TULI MENDADAK
Disusun Oleh :
Pembimbing :
dr. Eva Susanti, Sp. THT-KL
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
berkah dan karunianya saya dapat menyelesaikan penyusunan referat ini yang
berjudul “Tuli Mendadak”. Referat ini saya susun untuk melengkapi tugas
Kepaniteraan Klinik Laboratorium Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung dan
Tenggorok Universitas Mulawarman RSUD Abdul Wahab Sjahranie.
Saya mengucapkan terima kasih kepada dr. Eva Susanti, Sp. THT-KL
yang telah membimbing dan membantu saya dalam melaksanakan kepaniteraan
dan dalam menyusun referat ini.
Saya menyadari masih banyak kekurangan baik pada isi maupun format
referat ini. Oleh karena itu, saya menerima segala kritik dan masukan dengan
tangan terbuka.
Akhir kata saya berharap referat ini dapat berguna bagi rekan-rekan serta
semua pihak yang ingin mengetahui tentang Tuli Mendadak.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................ i
KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 4
BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................... 6
2.1 Anatomi Telinga............................................................................................ 6
2.1.1 Telinga Luar ......................................................................................... 6
2.1.2 Telinga Tengah ..................................................................................... 7
2.1.3 Telinga Dalam .................................................................................... 10
2.2 Fisiologi Pendengaran ................................................................................. 14
2.3 Definisi Tuli Mendadak .............................................................................. 17
2.4 Epidemiologi dan Insiden Tuli Mendadak .................................................. 18
2.5 Etiologi dan Faktor Predisposisi Tuli Mendadak ........................................ 19
2.5.1 Etiologi virus ...................................................................................... 19
2.5.2 Etiologi vaskuler (Iskemia Koklea).................................................... 20
2.5.3 Ruptur membran labirin ..................................................................... 20
2.5.4 Penyakit autoimun pada telinga dalam............................................... 20
2.5.5 Obat-obat ototoksik ............................................................................ 20
2.5.6 Faktor Predisposisi ............................................................................. 21
2.6 Patogenesis Tuli Mendadak ........................................................................ 21
2.7 Gejala Tuli Mendadak ................................................................................. 23
2.8 Diagnosis Tuli Mendadak ........................................................................... 23
2.8.1 Anamnesis .......................................................................................... 23
2.8.2 Pemeriksaan fisik ............................................................................... 24
2.8.3 Pemeriksaan Penunjang...................................................................... 24
2.9 Tatalaksana Tuli Mendadak ........................................................................ 25
BAB III RANGKUMAN .................................................................................... 30
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 32
iii
BAB I
PENDAHULUAN
4
mendadak adalah tromboemboli pada pembuluh darah kecil telinga. Pendukung
teori ini mengobati pasien mereka dengan vasodilator, plasma ekspander, atau
antikoagulan. Tesis lain mengusulkan suatu virus yang tidak diketahui atau suatu
peristiwa imunologik sebagai penyebab ketulian mendadak. Pendukung teori ini
mengusulkan pemberian steroid dosis tinggi untuk mengurangi produk radang.
Obat digunakan untuk waktu yang singkat. Namun secara keseluruhan, angka
kesembuhan tampaknya lebih tinggi pada pasien-pasien yang diharuskan tirah
baring dan mendapat pengobatan daripada mereka yang tidak diobati (Adams,
Boies, & Higler, 2016).
5
BAB II
PEMBAHASAN
6
liang telinga luar ini ± 2,5-3 cm. Saluran ini memiliki sejenis kelenjar sebaceae
(sejenis minyak) yang menghasilkan kotoran teling (serumen). Serumen dan
rambut telinga ini dapat mencegah masuknya benda asing ke dalam telinga
(Soepardi, Iskandar, Bashiruddin, & Restuti, 2015).
