HALAMAN JUDUL
HUBUNGAN FAKTOR RISIKO DENGAN PENYAKIT
GINJAL KRONIS (PGK) DI RSUD ABDUL WAHAB
SJAHRANIE SAMARINDA
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
I
LEMBAR PERSETUJUAN
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Kedokteran (S. Ked)
Oleh:
WURI NOVIAR HAMDANI
NIM. 1310015077
Komisi Pembimbing
Universitas Mulawarman
Fakultas Kedokteran
Dekan,
II
LEMBAR PENGESAHAN
Oleh :
Komisi Penguji
III
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Dengan ini menyatakan bahwa hasil penulisan skripsi yang telah saya buat ini
merupakan hasil karya sendiri dan benar keasliannya. Apabila ternyata di kemudian
hari penulisan skripsi ini merupakan hasil plagiat atau penjiplakan terhadap karya
orang lain, maka saya bersedia mempertanggungjawabkan sekaligus bersedia
menerima sanksi berdasarkan aturan tata tertib di Universitas Mulawarman.
Demikian, pernyataan ini saya buat dalam keadaan sadar dan tidak dipaksakan.
Penulis,
IV
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI SKRIPSI UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang menyatakan,
V
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, sehingga
penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan judul “Hubungan Faktor
Risiko dengan Penyakit Ginjal Kronis (PGK) di RSUD Abdul Wahab Sjahranie
Samarinda” yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di
Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman.
Penulis menyadari bahwa dengan bantuan berbagai pihak penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan
penghargaan dan ucapan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. H. Masjaya, M.Si selaku Rektor Universitas Mulawarman.
2. dr. Ika Fikriah, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas
Mulawarman.
3. dr. Siti Khotimah, M.Kes selaku Ketua Program Studi Pendidikan Dokter dan
Pembimbing 2 yang telah menyediakan waktu untuk memberikan masukan, ide,
dan bimbingan yang sangat dibutuhkan kepada penulis agar tidak patah semangat.
4. dr. Sulistiawati selaku Sekertaris Program Studi Pendidikan Dokter.
5. dr. Kuntjoro Yakti, Sp. PD selaku dosen pembimbing I yang telah banyak
memberikan ide, masukan dan bimbingan yang sangat dibutuhkan dalam proses
penulisan skripsi ini.
6. dr. Yuniati, M.Kes selaku penguji I yang telah menyediakan waktu untuk
memberikan masukan, ide, dan bimbingan yang sangat dibutuhkan kepada penulis
agar tidak patah semangat.
7. dr. Meiliati Aminyoto, M.Kes., Sp GK selaku penguji II yang telah menyediakan
waktu untuk memberikan masukan, ide, dan bimbingan yang sangat dibutuhkan
kepada penulis agar tidak patah semangat.
8. Seluruh dosen pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman atas ilmu
yang telah diberikan.
VI
9. Seluruh staff akademik, kemahasiswaan, tata usaha, perpustakaan, dan seluruh staff
Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman yang membantu penulis selama
menyelesaikan studi di Fakultas Kedokteran.
10. Perawat dan seluruh staff RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda yang telah
membantu pengambilan data yang dibutuhkan untuk penulisan skripsi ini.
11. Yang tercinta orang tua penulis Sukardi, S.P, Sudarini dan saudara kandung penulis
Ramadani Hengki Wijaya.
12. Sahabat penulis Bella, Wisika, Rizal, Bobby, Ansar, Ozzy, Izzan dan Krisna yang
selalu menjadi pendengar dan memberikan motivasi serta doa.
13. Partner skripsi sesama IPD yaitu Ratu Tria Nandya dan Pahroni yang selalu
menemani dikala penelitian.
14. Teman-teman angkatan 2013. Terimakasih untuk tahun-tahun terbaik selama
menjalani pendidikan kedokteran.
15. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang membantu penulisan
skripsi ini secara langsung maupun tidak langsung.
Akhir kata dengan penuh kerendahan hati penulis memohon maaf apabila
terdapat kata – kata yang kurang berkenan dalam penulisan skripsi ini. Penulis
menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna tetapi penulis berharap semoga skripsi
ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan serta bagi mereka yang
membutuhkannya.
Samarinda, 28 November 2017
Penulis,
VII
RIWAYAT HIDUP
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Laki-laki
Nama Orang Tua : Sukardi, SP
Sudarini
Alamat email : daniwijaya73@yahoo.com
Riwayat Pendidikan :
1. TK Lestari Samarinda (2000-2001)
2. SDN 006 Sungai Kunjang Samarinda (2001-2007)
3. SMP Negeri 10 Samarinda (2007-2010)
4. SMA Negeri 1 Samarinda (2010-2013)
5. Fakultas Kedokteran Universitas Mulwarman Samarinda (2013-sekarang)
Riwayat Organisasi :
VIII
2. Latihan Dasar Kepemimpinan dan Manajemen Mahasiswa (LDKMM) Fakultas
Kedokteran Universitas Mulawarman Samarinda Tahun 2013
3. Seminar Kesehatan BEM FK Unmul Samarinda Tahun 2014
4. Seminar dan Jambore Tanggap Bencana TBM Azygos FK Unmul Samarinda
Tahun 2014
5. Anggota Seksi Acara Kepanitaan Porseni tahun 2014 dan 2015
IX
ABSTRAK
Penyakit Ginjal Kronis (PGK) merupakan salah satu penyebab kematian terbanyak di
dunia. Kejadian PGK di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda tinggi pada tahun
2016. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan faktor risiko jenis kelamin,
usia, riwayat DM, riwayat hipertensi dan obesitas dengan PGK. Penelitian ini
menggunakan desain studi cross sectional. Data mengenai variabel penelitian dari
wawancara menggunakan kuesioner dan data rekam medik RSUD Abdul Wahab
Sjahranie Samarinda. Hasil penelitian ini menunjukkan faktor risiko yang berhubungan
dengan PGK adalah riwayat DM (p = 0,000) dan riwayat hipertensi (p = 0,000).
Sedangkan faktor risiko yang tidak berhubungan dengan PGK adalah jenis kelamin (p
= 0,494), usia (p = 0,293) dan obesitas (p = 0,811). Berdasarkan hasil penelitian dapat
disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara riwayat DM, riwayat hipertensi dengan
PGK dan tidak terdapat hubungan antara jenis kelamin, usia dan obesitas dengan PGK.
Kata Kunci : PGK, jenis kelamin, usia, riwayat DM, riwayat hipertensi, obesitas
X
ABSTRACT
Chronic Kidney Disease (CKD) is one cause many death in the world. The incidence
of CKD in RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda is high in 2016. The research
aimed to analyze the association of risk factors age, gender, history of diabetes
mellitus, history of hipertension and obesity with CKD. The research was using cross
sectional design. . Data consist research variables were taken from interview with
questionnaire and medical record RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda. The
research results showed that factors associated with CKD were history of diabetes
melltius (p = 0,000), history of hypertension (p = 0,000). While the factors not
associated to CKD were gender (p = 0,494), age (p = 0,293), and obesity (p = 0,811).
Based on these results it can be concluded that there were association between history
of diabetes mellitus, history of hypertension with CKD and there were no association
between gender, age and obesity with CKD.
Keywords: CKD, gender, age, history of diabetes mellitus, history of hypertension,
obesity.
XI
DAFTAR ISI
XII
2.2.4.2 Umur ............................................................................................................ 14
2.2.4.3 Diabetes Melitus........................................................................................... 16
2.2.4.4 Hipertensi ..................................................................................................... 17
2.2.4.5 Obesitas ........................................................................................................ 19
2.2.4.6 Faktor Lainnya ............................................................................................. 19
2.2.6 Klasifikasi .................................................................................................... 22
2.2.7 Diagnosis ...................................................................................................... 23
2.2.8 Diagnosis Banding ....................................................................................... 27
2.2.9 Penatalaksanaan ........................................................................................... 27
2.2.10 Prognosis ...................................................................................................... 31
2.2.10 Pencegahan ................................................................................................... 31
2.11 Kerangka Teori Hubungan Faktor Risiko .................................................... 33
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN................... 34
3.1 Kerangka Konsep ........................................................................................ 34
3.2 Hipotesis Penelitian...................................................................................... 35
3.2.1 Hipotesis Null (H0) ...................................................................................... 35
3.2.2 Hipotesis Alternatif ...................................................................................... 35
BAB 4 METODE PENELITIAN .......................................................................... 36
4.1 Desain Penelitian .......................................................................................... 36
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ....................................................................... 36
4.3 Populasi dan Sampel Peneltian .................................................................... 36
4.3.1 Populasi Penelitian ....................................................................................... 36
4.3.2 Sampel Penelitian ......................................................................................... 36
4.4 Kriteria Sampel Penelitian ........................................................................... 36
4.4.1 Kriteria Inklusi ............................................................................................. 36
4.4.2 Kriteria Ekslusi............................................................................................. 37
4.5 Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian .............................................. 37
4.5.1 Pengumpulan Data ....................................................................................... 37
4.6 Variabel Penelitian ....................................................................................... 37
4.7 Definisi Operasional..................................................................................... 38
XIII
4.8 Alur Penelitian ............................................................................................. 39
4.9 Teknik Pengolahan Data dan Analisis Data ................................................. 39
4.9.1 Pengolahan Data........................................................................................... 39
4.10 Jadwal Kegiatan Penelitian .......................................................................... 41
BAB 5 HASIL PENELITIAN ............................................................................... 42
5.1 Gambaran Umum Penelitian ........................................................................ 42
5.2 Analisis Univariat......................................................................................... 43
5.3 Analisis Bivariat ........................................................................................... 44
BAB 6 PEMBAHASAN ......................................................................................... 49
6.1 Karakteristik Pasien Penyakit Ginjal Kronis............................................... 49
6.2 Analisis Hubungan Jenis Kelamin dengan PGK .......................................... 50
6.3 Analisis Hubungan Usia dengan PGK ......................................................... 51
6.4 Analisis Hubungan Riwayat Diabetes Melitus dengan PGK ...................... 52
6.5 Analisis Hubungan Riwayat Hipertensi dengan PGK ................................. 54
6.6 Analisis Hubungan Obesitas dengan PGK ................................................... 55
6.7 Keterbatasan Penelitian ................................................................................ 57
BAB 7 58KESIMPULAN ....................................................................................... 58
7.1 Kesimpulan .................................................................................................. 58
7.2 Saran ............................................................................................................. 58
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 59
LAMPIRAN ............................................................................................................... 63
XIV
DAFTAR TABEL
XV
DAFTAR GAMBAR
XVI
DAFTAR SINGKATAN
XVII
DAFTAR LAMPIRAN
XVIII
BAB 1
PENDAHULUAN
1
atau mengalami peningkatan sebesar 24% dari tahun 2015 (RSUD Abdul Wahab
Sjahranie Samarinda, 2017).
Faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan terjadinya PGK ialah riwayat
penyakit ginjal terdahulu, hipertensi, diabetes melitus, ras, usia, jenis kelamin, obesitas
dan genetik (Kazancioglu, 2013). Menurut PERNEFRI kausa terbanyak dari terjadinya
PGK ialah hipertensi dan di ikuti oleh diabetes melitus (PERNEFRI, 2014). Umur dan
jenis kelamin adalah faktor yang tidak dapat di ubah namun paling sering menyebabkan
PGK (Kazancioglu, 2013).
Fungsi ginjal menurun seiring dengan bertambahnya usia baik pria atau
wanita. Kidney Disease Improving Global Outcome (KDIGO) menyebutkan bahwa
usia di atas 60 tahun merupakan faktor risiko yang dapat menyebabkan PGK (KDIGO,
2012). Di Indonesia terjadi peningkatan tajam pada kelompok umur 35-44 tahun
(0,3%), diikuti umur 45-54 tahun (0,4%), dan umur 55-74 tahun (0,5%), peningkatan
tertinggi pada kelompok umur > 75 tahun (0,6%) (Riskesdas, 2013). Faktor risiko ini
berhubungan penurunan massa ginjal seiring dengan bertambahnya usia (Prakash &
O'Hare, 2009).
Jenis kelamin laki-laki lebih berisiko terkena PGK. Data dari American
Society Nephrology menujukkan bahwa laki-laki lebih berisiko 1,41 kali mengalami
End Stage Renal Diease (ESRD) daripada wanita (Kazancioglu, 2013). Peningkatan
kasus ini berhubungan dengan hormon seks yang dimiliki pria dan wanita. Testosteron
berperan dalam apoptosis sel podosit (berperan penting dalam proses filtrasi di
glomerulus) dan eksresi TGF-β1 (berhubungan dengan jaringan fibrosis), sedangkan
estradiol menghambat proses tersebut (Goldberg & Krause, 2016).
