Anda di halaman 1dari 14

REFERAT

HIFEMA

Disusun oleh:

Alicya Lesmanadjaja 01073170057

Pembimbing:

dr. Werlinson Tobing, Sp.M

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MATA


PERIODE APRIL - MEI 2019
SILOAM HOSPITALS LIPPO VILLAGE

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN


DAFTAR ISI

1.1 Anatomi dan Fisiologi Mata ....................................................................... 2

1.2 Hifema .......................................................................................................... 4


1.2.1 Definisi ................................................................................................... 4
1.2.2 Epidemiologi .......................................................................................... 4
1.2.3 Etiologi ................................................................................................... 5
1.2.4 Faktor Risiko .......................................................................................... 5
1.2.5 Patofisiologi ........................................................................................... 5
1.2.6 Manifestasi Klinis .................................................................................. 6
1.2.7 Penemuan Klinis .................................................................................... 6
1.2.8 Pemeriksaan Penunjang ......................................................................... 8
1.2.9 Diagnosis ................................................................................................ 9
1.2.10 Diagnosis Banding ............................................................................... 9
1.2.11 Terapi ................................................................................................... 9
1.2.12 Komplikasi ......................................................................................... 12
1.2.13 Prognosis ............................................................................................ 12

1
HIFEMA

1.1 Anatomi dan Fisiologi Mata

Mata adalah sepasang organ berbentuk bulat berdiameter sekitar 2,5 cm


yang terletak di dalam rima orbita yang dibentuk oleh tulang wajah (tulang frontal,
orbita, sfenoid, etmoidalis, dan zigomatik). Sesuai dengan fungsinya yaitu untuk
melihat, maka mata memiliki struktur yang berfungsi untuk meneruskan cahaya
sebagai input ke pusat penglihatan di otak agar manusia dapat memperoleh
informasi mengenai lingkungan sekitar. Struktur mata yang berperan penting dalam
fungsi penglihatan adalah kornea, bilik mata depan, pupil, lensa, badan vitreous,
dan retina.3

Gambar 1. Anatomi mata

Kornea berfungsi sebagai media refraksi cahaya yang diterima, akueous


humor pada bilik mata depan yang jernih berfungsi untuk meneruskan hasil refraksi
cahaya, pupil berfungsi untuk mengatur banyaknya cahaya yang masuk ke retina
agar mencegah iritasi retina akibat cahaya berlebihan, lensa berakomodasi agar
dapat memproyeksikan cahaya pada satu titik fokus di bagian retina yang
difasilitasi dengan badan vitreous yang jernih.
Khusus pada kasus hifema, anatomi mata yang diutamakan adalah bilik
mata depan. Bilik mata depan adalah sebuah ruang dalam mata yang dibatasi kornea

2
pada bagian depan, iris pada bagian samping, lensa pada bagian belakang, dan berisi
akueous humor. Akueous humor diproduksi oleh badan siliaris yang kaya akan
pembuluh darah, lalu mengalir ke anterior melalui pupil ke bilik mata depan.
Akueous humor akan diserap oleh serabut trabekular lalu melalui kanal schlemm
masuk ke pleksus venosa episklera.3

Gambar 2. Aliran akueous humor

Vaskularisasi mata didapatkan dari arteri siliaris anterior serta cabang-


cabang kecilnya, arteri siliaris posterior panjang, arteri siliaris posterior pendek,
arteri episklera, dan arteri retina sentral. Pembuluh darah balik mata difasilitasi oleh
vena siliaris anterior, vena episklera, vena skleral, vena retina sentral, dan vena
optalmika inferior. Khusus bilik mata depan diperdarahi oleh arteri siliaris anterior
beserta cabang-cabang kecilnya.