7
Gambar 2.3 Batas-batas Telinga Tengah (Graaff, 2001)
Membran timpani berbentuk bundar dan cekung, terdiri dari dua bagian,
yaitu bagian atas atau pars flaksida (membran Shrapnell) dan bagian bawah atau
pars tensa (membran propia) (Soepardi, Iskandar, Bashiruddin, & Restuti, 2015).
Membran timpani tersusun oleh sutau lapisan epidermis di bagian luar, lapisan
fibrosa di bagian tengah dan lapisan mukosa di bagian dalam. Lapisan fibrosa di
bagian tengah merupakan tempat di mana tangkai maleus dilekatkan, namun pada
bagian atas dari prosesus lateralis maleus tidak terdapat lapisan fibrosa sehingga
bagian atas inilah disebut sebagai membran Shrapnell atau membran timpani pars
flaksida. Membran timpani yang berbentuk kerucut ini memiliki puncak yang
mengarah ke medial disebut umbo yang merupakan penonjolan bagian bawah
maleus pada membran timpani. Dari umbo inilah akan bermula refleks cahaya
(cone of light) ke arah bawah, yaitu pada pukul 5 untuk membran timpani kanan
dan pukul 7 untuk membran timpani kiri. Apabila refleks cahaya ini mendatar
berarti terdapat gangguan pada tuba Eustachius (Adams, Boies, & Higler, 2016).
8
Gambar 2.4 Membran Timpani (Soepardi, Iskandar, Bashiruddin, & Restuti,
2015)
9
terletak di dalam tingkap lonjong yang dikelilingi oleh ligamen stapediovestibular.
Kepala dan piringan kaki dari stapes dihubungkan oleh suatu struktur berbentuk
lengkung yang terdiri dari krus anterior dan krus posterior (Gulya, Minor, & Poe,
2010).
Gambar 2.5 Anatomi Tulang Pendengaran (Gulya, Minor, & Poe, 2010).
10
labirin tulang dan didalamnya terdapat labirin membran. Labirin membran adalah
suatu ruang tertutup yang terbentuk oleh derivat vesikel otika. Labirin membran
ini terisi oleh cairan endolimfe, yaitu cairan ekstraselular yang tinggi kalium dan
rendah natrium. Labirin membran ini dikelilingi oleh cairan perilimfe yang tinggi
natrium dan rendah kalium dan berada di dalam labirin tulang. Labirin tulang dan
membran memiliki bagian vestibular dan bagian koklear. Bagian vestibularis (pars
superior) berhubungan dengan keseimbangan, sementara bagian koklearis (pars
inferior) adalah organ pendengaran (Adams, Boies, & Higler, 2016).
Koklea yang berupa dua setengah lingkaran dan berbentuk mirip seperti
rumah siput memiliki ujung atau puncak koklea yang disebut helikotrema, yang
menghubungkan skala timpani dan skala vestibuli. Kanalis semisirkularis saling
berhubungan secara tidak lengkap dan membentuk lingkaran yang tidak lengkap.
Pada irisan melintang koklea akan tampak rongga koklea terbagi menjadi tiga
11
bagian, yaitu skala vestibuli pada bagian atas, skala timpani pada bagian bawah
dan skala media atau duktus koklearis berada di bagian tengah. Skala vestibuli dan
skala timpani berisi perilimfa, sedangkan skala media berisi endolimfa. Perbedaan
ion dan garam antara cairan endolimfa dan perilimfa memiliki fungsi yang sangat
penting untuk pendengaran. Dasar skala vestibuli disebut sebagai membran
vestibuli (Reissner’s membrane), sedangkan dasar skala media adalah membran
basalis. Pada membran ini terletak organon Corti (Soepardi, Iskandar,
Bashiruddin, & Restuti, 2015). Organon Corti terletak di atas membran basilaris
dari basis sampai ke apeks, organon Corti mengandung organel-organel penting
untuk mekanisme saraf perifer pendengaran. Organon Corti terdiri dari satu baris
sel rambut dalam dan tiga baris sel rambut luar. Ujung saraf aferen dan saraf
eferen menempel pada ujung bawah sel rambut (Adams, Boies, & Higler, 2016).