Faktor risiko diabetes melitus paling sering menyebabkan PGK dan biasanya
berakhir dengan ESRD atau kematian. Penelitian yang dilakukan oleh Turkish Society
of Nephrology menyebutkan 37,3% pasien hemodialisa adalah pasien diabetes melitus,
lalu penelitian United States Renal Data System (USRDS) didapatkan setengah pasien
baru ESRD adalah pasien diabetes melitus (Kazancioglu, 2013). Hubungan diabetes
melitus dapat mempengaruhi ginjal normal hingga menjadi PGK ialah dengan
mekanisme hiperfiltrasi glomerular, efek langsung hiperglikemia, advanced
2
glycosylation end products (AGE) dan sekresi sitokin yang akhirnya dapat
menyebabkan PGK (Chaudhry, 2016).
Peningkatan tekanan darah secara sistemik dapat menyebabkan kerusakan
organ ginjal. Mekanisme yang menyebabkan kerusakan ginjal ialah perubahan
makrosistemik dan mikrovaskular ginjal. Makrosistemik dan mikrovaskular
menyebabkan hilangnya auto-regulasi ginjal dengan peningkatan tekanan kapiler
intraglomerular dan peningkatan hiperfiltrasi. Di Indonesia penyebab terbanyak
terjadinya PGK ialah hipertensi sekitar 4.699 pasien atau 35% (PERNEFRI, 2014).
Dari hasil data penelitian yang dilakukan di palembang terdapat hubungan riwayat
hipertensi dengan angka kejadian PGK (Tjekyan, 2012).
Faktor risiko lain yang patut menjadi perhatian ialah obesitas. Obesitas dapat
terjadi pada segala usia dari anak-anak hingga lansia. Orang dengan obesitas antara
umur 18-74 tahun di temukan peningkatan kreatinin 3,4 mg/dl (laki-laki) atau 2,8 mg/dl
(Perempuan). Pada sebuah penelitian, indeks Massa Tubuh >25 kg/m2 berbuhungan
peningkatan faktor risiko PGK di kemudian hari (Kazancioglu, 2013). Mekanisme
Obesitas menurut studi dari Indiana University berhubungan dengan pengaturan
sodium dalam orang obesitas dan resistensi insulin (D'Elia, 2009).
Karena angka PGK di dunia maupun di Indonesia meningkat dan kematian
akibat PGK mengalami peningkatan, perlu adanya penelitian untuk mengetahui
hubungan faktor risiko terutama usia, jenis kelamin, hipertensi, obesitas dan diabetes
melitus. Berdasarkan penjelasan tersebut belum adanya penelitian tentang faktor risiko
PGK di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda, peneliti ingin mengetahui
hubungan faktor risiko dengan PGK di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.
3
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Untuk mengetahui terdapat hubungan atau tidak terdapat hubungan antara
faktor risiko dengan PGK di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.
1.3.2 Tujuan khusus
1) Menganalisis hubungan usia dengan PGK di RSUD Abdul Wahab Sjahranie
Samarinda.
2) Menganalisis hubungan jenis kelamin dengan PGK di RSUD Abdul Wahab
Sjahranie selama Samarinda.
3) Menganalisis hubungan diabetes melitus dengan PGK di RSUD Abdul Wahab
Sjahranie Samarinda.
4) Menganalisis hubungan hipertensi dengan PGK di RSUD Abdul Wahab
Sjahranie Samarinda.
5) Menganalisis hubungan obesitas dengan PGK di RSUD Abdul Wahab
Sjahranie Samarinda
4
1.4.3 Manfaat bagi masyarakat
Sebagai informasi bagi masyarakat mengetahui hubungan faktor risiko dengan
PGK.
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
6
Gambar 2.1 Proses-proses dasar di ginjal. Semua yang disaring atau disekresi, tetapi
tidak direabsorpsi akan dieksresikan di urine dan keluar dari tubuh. Semua
yang difiltrasi dan kemudian direabsorpsi, atau sama sekali tidak disaring,
akan masuk ke darah vena dan dipertahankan dalam tubuh (Sherwood,
2011).
7
Gambar 2.2 Lapisan-lapisan membran glomerulus. Terdiri dari ateriol afferen,
endotelium, membran basal, sel podosit, tubulus distal dan arteriol efferen
(Sherwood, 2011).
Dinding kapiler glomerulus terdiri atas banyak pori besar yang menyebabkan
100 kali lebih permeabel terhadap H2O dan zat terlarut daripada kapiler di bagian lain
tubuh. Kapiler glomerulus tidak hanya memiliki pori yang biasanya ditemukan antara
sel endotel yang membentuk dinding kapiler, tetapi sel endotel yang membentuk
dinding kapiler, tetapi sel endotel sendiri juga dilubangi oleh lubang atau penetrasi
yang besar (Sherwood, 2011).
Membran basal adalah lapisan gelatinosa asesular (tidak mengandung sel) yang
terbentuk dari kolagen dan glikoprotein yang tersisip di antara glomerulus dan kapsula
Bowman. Kolagen menghasilkan kekuatan struktural, dan glikoprotein menghambat
filtrasi protein plasma yang kecil. Protein plasma yang lebih besar tidak dapat difiltrasi
karena tidak dapat melewati pori kapiler, tetapi pori ini masih dapat melewatkan
albumin, protein plasma terkecil. Namun, karena bermuatan negatif, glikoprotein
menolak albumin dan protein plasma lain yang juga bermuatan negatif. Karena itu,
protein plasma hampir tidak terdapat di dalam filtrat, dengan kurang dari 1% molekul
albumin berhasil lolos ke dalam kapsula bowman. Protein-protein kecil yang juga ikut
terfiltrasi diangkut oleh tubulus proksimal dengan endositosis, lalu didegradasi menjadi
konstituen asam amino yang akan dikembalikan ke dalam darah. Karena itu, normalnya
tidak terdapat protein dalam urin (Sherwood, 2011).
8
Lapisan terakhir membran glomerulus adalah lapisan dalam kapsula bowman.
Lapisan ini terdiri dari podosit, sel mirip gurita yang mengelilingi kuntum glomerulus.
Setiap podosit memiliki banyak prosesus kaki memanjang yang saling menjalin dengan
prosesus kaki podosit sekitar, seperti memegang bola dengan kedua tangan. Celah
sempit di antara prosesus-prosesus kaki yang berdampingan, yang dikenal sebagai
celah filtrasi, membentuk jalur tempat cairan meninggalkan kapiler glomerulus menuju
lumen kapsula bowman (Sherwood, 2011).
Tiga gaya fisik terlibat dalam filtrasi glomerulus: tekanan darah kapiler
glomerulus, tekanan osmotik koloid plasma dan tekanan hidrostatik kapsula bowman
(Tabel 2.1):
1) Tekanan darah kapiler glomerulus adalah tekanan cairan yang ditimbulkan oleh
darah di dalam kapiler glomerulus.Tekanan ini pada akhirnya bergantung pada
kontraksi jantung dan resistensi terhadap aliran darah yang ditimbulkan arteriol aferen
dan eferen (Sherwood, 2011). Nilai reratanya ialah 55 mm Hg, lebih tinggi dari tekanan
kapiler ditempat lain. Penyebab lebih tinggi tekanan kapiler glomerulus karena
garis tengah arteriol aferen lebih besar dibandingkan arteriol eferen, darah akan mudah
masuk ke kapsula Bowman. Selain itu, karena tingginya resistensi yang dihasilkan oleh
arteriol eferen maka tekanan darah tidak memiliki kecendurangan untuk turun
disepanjang kapiler glomerulus tidak seperti kapiler lain (Sherwood, 2011).
2) Tekanan osmotik koloid plasma ditimbulkan oleh distribusi ketidakseimbangan
protein-protein plasma di kedua sisi membran glomerulus. Karena tidak dapat difiltrasi,
protein plasma terdapat dikapiler glomerulus tetapi tidak ada di kapsula Bowman.
Karena hal tersebut, konsentrasi H2O lebih tinggi di kapsula Bowman daripada di
kapiler glomerulus. Karena itu, konsentrasi H2O cenderung melawan filtrasi
glomerulus. Gaya osmotik yang melawan ini memiliki tekanan 30 mm Hg (Sherwood,
2011).
3) Tekanan hidrostatik kapsula Bowman, tekanan karena cairan dibagian awal tubulus
ini, diperkirakan sekitar 15 mm Hg. Tekanan ini cenderung melawan filtrasi
(Sherwood, 2011).
9
Tabel 2.1 Gaya-gaya yang berperan dalam filtrasi glomerulus
(Sherwood, 2011)
Gaya total yang mendorong filtrasi adalah tekanan darah kapiler glomerulus
pada 55 mm Hg. Jumlah gaya yang melawan 45 mm Hg. Tekanan yang mendorong
filtrasi (10 mm Hg) disebut tekanan filtrasi neto. Tekanan yang ringan ini mendorong
cairan dalam jumlah besar dari darah menembus glomerulus yang sangat permeabel.
Laju filtrasi yang sebenarnya, glomerulus filtration rate (GFR) bergantung tidak saja
pada tekanan filtrasi neto tetapi pada seberapa luas permukaan glomerulus yang
tersedia untuk penetrasi. Sifat-sifat membran glomerulus ini secara kolektif disebut
sebagai koefisien filtrasi (Kf) (Sherwood, 2011). karena itu:
GFR = Kf X tekanan filtrasi neto
Normalnya, sekitar 20% plasma yang masuk di glomerulus disaring pada
tekanan 10 mm Hg, melalui seluruh glomerulus secara kolektif menghasilkan 180 liter
filtrat dengan rerata 125 mL/menit (Riskesdas, 2013)
2.2.1 Definisi
Penyakit Ginjal Kronis (PGK) adalah kelainan dari struktur atau fungsi ginjal
lebih dari 3 bulan dengan implikasi bagi kesehatan (Lesley et al., 2012). Menurut
Central Disease of Control (CDC) PGK sendiri ialah suatu kondisi di mana ginjal rusak
10
dan tidak dapat menyaring darah seperti ginjal pada normalnya, akibatnya hasil
metabolisme tubuh dari darah tidak dapat di buang menyebabkan masalah kesehatan
lain (CDC, 2014). Menurut Kidney Disease Outcomes Quality Initiative (KDOQI)
PGK di tandai oleh Albuminuria, kelainan sedimen urine, kelainan elektrolit dan
kelainan fungsi tubular, riwayat transplantasi ginjal dan penurunan GFR <60
ml/menit/1.73 m2 (GFR kategori G3a-G5) (Lesley et al., 2012).
2.2.2 Epidemiologi
Secara keseluruhan prevalensi PGK di seluruh dunia adalah 14%. Studi cohort
yang dilakukan USRDS pada tahun 1988-1994 ke 1999-2004 terjadi peningkatan dari
12% ke 14% atau meningkat 2%, namun stabil pada tahun 2007-2012 tetap di angka
14%. Pada gambar 3 peningkatan tertinggi pada PGK stadium 3 yaitu 4,5% menjadi
6% selama 3 periode tahun. Pada stadium 1 dan 2 mengalami peningkatan namun tuhun
pada periode ke 3 (USRDS, 2016).
Di negara Maju dan di negara berkembang kasus PGK terus meningkat. Di
Amerika Serikat prevalensi kasus PGK meningkat 1,4% dari tahun 2007-2010 ke 2011-
2014. Pada tahun 2013, lebih dari 47.000 orang meninggal di amerika serikat. Menurut
National Kidney Foundation lebih dari 661.000 menderita PGK, 468.000 orang
melakukan dialisis dan 193.000 melakukan transplantasi ginjal (Coresh, 2016).
Penelitian di Thailand menunjukkan Prevalensi di negara tersebut ialah 14,4%.
Prevalensi ini meningkat dari prevalensi sebelumnya yang hanya 4,3-13,8%.
Diperkirakan kasus ini akan terus meningkat dikarenakan oleh kesadaran warga
Thailand akan mengenali faktor risiko PGK yang rendah (Ingsathit A, Thakkinstian
A,Chaiprasert A, Sangthawan P,Gojaseni P, Kiattisunthorn K et all, 2010). Data dari
Kidney Health Australian 1,7 juta penduduk Australia yang berusia lebih
dari 18 tahun mengalami PGK. Kurang dari 10% penduduk orang yang menderita
PGK mengetahui kondisi tersebut, itu berarti 1,5 juta penduduk australia tidak
mengetahui bahwa mereka mengalami PGK (Mathew, 2015).
