Anda di halaman 1dari 30

Laboratorium Ilmu Kesehatan Jiwa Refleksi Kasus

Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman

GENERAL ANXIETY DISORDER

Oleh

Muhammad Izzan Hurruzia

1710029057

Pembimbing
dr. Eka Yuni, Sp.KJ

LAB / SMF KESEHATAN JIWA


Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
RSJD Atma Husada Mahakam
2018

1
1. RIWAYAT PSIKIATRI
A. Identitas Pasien

Nama : Tn. ESN

Jenis Kelamin : Laki – laki

Usia : 32 tahun

Agama : Islam

Suku : Jawa

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Karyawan PT. Pertamina

Alamat : Jl. Pangeran Suryanata, Samarinda

B. Identitas Penanggung Jawab

Nama : Ny. FT

Jenis Kelamin : Perempuan

Hubungan : Istri

Alamat : Jl. Pangeran Suryanata, Samarinda

C. Resume Masuk (IGD)

Pasien datang ke Poliklinik Jiwa RSJD Atma Husada Mahakam Samarinda


pada tanggal 28 Februari 2018 diantar oleh keluarga yaitu istri dan kedua anaknya
karena pasien merasa terganggu dengan kecemasan yang dialami oleh pasien.

Keluhan Utama : Cemas

2
D. Riwayat Penyakit Sekarang

Autoanamnesis

Pasien merasa cemas sejak 4 bulan terakhir ini yang kemungkinan


disebabkan oleh tugas yang diberikan dikantor yaitu untuk presentasi dengan
bahasa inggris yang dimana pasien tidak menguasainya dan pasien takut tidak bisa
menjawab pertanyaan ketika ditanya. Cemas yang pasien rasakan kadang sampai
membuat pasien pusing, jantung berdebar, napas sedikit sesak, tremor, dan juga
tangan berkeringat dingin. Pasien juga mengeluhkan kurang tidur sejak 2 bulan
terakhir ini. Tumbuh kembang pasien normal mulai dari SMP sampai dengan SMA.
Pasien juga tidak pernah merasakan cemas seperti ini ketika memberikan
kultum/presentasi sebelum-sebelumnya. Pasien berniat untuk resign karena takut
untuk menghadapi presentasi yang akan pasien lakukan 27 Maret mendatang.

Heteroanamnesis

Menurut istri pasien, pasien cemas dan ketakutan hampir setiap harinya.
Terkadang cemas muncul ketika membicarakan hal yang berkaitan dengan
presentasi, tapi terkadang juga bisa muncul cemas dan takut secara tiba-tiba. Pasien
terkadang juga ngigau pada saat tidurnya.

E. Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien tidak pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya.

F. Riwayat Medis dan Psikiatrik yang lain

1. Gangguan Mental dan Emosi


Pasien tidak memiliki riwayat gangguan mental dan emosi.
2. Gangguan Psikosomatik

3
Pasien mengaku merasa sesak dan berdebar ketika cemas kambuh
3. Kondisi Medis
Pasien tidak pernah di rawat dirumah sakit.
4. Gangguan Neurologi
Tidak ada gangguan neurologi
5. Riwayat Penyalahgunaan Zat
Pasien tidak memilki riwayat penyalahgunaan zat.

G. Riwayat Penyakit Keluarga

Ibu kandung pasien pernah mengalami depresi sekitar 5-6 tahun lalu
disebabkan oleh masalah keluarga. Ibu pasien berobat jalan di RSJD Atma Husada
Mahakam Samarinda selama 1 bulan dengan dr. Jaya dan 5 bulan bersama dr.
Denny, setelah 6 bulan berobat ibu pasien diasumsikan sembuh lalu kembali ke
Surabaya dan rutin kontrol kejiwaan dirumah sakit jiwa di Surabaya.

H. Gambaran Premorbid

Pasien diminta untuk presentasi di tempat bekerja oleh atasannya. Materi


dan penyampaian presentasi harus dalam bahasa inggris, sedangkan pasien tidak
mahir dalam berbahasa inggris.

I. Faktor Pencetus

Pasien akan mulai cemas ketika diingatkan tentang presentasinya atau


semakin dekat ke hari presentasinya pada tanggal 27 Maret.

J. Riwayat Sosial Ekonomi

Menengah

4
H. Riwayat pribadi
1. Masa kanak-kanak awal (0-3 tahun)
 Riwayat prenatal, kehamilan ibu dan kelahiran
Pasien dikandung selama 9 bulan. Pasien lahir secara spontan
pervaginam. Berat dan panjang normal
 Kebiasaan makan dan minum
Pasien mendapatkan ASI selama 2 tahun lebih. Dan tidak berbeda
dengan anak-anak yang lain.
 Perkembangan awal
Pasien mengatakan bahwa tumbuh kembangnya normal sesuai usia.
Tidak ada terlambat bicara maupun berjalan.
2. Masa kanak-kanak pertengahan (3-11 tahun)
Pasien menghabiskan masa kanak-kanak bersama orangtuanya dan
merupakan anak yang ceria. Pasien tidak mengalami gangguan dalam
akademik dari TK-SMP. hubungan pertemanan, dari pengakuan pasien,
pasien supel dan punya banyak teman.
3. Masa kanak-kanak akhir (pubertas sampai remaja)
 Hubungan dengan teman sebaya
Hubungan dengan teman sebaya baik, pasien sering keluar rumah
bersama teman-temannya.
 Riwayat sekolah
Pasien memiliki riwayat pendidikan yang baik mulai dari TK hingga
lulus SMA.
 Perkembangan kognitif dan motorik
Pasien dapat mengikuti kegiatan pembelajaran di sekolah dengan
baik dan tidak ada masalah.
 Masalah-masalah fisik dan emosi remaja yang utama
Pasien tidak memiliki masalah dengan teman sebaya dan teman
sekolahnya.
 Latar belakang agama
Semua anggota keluarga pasien beragama Islam.

5
I. Riwayat Pendidikan
1. SD Negeri Bangkalan : Pasien tidak menyatakan adanya kelainan, pasien
sering berkelahi.
2. SMP Negeri Bangkalan : Pasien sering maju presentasi dan bisa tampil
normal.
3. SMA Negeri Bangkalan : Prestasi pasien bagus, pasien pernah mendapat
beasiswa untuk masuk kedokteran tetapi terpaksa tidak diambil karena
biaya.