Gambar 2.7 Koklea dan Organon Corti (Tortora & Derrickson, 2012)
12
Bagian vestibulum telinga dalam dibentuk oleh sakulus, utrikulus dan
kanalis semisirkularis. Utrikulus dan sakulus mengandung makula yang diliputi
oleh sel-sel rambut. Pada lapisan gelatinosa dari sel rambut ini terdapat silia dan
otolit yang mengandung kalsium dan dengan berat jenis yang lebih besar dari
endolimfe. Gravitasi dapat menyebabkan gaya dari otolit yang dapat
membengkokkan silia sel rambut dan menimbulkan rangsangan pada reseptor.
Ketiga kanalis semisirkularis bermuara pada utrikulus. Masing-masing kanalis
mempunyai suatu ujung yang melebar membentuk ampula dan mengandung sel-
sel rambut krista, sel-sel rambut ini menonjol pada suatu kupula gelatinosa.
Gerakan endolimfe dalam kanalis semisirkularis akan menggerakkan kupula yang
selanjutnya akan membengkokkan silia sel-sel rambut krista dan merangsang sel
reseptor (Adams, Boies, & Higler, 2016).
13
Gambar 2.8 Struktur dan Aktivasi Aparatus Vestibular (Sherwood, 2013)
14
Awalnya gelombang suara akan dikumpulkan dan ditangkap oleh pinna,
selanjutnya gelombang suara tersebut akan disalurkan melalui saluran yaitu
meatus austikus eksternus ke bagian dalam. Gelombang suara yang berasal dari
meatus akustikus eksternus akan menggetarkan membran timpani. Membran
timpani akan bergetar jika terkena gelombang suara dan tekanan udara istirahat di
kedua sisi membran timpani sama (Sherwood, 2013).
Telinga tengah menghantarkan gerakan getar membran timpani ke cairan
telinga dalam. Pemindahan ini difasilitasi oleh rantai tiga tulang kecil, atau
osikulus (maleus, inkus, dan stapes), yang dapat bergerak dan memanjang di
telinga tengah. Tulang pertama, maleus, melekat pada membran timpani, dan
tulang terakhir, stapes, melekat pada jendela oval, pintu masuk ke koklea yang
berisi cairan. Ketika membran timpani bergetar sebagai respons terhadap
gelombang suara, rangkaian tulang-tulang tersebut ikut bergerak dengan frekuensi
yang sama dari membran timpani ke jendela oval. Tekanan yang terjadi di jendela
oval yang ditimbulkan oleh setiap getaran akan menimbulkan gerakan cairan
telinga dalam yang mirip gelombang dengan frekuensi yang sama dengan
gelombang suara asal. Sistem osikulus memperkuat tekanan yang ditimbulkan
oleh gelombang suara di udara melalui dua mekanisme agar cairan di koklea
bergetar. Pertama, karena luas permukaan membran timpani jauh lebih besar
daripada luas jendela oval maka terjadi peningkatan tekanan ketika gaya yang
bekerja pada membran timpani disalurkan oleh osikulus ke jendela oval (tekanan
= gaya/luas). Kedua, efek tuas osikulus. Kedua mekanisme ini meningkatkan gaya
yang bekerja pada jendela oval sebesar 20 kali dibandingkan dengan jika
gelombang suara langsung mengenai jendela oval (Sherwood, 2013).
15
Gambar 2.9 Peristiwa Stimulasi Reseptor Auditorik pada Telinga (Tortora &
Derrickson, 2012)
16
potensial reseptor–dengan frekuensi yang sama seperti frekuensi rangsangan
pemicu semula (Sherwood, 2013).
Sel rambut dalam akan berhubungan melalui suatu sinaps kimiawi dengan
ujung serat-serat saraf aferen yang membentuk nervus auditorius. Peningkatan
dari laju pelepasan neurotransmiter akibat depolarisasi sel-sel rambut akan
meningkatkan frekuensi lepas muatan di serat aferen (Sherwood, 2010).