Di Indonesia angka kejadian PGK berdasarkan data dari Riskesdas pada tahun
2013, prevalensi gagal ginjal kronis 0,2% dari penduduk Indonesia (Riskesdas, 2013).
11
Peningkatan pasien PGK dari 15.128 pada tahun 2013 menjadi 17.193. Berdasarkan
faktor risiko pasien PGK di Indonesia, pasien hipertensi dan diabetes melitus yang
paling banyak. Untuk pasien hipertensi sendiri sebesar 4.699 pasien, dan pasien diabetes
melitus sebesar 3.401 pasien (PERNEFRI, 2014). Di Provinsi Kalimantan timur
prevalensi PGK 0,1% dari penduduk kalimantan timur, yang mencakup pasien
mengalami pengobatan, terapi penggantian ginjal, dialisis peritoneal dan Hemodialisis
(Riskesdas, 2013).
Gambar 2.3 Prevalensi keseluruhan PGK. Data pasien PGK umur 20 tahun keatas dari
tahun 1988-1994, 1999-2004, 1999-2004 & 2007-2012 dengan interval
kepercayaan sebesar 95% (USRDS, 2016).
2.2.3 Etiologi
Penyebab dari Penyakit Ginjal Kronis (PGK) sangat bervariasi. Di Indonesia
penyebab PGK seperti Glumerulopati Primer, Nefropati Diabetika, Nefropati Lupus,
Penyakit ginjal hipertensi, Ginjal polikistik, Nefropati Asam urat, Nefropati Obstruksi,
Pielonefritis kronik dan lain-lain. Penyebab ini berbeda di negara Amerika Serikat, data
dari Health Science Journal menyebutkan bahwa penyebab terbanyak ialah Diabetik
Nephropathy diikuti glomerulonefritis, penyebab yang tidak diketahui, hipertensi
nephropathy, kronik intersisial nefritis dan ginjal polikistik. Perbedaan ini mungkin
karena perbedaan ras, umur, jenis kelamin dan sosial ekonomi (Tzanakaki et al., 2014).
12
Beberapa jurnal terbaru mengatakan bahwa selain penyakit yang mendasari
faktor lain seperti ras, jenis kelamin, umur dan riwayat keluarga sangat penting karena
merupakan faktor risiko yang berkaitan dengan PGK. Faktor-faktor yang tidak dapat
diubah seperti ras, jenis kelamin umur dan riwayat keluarga sangat tinggi untuk terkena
penyakit PGK. Laporan International Society of Nephrology bahwa orang amerika-
afrika yang memiliki usia tua, berat lahir rendah dan riwayat keluarga sangat tinggi
dikemudian hari menderita PGK. fakor lain seperti diabetes melitus, obesitas,
hipertensi berisiko besar dapat berdampak pada ginjal dan menimbulkan PGK
(Kazancioglu, 2013).
2.2.4 Patofisiologi
13
Selain itu, Estradiol memiliki pengaruh langsung pada sel mesangial, penurunan
produksi matriks ekstraselular dan Glomerulosklerosis (Goldberg & Krause, 2016).
Aktivitas Nitrat Oksida (NO) juga dipengaruhi oleh hormon seks. Deplesi
estrogen dikaitkan dengan penurunan tingkat sintesis NO (Endothelial dan induksi NO)
di medula ginjal (Maric, Sandberg, & Hinojosa-Laborde, 2008). Pada beberapa
penelitian ditemukan Age-dependent mengurangi Sintesis NO di korteks ginjal pada
tikus jantan, tidak pada tikus betina (Baylis, 2009). Umumnya, tidak ada hubungan
antara cedera ginjal dengan sintesis NO. Penelitian terbaru menunjukkan peran
protektif dari tidak adanya cedera pada ginjal. Namun, Penelitian lain menunjukkan
pengaruh berbahaya dari NO pada penyakit ginjal. Dengan demikian, peran NO
tergantung dari pada jenis sel dan NO isoform. Pengaruh secara tidak langsung dari
hormon seks dapat dari sistem Renin-Angiotensin yang diinduksi oleh testosteron dan
dihambat oleh estrogen. Estrogen juga berperan dalam mengurangi stres oksdatif ginjal
dengan mensupresi aktivitas Nikotinamida adenin dinukleotida fosfat (NADPH)
oksidase (Ji et al., 2007)
2.2.4.2 Umur
Proses Penuaan berhubungan dengan Penyaki Ginjal Kronis (PGK). Massa
ginjal menurun dengan bertambahnya usia dan Glomerulosklerosis menyebabkan
penurunan berat ginjal. Pemeriksaan histologis penting untuk mengetahui penurunan
jumlah glomerulus sebanyak 30%-50% pada usia 70 tahun. GFR puncak selama
dekade ketiga kehidupan sekitar 120 mL/mnt/1.73m2, kemudian mengalami penurunan
rata-rata sekitar 1 mL/mnt/1.73m2 mencapai nilai rata-rata 70 mL/mnt/1.73m2 pada
usia 70 tahun (Arora, 2016). Pada usia setelah 30 tahun, ginjal akan mengalami atrofi
dan ketebalan korteks ginjal akan berkurang sekitar 20% setiap dekade. Perubahan lain
yang akan terjadi dengan bertambahnya usia berupa penebalan membran basal
glomerulus, ekspansi mesangium glomerular dan terjadinya deposit protein matriks
ekstraselular sehingga menyebabkan glomerusklerosis (Prakash & O'Hare, 2009).
Rumus Menentukan GFR :
14
GFR for male: (140 – umur) x bb(kg) / [72 x Serum kreatinin]
GFR for female: GFR(wanita) = GFR(pria) x 0.85
Ginjal mengalami penurunan fungsi seiring bertambahnya usia, yang
menghasilkan banyak efek pada sistem ginjal. Massa ginjal menurun antara usia 30 dan
80 tahun, dengan penurunan paling tajam yang pada usia 50. Jaringan parut dan
fibrosis, yang dapat menggantikan beberapa jaringan parenkim, terutama terjadi pada
korteks ginjal (Gambar 2.4) dan jaringan parut dapat mempengaruhi nefron yang
memiliki fungsi penting untuk membuat konsentrasi urin yang maksimal. Bahkan pada
ginjal yang mengalami penuaan secara normal, 30% glomerulus dihancurkan dan
mengalami sklerosis glomerular secara difus pada usia 75 tahun, dan glomeruli yang
tersisa menunjukkan gangguan kemampuan penyaringan. Temuan terkait usia pada
pemeriksaan mikroskopis terhadap biopsi ginjal dapat dibagi menjadi dua kelompok:
(1) nefrosklerosis termasuk glomerulosklerosis, atrofi tubular, fibrosis interstisial, dan
arteriosklerosis dan (2) analisis morfometrik mikroanatomi seperti mengukur ukuran
glomerulus. Glomerulosklerosis yang terjadi akibat penuaan memiliki tampilan
pembuluh darah yang iskemik dengan kapiler yang kolaps dan fibrosis intrakapsular,
hal ini menunjukkan asal lesi vaskular primer. Beberapa glomeruli fungsional
menunjukkan kapiler iskemik, penebalan membran dasar, dan fibrosis intrakapiler
ringan, yang seluruhnya merupakan prekursor glomerulosklerosis. Seiring waktu,
iskemik kapiler glomerular dengan sklerosis dan endapan kolagen mengisi ruang
kapsula Bowman. Selain glomerulosklerosis, peningkatan arteriosklerosis, hipertrofi
medial, dan hyalinosis arteriolar terjadi pada bertambahnya usia. Sebagai hasil
sklerosis glomeruli juxtaglomerular, berhubungan langsung antara arteriol aferen dan
eferen yang melewati kapiler glomeruli. Atrofi tubular dengan daerah sekitar fibrosis
interstisial meningkat seiring bertambahnya usia (Imae, Horio, Watanabe, Iseki, &
Yamagata, 2009)
15
Gambar 2.4 Penuaan ginjal. Glomerulus menunjukkan peningkatan matriks mesangial
dan perubahan iskemik. Terdapat atrofi tubular moderat dan fibrosis
interstisial. Arteriole terdapat hyalinosis yang signifikan (pewarnaan asam-
Schiff periodik; x 200) (K, K, & M, 2013).
16
kompensasi. Hiperfiltrasi yang terjadi pada sisa nefron yang sehat lambat laun akan
menyebabkan sklerosis dari nefron tersebut.
Mekanisme terjadinya peningkatan laju filtrasi glomerulus pada nefropati
diabetik ini masih belum jelas, tetapi kemungkinan disebabkan tetapi kemungkinan
disebabkan oleh dilatasi arteriol aferen oleh efek yang tergantung glukosa, yang
diperantai hormon vasoaktif, IGF-1, Nitric Oxide, prostaglandin dan glukagon. Efek
langsung dari hiperglikemia adalah ranggsangan hipertrofi sel, sintesis matriks
ekstraselulerm serta produksi TGF-𝛽 yang diperantarai oleh aktivasi protein kinase-C
(PKC) yang termasuk dalam serine-theonin kinase yang memiliki fungsi pada vaskular
seperti kontraktilitas, aliran darah, proliferasi sel dan permeabilitas kapiler.
Hiperglikemia kronik dapat menyebabkan terjadinya glikasi nonenzimatik asam amino
dan protein ( reaksi Mallard dan Browning). Pada awalnya, glukosa akan mengikat
residu amino secara non-enzimatik menjadi basa Schiff glikasi, lalu terjadi penyusunan
ulang untuk mencapai bentuk yang lebih stabil tetapi masih reversibel dan disebut
sebagai produk amadori. Jika proses ini berlanjut terus, akan terbentuk Advance
Glycation End-Products (AGEs) yang ireversibel. AGEs diperkirakan menjadi
perantara bagi beberapa kegiatan seluler seperti ekspresi adhesion molecules yang
berperan dalam penarikan sel-sel mononuklear, juga pada terjadinya hipertrofi sel,
sintesa matriks ekstraseluler serta inhibisi sintesis Nitric Oxide. Proses ini akan terus
berlanjut sampai terjadi ekspansi mesangium dan pembentukan nodul serta fibrosis
tubulointersitisialis sesuai dengan tahap-tahap dari Mogensen. Hipertensi yang timbul
bersama dengan bertambahnya kerusakan ginjal, juga akan mendorong sklerosis pada
ginjal pasien diabetes. Penelitian menunjukkan adanya vasokonstriksi arteriol sebagai
akibat kelainan renin angiotensin sistem. Diperkirakan bahwa hipertensi pada diabetes
terutama disebabkan oleh spasme arteriol eferen intrarenal atau intraglomerulus.
2.2.4.4 Hipertensi
Hipertensi adalah salah satu penyebab utama PGK karena efek merusak dengan
meningkat tekanan darah yang terjadi di pembuluh darah ginjal. Jika terjadi jangka
panjang dan tidak terkendali, tekanan darah yang tinggi menyebabkan tekanan
17
intraglomerular tinggi dan akhirnya merusak glomerulus. Kerusakan Glomerulus
mengakibatkan peningkatan abnormal jumlah protein dalam urin (mikroalbuminuria
atau proteinuria). Mikroalbuminuria merupakan protein kecil albumin dalam urin dan
sering menjadi penanda dari PGK. Proteinuria (Protein-to-kreatinin >200 mg/g)
sebagai penanda langsung PGK dan berhubungan dengan prognosis buruk untuk
perkembangan penyakit PGK (Morgado & Neves, 2012).
Hipertensi menyebabkan kompensasi melalui mekanisme autoregulasi dan
fungsi endotel dalam memproduksi nitic oxide (NO) yang masih normal dan intak
terhadap shear stress akan mampu mempertahankan tekanan intraglomerular dalam
keadaan normal sehingga pernurunan fungsi ginjal menjadi sangat lambat. Kompensasi
yang terjadi dari sisa-sisa glomerulus terjadi melalui mekanisme adaptasi yakni dengan
meningkatkan laju filtrasi glomerulus. Hipertensi yang berlangsung lama akan
menyebabkan perubahan resistensi arteriol aferen dan eferen yang menyempit akibat
perubahan struktur mikrosvaskuler. Kondisi ini akan menyebabkan iskemi glomerular
dan mengaktivasi respons inflamasi. Hasilnya, akan terjadi pelepasan mediator
inflamasi, endotelin, dan aktivasi angiotensin II intrarenal. Kondisi ini pada akhirnya
akan mengaktivasi apoptosis, meningkatkan produksi matriks dan deposit pada
mikrovaskular glomerulus dan terjadilah sklerosis glomerulus atau nefrosklerosis.