J. Riwayat Pekerjaan

Pasien pertama kali kerja di bagian wielding CV. Bismajaya pada tahun
2004, setelah itu berpindah pekerjaan ke bagian mekanik pada tahun 2010 di PT.
Spero. Pada tahun 2017 akhir pasien pindah ke PT. Pertamina dan kerja dibagian
operator yang mengharuskan tiap bulan presentasi.

K. Genogram

Keterangan :

Perempuan
Laki-laki
Pasien

6
L. Status Psikiatrik
1. Identifikasi Pribadi
Pasien tampak sakit ringan, terlihat rapi dan kooperatif.
2. Kontak
Verbal (+) dan visual (+)
3. Kesadaran
Komposmentis, Atensi (+), Orientasi tempat (+), waktu (+), orang (+)
4. Emosi
Mood stabil, Afek sesuai
5. Proses berpikir
 Bentuk pikiran
- Produktivitas
Pembicaraan pasien linear
- Kelancaran berpikir
Jawaban penderita langsung, arus berpikir cepat dan sesuai.
- Gangguan bahasa
Tidak ada gangguan bahasa
 Isi pikiran
Waham (-), realistik, koheren
6. Intelegensi
 Ingatan
- Masa dahulu : Baik
- Masa kini : Baik
- Segera : Baik
 Pengetahuan
Cukup baik dan sesuai dengan tingkat pendidikan terakhir
7. Persepsi
Halusinasi auditorik dan atau visual (-)

8. Kemauan/Voluticon
Menurun, ADL Mandiri

7
9. Psikomotor
Tidak menunjukkan adanya tanda-tanda kelainan
10. Tilikan
6 (pasien menyadari sepenuhnya tentang apa yang terjadi pada dirinya
disertai motivasi untuk mencapai perbaikan).

M. Pemeriksaan Diagnosis Lebih Lanjut


1. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Penampilan rapi, tampak sakit ringan.
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 89 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 36 ˚C
Keadaan gizi : Ideal
Kulit : dalam batas normal
Kepala : Ikterik (-), anemis (-), laserasi (-)
Leher : perbesaran KGB (-)
Toraks : simetris, retraksi ICS (-)
Jantung : S1, S2 tunggal reguler
Paru-paru : vesikuler (+), wheezing (-), ronki (-)
Abdomen : Soefl, bising usus (+)
Hepar / Lien : Tidak dievaluasi
Ekstremitas : luka (-), akral hangat, edema (-), hematoma (-)

2. Pemeriksaan Neurologi
Tidak dilakukan

3. Wawancara diagnostik psikiatrik tambahan


Pemeriksaan HARS ( Hamilton Anxiety Rating Scale )

8
No. Gejala Nilai No. Gejala Nilai
1. Anxious Mood 2 8. Somatic (sensory) 1
2. Tension 3 9. Cardiovascular 3
3. Fears 2 10. Respiratory 2
4. Insomnia 1 11. Gastrointestinal 3
5. Intellectual 3 12. Genitourinary 1
6. Depressed Mood 3 13. Autonomic 3
7. Somatic (muscular) 2 14. Behavior 1
Total 30

Skor HARS adalah 30, maka termasuk dalam katagori anxietas


sedang kearah berat.
4. Wawancara dengan orang tua dan istri pasien.
Menurut keterangan orang tua pasien, sewaktu sekolah pasien
adalah anak yang ceria dengan banyak teman dan tidak takut untuk
berbicara didepan umum. Menurut istri pasien, sebelumnya pasien juga bisa
kultum maupun ceramah didepan umum tanpa ada masalah.
5. Pemeriksaan Psikologi, Neurologi dan Laboratorium (sebagai
penunjang)
Tidak ada

N. Formulasi Diagnostik
 Seorang laki-laki usia 32 tahun, anak ke-1 dari 3 bersaudara, beragama
Islam, suku Jawa, bekerja di Perusahaan sebagai operator, datang bersama
istri dan anaknya ke RSJD AHM pada tanggal 28 Februari 2018 pukul 13.30
WITA dengan keluham utama cemas dan tidak bisa tidur.
 Cemas sudah mulai dirasakan sejak 4 bulan terakhir ini. Pada 2 bulan
terakhir pasien mengalami gangguan susah untuk memulai tidur. Cemas
pasien kemungkinan besar disebabkan oleh presentasi di kantor pasien yang
harus dilakukan pasien dengan bahasa inggris dimana pasien tidak mengerti
bahasa inggris. Awalnya pasien sudah siap untuk presentasi namun selalu
diundur oleh bos ditempat kerjanya. Kemudian setelah sering diundur

9
pasien merasakan makin cemas karena takut tidak akan berhasil ketika
presentasi. Presentasi akan dilakukan tanggal 27 Maret mendatang.
 Faktor pencetusnya adalah presentasi dipekerjaan pasien.
 Dari pemeriksaan psikiatri, didapatkan penampilan bersih, rapi, kooperatif.
Kontak verbal baik dan kontak visual baik. Emosi stabil, afek sesuai. Proses
berpikir cepat dan koheren. Tidak ada waham. Tidak ada ide bunuh diri.
Intelegensia baik, aktivitas sehari-hari sedikit terganggu, psikomotor dalam
batas normal.
 Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan adanya kelainan.