Telinga mengubah gelombang suara menjadi gerakan getar rambut-rambut
reseptor membran basilaris. Perubahan bentuk mekanis pada rambut-rambut ini
secara bergantian akan membuka dan menutup saluran sel reseptor yang
menghasilkan perubahan potensial berjenjang yang nantinya dapat membuat
perubahan frekuensi potensial aksi yang akan dikirim pada otak. Gelombang suara
akan dapat diubah menjadi sinyal-sinyal listrik yang dapat diterima oleh otak pada
telinga sehingga terjadi proses pendengaran yang sempurna (Sherwood, 2010).
17
Tabel 2.1 Derajat Penurunan Pendengaran menurut Klasifikasi WHO
Derajat Penurunan Ambang Temuan Klinis
Pendengaran Pendengaran Pada
Audiometri Nada
Murni
0 – Tidak ada penurunan < 25 dB Tidak ditemukan masalah
pendengaran pendengaran. Mampu mendengar
suara bisikan.
1 – Penurunan 26-40 dB Mampu mendengar dan mengulang
pendengaran ringan kata-kata pada suara percakapan biasa
dalam jarak 1 meter.
2 – Penurunan 41-60 dB Mampu mendengar dan mengulai
pendengaran sedang kata-kata pada suara yang lebih keras
dari percakapan biasa dalam jarak 1
meter.
3 – Penurunan 61-80 dB Hanya mampu mendengar beberapa
pendengaran berat kata pada suara teriakan di telinga
yang sehat.
4 – Penurunan ≥ 81 dB Tidak mampu mendengar dan
pendengaran sangat berat mengerti kata pada suara teriakan
termasuk ketulian keras.
18
Distribusi antara pria dan wanita terlihat hampir sama. Berdasarkan data
dari beberapa penelitian, menyimpulkan bahwa sekitar 53% pria terkena tuli
mendadak dibandingkan wanita. Jenis kelamin bukan merupakan suatu faktor
risiko yang mempengaruhi kejadian kasus ini (Mathur, 2019).
Tuli mendadak dapat mengenai semua golongan usia, walaupun pada
beberapa penelitian, hanya sedikit ditemukan pada anak-anak dan lansia. Puncak
insidensi muncul pada usia 50an. Dewasa muda memiliki angka kejadian yang
hampir sama dengan dewasa pertengahan-tua. Usia rata-rata sekitar 40-54 tahun
(Mathur, 2019).
19
Lassa, mycoplasma, meningitis kriptokokal, toksoplasmosis, sipilis, rubeola atau
rubella.
2.5.2 Etiologi vaskuler (iskemia koklea)
Iskemia koklea merupakan penyebab utama tuli mendadak. Pembuluh darah
koklea merupakan ujung arteri (end artery), sehingga bila terjadi gangguan pada
pembuluh darah ini, koklea sangat mudah mengalami kerusakan. Pada kasus
emboli, trombosis, vasospasme, dan hiperkoagulasi atau viskositas yang
meningkat terjadi iskemia yang berakibat degenerasi luas pada sel-sel ganglion
stria vaskularis dan ligamen spiralis. Kemudian diikuti oleh pembentukan jaringan
ikat dan penulangan (Soepardi, Iskandar, Bashiruddin, & Restuti, 2015).
Contoh penyakit vaskular yang dapat menyebabkan tuli mendadak, yaitu
perubahan mikrosirkulasi, penyakit vaskular yang berhubungan dengan
mitochondriopathy, insufisiensi vertebrobasilar, deformabilitas sel darah merah,
penyakit sel sabit, atau penyakit kardiopulmoner.
2.5.3 Ruptur membran labirin
Ruptur membran labirin berpotensial menyebabkan kehilangan pendengaran
sensorineural yang tiba-tiba, membran basalis dan membran Reissner merupakan
selaput tipis yang membatasi endolimfe dan perilimfe. Ruptur salah satu dari
membran atau keduanya dapat menyebabkan ketulian mendadak.