Nefron yang masih sehat akan melakukan kompensasi dengan melakukan vasodilatasi
aferen diikuti peningkatan tekanan intraglomerular disertai proteinuria masif, yang
pada akhirnya akan menyebabkan nefrosklerosis hipertensif dan berujung ESRD.
Struktur arteri aferen berubah, terjadi kolaps dan sklerosis global pada membran basal
glomerulus sehingga arterioal menjadi tidak intak. Konsekuensi hipertensi kronik akan
berakibat terjadinya jejas mikrovaskular, iskemia dan hipertrofi glomerular.
Penyempitan arteri dan arteriol aferen berakibat aliran darah menuju glomerulus
menjadi berkurang sehingga terjadi iskemia glomerular dan glomerulosklerosis.
Iskmeia glomerular menurunkan aliran plasma pascaglomerular yang akan memicu
iskemia tubular, dan kemudian mengaktivasi endotelin, TGF-β yang mengakibatkan
sklerosis glomerular, tubuloinstertisial atau nefrosklerosis (Firmansyah, 2013).
18
2.2.4.5 Obesitas
Mekanisme kerusakan ginjal akibat obesitas disebabkan oleh pengaturan
natrium pada orang obesitas dan resistensi insulin. Peningkatan insulin meningkatkan
penyerapan natrium di tubulus proksimal dengan penurunan penyerapan natrium di
tubulus distal khususnya makula densa, menyebabkan umpan balik yang menghasilkan
perfusi lebih besar di glomerulus. Peningkatan penyerapan natrium di tubulus
proksimal disebabkan oleh hiperinsulinemia namun dapat diatasi oleh pembuangan
natrium di tubulus proksimal karena peningkatan kadar leptin terlihat pada orang
obesitas. Tingkat aldosteron yang tinggi pada orang obesitas dibandingkan yang tidak
obesitas juga meningkatkan reabsorbsi natrium di tubulus distal. Pada keadaan fisiologi
respon reabsorbsi tubulus ginjal terhadap insulin lebih baik dibanding respon campuran
hormon leptin atau aldosteron dalam obesitas (D'Elia, 2009).
Peningkatan beban zat terlarut yang tersaring karena oleh peningkatan lemak
dan kandungan pada orang obesitas mengakibatkan membesarnya glomular. pada studi
oleh Hospital Lapeyronie menemukan peningkatan GFR pada pasien obesitas
berhubungan dengan obesitas dan glomerulomegali berhubungan dengan ekresi urin
urea dan protein. Hal ini didukung oleh Blood Urea Nitrogen (BUN) sebagai penanda
untuk asupan protein. Hiperinsulinemia pada obesitas terkait dengan peningkatan
perfusi otot yang mirip dengan peningkatan perfusi nefron. Pada hewan coba,
ditemukan glomerulomegali dengan diet lemak tinggi. Saat tikus gemuk kehilangan
berat badan akibat diet kalori rendah, terjadi penurunan proteinuri yang terkait dengan
perbaikan glomerulopathy (D'Elia, 2009).
19
2.2.5 Gejala Klinis
PGK biasanya suatu kondisi yang tidak memiliki gejala khas (tabel 2.2) berbeda
seperti panyakit kronis lainnya seperti gagal jantung kongesti dan penyakit paru
obstruktif kronik (PPOK) gejala khas. Tanda dan gejala uremia (tabel 2.3) muncul
hampir tidak pernah di dahului pada stadium awal ( stadium 1 sampai 3A/B, bahkan
stadium 4) (Arici, 2014).
20
Tabel 2.2 gejala klinis awal PGK (Arici, 2014)
Kelemahan
Penurunan nafsu makan
Mual
Nocturia dan Polyuria
Darah di urine atau urin berwarna hitam
Urine berbusa
Sakit pinggang
Edema
Peningkatan tekanan darah
Kulit pucat
Tabel 2.3 gejala klinis sindrom uremia pada PGK (Arici, 2014)
21
2.2.6 Klasifikasi
Menurut Kidney Disease Improving Global Outcomes (KDIGO)
mengklasifikasikan stadium PGK berdasarkan kategori GFR dan kategori albuminuria.
Semakin menurun GFR maka stadium tersebut makin tinggi yang menyebabkan ginjal
semakin mengalami penurunan fungsi dalammenyaring darah (KDIGO, 2012).
22
Tabel 2.5 klasifikasi stadium PGK menurut GFR (KDIGO, 2012)
2.2.7 Diagnosis
2.2.7.1 Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Pasien PGK datang dengan keluhan utama yang tidak khas. Keluhan seperti
nyeri pinggang, malaise, kulit pucat, mual dikeluhkan pasien. Selain keluhan tersebut,
keluhan yang berhubungan penyakit yang mendasari seperti diabetes melitus, infeksi
trakturs urinarius, batu traktus urinarius, hipertensi, hiperurikemi. Sindrom uremia,
yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual muntah, nokturia, kelebihan volume
cairan, neuropati perifer, pruritus, uremic frost,perikarditis, kejang-kejang sampai
koma. Gejala komplikasinya antara lain, hipertensi, anemia ,osteodistrofi renal, payah
jantung, asidosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit (sodium, kalium,
klorida) (Suwitra, 2014).
23
1) Hitung darah lengkap
2) Diulangi (biasanya 1 minggu setelahnya) serum
urea/elektrolit/eGFR/albumin
3) Albumin di urin : kreatinin rasio ( sebaiknya di ambil pada
pagi hari, meskipun urine acak diperbolehkan).
4) Glukosa dan lipid puasa.
5) Mikroskopi urin dan kultur urin
6) USG ginjal.
Pada pasien yang memiliki gejala dan tanda sebagai berikut diindikasi
pemeriksaan seperti di bawah ini:
Diabetes HbA1c
EGFR < 50 mL/mnt/1.73m2 Serum kalsium, fosfat, hormon
paratiroid, 25-hydroxy-vitamin D dan
pemeriksaan zat besi
24
Kidney Health Australia juga merekomendasikan kriteria stadium untuk faktor
risiko ke komplikasi yang lebih parah pada pasien PGK pada tabel 6 dijelaskan
hubungan tersebut. Warna hijau untuk risiko rendah, warna kuning untuk risiko sedang,
warna jingga untuk risiko tinggi dan warna merah untuk risikosangat tinggi. Untuk
pasien dengan PGK, kombinasi GFR rendah dan albuminuria atau proteinuria adalah
risiko yang paling tinggi Penyakit PGK di semua umur, daripada GFR rendah,
albuminuria atau proteinuria saja. GFR yang < 45 mL/mnt/1,73m2 dikaitkan dengan
risiko kerusakan ginjal, penyakit kardiovaskular dan kelainan klinis lainnya terlepas
dari usia (Johnson, 2012).
Ketika PGK terdiagnosis, untuk mempertimbangkan penyebab yang mendasari
dan untuk mempertimbangkan penyebab diagnosis lain seperti obstruksi ginjal,
vaskulitis, sindrom nefrotik dan glomerulonefritis. Dengan melakukantese GFR yang
berulang dapat menyingkirkan kondisi yang akut. Itu sangat penting bahwa untuk
menyingkirkan kondisi penyakit ginjal akut dengan tidak mengasumsikan eGFR yang
tidak normal pada pemeriksaan pertama merupakan kondisi penyakit ginjal kronis
(PGK) (Johnson, 2012). Pada tabel dibawah ini kriteria untuk mendiagnosis PGK
terlepas dari usia:
25
Tabel 2.7 Hubungan risiko PGK dengan komplikasi (Johnson, 2012)
Stadium albuminuria
26
menetapkan terapi, prognosis dan mengetahui hasil terapi yang telah di berikan
(Johnson, 2012).
27
Tabel 2.8 Target gizi bagi pasien PGK dengan eGFR <30
mL/mnt/1.73m2
Parameter Target
28
hemodialisis, central hemodialisis, non dialisis supportif. Pasien dan keluarga atau wali
pasien harus menerima cukup informasi mengenai pengobatan PGK stadium 5 ini, ini
berguna untuk keluarga pasien atau pasien sendiri memilih keputusan tentang kondisi
dari pasien PGK sendiri. Pilihan pengobatan memiliki efek ke gaya hidup daripada ke
komplikasi kematian. Pengambilan keputusan sangat di harapkan dari pasien PGK
(Mathew, 2015).
29
Tabel 2.9 Perbandingan singkat opsi dari pilihan pengobatan (Mathew, 2015)
30
Pengobatan Tipe Alat yang Dampak ke gaya
digunakan hidup
Non Dialisis 1. Tidak dialisis 1. Medikasi dan 1. Pada kebanyakan
supportif atau transplantasi kontrol diet orang, angka harapan
2. Management di 2. Perencanaan hidup akan menurun
komunitas perawatan intensif dibandingkan dialisis
3. Didukung oleh atau transplantasi
perawatan paliatif
2.2.10 Prognosis
Semua stadium PGK dapat menyebabkan kematian. Penelitian di Italia
menunjukkan kematian tertinggi ialah pasien pada stadium 5 (ESRD) dibandingkan
stadium lain. Apabila di usia muda ditemukan obesitas, proteinuria dan
peningkatan fosfat dapat diprediksi mengalami ESRD dikemudian hari. Apabila di
usia tua ditemukan diabetes, riwayat penyakit kardiovaskular, ESRD, proteinuria,
peningkatan asam urat dan anemia diprediksi mengalami kematian (Nicola,
Chiodini, & Zoccali, 2011)
2.2.10 Pencegahan
Beberapa faktor risiko yang dapat diubah seperti hipertensi dan diabetes
melitus tipe 2. Pemeriksaan yang dilakukan ialah pengukuran tekanan darah secara
rutin dan pemeriksaan gula darah sewaktu. Pemeriksaan ini perlu dilakukan karena
faktor risiko yang berhubungan dengan PGK. Kebanyakan pasien PGK tidak
mengetahui bahwa dirinya pernah mengalami hipertensi atau diabetes melitus. Dari
pemeriksaan ini dapat di kontrol dari tekanan darah atau gula darah yang sewaktu-
sewaktu dapat meningkat. Pencegahan ini dapat juga diterapkan apabila sudah
mengalami PGK. Pencegahan yang dimaksud ke arah komplikasi ke
kardiovaskular. Hal-hal yang termasuk dalam pencegahan dan terapi penyakit
kardiovaskular adalah pengendalian diabetes, pengendalian hipertensi,
pengendalian anemia, pengendalian hiperfosfatemia dan terapi terhadap kelebihan
cairan dan gangguan keseimbangan elektrolit (NKF, 2016).
Pemeriksaan yang berhubungan dengan fungsi ginjal ialah tes urin dan tes
darah. Yang di liat dari tes tersebut ialah kadar ACR dan GFR. Pemeriksaan ACR
31
mengetahui apakah terdapat albumin di dalam urin. Albumin adalah salah 1 protein
di dalam tubuh. Terdapat protein di urin menunjukkan bahwa ginjal mengalami
kerusakan. Apabila di ulang selama 3 kali lebih dari 3 bulan tersebut positif
berturut-turut merupakan pertanda PGK. Pemeriksaan lain dapat menilai dari
fungsi ginjal ialah pemeriksaan darah yang berhubungan dengan GFR. Yang biasa
di ukur ialah kreatinin di dalam darah. Kreatinin adalah produk sisa dari jaringan
otot. Ketika ginjal rusak, ginjal mempunyai masalah dalam membuang kreatinin di
dalam darah. Kadar kreatinin diukur lalu di kalkulasikan dengan umur, ras dan jenis
kelamin untuk mendapatkan GFR. Pada GFR berfungsi normal apabila mengalami
penurunan berarti ada suatu masalah pada ginjal (NKF, 2016).
Gaya hidup sehat dan menjauhi makanan atau minuman yang membuat
dampak pada ginjal salah satu pencegahan primer pada PGK. Berolahraga, diet
makanan rendah karbohidrat dan rendah garam, tidak merokok dan tidak meminum
alkohol. Karena PGK adalah penyakit yang sulit disembuhkan pencegahan sangat
penting peranannya. Pencegahan sendiri memiliki peran meningkatkan kualitas
umur dan memelihara fungsi ginjal dalam keadaan normal (NKF, 2016).
32
2.11 Kerangka Teori Hubungan Faktor Risik
Anamnesis
Penatalaksanaan Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaaan Penunjang
Prognosis
Komplikasi
Pencegahan
33
BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
Umur
Jenis Kelamin
Riwayat Diabetes
Riwayat Hipertensi
Penyakit Ginjal
Obesitas Kronis (PGK)
Asam urat
Penyakit Ginjal
Lainnya
Genetik
Ras
34
3.2 Hipotesis Penelitian
35
BAB 4
METODE PENELITIAN
36
4.4.2 Kriteria Ekslusi
Kriteria Eklusi pada sampel dalam penelitian ini antara lain:
A. Pasien Poliklinik Ginjal dan Hipertensi yang tidak bersedia menjadi
responden.
