Anda di halaman 1dari 25

Lab/SMF Farmasi-Farmakoterapi P-treatment

Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
HALAMAN JUDUL

ANTI DEPRESAN

Disusun Oleh
David Ivander 1410015074
Yuliana Belinda 1410015061

Pembimbing
dr. Ika Fikriah, M.Kes

Lab/SMF Ilmu Farmasi/Farmakoterapi


Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman
Samarinda
2019

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat-
Nya, kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah tentang P-Treatment Anti Depresan.
Makalah ini disusun dalam rangka tugas kepaniteraan klinik di Laboratorium Farmakologi
Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman.
Kami mengucapkan terima kasih kepada dr. Ika Fikriah, M. Kes, selaku dosen
pembimbing kami. Terdapat ketidaksempurnaan dalam makalah ini, sehingga kami
mengharapkan kritik dan saran demi penyempurnan makalah ini. Akhir kata, semoga makalah
ini berguna bagi para pembaca.

Samarinda, 27 Juni 2019

Penyusun

2
DAFTAR ISI

Hal.
HALAMAN JUDUL ............................................................................................... 1
KATA PENGANTAR ............................................................................................. 2
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 5
BAB III ANALISA KASUS DAN P-TREATMENT ........................................ 15
DAFTAR PUSTAKA ............................................ Error! Bookmark not defined.

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Depresi merupakan salah satu masalah kesehatan mental utama saat ini, yang mendapatkan
perhatian serius. Orang yang mengalami depresi umumnya mengalami gangguan yang meliputi keadaan
emosi, motivasi, fungsional, dan tingkah laku serta kognisi bercirikan ketidakberdayaan yang
berlebihan (Kaplan et al., 1997). Depresi dapat terjadi pada anak-anak, remaja, dewasa, dan orang tua.
Orang yang mengalami depresi akan memunculkan emosi-emosi yang negatif seperti rasa sedih, benci,
iri, putus asa, kecemasan, ketakutan, dendam dan memiliki rasa bersalah yang dapat disertai dengan
berbagai gejala fisik (Korff and Simon., 1996).
WHO (2012) menyatakan bahwa depresi berada pada urutan keempat penyakit paling sering di
dunia. Depresi sering ditemui dalam kasus gangguan jiwa. Pravalensi pada wanita diperkirakan 10-25%
dan laki-laki 5-12%. Walaupun depresi lebih sering pada wanita, bunuh diri lebih sering terjadi pada
laki-laki terutama usia muda dan usia tua (Nurmiati, 2005). Prevalensi gangguan jiwa berat pada
penduduk Indonesia sebesar 1,7 per mil. Penderita gangguan jiwa berat paling banyak terdapat di
Yogyakarta, Aceh, Sulawesi Selatan, Bali dan Jawa Tengah. Proporsi rumah tangga yang pernah
memasung anggota rumah tangga gangguan jiwa berat sebesar 14,3% serta pada kelompok penduduk
dengan indeks kepemilikan terbawah sebesar 19,5%. Prevalensi gangguan mental emosional pada
penduduk Indonesia sebesar 6%. Provinsi dengan prevalensi gangguan emosional paling tinggi adalah
Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Jawa Barat, DI Yogyakarta dan Nusa Tenggara Timur (Depkes RI,
2013).
Antidepresan adalah obat yang digunakan untuk pengobatan depresi. Kadar neurotransmiter
terutama norepinefrin dan serotonin dalam otak sangat berpengaruh dalam keadaan depresi dan
gangguan Sistem Safar Pusat. Rendahnya kadar norepinefrin dan serotonin didalam otak yang
menyebabkan gangguan depresi, dan apabila kadarnya terlalu tinggi menyebabkan mania. Oleh karena
itu antidepresan adalah obat yang mampu meningkatkan kadar norepinefrin dan serotonin di dalam otak
(Prayitno, 2008).

1.2. Tujuan
Memilih jenis terapi yang sesuai dengan diagnosis pasien yaitu berdasarkan efek
farmakodinamik, farmakokinetik, efek samping, indikasi dan kontraindikasi, dan biaya.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi

Depresi merupakan salah satu masalah kesehatan mental. Orang yang mengalami depresi
umumnya mengalami gangguan yang meliputi keadaan emosi, motivasi, fungsional, dan tingkah laku
serta kognisis bercirikan ketidakpercayaan yang berlebihan (Lubis, 2009). Depresi didefinisikan
sebagai gangguan mental dengan penurunan mood, kehilangan minat atau perasaan senang, adannya
perasaan bersalah atau rendah diri, gangguan tidur atau penurunan selera makan, sulit kontrol atau
kelemahan fisik. Gangguan ini dapat menjadi kronik atau kambuh dan mengganggu aktifitas pasien.
Pada keadaan terburuk dapat mencetuskan bunuh diri, suatu kejadian fatal yang dewasa ini semakin
sering terjadi (Ganiswara, 1995).

2. Epidemiologi

Resiko selama masa hidup terkena penyakit depresi berkisar antara 10-20% dengan angka
kejadian hampir dua kali lipat pada wanita. Onset pertama biasanya terjadi pada dekade ketiga, dengan
prevalensi titik yang lebih tinggi pada usia menengah dan tua. Depresi lebih sering ditemukan pada
daerah perkotaan dibandingkan pedesaan dan terutama terjadi pada wanita dari kelas sosio-ekonomi
yang rendah (Katona et al, 2012). Alasan dalam penelitian di negara barat dikatakan karena masalah
hormonal, dampak melahirkan, stressor dan pola perilaku yang dipelajari (Depkesa, 2007).

