Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN KASUS

HERPES ZOSTER

Oleh:
Mira Mei Sudarwati
19710139

Pembimbing
dr. Dyah Ratri Anggarini, Sp.KK

SMF ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN


RUMAH SAKIT UMUM DR WAHIDIN SUDIRO HUSODO
MOJOKERTO
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA
SURABAYA
2022
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan YME karena atas
limpahan rahmat dan karunia-Nya, penulis mampu menyelesaikan laporan kasus
ini dengan judul “Herpes Zoster”.

Laporan kasus ini dikerjakan demi memenuhi salah satu syarat guna
mengikuti ujian utama SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin sebagai Dokter
Muda di RSU Dr.Wahidin Sudirohusodo. Penulis menyadari bahwa laporan kasus
ini bukanlah tujuan akhir dari belajar karena belajar adalah sesuatu yang tidak
terbatas.

Terselesaikannya laporan kasus ini tentunya tak lepas dari dorongan dan
uluran tangan berbagai pihak. Oleh karena itu, tak salah kiranya bila penulis
mengungkapkan rasa terima kasih dan penghargaan kepada:

1. Prof. Dr. Suhartati, dr., MS , Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya


Kusuma Surabaya yang telah memberi kesempatan kepada penulis menuntut
ilmu di Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya
2. dr. Dyah Ratri Anggarini, Sp.KK selaku Staff bagian Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin serta sebagai pembimbing lapsus di RSU dr.Wahidin Sudirohusodo
yang telah memberikan banyak ilmunya kepada penulis sehingga penulis
mampu menyelesaikan tugas ini dengan maksimal.
3. Orang tua penulis serta semua keluarga yang selalu mendukung dan
memberikan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan laporan kasus ini.
4. Teman-teman pendidikan Dokter Umum angkatan 2020 yang telah banyak
membantu menyelesaikan laporan kasus ini.
5. Pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan laporan kasus ini.
Semoga Allah SWT membalas kebaikan dan ketulusan semua pihak yang
telah membantu penulis guna menyelesaikan laporan kasus ini dengan
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya.

i
Akhir kata penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun sebagai masukan yang berharga bagi penulis. Semoga nantinya
laporan kasus ini bisa memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi fakultas
dan masyarakat.

Mojokerto, 25 April 2021

Penulis

ii
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN KASUS

HERPES ZOSTER

Oleh:

Mira Mei Sudarwati

Telah disetujui dan disahkan pada :


Hari :
Tanggal :

Dan dinyatakan lulus oleh :

Pembimbing

dr. Dyah Ratri Anggarini, Sp.KK

SMF
Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin

iii
BAB I

LAPORAN KASUS

1. Identitas Pasien

Nama : Ny. T

Umur : 46 tahun

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat : Kedungsari, Kemlagi

Agama : Islam

Tanggal Pemeriksaan : 18 April 2022

2. Anamnesa Pasien

2.1 Keluhan Utama

Timbul plentingan di lengan tangan kanan

2.2. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke poli dengan keluhan timbul plentingan pada

lengan tangan kanan sejak ± 5 hari yang lalu. Plentingan awalnya timbul

pada kaki kanan kemudian menyebar ke lengan kanan, aksilla kanan dan

punggung sebelah kanan. Plentingan terasa panas dan nyeri. 2 minggu

yang lalu pasien mengeluh badannya greges.

2.3 Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat Hipertensi (-), Riwayat Diabetes Mellitus (-), Asma (-),

Alergi obat maupun makanan (-).

1
2.4 Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga yang sakit seperti ini. Hipertensi (-),

Diabetes mellitus (-), Riwayat Alergi (-).

2.5 Riwayat Sosial/Kebiasaan

Pasien merupakan ibu rumah tangga yang biasa melakukan pekerjaan

dirumah seperti membersihkan rumah, serta pekerjaannya ringan lainnya

dirumah.

