanya jamur saprofit, ragi dan/ bakteri. Telah di observasi
bahwa 9% dari kasus tinea pedis diakibatkan oleh agen infeksi selain dermatofit. Kondisi
seperti umur, obesitas, diabetes melitus juga mempunyai dampak negatif terhadap
kesehatan pasien secara keseluruhan dan dapat menurunkan imunitas dan meningkatkan
terjadinya tinea pedis. Diabetes melitus itu sendiri dikategorikan sebagai Prevalensi tinea
pedis meningkat seriring dengan bertambahnya usia, lebih sering pada orang dewasa
berusia 31-60 tahun, dan jarang terjadi pada anak. Risiko tinea pedis telah terbukti lebih
tinggi pada pria dibandingkan pada wanita, dan lebih sering terjadi di negara-negara
berkembang. Dari empat tipe tinea pedis, tipe interdigitalis merupakan tipe yang paling
sering terjadi.5

2.3. Etiologi
Tinea pedis paling sering disebabkan oleh Trichophyton rubrum, selain itu juga bisa
disebabkan oleh Trichophyton mentagrophytes dan Epidermophyton floccosum. Namun,
penyebab utama dari setiap pasien rumit dengan adanya jamur saprofit, ragi dan/ bakteri.
Telah di observasi bahwa 9% dari kasus tinea pedis diakibatkan oleh agen infeksi selain

9
dermatofit. Kondisi seperti umur, obesitas, diabetes melitus juga mempunyai dampak
negatif terhadap kesehatan pasien secara keseluruhan dan dapat menurunkan imunitas dan
meningkatkan terjadinya tinea pedis. Diabetes melitus itu sendiri dikategorikan sebagai
penyebab infeksi, pasien dengan penyakit ini 50% akan terkena infeksi jamur.1,4

2.4. Patogenesis
Patogenesis tinea pedis sama dengan patogenesis dermatofit secara umum. Terjadinya
infeksi dermatofit melalui tiga langkah utama, yaitu: perlekatan pada keratinosit, penetrasi
melewati dan di antara sel, serta pembentukan respon pejamu.1,2

1. Perlekatan dermatofit pada keratinosit

Perlekatan artrokonidia pada jaringan keratin tercapai maksimal setelah 6 jam,


dimediasi oleh serabut dinding terluar dermatofit yang memproduksi keratinase
(keratolitik) yang dapat menghidrolisis keratin dan memfasilitasi pertumbuhan
jamur ini di stratum korneum. Dermatofit juga melakukan aktivitas proteolitik
dan lipolitik dengan mengeluarkan serine proteinase (urokinase dan aktivator
plasminogen jaringan) yang menyebabkan katabolisme protein ekstrasel dalam
menginvasi pejamu. Proses ini dipengaruhi oleh kedekatan dinding dari kedua sel,
dan pengaruh sebum antara artrospor dan korneosit yang dipermudah oleh adanya
proses trauma atau adanya lesi pada kulit. Tidak semua dermatofit melekat pada
korneosit karena tergantung pada jenis strainnya.1,2

2. Penetrasi dermatofit melewati dan di antara sel


Spora harus tumbuh dan menembus masuk stratum korneum dengan kecepatan
melebihi proses deskuamasi. Proses penetrasi menghasilkan sekresi proteinase,
lipase, dan enzim musinolitik, yang menjadi nutrisi bagi jamur. Diperlukan waktu
4–6 jam untuk germinasi dan penetrasi ke stratum korneum setelah spora melekat
pada keratin.1,2

3. Respons imun pejamu


Terdiri dari dua mekanisme, yaitu imunitas alami yang memberikan respons cepat

10
dan imunitas adaptif yang memberikan respons lambat. Pada kondisi individu
dengan sistem imun yang lemah (immunocompromized), cenderung mengalami
dermatofitosis yang berat atau menetap. Pemakaian kemoterapi, obat-obatan
transplantasi dan steroid membawa dapat meningkatkan kemungkinan terinfeksi
oleh dermatofit non patogenik.1,2

2.5. Gejala Klinis


1. Interdigitalis1,4,7,8
- Diantara jari 4 dan 5 terlihat fisura yang dilingkari sisik halus dan tipis.
- Dapat meluas ke bawah jari(subdigital) dan ke sela jari yang lain.
- Sering terlihat maserasi. Aspek klinis berupa kulit putih dan rapuh.
Dapat disertai infeksi sekunder oleh bakteri sehingga terjadi selulitis, limfangitis,
limfadenitis, dan dapat pula terjadi erisipelas.