B. Pasien tidak lengkap catatan rekam medik sesuai variabel penelitian.
C. Pasien yang memiliki edema di tubuh.
4.5 Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian
4.5.1 Pengumpulan Data
Data yang digunakan bersumber dari data primer dan sekunder. Data primer
dengan wawancara dan data sekunder menggunakan data rekam medik pasien.
4.5.2 Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan untuk mengukur variabel terikat dan variabel bebas
pada penelitian ini ialah rekam medik, Kuesioner Penelitian.
4.6 Variabel Penelitian
a) Variabel bebas (independent variabel)
Variabel bebas pada penelitian ini adalah usia, jenis kelamin, riwayat
diabetes riwayat diabetes dan obesitas.
b) Variabel terikat (dependent variabel)
Variabel pada penelitian ini adalah PGK
37
4.7 Definisi Operasional
38
4.8 Alur Penelitian
Kesimpulan Penelitian
39
4.9.2 Analisis Data
1. Analisa Univariat
Univariat digunakan presentasi, hasil dari setiap variabel. Variabel yang diteliti
yaitu variabel usia, jenis kelamin, riwayat hipertensi, riwayat diabetes dan
obesitas dengan variabel PGK. Pada umumnya dalam analisis ini hanya
menghasilkan distribusi frekuensi dan presentase dari tiap variabel.
2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat bertujuan untuk menguji hubungan antara variabel dependen
dan independen. Uji statistik yang digunakan adalah Chi-Square. Chi-Square
digunakan karena yang akan dianalisis terdiri dari satu variabel terikat dan satu
variabel bebas.
a. Hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat dapat di katakan
berhubungan apabila pada hasil di dapatkan derajat kemaknaan p < 0,05
(H1/Hipotesis Alternatif di terima).
b Hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat dapat di katakan
tidak berhubungan apabila pada hasil di dapatkan derajat kemaknaan p>
0,05 (H0/Hipotesis null di terima).
40
4.10 Jadwal Kegiatan Penelitian
Penyusunan Proposal
Seminar Proposal
Pengolahan Data
41
BAB 5
HASIL PENELITIAN
42
5.2 Analisis Univariat
5.2.1 Gambaran Karakteristik Faktor Risiko Penyakit Ginjal Kronis
Tabel 5.1 Gambaran Pasien PGK berdasarkan faktor risiko di RSUD Abdul Wahab
Sjahranie Samarinda
Variabel n Persentase (%)
Usia
0-60 Tahun 15 40,55
>60 Tahun 22 59,45
Jenis Kelamin
Laki-laki 21 56,75
Perempuan 16 43,25
Riwayat DM
Ya 28 75,67
Tidak 9 24,33
Riwayat Hipertensi
Ya 32 86,48
Tidak 5 13,52
Obesitas
Ya 10 27,02
Tidak 27 72,98
Total 37 100%
Data hasil penelitian yang ditunjukkan pada tabel 5.1 memperlihatkan bahwa pasien
PGK dilihat dari usia yang terbanyak ialah > 60 tahun sebanyak 22 orang (59,45%)
dibandingkan usia 0-60 tahun sebanyak 15 orang (40,55%). Pasien PGK dengan jenis
kelamin laki-laki merupakan yang terbanyak mengalami PGK dibandingkan perempuan
yaitu sebanyak 21 orang (56,75%). Pasien PGK yang memiliki riwayat DM lebih banyak
dibandingkan pasien yang tidak memiliki riwayat DM yaitu sebanyak 28 orang (75,67%).
Pasien PGK yang memiliki riwayat hipertensi lebih banyak dibandingkan pasien PGK yang
tidak memiliki riwayat hipertensi sebanyak 32 orang (86,48%). Pasien PGK yang tidak
43
obesitas lebih banyak di bandingkan pasien PGK yang memiliki obesitas yaitu sebanyak 27
orang (72,97%).
Berdasarkan tabel 5.2 di atas, diperoleh sampel kasus yaitu kelompok laki-laki
terdapat sebanyak 21 dari 37 sampel (56,75%) yang mengalami PGK dan kelompok
perempuan terdapat sebanyak 16 dari 37 sampel (43,25%) yang mengalami PGK. Hal ini
sama dengan sampel pembanding yaitu sebagian besar berada pada kelompok laki-laki tidak
PGK yaitu sebanyak 27 dari 42 sampel (64,28%). Hasil analisis variabel jenis kelamin
berdasarkan uji Chi-square diperoleh nilai p = 0,865, nilai p ini berarti lebih besar dari 0,05
(p > 0,05). Sehingga secara statistik dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara
jenis kelamin dengan PGK di RSUD Abdul Sjahranie Samarinda.
44
5.3.2 Analisis Hubungan Usia dengan Penyakit Ginjal Kronis (PGK) di RSUD Abdul
Wahab Sjahranie Samarinda
Berikut ini tabel analisis hubungan Usia dengan PGK di RSUD Abdul Wahab
Sjahranie Samarinda :
Berdasarkan 5.3 di atas, diperoleh sampel kasus yaitu kelompok usia > 60 terdapat
sebanyak 15 dari 37 sampel (40,55%) yang mengalami PGK dan kelompok usia 0-60 terdapat
sebanyak 22 dari 37 sampel (59,45%) yang terdiagnosis PGK. Hal ini sama dengan sampel
pembanding yaitu sebagian besar berada pada kelompok usia > 60 tidak PGK yaitu sebanyak
22 dari 42 sampel (52,39%). Hasil analisis variabel usia berdasarkan uji Chi-square diperoleh
nilai p = 0,293, nilai p ini berarti lebih besar dari 0,05 (p > 0,05). Sehingga secara statistik
dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara usia dengan PGK di RSUD Abdul
Sjahranie Samarinda.
45
5.3.3 Analisis Hubungan Riwayat Diabetes Melitus dengan Penyakit Ginjal Kronis
(PGK) di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda
Berikut ini tabel analisis hubungan riwayat DM dengan PGK di RSUD Abdul Wahab
Sjahranie Samarinda :
Berdasarkan tabel 5.4 di atas, diperoleh sampel kasus yaitu kelompok riwayat
diabetes melitus terdapat sebanyak 28 dari 37 sampel (75,67%) yang terdiagnosis PGK dan
kelompok yang tidak memiliki riwayat diabetes melitus terdapat sebanyak 9 dari 37 sampel
(24,33%) yang terdiagnosis PGK. Hal ini berbeda dengan sampel pembanding yaitu sebagian
besar berada pada kelompok tidak mempunyai riwayat diabetes melitus dan terdiagnosis
tidak PGK yaitu sebanyak 29 dari 42 sampel (60,05%). Hasil analisis variabel riwayat
diabetes melitus berdasarkan uji Chi-square diperoleh nilai p = 0,000 nilai p ini berarti lebih
kecil dari 0,05 (p < 0,05). Sehingga secara statistik dapat disimpulkan bahwa terdapat
hubungan antara riwayat diabetes melitus dengan PGK di RSUD Abdul Sjahranie Samarinda.
Dari hasil analisis diperoleh nilai OR = 6,940, yang menunjukkan nilai OR > 1, yaitu
memiliki arti orang dengan riwayat DM memiliki risiko lebih besar 6,940 kali mengalami
PGK dibandingkan orang dengan tidak memiliki riwayat DM.
46
5.3.4 Analisis Hubungan Riwayat Hipertensi dengan Penyakit Ginjal Kronis (PGK) di
RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda
Berikut ini tabel analisis hubungan riwayat hipertensi dengan PGK di RSUD Abdul
Wahab Sjahranie Samarinda :
Berdasarkan dan tabel 5.5 di atas, diperoleh sampel kasus yaitu kelompok riwayat
hipertensi terdapat sebanyak 32 dari 37 sampel (86,48%) yang terdiagnosis PGK dan
kelompok yang tidak memiliki riwayat hipertensi terdapat sebanyak 5 dari 37 sampel
(13,52%) yang terdiagnosis PGK. Hal ini berbeda dengan sampel pembanding yaitu sebagian
besar berada pada kelompok tidak mempunyai riwayat hipertensi dan terdiagnosis tidak PGK
yaitu sebanyak 32 dari 42 sampel (76,19%). Hasil analisis variabel usia berdasarkan uji Chi-
square diperoleh nilai p = 0,001, nilai p ini berarti lebih kecil dari 0,05 (p < 0,05). Sehingga
secara statistik dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara riwayat hipertensi dengan
PGK di RSUD Abdul Sjahranie Samarinda. Hasil analisis diperoleh nilai OR = 20,480, yang
menunjukkan nilai OR > 1, yaitu memiliki arti orang dengan riwayat hipertensi memiliki
risiko lebih besar 20,480 kali mengalami PGK dibandingkan orang dengan tidak memiliki
riwayat hipertensi.
47
5.3.5 Analisis Hubungan Obesitas dengan Penyakit Ginjal Kronis (PGK) di RSUD
Abdul Wahab Sjahranie Samarinda
Berikut ini tabel analisis hubungan obesitas dengan PGK di RSUD Abdul Wahab Sjahranie
Samarinda :
Berdasarkan tabel 5.6 di atas, diperoleh sampel kasus yaitu kelompok obesitas
terdapat sebanyak 10 dari 37 sampel (27,02%) yang terdiagnosis PGK dan kelompok tidak
obesitas terdapat sebanyak 27 dari 37 sampel (72,98%) sampel yang terdiagnosis PGK. Hal
ini sama dengan sampel pembanding yaitu sebagian besar berada pada kelompok tidak
obesitas yang terdiagnosis tidak PGK yaitu sebanyak 36 dari 42 sampel (61,90%). Hasil
analisis terhadap obesitas berdasarkan uji Chi-square diperoleh nilai p = 0,002, nilai p ini
berarti lebih kecil dari 0,05 (p < 0,05). Sehingga secara statistik dapat disimpulkan bahwa
terdapat hubungan antara obesitas dengan PGK di RSUD Abdul Sjahranie Samarinda.
48
BAB 6
PEMBAHASAN
Pembahasan mengenai hubungan faktor risiko dengan Penyakit Ginjal Kronis (PGK)
di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda diuraikan dalam bentuk analisa deskriptif dan
analitik sesuai dengan tujuan penelitian yang diharapkan. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui hubungan faktor risiko usia, jenis kelamin, riwayat diabetes melitus, riwayat
hipertensi dan obesitas dengan penyakit ginjal kronis (PGK). Diharapkan dengan adanya
penelitian ini dapat memberi informasi kepada kalangan medis dan masyarakat tentang
Penyakit Ginjal Kronis (PGK).
6.1 Karakteristik Pasien Penyakit Ginjal Kronis di RSUD Abdul Wahab Sjahranie
Samarinda
Hasil Penelitian menunjukkan bahwa kasus terbanyak pasien dengan riwayat
Hipertensi sebanyak 32 orang. Hasil ini sejalan dengan penelitian dilakukan di RSUP Dr.
Mohammad Hoesin Palembang oleh Tjekyan (2012) bahwa faktor risiko terbanyak ialah
riwayat hipertensi. Penelitian lain yang sejalan ialah penelitian di RSUD Dr. Moewardi Solo
oleh Lathifah (2016) bahwa faktor risiko terbanyak ialah riwayat hipertensi.
Berdasarkan teori yang ada, hipertensi adalah salah satu penyebab utama PGK karena
efek langsung dengan meningkatkan tekanan darah yang terjadi di pembuluh darah ginjal.
Jika terjadi jangka panjang dan tidak terkendali, tekanan darah yang tinggi menyebabkan
tekanan intraglomerular tinggi dan akhirnya, nutrisi ke nefron-nefron ginjal menjadi
terganggu menyebabkan kerusakan ginjal permanen. Kerusakan Glomerulus mengakibatkan
peningkatan abnormal jumlah protein dalam urin (mikroalbuminuria atau proteinuria).
Mikroalbuminuria merupakan protein kecil albumin dalam urin dan sering menjadi penanda
dari PGK. Proteinuria (Protein-to-kreatinin >200 mg/g) sebagai penanda langsung PGK dan
berhubungan dengan prognosis buruk untuk perkembangan penyakit PGK (Morgado &
Neves, 2012).