2.6 Riwayat Pengobatan

Pasien mengonsumsi obat :

1. Tab Acyclovir 5 x 800 mg/hr

2. Tab Asam Mefenamat (jika merasa sakit).

3. Pemeriksaan Fisik

 Kesadaran : Compos mentis

 Vital Sign : Tekanan Darah : 120/80 mmHg

Nadi : 84 x/menit reguler

Suhu : 36 °C

RR : 20 x/menit

 Kepala Leher : a/i/c/d : -/-/-/-

 Thorax : Cor : S1S2 tunggal regular

Pulmo : Gerak napas simetris, retraksi (-),

fremitus raba simetris (+/+), sonor (+/+), Ronkhi -/-

 Abdomen : Inspeksi : Cembung, jejas (-)

Auskultasi : Bising usus (+), normal

2
Palpasi : Supel, Nyeri tekan (-)

Perkusi : Timpani

 Ekstremitas : Inspeksi : - - Edema

- -

Palpasi : Akral hangat, CRT < 2detik

 Status Dermatologi

Regio thorakalis dextra, regio axilla dextra, regio ekstremitas

superior dextra, regio ekstremitas inferior dextra terdapat vesikula

bergerombol diatas makula eritema, usia lesi pada satu gerombolan sama,

tetapi tidak sama dengan gerombolan yang lain, unilateral.

3
Gambar 1.1 (A) Regio thorakalis posterior dextra, (B) regio axilla dextra, (C)
regio ekstremitas superior dextra, (D) regio ekstremitas inferior dextra terdapat
vesikula bergerombol diatas makula eritem, unilateral, usia lesi pada satu
gerembolan berbeda dengan lesi di gerombolan lain.

4
S O A P

Pasien mengeluh masih merasa Status Dermatologis: Postherpeti 1. Amitriptyline


(Regio thorakalis
gatal dan nyeri, tetapi untuk c Neuralgia 3 x 25 mg/hr
posterior dextra tampak
plentingan sudah kering 2. Xepaneuron
makula hipopigmentasi,
skuama +) , (regio 1x1
ekstremitas superior
3. Mupirocin
tampak krusta di atas
cream 2%
makula hiperpigmentasi,
skuama +, erosi +) (pagi-sore)

4. Follow Up ( 09 Mei 2022 )

(B)
(A)

Gambar 1.2 (A) Regio thorakalis posterior dextra tampak makula


hipopigmentasi, skuama +, (B) regio ekstremitas superior tampak krusta di atas
makula hiperpigmentasi, skuama +, erosi +.

5
5. Diagnosis

Herpes Zoster Cervical Dextra

6. Diagnosis Banding

6.1 Varisela

6.2 Herpes Simpleks

6.3 Dermatitis kontak iritan

6.4 Dermatitis Venenata

7. Penatalaksanaan

7.1 Acyclovir 5 x 800 mg/hr

7.2 Amitriptyline 3 x 25 mg/hr

7.3 Xepaneuron 1x1

7.4 Mupirocin cream 2% (pagi-sore).

8. Pemeriksaan Penunjang

Tzank Smear

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Herpes zoster adalah penyakit neurokutan dengan manifestasi

erupsi vesikular berkelompok dengan dasar eritematosa disertai nyeri

radikular unilateral yang umumnya terbatas di satu dermatom. Herpes

zoster merupakan manifestasi reaktivasi infeksi laten endogen virus

varisela zoster di dalam neuron ganglion sensoris radiks dorsalis, ganglion

saraf kranialis atau ganglion saraf autonomik yang menyebar ke jaringan

saraf dan kulit dengan segmen yang sama.1

2.2 Epidemiologi

Penyakit herpes zoster terjadi sporadis sepanjang tahun tanpa

mengenal musim. lnsidensnya 2-3 kasus per-1000 orang/tahun. Dalam satu

penelitian di Australia, infeksi VZV termasuk di antara lima penyebab

dermatologis paling umum dari kunjungan ke unit gawat darurat. lnsiden

dan keparahan penyakitnya meningkat dengan bertambahnya usia. Lebih

dari setengah jumlah keseluruhan kasus dilaporkan terjadi pada usia lebih

dari 60 tahun dan komplikasi terjadi hampir 50% di usia tua. Jarang

dijumpai pada usia dini (anak dan dewasa muda) bila terjadi, kemungkinan

dihubungkan dengan varisela maternal saat kehamilan. Risiko penyakit

meningkat dengan adanya keganasan, atau dengan transplantasi sumsum

7
tulang/ginjal atau infeksi HIV. Tidak terdapat predileksi gender. Penyakit

ini bersifat menular namun daya tularya kecil bila dibandingkan dengan

varisela.1

2.3 Etiologi

Varicella zoster virus (VZV) adalah nama lain dari human

herpesvirus 3 (HHV-3), yakni jenis virus herpes yang menjadi penyebab

dari 2 jenis penyakit yaitu cacar air (varicella) dan herpes zoster/HZ

(shingles). Varicella zoster virus merupakan anggota keluarga

herpesviridae, seperti virus herpes simplex virus (HSV) tipe 1 dan 2,

cytomegalovirus (CMV), Epstein-barr virus (EBV), human herpesvirus 6

(HHV-6), human herpesvirus 7 (HHV-7), dan human herpesvirus 8 (HHV-

8).