Gambar 1. Tinea pedis interdigitalis. Maserasi dan terdapat opaque putih dan
beberapa erosi1

11
Gambar 2. Tinea pedis pada bagian bawah jari kaki1

2. Moccasin foot1,4,7,8
- Pada seluruh kaki, dari telapak kaki, tepi sampai punggung kaki, terlihat kulit
menebal dan bersisik halus dan seperti bedak
- Eritema biasanya ringan dan terlihat pada bagian tepi lesi
- Tepi lesi dapat dilihat papul dan kadang-kadang vesikel

Gambar 3. Tinea pedis. Terdapat distribusi tipe moccasin1

12
3. Vesiculo bulosa1,4,7,8

- Diakibatkan karena T.mentagrophytes


- Diameter vesikel lebih besar dari 3mm
- Jarang pada anak-anak, tapi etiologi yang sering terjadi pada anakanak adalah
T.rubrum
- Vesikel pustul atau bula pada kulit tipis ditelapak kaki dan area periplantar.

Gambar 4. Tinea pedis tipe bulosa. Vesicle pecah, bula, eritema, dan erosi pada
bagian belakang dari ibu jari kaki1

4. Tipe akut ulserasi1,4,7,8


- Mempengaruhi telapak kaki dan terkait dengan maserasi, penggundulan kulit
- Koinfeksi bakterial ganas biasanya dari gram negatif kombinasi dengan
T.mentagrophytes menghasilkan vesikel pustule dan ulcer bernanah yang besar pada
permukaan plantar.
- Berhubungan juga dengan selulitis, limfangitis, limfadenopati, dan demam.

13
Gambar 5. Tinea pedis tipe akut ulcerasi1

2.6. Diagnosis
Diagnosis dari tinea pedis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang. Untuk anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat perlu diperhatikan manifestasi
klinis yang dialami pasien. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan biasanya dengan cara
kulit dikerok untuk preparat KOH, kultur dari daerah yang terinfeksi, dan Tes PAS
(Periodic Acid Schiff Stain).1,3,9

1. KOH
Hasil preparat KOH biasanya positif di beberapa kasus dengan maserasi pada kulit.
Pada pemeriksaan mikroskop KOH dapat ditemukan hifa bersepta atau bercabang,
arthrospore, atau dalam beberapa kasus, sel budding menyediakan bukti infeksi
jamur.4,7
2. Kultur
Kultur dari tinea pedis yang dicurigai dilakukan SDA (sabouraud’s dextrose agar).
pH asam dari 5,6 untuk media ini menghambat banyak spesies bakteri dan dapat
dibuat lebih selektif dengan penambahan suplemen kloramfenikol. Ini dapat selesai
2-4 minggu. Dermatophyte test medium (DTM) digunakan untuk isolasi selektif dan
mengenali jamur dermatofitosis adalah pilihan lain diagnostik, yang bergantung
pada indikasi perubahan warna dari oranye ke merah untuk menandakan kehadiran
dermatofit.4,7

14
3. Tes PAS (Periodic Acid Schiff Stain)
PAS menunjukkan dinding sarat polisakarida dari organisme jamur yang terkait
dengan kondisi ini dan merupakan salah satu teknik yang paling banyak digunakan
untuk mendeteksi protein terikat karbohidrat (glikoprotein). Tes ini dilakukan
dengan mengekspos jaringan dari berbagai substrat untuk serangkaian reaksi
oksidasi-reduksi, sebagai hasil akhir, elemen positif seperti karbohidrat, bahan
membran basement menjadi permen apel merah (candy apple red). Komponen
kontras positif PAS ini tajam terhadap latar belakang biru merah muda. Tidak
seperti kultur pada SDA, hasil PAS dapat selesai sekitar 15 menit. PAS juga telah
menjadi tes diagnostik yang paling dapat diandalkan untuk tinea pedis, dengan
keberhasilan 98,8% dengan biaya paling efektif.7

2.7. Diagnosis Banding


Diagnosis banding klinis dari erupsi cutaneus kaki seperti dermatitis kontak,
psoriasis, dihydrosis, eczema, dermatitis atopik, keratoderma, liken planus dan beberapa
infeksi bakterial seperti C.minutissimum, streptococcal cellulitis dan lain-lain yang
umumnya susah dibedakan dengan tinea pedis.1,8