49
6.2 Analisis Hubungan Jenis Kelamin dengan PGK di RSUD Abdul Wahab
Sjahranie Samarinda
Hasil Penelitian menunjukkan bahwa kasus yang termasuk faktor risiko jenis kelamin
berjumlah sebanyak 21 orang (56,75%). Hasil uji Chi-square yang dilakukan untuk menilai
hubungan antara jenis kelamin dengan PGK diperoleh nilai p = 0,494 (P > 0,05). Hasil
tersebut menunjukkan bahwa secara statistik tidak terdapat hubungan antara jenis kelamin
dengan Penyakit Ginjal Kronis (PGK). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian
dilakukan di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang oleh Tjekyan (2012) yaitu tidak
terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan Penyakit Ginjal Kronis (PGK). Faktor risiko
jenis kelamin bukan merupakan faktor risiko utama karena dapat dipengaruhi oleh pola
hidup, ras, genetik dan lingkungan.
Penelitian yang tidak sejalan yaitu penelitian oleh Sulistiowati dan Idaiani (2015) di
Kelurahan Kebon Kelapa Bogor yaitu terdapat hubungan jenis kelamin dengan PGK dengan
nilai p = 0,002 (p < 0,05) dan nilai OR = 2,97 yang artinya orang dengan jenis kelamin laki-
laki berisiko 2,97 kali mengalami PGK dibandingkan dengan jenis kelamin perempuan.
Penelitian lain yang berbeda dari penelitian ini adalah penelitian oleh Pranandari dan
Supadmi (2015) di RSUD Wates Kulon Progo yaitu terdapat hubungan jenis kelamin dengan
PGK dengan nilai = 0,004 dan nilai OR = 2,235 yang artinya orang dengan jenis kelamin
laki-laki berisiko 2,235 kali mengalami PGK dibandingkan dengan jenis kelamin perempuan.
Berdasarkan teori yang ada, hormon progesteron dapat mempercepat kerusakan ginjal
dibandingkan hormon estrogen (Goldberg & Krause, 2016). Aktivitas Nitrat Oksida (NO)
juga dipengaruhi oleh hormon seks. Deplesi estrogen dikaitkan dengan penurunan tingkat
sintesis NO (Endothelial dan induksi NO) di medula ginjal (Maric, Sandberg, & Hinojosa-
Laborde, 2008). Pada beberapa penelitian ditemukan Age-dependent mengurangi Sintesis
NO di korteks ginjal pada tikus jantan, tidak pada tikus betina (Baylis, 2009). Umumnya,
tidak ada hubungan antara cedera ginjal dengan sintesis NO. Penelitian terbaru menunjukkan
peran protektif dari tidak adanya cedera pada ginjal. Namun, Penelitian lain menunjukkan
pengaruh berbahaya dari NO pada penyakit ginjal. Dengan demikian, peran NO tergantung
50
dari pada jenis sel dan NO isoform. Pengaruh secara tidak langsung dari hormon seks dapat
dari sistem Renin-Angiotensin yang diinduksi oleh testosteron dan dihambat oleh estrogen.
Estrogen juga berperan dalam mengurangi stres oksdatif ginjal dengan mensupresi aktivitas
Nikotinamida adenin dinukleotida fosfat (NADPH) oksidase (Ji et al., 2007
Perbedaan hasil ini dapat disebabkan oleh kasus PGK di RSUD Abdul Wahab
Sjahranie Samarinda tidak jauh berbeda antara laki-laki dan perempuan. Faktor risiko jenis
kelamin dipengaruhi oleh faktor risiko lain seperti riwayat keluarga, ras dan lingkungan.
Didapatkan bahwa pasien PGK pada stadium terminal sebesar 23% memiliki keluarga yang
terdiagnois PGK (Kazancioglu, 2013). Orang dengan lingkungan tinggal di daerah mayoritas
mengkonsumsi garam tinggi dapat menjadi faktor risiko PGK di kemudian hari. Hal ini yang
membuat jenis kelamin bukan menjadi faktor risiko utama karena dapat di pengaruhi faktor-
faktor lain.
6.3 Analisis Hubungan Usia dengan PGK di RSUD Abdul Wahab Sjahranie
Samarinda
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kasus yang termasuk faktor risiko usia
berjumlah sebanyak 15 dari 37 orang (40,55%). Hasil uji Chi-square yang dilakukan untuk
menilai hubungan antara usia dengan PGK diperoleh nilai p = 0,293 (P > 0,05). Hasil tersebut
menunjukkan bahwa secara tidak terdapat hubungan antara usia dengan Penyakit Ginjal
Kronis (PGK). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian dilakukan di RSUP Dr.
Mohammad Hoesin Palembang oleh Tjekyan (2012) yaitu tidak terdapat hubungan antara
usia dengan Penyakit Ginjal Kronis (PGK). Risiko untuk terjadinya PGK dapat dimulai dari
umur 30 tahun.
Penelitian yang tidak sejalan adalah penelitian oleh Sulistiowati dan Idaiani (2015) di
Kelurahan Kebon Kelapa Bogor yaitu terdapat hubungan usia dengan PGK dengan nilai p =
0,001 (p > 0,05) dan nilai OR = 13,57 yang artinya orang dengan 48-65 tahun berisiko 13,57
kali mengalami PGK dibandingkan dengan usia 25-48 tahun. Penelitian lain yang berbeda
dari penelitian ini adalah penelitian oleh Pranandari dan Supadmi (2015) di RSUD Wates
Kulon Progo yaitu terdapat hubungan usia dengan PGK dengan nilai = 0,018 dan nilai OR =
51
2,033 yang artinya orang dengan usia > 60 tahun berisiko 2,033 kali mengalami PGK
dibandingkan dengan usia 0-60 tahun.
Perbedaan hasil ini dapat disebabkan oleh kasus PGK di RSUD Abdul Wahab
Sjahanie Samarinda terjadi di usia lebih muda yakni pada usia 30 tahun. Hal ini dapat
disebabkan oleh penurunan massa ginjal yang dimulai pada usia 30 tahun. GFR puncak
selama dekade ketiga kehidupan sekitar 120 mL/mnt/1.73m2, kemudian mengalami
penurunan rata-rata sekitar 1 mL/mnt/1.73m2 dan mencapai nilai rata-rata 70 mL/mnt/1.73m2
pada usia 70 tahun (Arora, 2016). Massa ginjal menurun antara usia 30 dan 80 tahun, dengan
penurunan paling tajam yang pada usia 50. Jaringan parut dan fibrosis, yang dapat
menggantikan beberapa jaringan parenkim, terutama terjadi pada korteks ginjal dan jaringan
parut dapat mempengaruhi nefron yang memiliki fungsi penting untuk membuat konsentrasi
urin yang maksimal. Bahkan pada ginjal yang mengalami penuaan secara normal, 30%
glomerulus dihancurkan dan mengalami sklerosis glomerular secara difus pada usia 75 tahun,
dan glomeruli yang tersisa menunjukkan gangguan kemampuan penyaringan (Imae, Horio,
Watanabe, Iseki & Yamagata, 2009).
6.4 Analisis Hubungan Riwayat Diabetes Melitus dengan PGK di RSUD Abdul
Wahab Sjahranie Samarinda
Hasil Penelitian menunjukkan bahwa kasus yang termasuk faktor risiko riwayat
diabetes melitus berjumlah sebanyak 28 orang (35,44%). Hasil uji Chi-square yang
dilakukan untuk menilai hubungan antara riwayat diabetes melitus dengan PGK diperoleh
nilai p = 0,000 (p < 0,05). Hasil tersebut menunjukkan bahwa secara statistik terdapat
hubungan antara riwayat diabetes melitus dengan Penyakit Ginjal Kronis (PGK). Nilai OR
adalah 6,940 (95% CI 2,563-18,790), yang menunjukkan nilai OR > 1 yaitu memiliki arti
hubungan yang bermakna antara riwayat diabetes melitus dengan Penyakit Ginjal Kronis
(PGK). Berdasarkan hasil tersebut maka dapat disimpulkan bahwa pasien riwayat DM
memiliki risiko 6,940 kali lebih besar terjadi PGK dibandingkan dengan pasien tidak
memiliki riwayat DM. Hasil penelitian ini telah menunjukkan terdapat hubungan antara
52
riwayat diabetes melitus dengan Penyakit Ginjal Kronis (PGK), yang menyatakan bahwa
riwayat diabetes melitus merupakan faktor risiko terjadi PGK.
Hasil penelitian ini sejalan dengan beberapa penelitian. Penelitian yang dilakukan
Lathifah (2016) di RSUD Dr. Moewardi yaitu terdapat hubungan antara riwayat diabetes
melitus dengan PGK. Penelitian ini menggunakan metode Case Control dengan hasil nilai p
= 0,000 (p < 0,05) dan OR 31,909, yaitu orang dengan riwayat diabetes melitus memiliki
risiko 31,909 kali lebih besar mengalami PGK dibandingkan orang yang tidak memiliki
riwayat diabetes melitus. Penelitian lain oleh Adhiatma, Wahab dan Widyantara (2015) di
RSUD Tugurejo Semarang yaitu terdapat hubungan antara riwayat diabetes melitus dengan
PGK. Penelitian ini menggunakan metode cross sectional dengan hasil nilai p = 0,004 dan
OR 5,333, yaitu orang dengan riwayat diabetes melitus memiliki risiko 5,333 kali lebih besar
mengalami PGK dibandingkan orang yang tidak memiliki riwayat diabetes melitus.
Bedasarkan teori yang ada, mekanisme terjadinya peningkatan laju filtrasi glomerulus
pada nefropati diabetik ini masih belum jelas, tetapi kemungkinan disebabkan oleh dilatasi
arteriol aferen oleh efek yang tergantung glukosa, yang diperantai hormon vasoaktif, IGF-1,
Nitric Oxide, prostaglandin dan glukagon. Efek langsung dari hiperglikemia adalah hipertrofi
sel, sintesis matriks ekstraseluler serta produksi TGF- 𝛽 yang diperantarai oleh aktivasi
protein kinase-C (PKC) yang termasuk dalam serine-theonin kinase yang memiliki fungsi
pada vaskular seperti kontraktilitas, aliran darah, proliferasi sel dan permeabilitas kapiler.
Hiperglikemia kronik dapat menyebabkan terjadinya glikasi nonenzimatik asam amino dan
protein ( reaksi Mallard dan Browning). Pada awalnya, glukosa akan mengikat residu amino
secara non-enzimatik menjadi basa Schiff glikasi, lalu terjadi penyusunan ulang untuk
mencapai bentuk yang lebih stabil tetapi masih reversibel dan disebut sebagai produk
amadori. Jika proses ini berlanjut terus, akan terbentuk Advance Glycation End-Products
(AGEs) yang ireversibel. AGEs diperkirakan menjadi perantara bagi beberapa kegiatan
seluler seperti ekspresi adhesion molecules yang berperan dalam penarikan sel-sel
mononuklear, juga pada terjadinya hipertrofi sel, sintesa matriks ekstraseluler serta inhibisi
sintesis Nitric Oxide. Proses ini akan terus berlanjut sampai terjadi ekspansi mesangium dan
53
pembentukan nodul serta fibrosis tubulointersitisialis sesuai dengan tahap-tahap dari
Mogensen. Hipertensi yang timbul bersama dengan bertambahnya kerusakan ginjal, juga
akan mendorong sklerosis pada ginjal pasien diabetes. Penelitian menunjukkan adanya
vasokonstriksi arteriol sebagai akibat kelainan renin angiotensin sistem. Diperkirakan bahwa
hipertensi pada diabetes terutama disebabkan oleh spasme arteriol eferen intrarenal atau
intraglomerulus (Hendromartono, 2009).
6.5 Analisis Hubungan Riwayat Hipertensi dengan PGK di RSUD Abdul Wahab
Sjahranie Samarinda
Hasil Penelitian menunjukkan bahwa kasus yang termasuk faktor risiko riwayat
hipertensi berjumlah 32 orang (86,48%). Hasil uji Chi-square yang dilakukan untuk menilai
hubungan antara riwayat hipertensi dengan PGK di peroleh nilai p = 0,000 (p < 0,05). Hasil
tersebut menunjukkan bahwa secara statistik terdapat hubungan antara riwayat hipertensi
dengan Penyakit Ginjal Kronis (PGK). Nilai OR adalah 20,480 (95% CI 6,293-66,653), yang
menunjukkan nilai OR > 1 yaitu memiliki arti hubungan yang bermakna antara riwayat
hipertensi dengan Penyakit Ginjal Kronis (PGK). Berdasarkan hasil tersebut maka dapat
disimpulkan bahwa pasien riwayat hipertensi memiliki risiko 20,480 kali lebih besar terjadi
PGK dibandingkan dengan pasien tidak memiliki riwayat hipertensi. Hasil penelitian ini telah
menunjukkan terdapat hubungan antara riwayat hipertensi dengan Penyakit Ginjal Kronis
(PGK), yang menyatakan bahwa riwayat hipertensi merupakan faktor risiko terjadi PGK.