O. Rencana Terapi
1. Farmakoterapi:
 Sertralin 1 x 50 mg
 Clobazam 2 x 10 mg

2. Psikoterapi
Terapi pengendalian perilaku menghadapi setressor dan terapi supportif
P. Pembahasan
A. Diagnosis
 Axis I : General Anxiety Disorder / Gangguan Cemas Menyeluruh
(F41.1)
 Axis II : Gangguan Kepribadian Anankastik
 Axis III : Tidak ada diagnosis
 Axis IV : Masalah dengan pekerjaan
 Axis V : GAF scale 50

Diagnosis pada kasus ini adalah gangguan kecemasan menyeluruh


dikarenakan beberapa hal antara lain:

 Pasien datang dengan keluhan cemas dan tidak bisa tidur, menurut
keterangan pasien, cemas yang dirasakan sangat menganggu karena sampai
berdebar-debar, keringatan, tremor, gelisah, hingga sangat menganggu

10
konsentrasi pasien. Cemas sudah mulai dirasakan sejak 4 bulan terakhir ini.
Pada 2 bulan terakhir pasien mengalami gangguan susah untuk memulai
tidur.
 Berdasarkan keterangan orang tua serta istri pasien, pasien tidak pernah
merasakan cemas seperti ini sebelumnya. Termasuk pada saat berbicara
didepan umum ataupun kultum dan sebagainya. Sebelumnya pasien dapat
berbicara dengan lancer didepan umum tanpa masalah. Selama 3 bulan
terakhir ini istri pasien menilai bahwa konsentrasi pasien dirumah maupun
dipekerjaan menurun, lebih banyak memikirkan hal yang buruk, dan juga
sering mengigau pada saat tidur.

B. Terapi
 Psikofarmaka
Terapi yang dipilih adalah Sertraline 1x50 mg pada pagi hari,
Clobazam 2x10 mg tablet pada malam hari. SSRI merupakan lini pertama
untuk penanganan anxietas dihubungkan dari mekanisme terjadinya
anxietas secara biologis yaitu dengan kadar serotonin post sinaps yang
rendah. Mekanisme kerja SSRI dapat menghambat re-uptake dari serotonin
di sel sinaps sehingga meningkatkan serotonin ekstrasel yang akan berikatan
dengan reseptornya pada post sinaps (Allgulander, et al., 2004).
Benzodiazepin seperti Clobazam juga merupakan salah satu terapi
yang sering digunakan untuk menangani anxietas. Benzodiazepin efektif
dalam mengurangi kecemasan, tapi ada hubungan dosis respons yang terkait
dengan toleransi, sedasi, kebingungan, dan peningkatan mortalitas.
Pemilihan Clobazam dan dengan dosis rendah adalah pertimbangan untuk
efek addictive dari benzodiazepine. Penggunaan dosis kecil akan
mempermudah pelepasan pasien dari zat tersebut (Locke, Kirst, & Shultz,
2015).
Selain dari benzodiazepine, buspirone juga merupakan pilihan untuk
menangani anxietas secara buspiron efektif pada 60-80% penderita GAD.
Buspiron lebih efektif dalam memperbaiki gejala kognitif dibanding gejala
somatik pada GAD. Tidak menyebabkan withdrawl. Kekurangannya adalah

11
efek klinisnya baru terasa setelah 2-3 minggu. Tetapi di Indonesia jumlah
pabrikannya lebih sedikit dibanding obat lain yang tersedia. Selain itu SNRI
juga bisa digunakan sebagai penanganan anxietas (Puri, Laking, &
Treasaden, 2011).

 Psikoterapi
Pendekatan kognitif mengajak pasien secara langsung mengenali
distorsi kognitif dan pendekatan perilaku, mengenali gejala somatik secara
langsung. Selain itu psikoterapi pada pasien ini juga bisa dengan cara
mengajarkan untuk menghadapi sebuah stressor ataupun pemicu anxietas
tersebut. Karena jika cenderung menghindar dari sebuah masalah pasien
kemungkinan besar akan menghadapi hal seperti ini dikemudian hari.
Ketika stressor hilang dan pasien sudah dapat menguasai kecemasannya
maka psikoterapi dianggap berhasil. Terapi supportif juga penting untuk
pasien ini, dikarenakan apabila tidak didukung untuk mengambil keputusan
pasien cenderung akan meningkat kecemasannya serta bisa berkembang
kearah depresi (Saddock & Saddock, 2010).

Q. Prognosis

Dubia ad bonam

R. Home Visit

Dari home visit dapat diperolah keterangan sebagai berikut ;

1. Pasien mendapat support yang baik dari keluarga termasuk ayah dan ibu
serta istrinya.
2. Pasien menyebutkan munculnya cemas karena presentasi yang kerap
diundur.
3. Pasien menyatakan fokusnya menurun pada saat bekerja karena kerap
memikirkan hal buruk yang bisa saja terjadi pada saat presentasi.

12
4. Pasien pindah pekerjaan karena merasa tidak kuat dengan beban kerja yang
sebelumnya.
5. Pasien mencoba untuk berhenti minum Clobazam karena tidak merasakan
efeknya.
6. Pasien mengeluhkan mual hingga muntah setelah meminum Sertraline.
7. Pasien mengeluhkan tidak bisa tidur siang walaupun mengantuk setelah
minum Clobazam.

13
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Cemas dapat diartikan sebagai suatu hal yang normal dan respon adaptasi
terhadap ancaman yang mempersiapkan individu tersebut untuk “flight or fight”.
Seseorang yang cemas terhadap segala sesuatu dapat dikatakan mengalami
gangguan cemas menyeluruh. Anxietas / Cemas merupakan pengalaman yang
bersifat subjektif, tidak menyenangkan. tidak menentu, menakutkan dan
mengkhawatirkan akan adanya kemungkuna bahaya atau ancaman bahaya, dan
seringkali disertai oleh gejalagejala atau reaksi fisik tertentu akibat peningkatan
aktifitas otonomik (Saddock & Saddock, 2010).
Gangguan cemas menyeluruh (Generalized Anxiety Disorder, (GAD)
merupakan kondisi gangguan yang ditandai dengan kecemasan dan kekhawatiran
yang berlebihan dan tidak rasional bahkan terkadang tidak realistik terhadap
berbagai peristiwa kehidupan sehari-hari. Kondisi ini dialami hampir sepanjang
hari, berlangsung sekurang-kurangnya selama 6 bulan. Kecemasan yang dirasakan
sulit untuk dikendalikan dan berhubungan dengan gejala-gejala somatik seperti
ketegangan otot, iritabilitas, kesulitan tidur, dan kegelisahan sehingga
menyebabkan penderitaan yang jelas dan gangguan yang bermakna dalam fungsi
sosial dan pekerjaan (Saddock & Saddock, 2010).
GAD ditandai dengan kecemasan yang berlebihan dan khawatir yang
berlebihan tentang peristiwa-peristiwa kehidupan sehari-harinya tanpa alasan yang
jelas untuk khawatir. Kecemasan ini tidak dapat dikontrol sehingga dapat
menyebabkan timbulnya stres dan mengganggu aktivitas sehari-hari, pekerjaan dan
kehidupan sosial (Saddock & Saddock, 2010).