Diagnosis banding dari tinea pedis dapat di bedakan menjadi

1. Interdigitalis Diagnosis banding berupa psoriasis, “soft corns”, koinfeksi bakteri,


kandidiasis, erythrasma.1,8

2. Tipe Moccasin Diagnosis banding berupa psoriasis, keratoderma herediter atau


yang didapat pada telapak tangan dan kaki, dyshidrosis.1,8

3. Vesiko-bulosa Diagnosis banding berupa, dermatitis kontak, pustular psoriasis,


palmoplantar pustolosis, pyoderma bakteri.1

15
2.8. Penatalaksanaan

1. Topikal
Tinea pedis biasanya diobati dengan krim antijamur topikal selama 4 minggu;
tinea pedis interdigital mungkin hanya memerlukan 1 minggu terapi. Berbagai
antijamur topikal efektif terhadap tinea pedis termasuk azoles, allylamines,
butenafine, ciclopirox, tolnaftate, dan amorolfine. Sebagaimana dibuktikan oleh
hasil meta-analisis menemukan bukti kuat bahwa agen antijamur topikal lebih baik
dari plasebo. Sebuah metaanalisis dari 11 percobaan acak menyimpulkan bahwa
pengobatan dengan terbinafine atau naftifine menghasilkan tingkat kesembuhan
yang sedikit lebih tinggi dari pengobatan dengan azol. Luliconazole, antijamur azol
memiliki tindakan fungisida terhadap spesies trichophyton mirip dengan atau lebih
dari itu dari terbinafine. Nistatin tidak efektif untuk pengobatan infeksi dermatofit.
Naftifine hidroklorida gel juga ditemukan efektif baik untuk jenis tinea pedis
interdigital dan moccasin.11
Selain antijamur, burrow (aluminium asetat 1% atau aluminium subasetat 5%)
wet dressing, diterapkan selama 20 menit 2-3 kali / hari, dapat membantu jika
terjadi vesikulasi atau maserasi.11

2. Sistemik
Terapi topikal kurang efektif dibandingkan antijamur oral untuk pengobatan
tinea pedis, dan pengobatan oral biasanya diberikan selama 4- 8 minggu. Dalam
review sistematis, khasiat antijamur oral terbinafine ditemukan lebih efektif
daripada griseofulvin, sedangkan khasiat terbinafine dan itrakonazol serupa.1,10,11
Dosis yang dapat diberikan adalah:
- Terbinafine 250 mg/hari untuk 2 minggu
- Itraconazole 200 mg, 2 kali sehari untuk 1 minggu, atau 200 mg per hari untuk 3
minggu, atau 100 mg per hari untuk 4 minggu. Untuk dosis anak diberikan 5 mg/kgbb/hari
untuk 2 minggu.

- Griseofulvin 500-1000 mg/hari. Buat anak-anak 10- 20 mg/kg/hari.

16
- Fluconazole 150 mg/minggu untuk 4 minggu1,10,11

Memberikan penjelasan kepada pasien mengenai pentingnya kebersihan pada kaki,


menjaga kaki tetap kering , membersikan kuku kaki, menggunakan sepatu yang pas dan
kaos kaki kering dan bersih, serta menggunakan sandal atau flip-flop pada tempat mandi
umum atau kolam renang dapat mencegah terjadinya tinea pedis. Diagnosis yang tepat serta
pengobatan terhadap pasien yang menderita diabetes mellitus, HIV, trasplantasi organ
penting untuk pencegahan infeksi tinea pedis.7,9

17
BAB III
PEMBAHASAN

Temuan pada pasien Berdasarkan Teori


Nama: Munir AR
Kondisi seperti umur juga mempunyai
Umur: 72 tahun
dampak negatif terhadap kesehatan pasien
No.RM: 006685
secara keseluruhan dan dapat menurunkan
Jenis Kelamin: Laki – Laki
imunitas dan meningkatkan terjadinya tinea
Bangsa/Suku: Aceh
pedis, juga lebih sering pada orang dewasa
Kawin/Tdk Kawin: Kawin
berusia 31-60 tahun, dan jarang terjadi pada
Pekerjaan: Pensiunan
anak. Risiko tinea pedis telah terbukti lebih
Kegemaran: -
tinggi pada pria dibandingkan pada wanita,
Alamat:
dan lebih sering terjadi di negara-negara
Agama: Islam
berkembang.

Pasien mengeluhkan timbul bercak Tinea Pedis adalah penyakit yang juga
kemerahan di sela-sela antara jari IV dan V dikenal dengan istilah athlete’s
kaki kiri. Bercak tersebut kering dan gatal. foot. Penyakit ini menyebabkan munculnya
Bercak tersebut semakin lama semakin kerak, kulit yang bersisik/berkerak atau
meluas dan kulit kaki menjadi bersisik dan melepuh, serta rasa gatal pada area kaki
pecah-pecah. yang terinfeksi.