Hasil penelitian ini sejalan dengan beberapa penelitian. Penelitian di RSUP Dr.
Mohammad Hoesin Palembang oleh Tjekyan (2012) yaitu terdapat hubungan antara riwayat
hipertensi dengan PGK. Penelitian ini menggunakan metode cross sectional dengan hasil
nilai p = 0,000 (p < 0,05) dan OR 1,419, yaitu orang dengan riwayat hipertensi memiliki
risiko 1,419 kali lebih besar mengalami PGK dibandingkan orang yang tidak memiliki
riwayat hipertensi. Penelitian di RSUD Tugurejo Semarang oleh Adhiatma, Wahab dan
Widyantara (2015) yaitu terdapat hubungan antara riwayat hipertensi dengan PGK.
Penelitian ini menggunakan metode cross sectional dengan hasil nilai p = 0,023 (p < 0,05)
54
dan OR 5,652, yaitu orang dengan riwayat hipertensi memiliki risiko 5,652 kali lebih besar
mengalami PGK dibandingkan orang yang tidak memiliki riwayat hipertensi.
Berdasarkan teori yang ada, hipertensi menyebabkan kompensasi melalui mekanisme
autoregulasi dan fungsi endotel dalam memproduksi nitic oxide (NO) yang masih normal dan
intak terhadap shear stress akan mampu mempertahankan tekanan intraglomerular dalam
keadaan normal sehingga pernurunan fungsi ginjal menjadi sangat lambat. Kompensasi yang
terjadi dari sisa-sisa glomerulus terjadi melalui mekanisme adaptasi yakni dengan
meningkatkan laju filtrasi glomerulus. Hipertensi yang berlangsung lama akan menyebabkan
perubahan resistensi arteriol aferen dan eferen yang menyempit akibat perubahan struktur
mikrosvaskuler. Kondisi ini akan menyebabkan iskemi glomerular dan mengaktivasi respons
inflamasi. Hasilnya, akan terjadi pelepasan mediator inflamasi, endotelin, dan aktivasi
angiotensin II intrarenal. Kondisi ini pada akhirnya akan mengaktivasi apoptosis,
meningkatkan produksi matriks dan deposit pada mikrovaskular glomerulus dan terjadilah
sklerosis glomerulus atau nefrosklerosis. Nefron yang masih sehat akan melakukan
kompensasi dengan melakukan vasodilatasi aferen diikuti peningkatan tekanan
intraglomerular disertai proteinuria masif, yang pada akhirnya akan menyebabkan
nefrosklerosis hipertensif dan berujung ESRD. Struktur arteri aferen berubah, terjadi kolaps
dan sklerosis global pada membran basal glomerulus sehingga arterioal menjadi tidak intak.
Konsekuensi hipertensi kronik akan berakibat terjadinya jejas mikrovaskular, iskemia dan
hipertrofi glomerular. Penyempitan arteri dan arteriol aferen berakibat aliran darah menuju
glomerulus menjadi berkurang sehingga terjadi iskemia glomerular dan glomerulosklerosis.
Iskmeia glomerular menurunkan aliran plasma pascaglomerular yang akan memicu iskemia
tubular, dan kemudian mengaktivasi endotelin, TGF-β yang mengakibatkan sklerosis
glomerular, tubuloinstertisial atau nefrosklerosis (Firmansyah, 2013).
6.6 Analisis Hubungan Obesitas dengan PGK di RSUD Abdul Wahab Sjahranie
Samarinda
Hasil Penelitian menunjukkan bahwa kasus yang termasuk faktor risiko obesitas
berjumlah 10 orang (16,22%). Hasil uji Chi-square yang dilakukan untuk menilai hubungan
55
antara riwayat hipertensi dengan PGK di peroleh nilai p = 0,002 (p < 0,05). Hasil tersebut
menunjukkan bahwa secara statistik terdapat hubungan antara obesitas dengan Penyakit
Ginjal Kronis (PGK). Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan di
RSUD Dr. Soebandi Jember oleh Floresa (2015) yaitu tidak terdapat hubungan antara
obesitas dengan Penyakit Ginjal Kronis (PGK). Penelitian lain yang tidak sejalan dengan
penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan di Kecamatan Blahbatuh Gianyar Bali oleh
Hernaningtya (2012) yaitu tidak terdapat hubungan antara obesitas dengan Penyakit Ginjal
Kronis (PGK). Berdasarkan teori, bahwa lingkar pinggang dan rasio pinggang-panggul
merupakan prediktor yang lebih sensitif dibandingkan IMT.
Penelitian ini sejalan yaitu penelitian di RSUD Dr. M Haulussy Ambon oleh
Hengkessa dan Lawalata (2014) yaitu terdapat hubungan antara obesitas dengan PGK
diperoleh nilai p = 0,002 (p < 0,002) dan nilai OR = 4,012 yang artinya orang dengan faktor
risiko obesitas berisiko 4,012 kali lebih besar di bandingkan orang yang tidak memiliki
obesitas. Obesitas mempengaruhi pengaturan natrium dan resistensi insulin (D'Elia, 2009).
Perbedaan hasil ini disebabkan oleh penilaian oleh IMT kurang sensitif terhadap
faktor risiko PGK. Penilaian melalui pengukuran lingkar pinggang dan rasio pinggang-
panggul merupakan prediktor yang lebih sensitif (Naumik & Mysliwiec,2010). Mekanisme
kerusakan ginjal akibat obesitas disebabkan oleh pengaturan natrium pada orang obesitas dan
resistensi insulin. Peningkatan insulin meningkatkan penyerapan natrium di tubulus
proksimal dan penurunan penyerapan natrium di tubulus distal khususnya makula densa,
menyebabkan umpan balik yang menghasilkan perfusi lebih besar di glomerulus
menyebabkan hiperfiltrasi glomerulus. Peningkatan penyerapan natrium di tubulus
proksimal disebabkan oleh hiperinsulinemia karena peningkatan kadar leptin terlihat pada
orang obesitas. Tingkat aldosteron yang tinggi pada orang obesitas dibandingkan yang tidak
obesitas juga meningkatkan reabsorbsi natrium di tubulus distal (D'Elia, 2009).
56
6.7 Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini dilakukan selama bulan Juli 2017 hingga Agustus 2017 di Poliklinik
Ginjal dan Hipertensi RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda. Keterbatasan selama
penelitian ini adalah beberapa data rekam medik pasien tidak ada jadi peneliti tidak dapat
mengetahui diagnosis pasien tersebut.
57
BAB 7
KESIMPULAN
7.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian di atas, peneliti menyimpulkan bahwa:
1. Jenis kelamin tidak berhubungan dengan PGK di RSUD Abdul Wahab Sjahranie
Samarinda.
2. Usia tidak berhubungan dengan PGK di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.
3. Riwayat Diabetes Mellitus berhubungan dengan PGK di RSUD Abdul Wahab
Sjahranie Samarinda.
4. Riwayat hipertensi berhubungan dengan PGK di RSUD Abdul Wahab Sjahranie
Samarinda.
5. Obesitas berhubungan dengan PGK di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.
7.2 Saran
Terkait hasil penelitian di atas, maka peneliti menyarankan agar:
1. Perlunya penyimpanan data pasien lebih lengkap dan lebih teratur sehingga lebih
memudahkan peneliti untuk melakukan penelitian mengenai penyakit tersebut dan
sampel tidak banyak yang tereksklusi.
2. Perlu dilakukan penelitian tentang faktor risiko lain yang dapat menyebabkan PGK
riwayat penyakit terdahulu, genetik, lingkungan dan pengukuran variabel obesitas
menggunakan pengukuran lingkar pinggang dan rasio pinggang-panggul.
3. Perlu dilakukan penyuluhan dari instansi terkait atau tenaga kesehatan kepada
masyarakat mengenai faktor risiko PGK agar terbangun kesadaran dan kewaspadaan
masyarakat dalam menghindari faktor risiko tersebut.
58
DAFTAR PUSTAKA
Arora, P. (2016, Juli ). Chronic Kidney Disease. Retrieved March 4, 2017, from
medscape: http://emedicine.medscape.com/article/238798-overview#a3
Baylis, C. (2009). Sexual Dirmorphism, the Aging Kidney, and Involvement of Nitric
Oxide Deficiency. Semin Nephrol , 569-578.
CDC. (2014). General Information and National estimates on chrionic kidney disease.
National Chrionic Kidney fact Sheet ,
https://www.cdc.gov/diabetes/pubs/pdf/kidney_factsheet.pdf.
Chaudhry, S. (2016, January 1). Chronic Kidney Disease. Retrieved January 24, 2017,
from McMaster Pathophysiology Review: http://www.pathophys.org/ckd/
Chen, X., & Beddhu, S. (2015). Food for Thought: Diet as a risk factor for CKD.
American Journal of Nephrology , 425-426.
Coresh, J. (2016, April ). Fast Facts. Retrieved Januari Thrusday, 2017, from National
Kidney Foundation:
https://www.kidney.org/news/newsroom/factsheets/FastFacts#Ref
D'Elia, J. A., Roshan, B., Maski, M., & Weinrauch, L. A. (2009). Manifestation of renal
disease in obesity: Pathophysiology of obesity-related dysfunction of the kidney.
International Journal of Nephrology and Renovascular Disease , 39-49.
59
Imae, E., Horio, M., Watanabe, T., Iseki, K., & Yamagata, K. (2009). Abstract.
Prevalence of chrionic Kidney Disease in the Japanese general population ,
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19513802.
Ji, H., Zheng, W., Menini, S., Pesce, C., & Kim, J. (2007). Female Protection in
Progressive Renal Disease Is Associated With Estradiol Attenuation of Superoxide
Production. Gender medicine , 56-68.
K, N., K, O., & M, T. (2013). Aging and Chronic Kidney Disease. Kidney blood
Pressure , 109-120.
Kazancioglu, R. (2013). Risk factors for chronic kidney disease. Atlanta: International
Society Nephrology.
KDIGO. (2012). Clinical Practice Guideline for the Evaluation and Management of
Chronic Kidney Disease. Journal of The International Society of Nephrology , X-XII.
Kemenkes. (2017, Maret 9). Info Datin. Situasi Penyakit Ginjal Kronis , p. 1.
KHA. (2014). Statistics of CKD. Retrieved January 24, 2017, from Kidney Health
Australia: http://kidney.org.au/health-professionals/prevent/statistics
Lesley, A. I., Brad, C. A., Chester, H. F., Tamara, I., Lash, J. P., & et all. (2012).
American Journal Of Kidney Diseases Guideline. KDOQI Clinical Practice Guideline
for the Evaluation and Management of CKD , 713-735.
Maric, C., Sandberg, K., & Hinojosa-Laborde, C. (2008). Age-Related Renal Disease
in Dahl Salt Sensitive Rats is Attenuated with 17β-Estradiol Supplementation by
Modulating Nitric Oxide Synthase Expression. Gend Med , 147-159.
60
Mathew, T. (2015). Chronic Kidney Disease (CKD) Management in General Practice.
Australia: Kidney Health Australia.
Mathew, T. (2015). Guidance and clinical tips to help identify, manage and refer
patients with CKD in your practice. Chronic Kidney Disease (CKD) Management in
General Practice , 5.
Morgado, E., & Neves, P. L. (2012). Hypertension and Chronic Kidney Disease: Cause
and Consequence - Therapeutic Considerations. (H. Babaei, Ed.) Portugal: InTech.
Nicola, L. D., Chiodini, P., Zoccali, C., Borelli, S., & Cianciaruso, B. (2011). Prognosis
of CKD Patients Reveiving Outpatient Nephrology Care In Italy. American Society of
Nephrology , 2421-2428.
NKF. (2011). High Blood Pressure and Chronic Kidney Disease. New York , New
York, USA.
NKF. (2016, January 1). Prevention. Retrieved March 4, 2017, from National Kidney
Foundation: https://www.kidney.org/prevention
NKUDIC. (2012). The Growing Burden of Kidney Disease. Kidney Disease Statistic
for the United States , 1-15.
Paulsen, F., & Washcke, J. (2012). Sobotta Atlas Anatomi Manusia. Jakarta: EGC.
Prakash, S., & O'Hare, A. M. (2009). Interaction Of Aging And CKD. NIH Public
Acces , 497-503.