B. Epidemiologi
Prevalensi GAD untuk kanak-kanak dan dewasa pada kisaran 2.9-4.6%.
Menurut DSM-5, prevalensi 12 bulan untuk gangguan kecemasan umum adalah
0,9% di kalangan remaja dan 2,9% orang dewasa di masyarakat umum negara-di
Amerika Serikat. Prevalensi 12 bulan dari gangguan di negara lain berkisar antara
0,4% sampai 3,6% manakala resiko morbiditas sekitar 9,0%. Kebanyakan pasien

14
GAD pergi berobat ke dokter umum, internist, cardiologist, pulmonolog, gastro-
entrologist oleh karena gejala somatiknya. Komorbiditas gangguan anxietas
menyeluruh 90% memiliki setidaknya satu kali seumur hidup mengalami gangguan
ini, 66% memiliki gangguan saat Axis I lainnya. (Jr, 2014)

C. Etio-Patofisiologi
Selama dua dekade terakhir, studi empiris telah menyelidiki berbagai
mekanisme kognitif, afektif, dan neurobiologis yang terkait dengan GAD. Seperti
yang disarankan di bawah ini, banyak dari mekanisme ini mengarah pada peran
utama hiperaktif dan ketakutan akan pergeseran emosional yang negatif serta
penggunaan kekhawatiran untuk mencegah kontras emosional yang dianggap tidak
dapat diatur (Saddock & Saddock, 2010).
Etiologi GAD belum diketahui dengan pasti, tetapi ada beberapa teori yang
dapat menjelaskan terjadinya GAD :
1. Teori Biologi

Noradrenergik, serotonergik, dan sistem neurotransmitter lainnya diyakini


berperan dalam respons tubuh terhadap stres. Sistem serotonin dan sistem
noradrenergik adalah jalur umum yang terlibat dalam kecemasan. Banyak yang
percaya bahwa aktivitas sistem serotonin yang rendah dan peningkatan aktivitas
sistem noradrenergik bertanggung jawab atas perkembangannya. Oleh karena itu,
inhibitor reuptake serotonin selektif (SSRI) dan inhibitor reuptake serotonin-
norepinephrine (SNRI) adalah agen lini pertama untuk pengobatannya. Kecemasan
bisa menjadi fenomena normal pada anak. Kecemasan orang asing dimulai pada
usia tujuh sampai sembilan bulan (Munir & Hughes, 2018).
Neurotransmitter lain yang masih menjadi subjek penelitian pada gangguan
cemas menyeluruh adalah norepinephrine, glutamat, dan sistem kolesistokinin.
Suatu studi dengan pemeriksaan Positron Emission Tomography (PET) melaporkan
bahwa laju metabolik pada basal ganglia dan white matter pada pasien gangguan
cemas menyeluruh lebih rendah dibanding pada orang normal (Sadock & Sadock,
2015).

15
2. Teori Genetik

GAD adalah kondisi yang diwariskan dengan risiko genetik sedang


(heritabilitas sekitar 30%). Dalam spektrum kecemasan, ini terkait erat dengan
kecemasan perpisahan orang tua pada masa kecil, fobia sosial, dan kepanikan,
sedangkan pada tahap perkembangan selanjutnya. Selain penelitian yang berpusat
di seputar neurotisisme, menunjukkan berulang kali ke arah SNP (single-nucleotide
polymorphism) dalam polimorfisme inversi pada kromosom 8, menunjukkan
korelasi genetik yang diperluas dengan fenotip gangguan kecemasan. Selain itu,
dalam penelitian gen kandidat - sebagian dikombinasikan dengan pencitraan dan
pembacaan fisiologis - bukti konvergen telah dikumpulkan untuk gen kerentanan
GAD dalam sistem serotonergik dan sistem calecholaminergik (5-HTT, 5-HT1A,
MAOA) dan juga untuk BDNF(brain-derived neurotrophic factor) gen.
Selanjutnya, studi gen-lingkungan telah menyoroti pentingnya trauma
perkembangan awal dan kejadian kehidupan yang menegangkan baru-baru ini
dalam interaksi dengan penanda plastisitas molekul dan relevansinya terhadap
GAD, bakat kecemasan, dan kecemasan (5-HTT, NPSR1, COMT, MAOA, CRHR1
, RGS2) (Gottschalk & Domschke, 2017).

3. Teori Psikososial dan Psikoanalitik

Faktor psikososial yang mengarah pada perkembangan gangguan cemas


menyeluruh adalah cognitive-behaviour dan psikoanalitik. Berdasarkan pada
cognitive-behaviour, pasien dengan gangguan cemas menyeluruh merespon suatu
ancaman secara kurang tepat dan benar. Ketidaktepatan ini dihasilkan dari perhatian
yang selektif terhadap suatu hal negatif di lingkungannya dengan cara mendistorsi
pemrosesan informasi dan dengan cara memandang terlalu negatif terhadap
kemampuan dirinya dalam hal mengatasi suatu masalah. Hipotesis psikoanalitik
menyebutkan bahwa kecemasan merupakan gejala dari konflik bawah sadar yang
tidak terselesaikan (Sadock & Sadock, 2015).
Teori psikoanalitik menghipotesis bahwa anxietas adalah gejala dari konflik
bawah sadar yang tidak terselesaikan. Di dalam teori psikoanalitik, kecemasan
dipandang dalam 4 kategori yaitu kecemasan impuls, kecemasan perpisahan,

16
kecemasan kastrasi dan kecemasan superego. Varietas kecemasan tersebut
dihipotesiskan akan berkembang pada bebrbagai stadium pertumbuhan dan
perkembangan. Pada tingkat yang paling primitif anxietas dihubungkan dengan
perpisahan dengan objek cinta. Pada tingkat yang lebih matang lagi anxietas
dihubungkan dengan kehilangan cinta dari objek yangpenting. Anxietas kastrasi
berhubungan dengan fase oedipal sedangankan anxietas superego merupakan
ketakutan seseorang untuk mengecewakan nilai dan pandangannya sendiri
(merupakan anxietas paling matang) (Sadock & Sadock, 2015)