2.5.4 Penyakit autoimun pada telinga dalam
Ketulian sensorineural yang disebabkan oleh proses autoimun telinga dalam
masih belum jelas, tapi aktivitas imunologik koklea menunjukkan fakta yang
tinggi. Contoh penyakit autoimun yang dapat menyebabkan tuli mendadak, yaitu
Autoimmune Inner Ear Disease (AIED), kolitis ulserativa, polychondritis
recurrent, lupus eritematosus, poliartritis nodosa, sindrom Cogan, Wegener’s
granulomatosis.
2.5.5 Obat-obat ototoksik
Tuli mendadak juga dapat disebabkan oleh obat-obat ototoksik. Tuli ini
biasanya didahului oleh tinitus. Sebagai aturan umum, setiap obat atau zat kimia
yang menimbulkan efek toksik terhadap ginjal dapat dan biasanya juga bersifat
ototoksik (Adams, Boies, & Higler, 2016).
20
Tabel 2.2 Agen-agen ototoksik
Golongan obat & zat Contoh Obat & zat
Antibiotik - Aminoglikosida
Streptomisin, Dihidrostreptomisin, Neomisin,
Gentamisin, Tobramisin, Amikasin
- Antibiotik lain
Vankomisin, Eritromisin, Kloramfenikol, Ristosetin,
Polimiksin B, Viomisin, Farmasetin, Kolistin
Diuretik Furosemid, Asam etakrinat, Bumetanid, Asetazolamid,
Manitol
Analgetik dan Antipiretik Salisilat, Kinin, Klorokuin
Antineoplastik Bleomisin, Nitrogen mustard, Cis-platinum
Lain-lain Pentobarbital, Heksadin, Mandelamin, Praktolol
Zat kimia Karbon monoksida, Minyak chenopodium, Nikotin, Zat
warna anilin, Alkohol, Kalium bromat
Logam berat Air raksa, Emas, Timbale, Arsen
21
Iskemia koklea merupakan penyebab utama tuli mendadak. Keadaan ini
dapat disebabkan oleh karena spasme, trombosis atau perdarahan arteri auditiva
interna. Pembuluh darah ini merupakan arteri ujung (end artery), sehingga bila
terjadi gangguan pada pembuluh darah ini koklea sangat mudah mengalami
kerusakan. Iskemia mengakibatkan degenerasi luas pada sel-sel ganglion stria
vaskularis dan ligamen spiralis. Kemudian diikuti oleh pembentukan jaringan ikat
dan penulangan. Kerusakan sel-sel rambut tidak luas dan membran basal jarang
terkena (Soepardi, Iskandar, Bashiruddin, & Restuti, 2015).
Beberapa jenis virus, seperti virus parotis, virus campak, virus influenza B
dan mononukleosis menyebabkan kerusakan pada organon Corti, membran
tektoria dan selubung mielin saraf akustik. Ketulian yang terjadi biasanya berat,
terutama pada frekuensi sedang dan tinggi (Foden, Mehta, & Joseph, 2013). Ada
beberapa jalan yang dilalui virus untuk dapat sampai ke telinga dalam, yaitu yang
paling sering melalui aliran darah (viremia). Pada fase awal virus akan dideposit
dalam membran koklea. Selain itu virus dapat masuk ke telinga dalam dari ruang
subaraknoid melalui akuaduktus koklearis masuk ke ruang perilimfe. Jalur lain
adalah langsung dari telinga tengah masuk ke telinga dalam, seperti pada otitis
media non supuratif akibat infeksi saluran nafas. Partikel virus akan
memperbanyak diri, mempercepat terjadinya perubahan-perubahan patologis,
yang kadang-kadang masih reversibel tapi dapat juga berupa kelainan yang
menetap. Mula-mula virus akan melekat pada endotel pembuluh darah, terjadi
pembengkakan dan proliferasi endotel sehingga mengakibatkan menyempitnya
lumen pembuluh darah dan berkurangnya aliran darah. Hemaglutinasi dan
penyumbatan akan terjadi apabila partikel virus menempel pada sel-sel darah
merah, selain itu juga akan menyebabkan keadaan hiperkoagulasi dan menyumbat
pembuluh darah kapiler. Apabila terjadi pada arteri yang memvaskularisasi koklea
akan muncul keluhan tinitus dan ketulian. Bila terjadi sumbatan yang lebih
proksimal, akan terjadi gangguan pada fungsi vestibuler berupa vertigo (Suckfull,
2009).