Varicella zoster virus merupakan jenis virus deoxyribonucleic acid

(DNA), alphaherpesvirus yang memiliki besar genom 125.000 bp,

berselubung, dengan diameter 80-120 nm. Virus ini memberi kode kurang

lebih 70-80 protein, salah satunya enzim thymidine kinase yang rentan

terhadap obat antivirus karena memfosforilasi aciclovir, sehingga

menghambat replikasi virus DNA. Selubung protein virus diduga berperan

dalam interaksi dengan molekul permukaan sel seperti reseptor mannose-

6-phospate atau glikoprotein myelin. Glikoprotein VZV B (gB), gH dan L

berfungsi sebagai kompleks inti dan glikoprotein selubung lain berfungsi

sebagai protein tambahan. Tegument protein termasuk immediate-early

protein 62 (IE62) sebagai protein utama berfungsi sebagai faktor

8
transkripsi atau disebut transaktivator virus, keluar dan akan dipindahkan

ke inti sebelum terjadi sintesis protein.2

2.4 Patofisiologi

Perjalanan penyakit HZ meliputi fase viremia dan fase laten.

Selama fase viremia, VZV dapat menyerang sel epidermal, menyebabkan

terjadinya varicella yang bermanifestasi sebagai vesikel yang tersebar

(generalisata), kemudian masuk ke serabut saraf sensorik pada lokasi

mukokutan dan berpindah secara retrograde akson ke akar dorsal sensorik

ganglion pada spinal cord, di mana virus dapat menetap dalam fase laten di

saraf kranial, akar dorsal, dan ganglion otonom, khususnya pada badan sel

neuron, karena lokasi tersebut terkait dengan lokasi tersering terkena

varicella. Reaktivasi VZV dalam fase laten dapat muncul spontan maupun

diinduksi oleh stress, demam, terapi radiasi, trauma lokal, atau agen

immunosuppressant.2

Gambar 2.1 Patogenesis Herpes Zoster2

9
Pada fase laten, DNA VZV berbentuk sirkuler dan tidak bereplikasi,

namun saat terjadi reaktivasi, virus terus mengalami replikasi pada dasar

ganglion dorsalis, menyebabkan ganglion menjadi nekrotik dan hemoragik

serta menginduksi ganglionitis yang ditandai dengan rasa nyeri (Gambar

2.1). Pada saat terjadi ganglionitis terjadi regulasi dari MHC kelas I dan

protein II, infiltrasi sel T CD4+ dan CD8+ . Ganglionitis dan infiltrasi sel

T CD8+ dapat menetap setelah terjadi HZ. Inflamasi neuronal dan

nekrosis dapat menyebabkan neuralgia yang semakin memberat seiring

dengan penyebaran virus di sepanjang saraf sensoris. Cairan dari vesikel

HZ dapat menyebarkan VZV pada individu seronegatif sehingga terjadi

infeksi primer yaitu cacar air (varicella). Varicella zoster virus dapat

bertahan hidup dalam lingkungan intraseluler di tubuh manusia dengan

target utama pada sel limfosit T, sel epitel, dan ganglion, serta berbeda

dengan herpes simplex virus (HSV).2

2.5 Manifestasi Klinis

Herpes zoster dapat dimulai dengan timbulnya gejala prodromal

berupa sensasi abnormal atau nyeri otot lokal, nyeri tulang, pegal,

parestesia sepanjang dermatom, gatal, rasa terbakar dari ringan sampai

berat. Nyeri dapat menyerupai sakit gigi, pleuritis, infark jantung, nyeri

duodenum, kolesistitis, kolik ginjal atau empedu, apendisitis. Dapat juga

dijumpai gejala konstitusi misalnya nyeri kepala, malaise dan demam.