Gangguan depresi berat paling sering terjadi dengan prevalensi seumur hidup adalah kira-kira
15%, sedangkan pada wanita 25% (Kaplan & Saddock, 2007). Banyak orang mengalami gangguan
depresif terkait dengan penggunaan napza dan alkohol karena napza terdiri dari substansi kimia yang
mempengaruhi fungsi otak, terus menggunakan napza akan membuat zat kimiawi otak mengalami
ketidakseimbangan, sehingga mengganggu proses pikir, perasaan dan perilaku (Depkesa, 2007).

3. Etiologi

Etiologi gangguan depresi sangat komplek dan melibatkan banyak faktor, seperti faktor
genetik, faktor biologi, dan faktor psikososial (Katona et al., 2012). Penyebab gangguan jiwa senantiasa
dipikirkan dari sisi organobiologik, sosiokultural, dan psikoedukatif. Dari sisi biologik dikatakan
adannya gangguan pada neurontransmiter norefinefrin, serotonin, dan dopamin. Ketidakseimbangan
kimiawi otak yang bertugas menjadi penerus komunikasi antar serabut saraf membuat tubuh menerima
komunikasi secara salah dalam pikiran, perasaan dan perilaku. Oleh karena itu, pada terapi

5
farmakologik adalah memperbaiki kerja neurotransmiter norefinefrin, serotonin dan dopamin (Depkesa,
2007).

4. Patofisiologi

Patofisiologi depresi dijelaskan dalam beberapa hipotesis. Amina biogenik merupakan


hipotesis yang menyatakan, depresi disebabkan menurunnya atau berkurangnya jumlah neurotransmiter
norefinefrin (NE), serotonin (5-HT) dan dopamine (DA) di dalam otak (Sukandar dkk., 2008). Hipotesis
sensitifitas reseptor yaitu perubahan patologis pada reseptor yang dikarenakan terlalu kecilnya stimulasi
oleh monoamin yang dapat menyebakan depresi. Hipotesis desregulasi, tidak beraturannya
neurotransmiter sehingga terjadi gangguan depresi. Dalam teori ini ditekankan pada kegagalan
homeostatik sistem neurotransmiter, bukan pada penurunan atau peningkatan absolut aktivitas
neurotransmiter (Teter et al., 2007).

5. Faktor Resiko Depresi

Menurut Kaplan & Saddock (2007), faktor resiko terjadinnya depresi antara lain:

a. Jenis kelamin

Prevalensi gangguan depresi berat dua kali lebih besar pada wanita dibandingkan laki-laki. Hal
ini dikarenakan perbedaan hormonal, efek kelahiran, perbedaan stresor psikososial bagi wanita dan laki-
laki, dan model perilaku tentang keputusasaan yang dipelajari. Berbeda dengan gangguan depresi berat,
gangguan depresi bipolar 1 mempunyai prevalensi yang sama.

b. Usia

Rata-rata usia onset untuk gangguan depresi berat adalah kira-kira 40 tahun, 50 persen dari
semua pasien mempunyai onset antara 20 dan 50 tahun. Gangguan depresif berat juga mungkin
memiliki onset selama masa anak- anak atau pada lanjut usia, walaupun hal tersebut jarang terjadi.
Beberapa data epidemiologis baru-baru ini menyatakan bahwa insiden gangguan depresif berat
mungkin meningkat pada orang-orang yang berusia kurang dari 20 tahun.

c. Ras

Prevalensi gangguan mood tidak berbeda dari satu ras ke ras lain. Terapi klinis cenderung
kurang mendiagnosis gangguan mood dan terlalu mendiagnosis skizofrenia pada pasien yang
mempunyai latar belakang rasial yang berbeda dengan dirinya.

6
d. Status perkawinan

Pada umumnya, gangguan depresif berat terjadi paling sering pada orang yang tidak memiliki
hubungan interpersonal yang erat atau yang cerai atau berpisah. Gangguan bipolar 1 adalah lebih sering
pada orang yang bercerai dan hidup sendirian dari pada orang yang menikah, tetapi perbedaan tersebut
mungkin mencerminkan onset awal dan percekcokan perkawinan yang diakibatkan karakterikstik untuk
gangguan tersebut.

6. Gejala Depresi

Berdasarkan pedoman penggolongan dan diagnosis gangguan jiwa (PPDGJ III), gejala utama
depresi meliputi menderita suasana perasan yang depresif, kehilangan minat dan kegembiraan,
berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah dan berkurangnya aktifitas,
gejala lazim lainnnya adalah konsentrasi dan perhatian kurang, harga diri dan kepercayaan diri
berkurang, gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna, pandangan masa depan yang suram dan
pesimistis, bunuh diri, tidur terganggu, nafsu makan berkurang (Maslim, 2003).

7. Diagnosis dan Klasifikasi Depresi

Berikut ini klasifikasi depresi menurut pedoman penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa-III
(Depkesb, 2007) yaitu:

Gejala utama pada gangguan depresif ringan, sedang dan berat:

1. Afek depresi
2. Kehilangan minat dan kegembiraan
3. Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah dan menurunnya
aktivitas. Gejala lainnya adalah konsentrasi dan perhatian berkurang, harga diri dan percaya
diri berkurang, pikiran rasa bersalah dan tidak berguna, pikiran atau perbuatan yang
membahayakan diri atau bunuh diri, tidur terganggu dan nafsu makan terganggu.