4. Teori Lingkungan

Pandangan lain adalah bahwa GAD berkembang melalui faktor lingkungan,


yang berarti hal-hal yang Anda hadapi setiap hari. Jika anak memiliki orang tua
dengan gangguan kecemasan seperti GAD, mereka bisa belajar dengan observasi
dan interaksi langsung bagaimana mengatasi stres dengan cemas. Misalnya, jika
seorang anak melihat dan mendengar tentang ibunya terus-menerus
mengkhawatirkan, praktik ini dan diadopsi oleh anak tersebut dan juga menjadi cara
untuk mengatasi stres juga. Ada juga bukti bahwa berada di lingkungan yang tidak
aman atau mengalami pelecehan juga dapat menyebabkan GAD (Bhatt, 2017).

D. Gejala dan Tanda Klinis


Komponen utama dari kecemasan adalah psikologik (perasaan tertekan,
kekhawatiran, kesulitan berkonsentrasi, ketakutan) dan somatik (takikardi,
hiperventilasi, palpitasi, tremor dan berkeringat). Keluhan juga dapat meliputi
sistim organ lain, contohnya gangguan traktus gastrointestinal sedangkan keluhan
lain yang umumnya ditemukan adalah lelah dan gangguan tidur (Saddock &
Saddock, 2010).
Adapun manifestasi perifer yang dapat ditemukan pada kecemasan meliputi
diare, pusing, hiperhidrosis, hiperefleksi, hipertensi, palpitasi, pupil, midriasis,
gelisah, keadaan tidak sadar, takikardia, kesemutan di kaki, tremor, serta frekuensi,
keraguan, urgensi miksi. Gejala-gejala yang timbul bervariasi pada setiap individu
(Saddock & Saddock, 2010).

17
Gejala yang terjadi harus menunjukkan kecemasan sebagai gejala primer
yang berlangsung hampir setiap hari untuk beberapa minggu sampai beberapa
bulan,adapun keluhan lain meliputi kecemasan misalnya khawatir akan nasib
buruk, merasa seperti di ujung tanduk, sulit konsentrasi. Selain itu terdapat pula
ketegangan motorik, misalnya gelisah, sakit kepala, gemetaran, tidak dapat santai.
Overaktivitas otonomik juga ditemukan misalnya adanya kepala terasa ringan,
berkeringat, jantung berdebar-debar, sesak nafas, keluhan lambung, pusing, mulut
kering (Saddock & Saddock, 2010).
Gejala gangguan cemas menyeluruh ada yang mengelompokan nya menjadi
sindroma anxietas, dimana adanya perasaan cemas atau khawatir yang tidak
realistik terhadap 2 hal atau lebih yang dipersepsikan sebagai ancaman sehingga
tidak mampu istirahat. Selain itu, ada paling sedikit 6 dari 18 gejala-gejala berikut
(Saddock & Saddock, 2010).

Tabel 1. Tanda dan gejala gangguan kecemasan menyeluruh

E. Diagnosis
Kriteria diagnostik GAD menurut PPDGJ III (Maslim, 2013):
 Penderita harus menunjukkan anxietas sebagai gejala primer yang
berlangsung hampir setiap hari untuk beberapa minggu sampai beberapa

18
bulan, yang tidak terbatas atau hanya menonjol pada keadaaan situasi
khusus tertentu saja (sifatnya “free floating” atau “mengambang”)
 Gejala-gejala tersebut biasanya mencakup unsur-unsur berikut :
a) Kecemasan (khawatir akan nasib buruk, merasa seperti diujung tanduk,
sulit konsentrasi, dsb)
b) Ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala, gemetaran, tidak dapat santai)
dan
c) Overaktivitas otonomik (kepala terasa ringan, berkeringat, jantung
berdebar-debar, sesak napas, keluhan lambung, pusing kepala, mulut
kering, dsb)
 Pada anak-anak sering terlihat adanya kebutuhan berlebihan untuk
ditenangkan (reassurance) serta keluhan-keluhan somatik berulang yang
menonjol.
 Adanya gejala-gejala lain yang sifatnya sementara (untuk beberapa hari),
khususnya depresi, tidak membatalkkan diagnosis utama Gangguan Cemas
Menyeluruh, selama hal tersebut tidak memenuhi kriteria lengkap dari
episode depresif (F32.-), gangguan anxietas fobik (F40.-), gangguan panik
(F41.0) atau gangguan obsesif kompulsif (F42.-)

Kriteria Diagnosis gangguan cemas menyeluruh menurut DSM V (Maslim,


2013):
A. Kecemasan atau kekhawatiran yang berlebihan yang timbul hampir setiap
hari, sepanjang hari, terjadi selama sekurangnya 6 bulan, tentang sejumlah
aktivitas atau kejadian (seperti pekerjaan atau aktivitas sekolah)
B. Penderita merasa sulit mengendalikan kekhawatirannya.
C. Kecemasan dan kekhawatiran disertai tiga atau lebih dari enam gejala
(dengan sekurangnya beberapa gejala lebih banyak terjadi dibandingkan
tidak terjadi selama 6 bulan terakhir).
D. Kecemasan, kekhawatiran, atau gejala fisik menyebabkan penderitaan
yang bermakna secara klinis, atau gangguan pada fungsi sosial, pekerjaan,
atau fungsi penting lain.

19
E. Gangguan yang terjadi adalah bukan karena efek fisiologis langsung dari
suatu zat (misalnya penyalahgunaan zat, medikasi) atau kondisi medis
umum (misalnya hipertiroidisme).
F. Gangguan tidak dapat dijelaskan oleh gangguan mental lainnya (misalnya,
kecemasan atau ketakutan tentang menderita suatu serangan panik seperti
pada gangguan panik, merasa malu pada situasi umum seperti pada fobia
sosial, terkontaminasi atau obsesi lain pada gangguan obsesif kompulsif,
perpisahan dengan figur terdekat seperti gangguan cemas perpisahan,
penambahan berat badan seperti pada anoreksia nervosa, menderita
keluhan fisik seperti pada gangguan somatisasi, atau menderita penyakit
serius pada gangguan kecemasan atau terdapat waham seperti pada
skizofrenia.