Gejala prodromal dapat berlangsung beberapa hari (1-10 hari, rata-rata 2

hari).

10
Setelah awitan gejala prodromal, timbul erupsi kulit yang biasanya

gatal atau nyeri terlokalisata (terbatas di satu dermatom) berupa makula

kemerahan. Kemudian berkembang menjadi papul, vesikel jernih

berkelompok selama 3-5 hari. Selanjutnya isi vesikel menjadi keruh dan

akhirnya pecah menjadi krusta (berlangsung selama 7-10 hari). Erupsi

kulit mengalami involusi setelah 2-4 minggu. Sebagian besar kasus herpes

zoster, erupsi kulitnya menyembuh secara spontan tanpa gejala sisa.1

Gambar 2.2 Regio Thorakalis tampak gerombolan vesikula di atas


kulit eritematus, isi vesikula sebagian jernih sebagian keruh, di beberapa
tempat terdapat bula. Kulit di antara gerombolan vesikula normal,
unilateral sesuai dermatom.3

2.6 Diagnosa Banding

Herpes zoster awal dapat didiagnosis banding dengan varisela,

dermatitis venenata atau dermatitis kontak. Herpes zoster yang timbul di

daerah genitalia mirip dengan herpes simpleks.

11
2.6.1 Varisela

Keluhan dari pasien varisela hampir sama dengan pasien

herpes zoster, dan biasanya ada kontak dengan penderita varisela

atau zoster. Untuk klinis pada kulitnya terdapat vesikel yang

tersebar sentripetal dan umur dari lesi tidak sama. Terutama

menyerang anak-anak.

2.6.2 Zosteriform herpes simplex

Tampak mirip dengan herpes zoster sehingga penderita

biasanya mengeluh timbul plentingan yang terasa panas dan nyeri

di dahului dengan gejala prodormal. Klinis didapatkan vesikel

berkelompok bersifat unilateral dengan lokasi di mulut maupun

area genital.2

2.6.3 Dermatitis Kontak Iritan

Pada umumnya pasien dermatitis mengeluh gatal. Kelainan

kulit bergantung pada stadium penyakit, dapat sirkumskrip, dapat

pula difus, dengan penyebaran setempat, generalisata dan

universalis. Pada stadium akut kelainan kulit dengan gambaran

klinis berupa eriterna, edema, vesikel atau bula, erosi dan eksudasi,

sehingga tampak membasah (madidans). Pada stadium subakut,

eritema dan edema berkurang, eksudat mengering menjadi krusta.

Sedang pada stadium kronis lesi tampak kering, berbentuk skuama,

hiperpigmentasi, papul dan likenifikasi, meski mungkin juga masih

12
terdapat erosi atau ekskoriasi karena garukan. Tterdapat riwayat

terpapar bahan iritan pada lokasi yang terkena.2

2.6.4 Dermatitis Venenata

Dermatitis venenata Pada dermatitis venenata sebagai

reaksi iritasi akibat gigitan serangga yang muncul 24 jam setelah

kontak, terdapat riwayat paparan serangga, umumnya lesi

berbentuk linear, berlangsung beberapa hari, muncul kissing

lesion.2

2.7 Diagnosis

Diagnosis penyakit herpes zoster sangat jelas, karena gambaran

klinisnya memiliki karakteristik tersendiri. Untuk kasus-kasus yang tidak

jelas bisa dilakukan dengan pemeriksaan penunjang.

2.7.1 Anamnesa

Pasien herpes zoster mengeluh muncul plentingan di tubuh

satu sisi saja, terasa panas nyeri dan biasanya 1-2 minggu

sebelumnya merasa badannya demam.

2.7.2 Pemeriksaan Fisik

Vesikel berkelompok dengan dasar berwarna kemerahan,

unilateral dan tersebar dermatomal.

2.7.3 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan sederhana menggunakan apusan Tzank

dengan pewarnaan Giemsa dapat membantu menegakkan diagnosis

13
secara cepat untuk mengidentifikasi adanya perubahan sitologi sel

epitel yang menunjukkan gambaran multinucleated giant sel.