Sherwood, L. (2011). Fisiologi Manusia : dari sel ke sistem (Vol. 6). (N. Yesdelita,
Ed.) Jakarta: EGC.
Tjekyan, S. (2012). Pembahasan. Prevalensi dan Faktor Risiko Penyakit Ginjal Kronik
di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang , 275-282.
61
Tzanakaki, E., Boudouri, V., Stavropoulou, A., Stylianou, K., Rovithis, M., &
Zidianakis, Z. (2014). Causes and Complications of chronic kidney disease in patients
on dialysis. Health Science Journal , 343-349.
USRDS. (2016). 2016 USRDS annual data report: epidemiology of kidney disease in
the United States. Bethesda: National Institutes of Health.
Vos, T., Barber, R. M., Bell, B., Villa, A. B., & Blryukov, S. (2015, Juni 7). Global
Burden of Disease Study 2013 Collaborators. Global, regional, and national incidence,
prevalence, and years lived with disability for 301 acute and chronic disease and
injuries in 188 countries, 1990-2013: a systematic analysis for the Global Burden of
Disease Study 2013 , pp. 743-800.
WHO. (2012). Summary of Evidence. Sodium Intak for Adults and Children , 11-17.
WKD. (2015). Chronic Kidney Disease. Retrieved June 20, 2017, from World Kidney
Day: http://www.worldkidneyday.org/faqs/chronic-kidney-disease/
62
LAMPIRAN
Lampiran 1
Peneliti
63
Lampiran 2
SURAT PERNYATAAN
Nama :
Jenis Kelamin :
Alamat :
Dengan ini menyatakan bahwa saya telah memahami penjelasan yang di berikan,
sehingga dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan dari siapapun, saya bersedia ikut
serta dalam penelitian ini dari awal hingga akhir penelitian. Selanjutnya, data yang
diperoleh dari penelitian ini hanya dipergunakan untuk kepentingan ilmiah dan apabila
saya inginkanm saya boleh memustuskan untuk keluar / tidak berpartisipasi lagi dalam
penelitian ini tanpa harus menyampaikan alasan apapun.
Saksi Samarinda,.......................
Lampiran 3
64
WAWANCARA PENELITIAN
FAKTOR RISIKO PENYAKIT GINJAL KRONIS
Nama :
No. Rekam medik :
Diagnosis :
Tinggi Badan :
Berat Badan :
Kelompok umur
< 45 tahun ( )
45-54 tahun ( )
55- 64 tahun ( )
65-74 tahun ( )
> 75 tahun ( )
Jenis kelamin
Laki-laki ( ) Perempuan ( )
Riwayat Diabetes ( )
Ya ( ) Tidak ( )
Riwayat Hipertensi ( )
Ya ( ) Tidak ( )
65
Lampiran 4
No Nama Jenis Kelamin Usia Riwayat DM Riwayat HT Riwayat Merokok Obesitas PGK
1 Tn.Su Laki-laki 59 Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak PGK
2 Ny. Su Perempuan 60 Ya Tidak Tidak Ya Tidak PGK
3 Tn.Sup Laki-laki 73 Tidak Tidak Ya Ya Tidak PGK
4 Ny. Sa Perempuan 56 Ya Tidak Tidak Ya Tidak PGK
5 Ny. Wa Perempuan 37 Tidak Tidak Tidak Ya Tidak PGK
6 Tn. Suy Laki-laki 67 Ya Tidak Tidak Ya Tidak PGK
7 Tn.Sam Laki-laki 65 Ya Tidak Ya Ya PGK
8 Tn. W Laki-laki 49 Ya Ya Ya Ya PGK
9 Tn. N Laki-laki 56 Tidak Tidak Ya Tidak Tidak PGK
10 Tn. Sun Laki-laki 68 Tidak Tidak Ya Ya Tidak PGK
11 Ny.As Perempuan 70 Tidak Tidak Ya Ya Tidak PGK
12 Tn.M Laki-laki 75 Tidak Tidak Ya Ya Tidak PGK
13 Tn.MJ Laki-laki 71 Ya Tidak Tidak Tidak Tidak PGK
14 Ny.S Perempuan 74 Tidak Tidak Ya Tidak Tidak PGK
15 Tn.So Laki-laki 71 Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak PGK
16 Tn.A Laki-laki 55 Ya Ya Tidak Tidak PGK
17 Tn. MS Laki-laki 65 Ya Ya Tidak Tidak PGK
18 Tn.K Laki-laki 41 Tidak Tidak Ya Tidak Tidak PGK
19 Ny.A Perempuan 54 Tidak Ya Tidak Ya Tidak PGK
20 Ny EP Perempuan 64 Tidak Ya Tidak Tidak PGK
21 Tn. MBM Laki-laki 76 Tidak Tidak Ya Tidak Tidak PGK
22 Tn.Z Laki-laki 54 Ya Tidak Tidak Tidak Tidak PGK
66
No Nama Jenis Kelamin Usia Riwayat DM Riwayat HT Riwayat Merokok Obesitas PGK
23 Tn.NAH Laki-laki 78 Ya Tidak Ya Tidak PGK
24 Ny.SZh Perempuan 45 Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak PGK
25 Ny.L Perempuan 68 Tidak Ya Tidak Tidak Tidak PGK
26 Tn.D Laki-laki 64 Ya Ya Ya Tidak PGK
27 Ny. MB Perempuan 66 Tidak Ya Ya Tidak Tidak PGK
28 Tn.MY Laki-laki 54 Ya Ya Ya Tidak PGK
29 Tn. D Laki-laki 69 Ya Ya Ya Ya PGK
30 Ny.SZ Perempuan 52 Ya Ya Tidak Tidak PGK
31 Ny.M Perempuan 42 Tidak Ya Tidak Tidak Tidak PGK
32 Tn.LM Laki-laki 59 Ya Tidak Ya Tidak Tidak PGK
33 Tn.Y Laki-laki 62 Ya Tidak Ya Tidak Tidak PGK
34 Tn.Dh Laki-laki 45 Tidak Tidak Ya Tidak Tidak PGK
35 Tn.AM Laki-laki 67 Ya Tidak Tidak Tidak Tidak PGK
36 Ny.H Perempuan 52 Ya Tidak Ya Tidak PGK
37 Ny.Ad Perempuan 47 Tidak Ya Ya Ya PGK
38 Ny.N Perempuan 55 Tidak Ya Ya Tidak Tidak PGK
39 Tn.Ho Laki-laki 50 Tidak Ya Ya Tidak Tidak PGK
40 Tn.U Laki-laki 56 Ya Ya Tidak Tidak PGK
41 Tn.MAT Laki-laki 63 Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak PGK
42 Tn.An Laki-laki 65 Ya Ya Tidak Tidak PGK
43 Tn.YS Laki-laki 59 Tidak Tidak Ya Tidak Tidak PGK
44 Tn.YT Laki-laki 69 Tidak Tidak Tidak Ya Tidak PGK
45 Tn.P Perempuan 55 Ya Ya Ya Tidak PGK
46 Ny.L Perempuan 57 Ya Ya Tidak Ya PGK
47 Tn.Ai Laki-laki 63 Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak PGK
67
No Nama Jenis Kelamin Usia Riwayat DM Riwayat HT Riwayat Merokok Obesitas PGK
48 Tn.So Laki-laki 63 Tidak Tidak Ya Tidak Tidak PGK
49 Ny.TS Perempuan 59 Ya Tidak Ya Tidak Tidak PGK
50 Tn.RT Laki-laki 64 Tidak Ya Tidak Tidak PGK
51 Ny.J Perempuan 69 Ya Ya Tidak Tidak PGK
52 Ny.NH Perempuan 62 Ya Ya Tidak Tidak Tidak PGK
53 Ny.T Perempuan 57 Ya Ya Ya Ya PGK
54 Tn.M Laki-laki 62 Ya Ya Tidak Tidak PGK
55 TN.Gam Laki-laki 64 Ya Tidak Tidak Tidak Tidak PGK
56 Tn.S Laki-laki 69 Ya Ya Ya Tidak PGK
57 Ny.EL Perempuan 63 Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak PGK
58 Tn.DT Laki-laki 49 Tidak Ya Tidak Tidak PGK
59 Tn.DK Laki-laki 68 Ya Tidak Tidak Tidak PGK
60 Tn.MA Laki-laki 73 Ya Tidak Tidak Tidak PGK
61 Tn.YB Laki-laki 60 Tidak Ya Tidak Tidak PGK
62 Ny.IU Perempuan 44 Ya Ya Tidak Ya PGK
63 Ny.MR Perempuan 62 Tidak Ya Tidak Tidak PGK
64 Ny.Mh Perempuan 50 Tidak Ya Tidak Tidak PGK
65 Tn.So Laki-laki 79 Ya Tidak Tidak Tidak Tidak PGK
66 Ny.Sui Perempuan 42 Ya Ya Tidak Tidak PGK
67 Tn.MSn Laki-laki 54 Tidak Ya Ya Tidak Tidak PGK
68 Tn.SB Laki-laki 44 Tidak Ya Tidak Tidak Tidak PGK
69 Tn.SS Laki-laki 57 Tidak Ya Ya Tidak Tidak PGK
68
No Nama Jenis Kelamin Usia Riwayat DM Riwayat HT Riwayat Merokok Obesitas PGK
73 Tn.YP Laki-laki 44 Ya Ya Tidak Ya PGK
74 Ny.M Perempuan 62 Ya Tidak Ya Tidak Tidak PGK
75 Tn.Arh Laki-laki 57 Ya Ya Tidak Ya PGK
76 Ny.RS Perempuan 32 Ya Ya Tidak Tidak PGK
77 Tn.AL Laki-laki 74 Tidak Tidak Ya Tidak Tidak PGK
78 Tn.AS Laki-laki 52 Ya Ya Tidak Tidak PGK
79 Ny.NMM Perempuan 52 Ya Ya Tidak Tidak PGK
69
Lampiran 5
ANALISIS HUBUNGAN
1) Analisis hubungan jenis kelamin dengan PGK di RSUD Abdul Wahab Sjahranie
Samarinda
70
Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df (2-sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square .468 1 .494
Continuity
.205 1 .651
Correctionb
Likelihood Ratio .468 1 .494
Fisher's Exact Test .645 .325
N of Valid Cases 79
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 14.52.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence
Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Jenis
Kelamin Responden .729 .295 1.805
(Laki-laki / Perempuan)
For cohort PGK = PGK .848 .531 1.354
For cohort PGK = Tidak
1.162 .748 1.807
PGK
N of Valid Cases 79
71
2) Analisis hubungan usia dengan PGK di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda
Usia * PGK
Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df (2-sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 1.108 1 .293
Continuity
.683 1 .409
Correctionb
Likelihood Ratio 1.111 1 .292
Fisher's Exact Test .368 .204
N of Valid Cases 79
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 17.33.
b. Computed only for a 2x2 table
72
Risk Estimate
95% Confidence
Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Usia
.620 .254 1.514
Responden (>60 / 0-60)
For cohort PGK = PGK .774 .476 1.257
For cohort PGK = Tidak
1.249 .825 1.889
PGK
N of Valid Cases 79
Riwayat DM * PGK
Cases
73
Riwayat Diabetes Melitus * PGK Crosstabulation
Count
PGK
Tidak 9 29 38
Total 37 42 79
Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df (2-sided) sided) sided)
Continuity
14.020 1 .000
Correctionb
N of Valid Cases 79
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 17.80.
74
Risk Estimate
95% Confidence
Interval
N of Valid Cases 79
4) Analisis hubungan riwayat hipertensi dengan PGK di RSUD Abdul Wahab Sjahranie
Samarinda
75
Riwayat Hipertensi * PGK Crosstabulation
Count
PGK
PGK Tidak PGK Total
Riwayat Hipertensi Ya 32 10 42
Tidak 5 32 37
Total 37 42 79
Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df (2-sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 31.034a 1 .000
Continuity
28.568 1 .000
Correctionb
Likelihood Ratio 33.789 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
N of Valid Cases 79
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 17.33.
b. Computed only for a 2x2 table
76
Risk Estimate
95% Confidence
Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Riwayat
20.480 6.293 66.653
Hipertensi (Ya / Tidak)
For cohort PGK = PGK 5.638 2.452 12.962
For cohort PGK = Tidak
.275 .158 .480
PGK
N of Valid Cases 79
5) Analisis hubungan obesitas dengan PGK di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda
Cases
PGK
Obesitas Ya 10 26 36
Tidak 27 16 43
Total 37 42 79
Chi-Square Tests
77
Asymptotic
Significance (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 16.86.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
78
Lampiran 6
ETIK PENELITIAN
79
Lampiran 7
80