F. Diagnosis Banding
Gangguan anxietas menyeluruh perlu dibedakan dari kecemasan akibat
kondisi medis umum maupun gangguan yang berhubungan dengan penggunaan zat.
Diperlukan pemeriksaan medis termasuk tes kimia darah, elektrokardiografi, dan
tes fungsi tiroid. Klinisi harus menyingkirkan adanya intoksikasi kafein,
penyalahgunaan stimulansia, kondisi putus zat atau obat seperti alkohol, hipnotik-
sedatif dan anxiolitik (Saddock & Saddock, 2010).
Kelainan neurologis, endokrin, metabolik dan efek samping pengobatan
pada gangguan panik harus dapat dibedakan dengan kelainan yang terjadi pada
gangguan anxietas menyeluruh. Selain itu, gangguan anxietas menyeluruh juga
dapat didiagnosis banding dengan fobia, gangguan obsesif-kompulsif,
hipokondriasis, gangguan somatisasi, dan gangguan stres post-trauma (Saddock &
Saddock, 2010).
• Fobia
Pada fobia, kecemasan terjadi terhadap objek/hal tertentu sehingga pasien
berusaha untuk menghindarinya, sedangkan pada GAD, tidak terdapat objek
tertentu yang menimbulkan kecemasan (Saddock & Saddock, 2010).

20
• Gangguan obsesif kompulsif
Pada gangguan obsesif kompulsif, pasien melakukan tindakan berulang-
ulang (kompulsi) untuk menghilangkan kecemasannya, sedangkan pada
GAD, pasien sulit untuk menghilangkan kecemasannya, kecuali pada saat
tidur (Saddock & Saddock, 2010).
• Hipokondriasis
Pada hipokondriasis maupun somatisasi, pasien merasa cemas terhadap
penyakit serius ataupun gejala-gejala fisik yang menurut pasien dirasakannya
dan berusaha datang ke dokter untuk mengobatinya, sedangkan pada GAD,
pasien merasakan gejala-gejala hiperaktivitas otonomik sebagai akibat dari
kecemasan yang dirasakannya (Saddock & Saddock, 2010).
• Gangguan stres pasca trauma
Pada gangguan stres pasca trauma, kecemasan berhubungan dengan sutau
peristiwa ataupun trauma yang sebelumnya dialami oleh pasien, sedangkan
pada GAD kecemasan berlebihan berhubungan dengan aktivitas sehari-hari
(Saddock & Saddock, 2010).

G. Terapi
Terapi pada Gangguan Cemas Menyeluruh pada umumnya dapat dilakukan
dengan 2 cara yakni terapi psikologis (psikoterapi) atau terapi dengan obatobatan
(farmakoterapi). Angka-angka keberhasilan terapi yang tinggi dilaporkan pada
kasus-kasus dengan diagnosis dini. Psikoterapi yang sederhana sangat efektif,
khususnya dalam konteks hubungan pasien dengan dokter yang baik, sehingga
dapat membantu mengurangi farmakoterapi yang tidak perlu (Torpy, Burke, &
Golub, 2011).
H. Farmakoterapi
Dua obat utama yang harus dipertimbangkan dalam pengobatan GAD
adalah buspirone dan benzodiazepine. Obat lain yang mungkin berguna adalah obat
trisklik (Imipramine). Obat lain yang berguna untuk pengobatan GAD adalah
golongan SSRI dan Antagonis β Adrenergik (Saddock & Saddock, 2010).
Walaupun terapi obat untuk GAD sering kali dipandang sebagai pengobatan
selama 6 sampai 12 bulan, beberapa bukti menyatakan bahwa pengobatan harus

21
jangka panjang kemungkinan seumur hidup. Kira-kira 25 % pasien mengamali
relaps dalam bulan pertama setelah terapi di hentikan, dan 60 sampai 80 persen
kambuh selama perjalanan tahun selanjutnya. Walaupun beberapa pasien menjadi
tergantung pada benzodiazepine, tidak ada toleransi yang berkembang untuk efek
terapeutik dari benzo-diazepin atau buspirone (Saddock & Saddock, 2010)
 Lini Pertama
Seiring berkembangnya waktu, lini pertama untuk terapi GAD juga ikut
berubah. Selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI) dianggap sebagai terapi lini
pertama untuk GAD dan Panic Disorder (PD). Sertraline dan paroxetine merupakan
obat pilihan yang lebih baik daripada fluksetin. Pemberian fluksetin dapat
meningkatkan ansietas sesaat. SSRI efektif terutama pada pasien GAD dengan
riwayat depresi (Locke, Kirst, & Shultz, 2015). Pada penelitian (Allgulander, et al.,
2004) yang merupakan penelitian tentang efficacy dari sertraline didapatkan bahwa
Sertraline tampak berhasil dengan baik dan ditoleransi dengan baik dalam
pengobatannya. Pasien yang menggunakan sertraline mengalami peningkatan yang
jauh lebih signifikan daripada pasien plasebo pada semua ukuran efikasi pada
minggu ke 4. Analisis kelompok menunjukkan perbedaan yang signifikan pada
skala kecemasan Hamilton antara sertraline (rata-rata = 11,7) dan plasebo (rata-rata
= 8.0).
Antidepresan trisiklik (TCAs) lebih baik dipelajari untuk PD, namun
diperkirakan efektif untuk GAD dan PD. Serotonin norepinephrine reuptake
inhibitors (Venlafaxine) yang masa perlepasannya lebih panjang, efektif dan dapat
ditoleransi dengan baik untuk pengobatan GAD dan PD. Sedangkan duloxetine
(Cymbalta) telah dievaluasi dan terbukti hanya untuk efektif untuk GAD (Locke,
Kirst, & Shultz, 2015).
Benzodiazepin efektif dalam mengurangi kecemasan, tapi ada hubungan
dosis respons yang terkait dengan toleransi, sedasi, kebingungan, dan peningkatan
mortalitas. Bila digunakan dalam kombinasi dengan antidepresan, benzodiazepin
dapat mempercepat pemulihan dari gejala yang berhubungan dengan kecemasan
namun tidak memperbaiki efek yang lebih lama- hasil akhir. Risiko ketergantungan
dan hasil buruk yang lebih tinggi mempersulit penggunaan benzodiazepin. Panduan
yang bagus merekomendasikan penggunaan jangka pendek hanya sebentar selama