Berdasarkan pedoman penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa-III (Depkesb, 2007) diagnosis


antara lain:

1. Episode depresi ringan

Sekurang-kurangnya harus ada dua dari tiga gejala utama depresi ditambah dua dari
gejala lainnya. Lama periode depresi sekurang-kurangnya selama dua minggu. Hanya sedikit
kesulitan kegiatan sosial yang umum dilakukan.

7
2. Episode depresi sedang

Sekurang-kurangnya harus ada dua dari tiga gejala utama depresi seperti pada episode
depresi ringan ditambah tiga atau empat dari gejala lainnya. Lama episode depresi minimum
dua minggu serta menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial.

3. Episode depresi berat tanpa gejala psikotik

Semua tiga gejala utama harus ada ditambah sekurang-kurangnya empat dari gejala
lainnya. Lama periode depresi sekurang-kurangnya dua minggu akan tetapi apabila gejala
sangat berat dan onset sangat cepat maka dibenarkan untuk mengegakkan diagnosa dalam
kurun waktu kurang dari 2 minggu. orang sangat tidak mungkin mampu meneruskan kegiatan
sosialnya.

4. Episode depresi berat dengan gejala psikotik

Episode depresi berat yang memenuhi kriteria tersebut disertai halusinasi. Halusinasi
biasannya melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan atau malapetaka yang mengancam dan
penderita merasa bertanggung jawab atas hal itu. Halusinasi auditorik atau olfatorik biasannya
berupa suara yang menghina atau menuduh.

8. Obat Antidepresan

Antidepresi atau obat antimurung adalah obat-obat yang mampu memperbaiki suasanan jiwa
(mood) dengan menghilangkan atau meringankan gejala keadaan murung yang tidak disebabkan oleh
kesulitan sosial-ekonomi, obat-obatan atau penyakit (Tjay & Rahardja, 2007).

Saat ini ada 23 obat antidepresan yang telah ada di pasaran yaitu golongan SSRI, SNRs, NSRIs,
TCA, MAOIs, dan Miscellaneous misalnya trazadone, mirtazapine (Finley, 2008).

Berdasarkan pembanding standar Diagnosing and Treating Depression- Adult-Primary Care


Clinical Practice Guideline (CPG) September 2013 daftar obat antidepresan dapat dilihat pada tabel I
berikut:

8
Tabel I. Daftar Obat Antidepresan dan Dosis (Anonim, 2011)

Obat Antidepresan
Dosis

Selective Serotonin Reuptake Inhibitor

(SSRI)
• Citalopram 20-40 mg
• Escitalopram 10-20 mg
• Fluoxetin 10-80 mg
• Paroxetin 10-60 mg
• Sertalin 50-200 mg
• Trazodone 150-600 mg

Norepinepherine Serotonin Reuptake Inhibitors (NSRI)

• Desvenlafaxine 50 mg
• Duloxetin 40-60 mg
• Mirtazapine 15-45 mg
• V enlafaxine 75-225mg

Norepinephrine Dopamine Reuptake Inhibitor (NDRIs)

• Bupropion 100-150 mg
Antidepresan Trisiklik & Tetrasiklik
• Amitripthylin 50-150 mg
• Amoxapine 50 mg
• Despiramine 100-300 mg
• Doxepine 25-300 mg
• Imipramine 75-200 mg
• Maprotiline 75-150 mg
• Nortriptyline 75-150 mg
Mono Amin Oxidase Inhibitor (MAOI)
• Phenelzine 15 mg
• Selegiline 6 mg
• Tranylcypromine 30 mg

9
9. Penggolongan Antidepresan

a) Antidepresan Trisiklik (TCA)

Antidepresan Trisiklik (TCA) bekerja dengan menghambat ambilan norepinefrin dan serotonin
ke neuron (Mycek et al., 2001). Efek samping yang ditimbulkan dari pengguaan obat ini misalnya mulut
kering, penglihatan kabur, konstipasi, retensi urin. Penghambatan pada reseptor histamin menghasilkan
efek sedasi, sedangkan penghambatan pada reseptor αq adrenergik menghasilkan hipotensi ortostatik.
Namun potensinya pada kedua reseptor tersebut relatif lemah. Efek samping overdosis adalah
kebingungan, mania, dan gangguan irama jantung (Nugraha, 2006). Antidepresan trisiklik efektif dalam
mengobati depresi tetapi tidak lagi digunakan sebagai obat lini pertama, karena efek sampingnya dan
efek kardiotoksik pada pasien yang overdosis TCA (Unutzer, 2007).

b) Norepinephrine Dopamine Reuptake Inhibitor (NDRIs)

Norepinephrine Dopamine Reuptake Inhibitor (NDRIs) adalah antidepresan yang memiliki


efek yang tidak begitu besar dalam reuptake norepinefrin dan serotonin. Bupropion merupakan satu-
satunya obat golongan aminoketon (Teter et al., 2007). Bupropion digunakan sebagai terapi apabila
pasien tidak berespon terhadap antidepresan SSRI (Mann, 2005). Efek samping yang ditimbulkan
bupropion yaitu mual, muntah, tremor, insomnia, dan mulut kering (Teter et al., 2007).

c) Selectif Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI)