3
Gambar 3. Vaskularisasi mata

Gangguan pada seluruh struktur penglihatan ini dapat mengganggu


penglihatan manusia dan bahkan membahayakan keseimbangan lingkungan kerja
organ mata, sehingga secara langsung mengganggu fungsi keseharian penderita. 3

1.2 Hifema

1.2.1 Definisi
Hifema adalah sebuah keadaan terisinya bilik mata depan
dengan sel darah merah.1,3,4,5

1.2.2 Epidemiologi
Angka kejadian hifema traumatik sekitar 12/100.000 dengan
anak-anak / usia 10-20 tahun sebagai populasi dominan (70%).
Menurut jenis kelamin, laki-laki memiliki risiko hifema 3x lebih besar
dibandingkan perempuan. Pada penderita hifema usia muda, kejadian
lebih sering disebabkan oleh trauma tumpul akibat aktivitas olahraga
dan permainan, sedangkan penderita hifema usia dewasa lebih sering
disebabkan oleh kecelakaan mobil ataupun tindakan kekerasan yang
meliputi bagian mata.2

4
1.2.3 Etiologi
Hifema dapat disebabkan oleh trauma baik tumpul ataupun
tajam (penetrasi), dan dapat disebabkan oleh pecah pembuluh darah
spontan akibat kondisi medis penyerta seperti rubeosis iridis, tumor
iris, retinoblastoma, kelainan darah (sickle cell disease, koagulopati),
diabetes melitus, hipertensi, dan penggunaan obat anti-koagulan.
Sekitar 60% penyebab terbanyak hifema adalah trauma tumpul dari
kecelakaan olahraga (benturan langsung bola), permainan (tembak),
mobil (air-bag / benturan langsung setir mobil) dan perkelahian yang
mengenai bagian mata. Kasus hifema akibat trauma tajam atau
penetrasi sering kali didapatkan pada kasus pembunuhan
menggunakan benda tajam. Sedangkan kasus hifema akibat
perdarahan spontan disebabkan oleh proses neovaskularisasi
(pertumbuhan pembuluh darah baru yang lebih rentan dibandingkan
pembuluh darah pada normalnya) seperti pada kasus diabetes melitus,
ataupun tumor iris.1,3,4,5,6

1.2.4 Faktor Risiko


Faktor risiko hifema adalah diabetes melitus, tumor iris,
retinoblastoma, kelainan darah, penggunaan obat anti-koagulan, pasca
pembedahan intraokular (operasi katarak), infeksi (herpes), dan
trauma tumpul ataupun tajam yang mengenai bagian wajah dekat
mata.5

1.2.5 Patofisiologi
Pecahnya pembuluh darah yang memperdarahi bagian bilik
mata depan yaitu lingkar arteri mayor dari arteri siliaris anterior akibat
robekan iris atau badan silaris, akan menyebabkan akumulasi darah
pada bilik mata depan tergantung derajat keparahan arteri yang
terkena dampak. Trauma tumpul menyebabkan tekanan antero-

5
posterior bola mata secara menyeluruh, sehingga menyebabkan
tekanan pada sudut bilik mata depan yang akan menyebabkan robekan
pembuluh darah iris ataupun badan siliaris. Akumulasi sel darah
merah pada bilik mata depan dapat diserap melalui serabut trabekular
dan kembali ke pleksus vena episklera via kanan schlemm. Akumulasi
sel darah merah berlebihan disertai fibrin, debris sellular dan plasma
di bilik mata depan dapat menyebabkan obstruksi jalur keluar akueous
humor, sehingga dapat terjadi kenaikan tekanan intraokular layaknya
gejala glaukoma.

1.2.6 Manifestasi Klinis


Sebagian besar kasus hifema traumatik yang tidak terlalu
masif dapat menghilang secara total dalam 7 hari. Penderita hifema
sering kali mengeluhkan gejala nyeri pada bagian mata dan sekitarnya
apabila disebabkan oleh trauma tumpul atau tajam. Penderita hifema
menjadi sensitif terhadap cahaya, dan mengeluhkan adanya
pandangan yang berkabut atau seperti dihalangi hingga kehilangan
penglihatan, Keluhan juga bisa disertai dengan mual muntah. Pada
penderita hifema, riwayat penggunaan obat pengencer darah / anti
koagulan oral, gangguan pembekuan darah, dan anemia sel sabit
(sickle-cell disease) juga perlu ditanyakan sebagai faktor risiko
terbesar terjadinya hifema.