22
krisis. Benzodiazepin dengan tindakan awal menengah (seperti klonazepam
[Klonopin]) mungkin kurang berpotensi untuk disalahgunakan. dan sedikit risiko
rebound. Benzodiaepine sebaiknya tidak diberikan sebagai hipnotik selama lebih
dari 10 malam. Atau sebagai ansiolitik selama lebih dari 4 minggu. Penggunaan
sediaan dengan waktu paruh menengah dan dosis terbagi dapat mencegah
terjadinya efek yang tidak diinginkan. Lama pengobatan rata-rata adalah 2-6
minggu, dilanjutkan dengan masa tapering off selama 1-2 minggu (Saddock &
Saddock, 2010; Locke, Kirst, & Shultz, 2015).
Efikasi terapi obat benzodiazepin dan azaspiron (buspiron) terfokus pada
sistem neurotransmitter GABA dan serotonin. Benzodiazepin diketahui dapat
mengurangi kecemasan, sebaliknya flumazenil (reseptor antagonis benzodiazepin)
dapat memicu kecemasan. Walaupun tudak ada data yang mebuktikan bahwa
reseptor benzodiazepin pada pasien gangguan cemas menyeluruh adalah abnormal,
beberapa peneliti mengatakan bahwa konsentrasi reseptor benzodiazepin tertinggi
terdapat pada lobus occipitalis. Area otak lain yang dicurigai berperan dalam
terjadinya gangguan cemas menyeluruh adalah basal ganglia, sistem limbik, dan
korteks lobus frontalis (Sadock & Sadock, 2015).
Buspiron efektif pada 60-80% penderita GAD. Buspiron lebih efektif dalam
memperbaiki gejala kognitif dibanding gejala somatik pada GAD. Tidak
menyebabkan withdrawl. Kekurangannya adalah efek klinisnya baru terasa setelah
2-3 minggu. Terdapat bukti bahwa penderita GAD yang sudah menggunakan
benzodiazepin tidak akan memberikan respon yang baik dengan buspiron. Dapat
dilakukan pengguaan bersamaan antara benzodiazepin dengan buspiron kemudian
dilakukan tapering off benzodiazepin setelah 2-3 minggu, disaat efek terapi
buspiron sudah mencapai maksimal (Puri, Laking, & Treasaden, 2011).
Antagonis B adrenergik efektif mengatasi pasien dengan gejala-gejala
anxietas somatik yang disebabkan oleh hiperaktivitas autonom, seperti palpitasi,
tremor dan blushing. Penyekat B tidak berpengaruh terhadap gejala yang
disebabkan oleh peningkatan motorik seperti nyeri kepala, juga tidak menyebabkan
berkeringat, mulut kering, mual, diare, atau sering berkemih. Penyekat B tidak
bersifat sedatif dan tidak menyebabkan gangguan ppsikologis, penyalahgunaan dan
ketergantungan (Puri, Laking, & Treasaden, 2011)

23
 Lini Kedua
Terapi lini kedua untuk GAD meliputi pregabalin (Lyrica) dan quetiapine
(Seroquel), walaupun belum dievaluasi untuk PD. Pregabalin lebih efektif daripada
plasebo tapi tidak seefektif lorazepam (Ativan) untuk GAD. Menurunkan berat
badan adalah efek samping yang umum dari pregabalin. Ada bukti terbatas untuk
penggunaan antipsikotik untuk mengatasi gangguan kecemasan. Meskipun
quetiapine tampaknya efektif untuk GAD, profil efek sampingnya signifikan,
termasuk kenaikan berat badan, diabetes melitus, dan hiperlipidemia.Hydroxyzine
dianggap sebagai pengobatan lini kedua untuk GAD, namun ada sedikit data untuk
penggunaannya di PD. Onsetnya yang cepat dapat menarik perhatian pasien yang
memerlukan bantuan segera, dan ini mungkin alternatif yang lebih tepat jika
benzodiazepin dikontraindikasikan (misalnya, pada pasien dengan riwayat
penyalahgunaan zat) (Locke, Kirst, & Shultz, 2015).
Berdasarkan pengalaman klinis, gabapentin (Neurontin) kadang-kadang
diresepkan oleh psikiater untuk mengobati kecemasan pada saat dibutuhkan bila
benzodiazepin dikontraindikasikan. Dari catatan, tanggapan plasebo untuk
pengobatan yang digunakan untuk mengobati GAD dan PD tinggi (Locke, Kirst, &
Shultz, 2015).

Psikoterapi
 Terapi kognitif-perilaku
Pendekatan kognitif mengajak pasien secara langsung mengenali distorsi
kognitif dan pendekatan perilaku, mengenali gejala somatik secara langsung.
Teknik utama yang digunakan adalah pendekatan behavioral adalah relaksasi dan
biofeedback (Saddock & Saddock, 2010).
 Terapi suportif
Pasien diberikan reassurance dan kenyamanan, digali potensi-potensi yang
ada dan belum tampak, didukung egonya agar lebih bisa beradaptasi optimal dan
fungsi sosial dan pekerjaannya (Saddock & Saddock, 2010).
 Psikoterapi berorientasi tilikan
Terapi ini mengajak pasien untuk mencapai penyingkapan konflik bawah
sadar, menilik egostrengh, relasi objek, serta keutuhan self pasien (Saddock &
Saddock, 2010).