Selectif Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI) merupakan golongan antidepresan yang secara
spesifik menghambat ambilan serotonin di dalam otak (Mycek et al., 2001). Efek antikolinergiknya
sangat rendah, dan relatif tidak berbahaya pada penggunaan over dosis. Efektifitasnya sama dengan
TCA dan MAO inhibitor pada penanganan depresi menengah, namun kurang efektif pada penanganan
depresi berat (Nugraha, 2006). Diantara antidepresan SSRI, metabolit aktif fluoxetin mempunyai waktu
paro yang paling panjang, sehingga dapat digunakan hanya satu kali sehari (Mann, 2005). Fluoxetin
Obat ini merupakan obat golongan SSRI yang paling luas digunakan, karena obat ini kurang
menyebabkan antikolinergik, hampir tidak menimbulkan sedasi dan cukup diberikan satu kali sehari
(Katzung, 2004). Fluoxetin merupakan antidepresan yang secara spesifik menghambat ambilan 5-HT
yang sangat selektif dan poten. Obat ini diabsorpsi baik pada pemberian per oral, bioavibilitas tidak
dipengaruhi makanan. Waktu paruh dalam pemberian dosis tunggal ialah 48-72 jam. Efek samping
fluoxetin yang berbahaya jarang terjadi, dalam dosis biasa dapat berupa keluhan SSP (cemas, insomnia,
mengantuk, lelah, astenia, tremor) berkeringat, gangguan saluran cerna, sakit kepala dan “rast” kulit
(Ganiswara, 1995). Fluoxetin tidak boleh diberikan bersama penghambat MAO inhibitor dan

10
antidepresan trisiklik karena fluoxetin dapat menaikkan kadar plasma antidepresan trisiklik hingga 2
kalinya, pemakaian bersamanya dapat meningkatkan intensitas efek samping (Ganiswara, 1995).

d) Mono Amine Oxidase Inhibitor (MAOI)

Mono Amine Oxidase Inhibitor (MAOI) merupakan suatu sistem enzim yang ditemukan di
dalam jaringan syaraf dan jaringan lain, seperti usus dan hati. Dalam neuron, MAO berfungsi sebagai
“katup penyelamat”, memberikan deaminasi okidatif dan meng-nonaktifkan setiap molekul
neurotransmiter (norepinefrin, dopamin, dan serotonin) yang berlebih dan bocor keluar vesikel sinaptik
ketika neoron istirahat. Inhibitor MAO bekerja dengan meng- nonaktifkan enzim secara ireversibel atau
reversibel, sehingga molekul neurotransmiter tidak mengalami degradasi dan karenanya keduanya
menumpuk dalam neuron presinaptik dan masuk ke ruang sinaptik. Hal ini menyebabkan aktivasi
reseptor norepinefrin dan serotonin, dan menyebabkan aktivasi reseptor norepinefrin dan serotonin, dan
menyebabkan aktivasi depresi obat (Mycek et al., 2001).

Mono Amine Oxidase (MAO) terdapat dalam dua bentuk, MAO-A dan MAO-B, dan keduanya
berperan dalam penguraian monoamin secara kimia untuk membuat monoamin tersebut tidak aktif.
Kedua monoamin tersebut ditemukan pada neuron yang menghasilkan monoamin. Obat yang
menghambat penguraian tersebut disebut MAOI penghambatan penguraian tersebut menyebabkan
peningkatan ketersediaan monoamin, yang bersama dengan antidepresan trisiklik, akan memicu efek
antidepresan (Barker et al., 2012).

Efek samping dari golongan MAO Inhibitor yang sering muncul yaitu postural hipotensi. Efek
samping ini lebih sering muncul pada penggunaan fenelzin dan tranilsipromin. Hipotensi ini dapat
diminimalisir dengan pemberian dosis terbagi. Efek antikolinergik berupa mulut kering dan konstipasi.
Efek samping ini sering terjadi namun lebih ringan dari pada yang disebabkan oleh antidepresan trisiklik
(Kando et al., 2005).

Obat ini jarang digunakan karena tingginya resiko interaksi obat, terutama bersama obat
antidepresan lain. Obat ini juga dapat berinteraksi secara negatif bersama makanan yang mengandung
tiramin dan dopamin. Interaksi tersebut dapat menimbulkan peningkatan tekanan darah ke tingkat
membahayakan (Barber et al., 2012). Pasien diperingatkan untuk tidak memakan makanan dengan
kandungan tiramin tinggi karena dapat terjadi krisis hipertensi. Contoh makanan dengan kandungan
tiramin tinggi yaitu keju, yogurt, hati sapi atau ayam, anggur merah, buah seperti pisang, alpukat, coklat,
ginseng, kafein, dll (Depkesa, 2007).

11
e) Serotonin/Norepinephrin Reuptake Inhibitor (SNRI)

Golongan Serotonin/Norepinephrin Reuptake Inhibitor (SNRI) bekerja dengan mengeblok


monoamin dengan lebih selektif dari pada antidepresan trisiklik, serta tidak menimbulkan efek yang
tidak ditimbulkan antidepresan trisiklik (Mann, 2005). Obat yang termasuk golongan SNRI yaitu
venlafaxine dan duloxetine. Efek samping yang biasa mincul pada obat venlafaxine yaitu mual,
disfungsi seksual. Efek samping yang muncul dari duloxetine yaitu mual, mulut kering, konstipasi, dan
insomnia (Teter et al., 2007).