Pemeriksaan laboratorium lain yang dapat digunakan yaitu

pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR) yang digunakan

untuk mengidentifikasi antigen/ asam nukleat VZV. Material yang

diambil berasal dari vesikel (swab, cairan), saliva pasien yang tidak

terdapat gejala manifestasi kulit, dan cairan serebrospinal jika

terdapat gejala tanda neurologis. Pemeriksaan DNA melalui PCR

memiliki sensitivitas dan specificity yang paling tinggi dan

merupakan baku emas untuk diagnosis dengan mengetahui genom

dari VZV.

Kultur virus merupakan pemeriksaan yang sangat spesifik

namun tidak sensitif, selain itu hasilnya baru bisa didapatkan lebih

dari 1 minggu.2

Gambar 2.3 Gambaran multinucleated giant sel pada pemeriksaan Tzank Smear.

2.8 Penatalaksanaan

14
Prinsip dasar pengobatan herpes zoster adalah menghilangkan

nyeri secepat mungkin dengan cara membatasi replikasi virus, sehingga

mengurangi kerusakan saraf lebih lanjut.

2.8.1 Umum

a. Analgetika : Metampiron 4 x 1 tab/h.

Metamizole atau metampiron merupakan obat dengan

inhibisi siklooksigenase dan aktivasi sistem opioidergik dan

kanabinoid, serta inhibisi pelepasan Ca2+ intraseluler. Obat ini

memberi efek analgesik dengan bekerja di sentral dan perifer.

Di perifer, metamizole menginhibisi siklooksigenase (COX),

mengakibatkan perubahan metabolisme asam arakidonat dan

inhibisi sintesis prostaglandin. Metamizole juga menghambat

agregasi platelet dan menurunkan sintesis tromboksan A2

(TXA2). Mekanisme kerja metamizole di sentral diduga berupa

inhibisi COX-3 dan aktivasi sistem opioidergik dan kanabinoid.

Metamizole menekan pain-evoked potential di neuron

thalamus, meskipun tidak seefektif obat morfin. Efek samping

paling umum adalah gangguan pencernaan seperti mual,

muntah, nyeri perut, dan diare.

b. Antibiotika : Eritromisin 4 x 250-500 mg/h (Bila ada infeksi

sekunder).

15
Farmakodinamik erythromycin adalah efek kerja primer

sebagai bakteriostatik. Zat erythromycin berdifusi ke dalam

tubuh bakteri melalui membran sel bakteri, dan secara

reversibel mengikatkan diri pada molekul ribosom RNA 23S di

dalam subunit 50S ribosom bakteri. Proses ikatan ini akan

menginhibisi aktivitas enzim peptidil transferase, sehingga

mengganggu proses translokasi asam amino selama

berlangsungnya translasi dan berkumpulnya protein. Efek

samping penggunaan erythromycin yang umum dilaporkan

adalah mual, muntah, nyeri abdomen, diare dan anoreksia.

c. Lokal : bila basah di kompres dengan larutan garam faali, bila

erosi di olesi salep sodium fusidate dan bila sudah kering

diberikan bedak salicyl 2%.

2.8.2 Khusus

a. Acyclovir

Dosis : Dewasa: 5 x 800 mg/h selama 7-10 hr.

Anak : 20mg/kgBB/kali sampai 800 mg/kali, 4 kali/hari.

Antivirus pada infeksi herpes zoster memiliki target kerja

untuk menghambat aktivitas DNA virus dalam proses

transkripsi sehingga dapat menekan replikasi virus. Aciclovir

merupakan analog guanosine yang secara selektif difosforilasi

oleh thymidine kinase VZV (suatu substrat lemah untuk

thymidine kinase seluler) dan menjadi terkonsentrasi pada sel

16
yang terinfeksi. Enzim seluler kemudian dikonversikan dari

aciclovir monophosphate menjadi aciclovir triphosphate yang

memengaruhi sintesis DNA virus dengan menghambat DNA

virus. Beberapa efek samping yang bisa terjadi setelah

mengkonsumsi acyclovir adalah pusing, mual, muntah, diare,

demam.

b. Neuralgia pascahepatika

Anti Depresan Trisiklik (Amitriptyline 50-100 mg/hr)

Hari 1 : 1 tablet (25mg)