24
I. Prognosis
Gangguan cemas menyeluruh merupakan suatu keadaan kronis yang
mungkin berlangsung seumur hidup. Sebanyak 25% penderita akhirnya
mengalami gangguan panik, juga dapat mengalami gangguan depresi mayor.
Semakin kronik perjalanan GAD, semakin buruk prognosisnya. Kepribadian
premorbid yang stabil merupakan prognosis yang baik. GAD dapat dipersulit
dengan terjadinya agorafobia, depresi sekunder, serta penyalahgunaan alkohol dan
ansioloitik. Secara keseluruhan, perjalanan berbeda-beda dan fluktuatif tetapi
kronis (Puri, Laking, & Treasaden, 2011)

25
PEMBAHASAN

Pada pasien ini ditemukan adanya gangguan perasaan cemas yang bermakna
serta menimbulkan suatu distress (penderitaan) dan disability (hendaya) dalam
pekerjaan dan kehidupan sosial pasien, sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien
ini mengalami gangguan kecemasan.
Berdasarkan data-data yang didapat melalui anamnesis psikiatri dan
pemeriksaan fisik, tidak ditemukan riwayat demam tinggi, trauma, sakit berat,
penurunan kesadaran, dan kejang. Hal ini dapat menjadi dasar untuk menyingkirkan
diagnosis gangguan mental organic (F.0). Selain itu, pasien juga tidak pernah
meminum alcohol ataupun obatobatan terlarang lainnya sehingga dapat
menyingkirkan diagnosis gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat
psikoaktif (F.1).6-8
Pada pasien kecemasan muncul hampir setiap hari secara bervariasi
setidaknya selama 4 bulan. Beberapa gejala yang ada lainnya seperti kecemasan,
ketegangan motorik, hiperaktivitas otonomik, kewaspadaan kognitif, kekhawatiran
terhadap sesuatu hal yang tidak pasti, sulit berkonsentrasi, gelisah, kesulitan tidur,
sering berdebar tanpa sebab yang jelas, dan sakit kepala. Karena keluhannya ini
sudah dirasakan sejak 4 bulan yang lalu, maka dapat digolongkan sebagai gangguan
cemas menyeluruh menurut PPDGJ III. Pasien juga mengaku kesulitan dalam
melakukan beberapa kegiatan atau pekerjaan sehari-harinya ketika terjadinya
peningkatan kecemasan, akan tetapi dia tetap berfungsi penuh secara social dengan
baik ketika kecemasan itu tidak ada.
Pasien didiagnosa menggunakan system diagnose multiaksial. Diagnosis
Axis I ditegakkan berdasarkan hasil dari anamnesis dan pemeriksaan fisik dengan
pasien. Data ini menjadi dasar untuk mendiagnosa pasien dengan General Anxiety
Disorder / Gangguan Cemas Menyeluruh (F41.1). Pada axis II didapatkan
kepribadian pasien anankastik. Pada axis III tidak didapatkan diagnosa karena
pasien tidak ada riwayat penyakit yang berhubungan. Pada axis IV didapatkan
penyebab kecemasan adalah masalah dengan pekerjaan. Pada axis V pasien
mendapatkan GAF Scale senilai 50 karena pasien hamper kehilangan pekerjaan
karena mengundurkan diri.

26
Pasien diterapi dengan obat golongan Benzodiazepine (Clobazam 2 x 50
mg) dan SSRI ( Sertraline 1 x 10 mg ). Jenis obat-obat golongan Benzodiazepine
ini adalah Diazepam, Klordiazepoksid, Lorazepam, Klobazam, Bromazepam,
Oksazolam, Klorazepat, Alprazolam atau Prazepam. Penggunaan obat anti
kecemasan haruslah melalui kontrol dari dokter secara ketat, penggunaan obat-obat
anti kecemasan dapat mengakibatkan beberapa efek samping termasuk addiction.
Pasien dengan riwayat penyakit hati kronik, ginjal, dan paru haruslah diperhatikan
pemakaian obat obatan ini
Benzodiazepine merupakan obat pilihan pertama untuk gangguan
kecemasan menyeluruh. Pada gangguan benzodiazepine dapat diresepkan atas
dasar jika diperlukan, sehingga pasien menggunakan benzodiazepine kerja cepat
jika mereka merasakan kecemasan tertentu. Pendekatan alternative adalah dengan
meresepkan benzodiazepine untuk suatu periode terbatas, selama mana pendekatan
terapeutik psikososial diterapkan.
Selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI) dianggap sebagai terapi lini
pertama untuk GAD dibuktikan oleh penelitian (Allgulander, et al., 2004). Terapi
psikososial merupakan hal yang penting karena kecemasan pasien disebabkan oleh
suatu hal yang seharusnya bisa di hadapi.

27
DAFTAR PUSTAKA

Allgulander, C., Dahl, A. A., Austin, C., Morris, P. L., Sogaard, J. A., Fayyad, R., . . . Clary, C.
M. (2004). Efficacy of Sertraline in a 12-Week Trial for Generalized Anxiety
Disorder. The American Journal of Psychiatry, 161(9), 1642-1649.

Bhatt, N. V. (2017, Juni 9). Medscape. Retrieved from emedicine.medscape.com:


https://emedicine.medscape.com/article/286227-overview

Gottschalk, M. G., & Domschke, K. (2017). Genetics of generalized anxiety disorder and
related traits. Dialogues in Clinical Neurosciece, 19(2), 159-168.

Locke, A. B., Kirst, N., & Shultz, a. C. (2015, Mei 1). Diagnosis and Management of
Generalized Anxiety Disorder and Panic Disorder in Adults. American Family
Physician, 91(9), 617-624.

Maslim, R. (2013). Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III
dan DSM 5. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya.

Munir, S., & Hughes, J. (2018). Anxiety, Generalized Anxiety Disorder (GAD). StatPearls.

Puri, B., Laking, P., & Treasaden, I. (2011). Buku Ajar Psikiatri . Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

Saddock, B. J., & Saddock, V. A. (2010). Kaplan & Saddock: Buku Ajar Psikiatri Klinis.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Sadock, B., & Sadock, V. (2015). Kaplan & Sadock Buku Ajar Psikiatri Klinis. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Torpy, J. M., Burke, A. E., & Golub, R. M. (2011). Generalized Anxiety Disorder. The
Journal of the American Medical Association, 305(5), 522.

28
Lampiran 1. Dokumentasi Home Visit

29
Lampiran 2. Tabel Obat GAD menurut American Family Physcian

30

Anda mungkin juga menyukai