10. Penatalaksana Terapi

12
11. Terapi Tambahan

Terapi tambahan berupa obat antipsikotik. Antipsikotik digunakan untuk meningkatkan efek
antidepresan. Ada dua macam antipsikotik yaitu antipsikotik tipikal dan antipsikotik atipikal.
Antipsikotik tipikal bekerja memblok reseptor dopamin. Obat-obat yang termasuk antipsikotik tipikal
yaitu clorpromazin, fluphenazin, dan haloperidol. Antipsikotik atipikal bekerja memblok reseptor
dopamin dan serotonin. Obat-obat yang termasuk dalam antipsikotik atipikal yaitu clozapin, olanzapin,
dan aripripazol (Mann, 2005).

12. Terapi Non Farmakologi

a. Electro Convulsive Therapy (ECT)

ECT adalah terapi dengan melewatkan arus listrik ke otak. Metode terapi semacam ini sering
digunakan pada kasus depresif berat atau mempunyai risiko bunuh diri yang besar dan respon terapi
dengan obat antidepresan kurang baik. Pada penderita dengan risiko bunuh diri, ECT menjadi sangat
penting karena ECT akan menurunkan risiko bunuh diri dan dengan ECT lama rawat di rumah sakit
menjadi lebih pendek. Pada keadaan tertentu tidak dianjurkan ECT, bahkan pada beberapa kondisi
tindakan ECT merupakan kontra indikasi. ECT tidak dianjurkan pada keadaan usia yang masih terlalu
muda (kurang dari 15 tahun), masih sekolah atau kuliah, mempunyai riwayat kejang, psikosis kronik,
kondisi fisik kurang baik, wanita hamil dan menyusui (Depkesa, 2007).

Selain itu, ECT dikontraindikasikan pada pasien yang menderita epilepsi, TBC milier, tekanan
tinggi intra kracial dan kelainan infark jantung. Depresif berisiko kambuh manakala penderita tidak
patuh, ketidaktahuan, pengaruh tradisi yang tidak percaya dokter, dan tidak nyaman dengan efek
samping obat. Terapi ECT dapat menjadi pilihan yang paling efektif dan efek samping kecil. Terapi
perubahan perilaku meliputi penghapusan perilaku yang mendorong terjadinya depresi dan pembiasaan
perilaku baru yang lebih sehat. Berbagai metode dapat dilakukan seperti CBT (Cognitive Behaviour
Therapy) yang biasanya dilakukan oleh konselor, psikolog dan psikiater (Depkesa, 2007).

b. Psikoterapi

Psikoterapi merupakan terapi yang digunakan untuk menghilangkan atau mengurangi keluhan-
keluhan dan mencegah kambuhnya gangguan psikologik atau pola perilaku maladaptif. Terapi
dilakukan dengan jalan pembentukan hubungan profesional antara terapis dengan penderita. Psikoterapi
pada penderita gangguan depresif dapat diberikan secara individu, kelompok, atau pasangan

13
disesuaikan dengan gangguan psikologik yang mendasarinya. Psikoterapi dilakukan dengan
memberikan kehangatan, empati, pengertian dan optimisme. (Depkesa, 2007).

14
BAB III
ANALISA KASUS DAN P-TREATMENT

KASUS

Seorang mahasiswa berusia 18 tahun datang ke poliklinik mengeluh nafsu makan menurun,
tidak dapat tidur nyenyak, sering terbangun, energi berkurang, dan kerpercayaan diri menurun.
Dia juga mengeluh kadang-kadang ingin mati saja. Keluhan ini sudah 3 minggu dirasakan sejak
dikucilkan oleh teman-teman sekolahnya dikarenakan orang tuanya yang bercerai (broken
home). Raut wajahnya tampak sangat sedih, bicara perlahan dan suaranya nyaris tak terdengar.
Begitu dalam berespon agak lambat. Ketika di tanya apakah pernah terlintas dalam pikirannya
untuk bunuh diri atau membunuh orang lain, dia menjawab “saya dapat mengendalikan diri
saya sekarang”. Pemeriksaan fisik di lakukan dan hasilnya dalam batas normal.

Analisa kasus

Menurut PPDGJ III, kriteria diagnosis episode depresif (F32) adalah sebegai berikut:

Gejala utama:

1) Afek depresif
2) Kehilangan minat dan kegembiraan
3) Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah

Gejala penyerta lainnya adalah:

1) Konsentrasi dan perhatian berkurang


2) Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
3) Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
4) Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
5) Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri
6) Tidur terganggu (gejala somatik)
7) Nafsu makan menurun (gejala somatik)
Gejala-gejala tersebut harus dialami selama 2 minggu berturut-turut. Pasien memenuhi tiga
gejala utama dan 4 gejala penyerta sehingga pasien termasuk dalam kategori depresi berat tanpa
gejala psikotik (F32.2)

Sesuai panduan DSM V, seseorang mengalami depresi jika orang tersebut setidaknya
mengalami 5 gejala depresi dan kondisi tersebut lebih selama periode 2 minggu yang sama.
Dari 5 jenis kriteria yang disebutkan setidaknya 1 (satu) dari gejala depresi tersebut berupa
penurunan suasana hati atau minat. Kriteria diagnostik tersebut adalah sebagai berikut:

1. Mengalami penurunan suasana hati / mood hampir sepanjang hari hingga setidaknya
selama 2 minggu.
2. Mengalami penurunan minat pada aktivitas sehari-hari.

15
3. Mengalami penurunan berat badan yang signifikan meskipun tidak sedang diet.
4. Mengalami permasalahan tidur seperti insomnia / hypersomnia setiap hari.
5. Penurunan kemampuan berpikir dan gerakan melamban (berdasarkan pengamatan
orang lain, bukan perasaan subjektif).
6. Mengalami kelelahan dan kehilangan energi hampir setiap hari.
7. Merasa tidak berharga atau rasa bersalah yang berlebih.
8. Kesulitan berkonsentrasi dan berkurangnya kemampuan berpikir.
9. Sering memiliki keinginan untuk mengakhiri hidup.