Teori lainnya terjadi tuli adalah akibat ruptur membran intrakoklea.
Membran ini memisahkan telinga tengah dan telinga dalam. Di dalam koklea juga
22
terdapat membran-membran halus yang memisahkan ruang perilimfe dan
endolimfe. Secara teoritis, ruptur dari salah satu atau kedua jenis membran ini
dapat mengakibatkan tuli mendadak. Kebocoran cairan perilimfe ke ruang telinga
tengah lewat round window dan oval window telah diyakini sebagai mekanisme
penyebab tuli. Ruptur membran intrakoklea menyebabkan bercampurnya perilmfe
dan endolimfe dan merubah potensi endokoklea secara efektif (Suckfull, 2009).
23
kehilangan pendengaran. Gejala pertama berupa tinitus. Beberapa jam bahkan
beberapa hari sebelumnya bisa didahului oleh infeksi virus, trauma kepala, obat-
obat ototoksik, dan neuroma akustik.
Pusing mendadak (vertigo) merupakan gejala awal terbanyak dari tuli
mendadak yang disebabkan oleh iskemik koklear dan infeksi virus, dan vertigo
akan lebih hebat pada penyakit Meniere, tapi vertigo tidak ditemukan atau jarang
pada tuli mendadak akibat neuroma akustik atau obat ototoksik.
Selain itu dapat pula dijumpai gejala, berupa mual dan muntah, demam
tinggi dan kejang, telinga terasa penuh (biasanya pada penyakit Meniere), riwayat
infeksi virus seperti mumps, campak, herpes zooster, CMV, influenza B, riwayat
hipertensi, riwayat penyakit metabolik, seperti DM, riwayat berpergian dengan
pesawat atau menyelam ke dasar laut, riwayat trauma kepala dan bising keras.
2.8.2 Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan kepala, leher dan kelenjar getah bening regional dianjurkan
untuk dilakukan. Limfadenopati dapat mengindikasi adanya keganasan atau
infeksi telinga tengah yang berefek pada nervus fasialis. Abnormalitas nervus
kranialis dapat memberi kecurigaan adanya lesi intrakranial (seperti neuroma
akustik atau keganasan) atau multipel sklerosis (Foden, Mehta, & Joseph, 2013).
Pada pemeriksaan fisik dengan otoskop, tidak ditemukan kelainan pada
telinga yang sakit. Sementara dengan pemeriksaan pendengaran didapatkan hasil,
berupa Rinne positif, Weber lateralisasi ke telinga yang sehat dan Schwabach
memendek pada tes penala yang menandakan tuli sensorineural, serta pada
pemeriksaan audiometri nada murni ditemukan tuli sensorineural ringan sampai
berat (Soepardi, Iskandar, Bashiruddin, & Restuti, 2015)
2.8.3 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan, yaitu audiometri khusus dapat
ditemukan rekrutmen jika skor pada tes Short Increment Sensitivity Index (SISI)
mencapai 100% atau < 70%, tes tone decay atau reflek kelelahan negatif yang
menandakan bukan tuli retrokoklea, Speech Discrimination Score (SDS) kurang
dari 100% (tuli sensorineural) pada pemeriksaan audiometri tutur (speech
audiometry), pada audiometri impedans ditemukan timpanogram tipe A (normal)
24
dan reflek stapedius ipsilateral negatif atau positif sedangkan kolateral positif
yang memberi kesan tuli sensorineural koklea, BERA (Brainstem Evolved Responce
Audiometry) menunjukkan tuli sensorineural ringan sampai berat.