TATALAKSANA : Farmakologi
1. NaCl 0,9% + kassa steril (untuk
Sebuah metaanalisis dari 11 percobaan
kompres)
acak menyimpulkan bahwa pengobatan
2. Naftifine hidroklorida gel
dengan terbinafine atau naftifine
3. Terbinafine 250 mg/hari
menghasilkan tingkat kesembuhan yang
4. Itraconazole 2 X 200 mg
sedikit lebih tinggi dari pengobatan dengan

18
azol. Nistatin tidak efektif untuk
pengobatan infeksi dermatofit. Naftifine
hidroklorida gel juga ditemukan efektif
baik untuk jenis tinea pedis interdigital dan
moccasin.

Nonfarmakologi
1. Tidak menggaruk atau mengelupas
luka
2. Untuk menjaga kebersihan diri,
terutama kaki yang sedang mengalami
sakit
3. Hindari penggunaan sepatu tertutup
selama proses pengobatan dan
mempercepat proses penyembuhan

4. Minum obat teratur dan control


kembali setelah 7 hari untuk
mengetahui respon pengobatan.

19
BAB IV
KESIMPULAN

Tinea pedis merupakan infeksi dermatofita pada kaki terutama mengenai sela jari dan
telapak kaki. Penyakit ini lebih sering dijumpai pada laki-laki usia dewasa dan jarang pada
perempuan dan anak-anak. Keadaan lembab dan hangat pada sela jari kaki karena bersepatu
dan berkaos kaki disertai berada di daerah tropis yang lembab mengakibatkan pertumbuhan
jamur makin subur. Tinea pedis disebabkan oleh Trichophyton rubrum (umumnya),
Trichophyton mentagrophytes, Epidermophyton floccosum.

Gambaran klinis dapat dibedakan berdasarkan tipe interdigitalis, moccasion foot, lesi
vesikobulosa, dan tipe ulseratif. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah
pemeriksaan KOH dan pemeriksaan lampu Wood dan ditemukan adanya hifa bersepta atau
bercabang, arthrospore, atau dalam beberapa kasus, sel budding menyediakan bukti infeksi
jamur. Diagnosis banding dapat berupa, psoriasis, dermatitis kontak, dishidrosis pada kaki,
keratoma, kandidiasis, dan eritrasma. Penatalaksanaan yang dapat diberikan adalah untuk
topikal, terbinafine atau naftifine menghasilkan tingkat kesembuhan yang sedikit lebih
tinggi dari pengobatan dengan golongan azol, sedangkan untuk sistemik antijamur oral
terbinafine dan itrakonazol ditemukan lebih efektif daripada griseofulvin. Salah satu
pencegahan terhadap reinfeksi tinea pedis yaitu menjaga agar kaki tetap dalam keadaan
kering dan bersih, hindari lingkungan yang lembab dan pemakaian sepatu yang terlalu
lama.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Chamlin L Sarah, Lawley P Leslie. Fitzpatrick’s Dermatology in General


Medicine. Tinea Pedis. 7th edition.2. New York; McGraw-Hill Medicine
2008. p1807-1817.

2. Kurniati, C.R. Etiopatogenesis dermatofitosis. Vol. 20. No.3. FK UNAIR.


Surabaya. 2011. p243-250.

3. James WD, Berger TG, Elston DM. Andrews’ diseases of the skin. 11th ed.
Elsevier. US. 2011. p293-295.

4. Djuanda A, Djuanda S, Hamzah M, Aisah S. Ilmu penyakit kulit dan kelamin


edisi 6. FKUI. Jakarta. 2010. p92-93.

5. Ilkit M, Durdu M. Tinea pedis: the etiology and global epidemiology of a


common fungal infection. Crit Rev Microbiol. Turkey. 2014. p1– 15

6. Lakshmipathy DL, Kannabiran K. Review on dermatomycosis: pathogenesis


and treatment. Natural science. 2013. 2(7):726-731.

7. Kumar V, Tilak R, Prakash P, Nigam C, Gupta R. Asian journal of medical


science. Tinea Pedis, 2011; p134- 138.

8. Burns T, Breathnatch S, Cox N. Rook’s textbook dermatology. 8th ed.


Willey-blackwell. UK. 2010. p36.30-36.32.

9. Claire JC, Patricia MB. Tinea Pedis (athelete’s foot). The health care of
homeless person. Boston. 2012. p151-154.

10. Bolognia JL, Jorizzo JL, Rapini RP. Dermatology. 2nd ed. Elsevier. USA.
2008.

11. Sahoo AK, Mahajan R. Management of tinea corporis, tinea cruris, and tinea
pedis: A comprehensive review. Indian Dermatol Online J. 2016 Mar-Apr;

21
7(2): 77–86.

22

Anda mungkin juga menyukai