P-Treatment

Tahap penetuan P-treatment :

1. Problem pasien
2. Tujuan terapi
3. Pemilihan terapi
4. Pemberian terapi (resep jika ada)
5. Komunikasi terapi
6. Monitoring dan evaluasi

A. P-Treatment
I. Menentukan Problem Pasien
Masalah utama : tidak nafsu makan
Masalah tambahan :-
Diagnosis : Episode Depresi Mayor
II. Menentukan Tujuan Terapi
 Mengeliminasi atau mengurangi gejala depresi
 Menimbulkan efek samping
 Memastikan kepatuhan terhadap pengobatan
 Mencegah episode depresi lebih lanjut
III. Merencanakan Terapi
Terapi Non Farmakologis
 Terapi individual dimana pasien dianjurkan untuk mengurangi stress, serta
menjauhi hal-hal yang dapat memicu timbulnya kekambuhan gejala.
 Terapi spiritual agar pasien dapat merasa lebih tenang dalam menjalani
kehidupan.
 Mencari kesibukan sesuai hobi dan minat yang dimiliki atau mencari
kegiatan lain yang mampu menenangkan pikiran.
 Terapi Elektrokonvulsi (ECT) merupakan terapi yang aman dan efektif
untuk semua subtipe gangguan depresi mayor.

16
Gol. Obat Efficacy Safety Suitability Cost

SSRI +++ +++ +++ ++

(Sitalopram, Farmakodinamik : Efek samping : Kontraindikasi: Luvox


mual, penuruanan
Escitalopra, 1. Menyebabkan libido dan fungsi Epilepsi, anak-anak Tab 50 mg
Fluoksetin, peningkatan seksual, interaksi 20's Rp92070
Fluvoksamin, konsentrasi berbahaya dengan
Paroksetin, neurotransmitter di MAOI (sindrom
celah sinap sehingga serotonin).
meningkatan aktivitas
neuron post sinap
(memblok re-uptake
serotonin)

Farmakokinetik:

1. Absorbsi: diabsorbsi
dengan baik. Kadar
puncak dicapai rata-
rata 5 jam. Hanya
sertraline yang
mengalami
metabolism lintas
pertama.
2. Distribusi: semua obat
didistribusi dengan
baik. Kebanyakan
SSRI nemiliki waktu
paruh plasma antara
16-36 jam.
3. Metabolisme:
dimetabolisme oleh
enzim P450-
dependent dan
glukoronida atau
konjugasi sulfat
Resisten terhadap
enzim katekol-
Olmetiltrasferase
yang banyak terdapat
pada dinding usus dan
hati.

17
Ekskresi: melalui ginjal,
kecuali paroxetine dan
sertraline, yang juga
mengalami ekskresi
melalui feses (35-50%)

Antidepressan +++ ++ ++ +
Trisiklik
(Tricyclic Farmakodinamik : Efek samping : Kontraindikasi : Anafranil
Anti- 1. menghambat pompa - antikolinergik : MI, mania, Tab 25 mg
depressant reuptake amin mulut dan kulit 50's Rp355815
(TCA)) (noreoineprine atau kering, Penyakit hati berat,
serotonin) yang menuju penglihatan kabur, aritmia,
neuron presinaps. konstipasi, dan leukopenia,
susah buang air
kecil. agranulositosis,
epilepsi, anemia
Farmakokinetik :

1. Absorbsi: diabsorbsi aplastik, hepatitis


Hipotensi
dengan baik setelah ortostatik,
dikonsumsi secara
oral, begitu narrow-angle
diabsorbsi akan glaucoma
tersebar luas.
Konsentrasi di dalam , aritmia jantung
serum mencapai (palingsering
puncak dalam ditemukan)
beberapa jam
2. Metabolisme : oleh
enzim mikrosomal
hati, diikuti konjugasi
oleh asam glukuronat
3. Ekskresi: urin

Penghambat ++ + ++ Tidak tersedia


Monoamine (ditarik dari
Oxidase Farmakodinamik : Efek samping : Kontraindikasi : per-
1. menghambat sangat toksik, Feokromositoma, edaran)
inaktivasi monoamin mengantuk, kebingungan akut,
oleh MAO dalam otak hipotensi anak-anak
dan di seluruh tubuh, orthostatic,
sehingga monoamin pandangan kabur,
tetap aktif dan mulut kering,

18
berdifusi kedalam dysuri, dan
ruang sinaps konstipasi,
interaksi
berbahaya dengan
Farmakokinetik : SSRI (sindrom
4. Absorbsi: diabsorbsi serotonin), krisis
dengan baik setelah hipertensi jika
dikonsumsi secara mengonsumsi
oral, namun efek makanan yang
pengobatan mengandung
antidepresan tiramin
membutuhkan waktu
2 hingga 4 minggu.
Regenerasi enzim,
ketika inaktivasi
irreversible,
bervariasi, dan
biasanya terjadi
beberapa minggu
setelah terminasi
obat.
5. Metabolisme: Hati
Ekskresi: urin

Pada dasarnya semua obat anti depresi mempunyai efek primer (klinis/efikasi) yang sama pada
dosis ekivalen, perbedaan utama pada efek samping yang dihasilkannya. Setelah melalui
metode pemilihan p-drug, dipilihlah golongan SSRI dengan hasil penilaian lebih baik dari
golongan lain yang dicantumkan. Alasan tersebut dilihat dari perjalanan obat sampai
memberikan efek pada tubuh, efek samping yang dihasilkan sangat minimal, spektrum efek
anti depresi luas, dan gejala putus obat sangat minimal, serta lethal dose tinggi sehingga relatif
aman bagi pasien dalam menjalani terapinya.