Pemeriksaan laboratorium dapat digunakan untuk memeriksa kemungkinan
infeksi virus, bakteri, hiperlipidemia, hiperfibrinogen, hipotiroid, penyakit
autoimun, dan faal hemostasis, tes Keseimbangan ENG (Electro
Nystagmography) mungkin terdapat paresis kanal, pada pemeriksaan Computed
Tomgraphy (CT-scan) dan Magnetic Resonance Imaging (MRI) dengan kontras
diperlukan untuk menyingkirkan diagnosis, seperti neuroma akustik dan
malformasi tulang temporal. Bila diduga kemungkinan adanya neuroma akustik,
pasien dikonsulkan ke bagian Saraf. Pemeriksaan arteriografi diperlukan untuk
kasus yang diduga akibat thrombosis.
25
tappering off tiap 3-5 hari diturunkan 20 mg/KgBB (hati–hati pada penderita
DM); vitamin C 500 mg 1x1 tablet/hari; Neurobion 3x1 tablet/hari; diit rendah
garam dan rendah kolesterol, inhalasi oksigen 4x15 menit (2 liter/menit), obat
antivirus sesuai dengan virus penyebab, terapi Oxygen Hyperbaric (OHB).
26
Hipoksia menginduksi ekspresi Intercellular Adhesion Molecule-1 (ICAM-
1) sehingga terjadi adesi leukosit pada endotel. Pemberian OHB dapat mengurangi
ekspresi ICAM-1 ini. Mekanisme penghambatan ICAM-1 adalah melalui induksi
endothelial Nitric Oxide Synthase (eNOS). OHB menginduksi sintesis eNOS.
Ekspresi ICAM-1 dihambat oleh eNOS. Batas ambang PO2 untuk penghambatan
ICAM-1 adalah 2-2,5 ATA. O2 normobarik tidak mempengaruhi ICAM-1. OHB
mempunyai manfaat menghambat proses inflamasi.
Pada pasien diabetes perlu diperhatikan, sebaiknya diberikan kortikosteroid
injeksi dan bila perlu dilakukan pemeriksaan gula darah secara rutin setiap hari
serta konsultasi ahli penyakit dalam. Apabila hasil konsultasi dengan sub bagian
Hematologi Penyakit Dalam dan bagian Kardiologi ditemukan kelainan, terapi
ditambah sesuai dengan nasehat bagian tersebut (Soepardi, Iskandar, Bashiruddin,
& Restuti, 2015).
Tuli mendadak akibat infeksi virus dapat diterapi OHB. Mekanisme
pertahanan tubuh terhadap infeksi virus lebih banyak melibatkan imunitas seluler,
yaitu leukosit. OHB dapat meningkatkan fungsi fagositosis leukosit sehingga
meningkatkan imunitas.
Trauma mengakibatkan kerusakan sel. OHB dapat menghasilkan efek
hiperoksigenasi dan menghambat inflamasi sehingga kerusakan sel dihambat.
Kerusakan jaringan dapat diperbaiki melalui proses angiogenesis. Efek OHB
adalah meningkatkan angiogenesis sehingga memperbaiki vaskularisasi area
trauma.
27
perbaikan < 10 dB pada 5 frekuensi (Soepardi, Iskandar, Bashiruddin, & Restuti,
2015).
Bila gangguan pendengaran tidak sembuh dengan pengobatan di atas,dapat
dipertimbangkan pemasangan alat bantu dengar (hearing aid). Apabila dengan
alat bantu dengar juga masih belum dapat berkomunikasi secara adekuat perlu
dilakukan psikoterapi dengan tujuan agar pasien dapat menerima keadaan.