Hari 2 : 2 x 1 tablet

Hari 3 : 3 x 1 tablet

Antidepresan trisiklik sering digunakan secara luas

sebagai pengobatan pada beberapa nyeri neuropati,

termasuk PHN. Terdapat beberapa mekanisme kerja dari

TCA yaitu dengan menghambat reuptake dari serotonin dan

norepinefrin, sebagai blokade jalur natrium sehingga

berfungsi sebagai anestesi lokal. Pada penelitian meta-

nalisis yang meneliti penggunaan amitriptilin, nortriptilin

dan desipramin, menunjukkan ketiga agen TCA tersebut

secara signifikan berfungsi sebagai analgesik dalam

pengobatan PHN. Efek samping yang dapat timbul seperti

sedasi, kekeringan pada mulut, penurunan daya

17
pengelihatan, peningkatan berat badan, retensi urin,

konstipasi dan disfungsi seksual.

2.9 Komplikasi

2.9.1 Postherpetic Neuralgia

Komplikasi yang umum terjadi dari penyakit herpes zoster

(HZ) adalah postherpetic neuralgia (PHN), yang merupakan sejenis

nyeri neuropati yang menetap selama 90 hari atau lebih setelah

ruam kemerahan sembuh. Nyeri dapat menetap dalam waktu

beberapa bulan atau tahun, serta berdampak pada kualitas hidup

penderita karena mengganggu tidur dan aktivitas sehari-hari,

menyebabkan anoreksia, kehilangan berat badan, lemas,

mengganggu fungsi sosial, produktivitas, dan menyebabkan

dependensi. Terdapat dua bentuk karakteristik nyeri pada PHN

yaitu nyeri terus menerus dengan penurunan sensasi raba, atau

bersifat hilang timbul dengan rasa gatal disertai parestesia. Nyeri

tersebut menjadi keluhan yang paling mengganggu dan terjadi 90%

pada orang dengan PHN. Faktor risiko terjadinya PHN antara lain

usia di atas 40 tahun, keparahan nyeri pada kondisi akut, keparahan

lesi kulit kemerahan, dan keparahan gejala prodromal dengan

lokasi paling berisiko yaitu daerah trigeminal.4

2.9.2 Ramsay-Hunt Syndrome

18
Sindrom Rumsay Hunt (facial palsy dengan kombinasi

herpes zoster pada telinga eksternal, kanal telinga, atau membrane

timfani, dengan atau tanpa tinitus, vertigo dan tuli) dihasilkan

dengan keikutsertaan saraf fasialis dan auditori. Telinga dan

auditori kanal eksternal disarafi oleh saraf kranial 5, 7, 9, dan 10

dan saraf servikal bagian atas, dan saraf fasialis mengalami

anastomosis dengan semuanya. Jadi, saat herpes zoster mengenai

ganglia dan salah satu dari saraf ini dapat menyebabkan fasial

paralisis dan lesi kutaneus pada atau sekitar telinga.4

19
BAB III

KESIMPULAN

Herpes zoster merupakan manifestasi reaktivasi infeksi laten endogen

virus varisela zoster. Didahului dengan gejala prodormal sebelum timbul lesi.

Gambaran lesi pada herpes zoster berupa vesikel bergerombol diatas makula

eritem, batas tidak tegas, unilateral sesuai dermatomnya, usia lesi pada satu

gerombolan berbeda dengan lesi pada gerombolan lain. Diagnosis ditegakan

melalui anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang seperti apusan

Tzank dengan pewarnaan Giemsa akan menunjukkan gambaran multinucleated

giant sel. Prinsip dasar pengobatan herpes zoster adalah menghilangkan nyeri

secepat mungkin dengan cara membatasi replikasi virus, sehingga mengurangi

kerusakan saraf lebih lanjut sehingga diberikan antivirus, analgetik dan antibiotik

jika ada infeksi sekunder.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Widaty S. Kandidosis. In : Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin (7 th ed).


Jakarta. FK UI. 2016
2. Fitriana F, Kariosentono H, dkk. 2021. Tatalaksana Herpes Zoster.
Surakarta. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta :
Vol.34
3. ATLAS Penyakit Kulit & Kelamin. 2009. Kandidiasis Vulvovaginalis.
Surabaya. FK UNAIR.
4. Utami D, Rusyati L, Sudarsa P. 2021. Herpes zoster oftalmikus dengan
komplikasi okular. Intisari Sains Medis : Vol. 12

21

Anda mungkin juga menyukai