Obat Efficacy Safety Suitability Cost

Fluoxetine +++ ++ ++ ++

Farmakodinamik : Efek samping : Kontraindikasi : 1.Prozac

1. obat ini bekerja agitasi, 1. mania, pasien Tab 20 mg


dengan insomnia, dan dengan gangguan
menghambat neuromuscular
reuptake serotonin

19
(5-HT1A, 5-HT2C, restlessness ginjal kronik, 28's
dan 5-HT3C) ke mirip akathisia riwayat epilepsi Rp330000
dalam prasinap
saraf terminal, (berlangsung
sehingga singkat dan
membaik 2.Nopres
meningkatkan
neurotransmisi oleh dengan Tab 20 mg
serotonin. pengurangan
dosis) 30's
Rp129000

Farmakokinetik :

1. waktu paruh 2-4


hari dan zat
aktifnya,
norfluoxetine,
memiliki waktu
paruh 7-9 hari

2. kadar puncak
dalam plasma
dicapai rata-rata 4-8
jam

Fluvoxamine ++ +++ +++ +++

Farmakodinamik : Efek samping : Kontraindikasi : 1.Luvox

1. menghambat - Mual, kadang 1. pasien dengan Tab 50 mg


reuptake serotonin disertai muntah hiper-sensitivitas 20's Rp92070
pada terminal saraf (akan terhadap
presinapsis, berkurang komponen
sehingga setelah 2 Luvox
meningkatkan minggu terapi)
“serotonergic 2. tidakboleh
neurotransmitter” dikombinasikan
dengan MAOI

Farmakokinetik :

1. waktu paruh 1-3


hari

2. kadar puncak
dalam plasma

20
dicapai rata-rata 2-8
jam

Sertraline HCl + +++ ++ +

Farmakodinamik : Efek samping : Kontraindikasi : 1. Serlof

1. menghambat Diare (kasus Feokromositoma, Tab 50 mg


reuptake serotonindiare pada kebingungan 30's
pada terminal saraf
penggunaan akut, anak-anak Rp333000
presinapsis, sertraline
sehingga dilaporkan
meningkatkan lebih banyak 2. Antipres
“serotonergic dibanding
neurotransmitter” fluoxetine. Tapi Tab 50 mg
untuk kasus
30's
ansietas dan
Rp255000
Farmakokinetik : insomnia,
dilaporkan
1. waktu paruh 27 lebih sedikit)
jam

2. kadar puncak
dalam plasma
dicapai rata-rata 6-8
jam

Berdasarkan tabel diatas, dipilihlah fluvoxamine karena efek samping obat hampir sama pada
setiap golongan SSRI tetapi fluvoxamine lebih minimal dan costnya lebih murah daripada obat
golongan SSRI yang lain. Efikasi dan kontra dari semua obat golongan SSRI hampir sama.

IV. Pemberian Terapi


Non Farmakologis :
a. Memberi penjelasan kepada pasien untuk tetap sabar dan semangat dalam
menjalani kehidupan. Mecoba menjalin hubungan kepada teman yang dapat
dipercaya agar memperoleh solusi atas permasalahan yang dialami.
b. Terapi spiritual agar pasien merasa lebih tenang dalam menjalani kehidupan dan
diberikan jalan untuk mengatasi masalah yang dialami saat ini.
c. Mencari kesibukan sesuai hobi/minat pasien atau mencari kegiatan lain agar
pasien tidak terfokus pada permasalahan yang sedang dialami oleh pasien.

21
Farmakologi :

dr. Yudav

Jl. Manggis No. 50

No. SIP : DU/Kodya/VIII/2019

Samarinda, 19 Juni 2019

R/ Luvox tab 50 mg no. XX

 1 dd 1 p.c

------------------------------------- 

Pro : Nn. X

Umur : 18 tahun

V. Komunikasi Terapi
Informasi Penyakit
a) Depresi merupakan suatu gangguan mood ditandai gejala utama yaitu afek
depresif, kehilangan minat dan kegembiraan serta berkurangnya energi dan
gejala tambahan yaitu konsentrasi dan perhatian berkurang, harga diri dan
kepercayaan berkurang, gangguan tidur, serta nafsu makan berkurang.
b) Telah dikatakan gangguan depresi apabila terjadi selama 2 minggu atau lebih,
walau tidak selalu tetapi biasanya dicetuskan oleh suatu masalah. Sehingga
dengan adanya gangguan ini maka penderita tidak dapat beraktivitas seperti
biasanya.

22
Informasi Terapi

a) Menjelaskan pentingnya terapi farmakologi bagi pasien dan memberi masukan


terhadap masalah depresi pasien, sehingga pasien mampu kembali beraktivitas
kembali seperti semula.
b) Penggunaan obat dapat menimbulkan efek samping berupa mual atau bisa
muntah. Efek samping dapat berkurang seiring berjalannya waktu
c) Obat yang dikonsumsi pasien adalah Luvox tablet 50 mg sehari sekali diminum
sebelum atau sesudah makan. Obat ini harus diminum rutin selama 20 hari
lamanya.
d) Perlu kembali ke dokter sebelum obat habis, karena diusahakan tidak terjadi
putus obat dan penggunaan obat perlu pemantauan oleh dokter demi mencapai
efek yang optimal dengan efek samping yang minimal.