Rehabilitasi pendengaran agar dengan sisa pendengaran yang ada dapat digunakan
secara maksimal bila memakai alat bantu dengar dan rehabilitasi suara agar dapat
mengendalikan volume, nada dan intonasi oleh karena pendengarannya
tidak cukup untuk mengontrol hal tersebut (Soepardi, Iskandar, Bashiruddin, &
Restuti, 2015).
28
penyembuhan, seperti DM, riwayat minum obat ototoksik lama, viskositas darah
yang tinggi memiliki prognosis yang lebih buruk.
29
BAB III
RANGKUMAN
Tuli mendadak adalah tuli yang terjadi secara tiba-tiba. Jenis ketuliannya
adalah sensorineural, terjadi pada satu telinga. Tuli mendadak dimasukkan ke
dalam keadaan darurat otologi, oleh karena kerusakannya terutama di daerah
koklea dan biasanya bersifat permanen walaupun bisa kembali normal atau
mendekati normal.
Penyebab pasti kadang sulit untuk diketahui, umumnya diakibatkan
gangguan pada saraf telinga (pada rumah siput/koklea) oleh berbagai hal, seperti
trauma kepala, bising yang keras, infeksi virus, perubahan tekanan atmosfir dan
adanya kelainan darah, autoimun, obat ototoksik, sindroma Meniere dan neroma
akustik. Tetapi yang biasanya dianggap sebagai etiologi adalah iskemia koklea
dan infeksi virus.
Terdapat faktor predisposisi pada kasus-kasus tuli mendadak saat ini
masih banyak diperdebatkan. Penggunaan alkohol yang berlebihan, kondisi
emosional penderita, kelelahan, penyakit metabolik (diabetes melitus,
hiperlipidemia), penyakit kardiovaskuler, stres, umur dan kehamilan sering
dianggap sebagai faktor predisposisi terjadinya tuli mendadak.
Gejala klinis tuli mendadak berupa tuli dapat unilateral atau bilateral, dapat
disertai dengan tinitus atau vertigo. Pada infeksi virus, timbulnya tuli mendadak
biasanya pada satu telinga, dapat disertai dengan tinitus dan vertigo. Pada iskemia
koklea, tuli dapat bersifat mendadak atau menahun secara tidak jelas. Kadang-
kadang bersifat sementara atau berulang dalam serangan, tetapi biasanya menetap.
Diagnosis tuli mendadak ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik dan THT, audiologi dan laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya.
Terapi untuk tuli mendadak adalah tirah baring sempurna (total bed rest)
istirahat fisik dan mental selama 2 minggu, vasodilatansia yang cukup kuat,
Prednison, vitamin C, Neurobion, diit rendah garam dan rendah kolesterol,
inhalasi oksigen, obat antivirus sesuai dengan virus penyebab, terapi Oxygen
Hyperbaric (OHB).
30
Prognosis tuli mendadak tergantung pada beberapa faktor, yaitu kecepatan
pemberian obat, respon 2 minggu pengobatan pertama, usia, derajat tuli saraf dan
adanya fakto-faktor predisposisi. Pada umumnya makin cepat diberikan
pengobatan makin besar kemungkinan untuk sembuh, bila telah lebih dari 2
minggu kemungkinan sembuh menjadi lebih kecil.
31
DAFTAR PUSTAKA
32
Soepardi, E. A., Iskandar, N., Bashiruddin, J., & Restuti, R. D. (2015). Buku Ajar
Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher (7th ed.).
Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Suckfull, M. (2009). Perspectives on the Pathophisiology and Treatment of
Sudden Idiopathic Sensorineural Hearing Loss. Continuing Medical
Education, 106(41), 669-676.
Tortora, G. J., & Derrickson, B. (2012). Principles of Anatomy & Physiology
(13th ed.). USA: John Wiley & Sons, Inc.
Tortora, G. J., & Derrickson, B. (2012). Principles of Anatomy and Physiology
(13th ed.). United State: John Wiley & Sons Inc.
33