VI. Monitoring dan Evaluasi


a) Pasien diminta kembali ke dokter sebelum obat habis, agar pengobatan tidak
sampai terputus.
b) Bila timbul efek samping yang berat segera kembali ke dokter, jangan
menghentikan obat sendiri karena penggunaan obat ini perlu penurunan secara
perlahan.
c) Apabila gejala masih dialami atau bertambah parah setelah pengobatan selama
2 minggu, konsultasikan kepada dokter untuk kemungkinan dirujuk kepada
dokter spesialis kesehatan jiwa.

23
DAFTAR PUSTAKA

American Psychiatric Association. (2013). DSM V (Diagnostic and Statistical Manual of


Mental Disorders V). Washington, DC : American Psychiatric Association

Anonim C., 2011. Sistem Informasi Tanaman Obat : Caesalpinia sappan Linn. Fakultas
Farmasi Universitas Airlangga.

Badan Pengawasan Obat dan Makanan. (2015). Depresi. Retrieved from


http://pionas.pom.go.id/ioni/bab-4-sistem-saraf-pusat/43-depresi/431-antidepresan-
trisiklik-dan-sejenisnya/antidepresan

Depkes, 2007, Pharmaceutical Care Untuk Penderita Gangguan Depresif, (online),


http://www.binfar.depkes.go.id. ( diakses 8 Oktober 2012 ).

Depkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan Penelitian dan pengembangan
Kesehatan Kementrian Kesehatan RI.

Finley, G. E., Mira, S. D., & Schwartz, S. J. (2008). Perceived Paternal and Maternal
Involvement: Factor Structures, Mean Differences, and Parental Roles. Fathering , 62-
82.

Ganiswarna, S., 1995, Farmakologi dan Terapi, edisi IV, 271-288 dan 800-810, Bagian
Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

Kando, J.C., Wells, B.G., Hayes, P.E., 2005. Pharmacoterapy A Pathophysiologic 11 Approach
: Depressive Disorders, 6 th. ed. Appleton and Lange.

Kaplan H.I, Sadock B.J, Grebb J.A. 1997. Sinopsis Psikiatri Jilid 1. Edisi ke-7. Terjemahan
Widjaja Kusuma. Jakarta: Binarupa Aksara. p. 86-108.

Katona, C., dkk., 2012, At a Glance Psikiatri Edisi Keempat, Penerbit Erlangga, Jakarta

Katzung, B.G., 2004, Farmakologi Dasar dan Klinik, Diterjemahkan oleh Bagian Farmakologi
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Buku III, sixth edition, 531,637, Penerbit
Salemba Medika, Jakarta.

Lubis N.L., 2009, Depresi Tinjauan Psikologis, Kencana, Jakarta.

Mann, J. J., 2005, The Medical Management of Depressi, The New England Journal of
Medicine, number 17, volume 353: 1819 – 1834.

Maslim, Rusdi. 2003. Dignosis Gangguan Jiwa. Jakarta : PT Nuh Jaya.

Mycek, M. J, Harvey, R.A. dan Champe, P.C., 2001, Farmakologi Ulasan Bergambar 2nd ed.
H. Hartanto, ed., Jakarta, Widya Medika.

Nurmiati, Amir. (2005). Depresi: Aspek neurobiologi, diagnosis dan tatalaksana. Jakarta :
Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

24
Prayitno, (2008) Pengantar Bimbingan dan Konseling di Sekolah, Pekanbaru:Suska Press.

Sadock, B.J., Sadock, V.A., 2007, Buku Ajar Psikiatri Klinis Edisi 2, EGC, Jakarta.

Tjay, T. H.,& Raharja, S. K., 2007, Obat – Obat Penting ( Khasiat Penggunaan dan Efek –
Efek Sampingnya), Edisi keempat, Cetakan Pertama, PT. Elek Media Komputindo,
Jakarta.

Sukandar, E. Y., Andrajati, R., Sigit, I. J., Adnyana, K. I., Setiadi, P. A. A., Kusnandar, 2009,
ISO Farmakoterapi, Cetakan kedua, PT. ISFI Penerbitan, Jakarta.

Tjay, T. H.,& Raharja, S. K., 2007, Obat – Obat Penting ( Khasiat Penggunaan dan Efek –
Efek Sampingnya), Edisi keempat, Cetakan Pertama, PT. Elek Media Komputindo,
Jakarta.

Teter, C. S., Kando, J. C., Wells, B. G., & Hayes, P. E., 2007, Depressive Disorder ,dalam
Dipiro, J. T., Talbert, R. L., Yee, G. C., Matzke, G. R., Wells, B. G.,& Posey Micheal,
L.,(eds), Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach,7th Edition, Appleton and
lange, New York.

Unutzer, J., 2009, Late – Life Depression, The New England Journal of Medicine, number 22,
volume 357: 2269 – 2276.

Von Korff, M., & Simon, G. (1996). The relationship between pain and depression. The
British Journal of Psychiatry, 168(Suppl 30), 101-108.

WHO,2012,Medicines,WHO,Geneva,[online],http://www.who.int/medicines/
rational_use/en/18, diakses tanggal 18 Februari 2013

25

Anda mungkin juga menyukai