1.2.7 Penemuan Klinis


Pada kasus hifema yang disebabkan oleh trauma, pemeriksaan
fisik harus dimulai dari bagian luar mata. Kelainan berupa fraktur rima
orbita, ekimosis, dan enoftalmus dapat menunjukkan riwayat trauma.
Pemeriksaan mata rutin meliputi dari visus yang dapat terganggu,
gangguan gerak bola mata, laserasi palpebra, robekan spingter papil,
pengecilan sudut bilik mata depan (gonioskopi), pupil midriasis,

6
iridodialisis (terlepasnya iris dari badan siliaris secara lokal) /
iridoskisis (terlepasnya lapisan stroma iris) / iritis, siklodialisis
(terpisahnya badan siliaris dengan skleral spur, sehingga terdapat
hubungan langsung antara ruang suprakoroid dan bilik mata depan),
robekan serabut trabekular, dehisensi zonular, katarak, dan dialisis
retina. Tanda-tanda diatas disebut sebagai “cincin 7” dan seringkali
ditemukan pada riwayat trauma tumpul okuli.
Berdasarkan derajat keparah hifema, maka perdarahan pada
bilik mata depan yang diukur dari limbus kornea inferior dan
diperhatikan warnanya dibagi menjadi:

Mikrohifema Penemuan sel darah merah pada bilik mata depan


tanpa formasi lapisan
Kelas 1 Lapisan darah meliputi <1/3 bagian bilik mata
depan (<33%)
Kelas 2 Lapisan darah meliputi 1/3 – ½ bagian bilik mata
depan (33-50%)
Kelas 3 Lapisan darah meliputi ½ - < volume total bagian
bilik mata depan. (>50%)
Kelas 4 Darah mengisi seluruh volume bilik mata depan
(100%)
“eight-ball” Hifema total berwarna ungu kehitaman
*warna hitam pada bilik mata depan menandakan gangguan sirkulasi
akueous humor dan penurunan konsentrasi oksigen, sehingga
meningkatkan risiko blokade pupil dan penutupan sudut anterior
sekunder. (peningkatan kelas hifema berhubungan dengan risiko
peningkatan tekana intraokular)

7
Gambar 4. Grading Hifema
Pada beberapa kasus hifema, funduskopi masih dapat dilakukan
dan menunjukkan adanya perdarahan badan kaca.5,7,8

1.2.8 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang pada kasus hifema adalah
pemeriksaan darah lengkap meliputi profil faktor koagulasi terutama
pada pasien dengan diatesis hemoragik atau menggunakan obat
antikoagulan, dan tonometri untuk menilai tekanan intraokular.
Tekanan intraokular kasus hifema dapat menunjukkan hipotoni akibat
siklodialisis, tetapi bisa juga menunjukkan hipertoni akibat
penumpukkan sel darah merah dan produk darah lainnya pada jalur
keluar akueous humor (sumbatan transien). CT-scan kepala dan
orbital juga diperlukan untuk mencari kemungkinan fraktur tulang
pelindung bola mata.1,3,4,7,9

8
1.2.9 Diagnosis
Diagnosis daripada hifema ditegakkan dengan penemuan sel
darah merah pada bilik mata depan baik melalui inspeksi langsung
ataupun hasil pemeriksaan bilik mata depan menggunakan slitlamp.

1.2.10 Diagnosis Banding


1. hifema traumatik: hifema akibat trauma tumpul ditandai dengan
penurunan fungsi struktur intraokular akibat peningkatan tekanan
intraokular cepat, sehingga pembuluh darah bilik mata anterior rentan
untuk robek.
2. hifema sekunder pasca bedah okular / laser: pasca tindakan okular
/ laser meningatkan risiko hifema akibat respon iskemia dan
neovaskularisasi.
3. Neovaskularisasi: pertumbuhan abnormal pembuluh darah iris,
badan siliaris, ataupun dekat sudut akibat peningkatan VEGF
(Vascular Endothelial Growth Factor) pada penderita diabetes
melitus atau stenosis karotid (ocular ischemic syndrome).
4. Neoplasma: melanoma ataupun retinoblastoma (pada anak)
meningkatkan risiko hifema
5. Anomali vaskular: xantogranuloma juvenile (penyakit kulit dengan
karakter lesi oranye meninggi single atau berkelompok dengan
keikutsertaan mata (nodul iris) yang dapat berdarah spontan. 4

1.2.11 Terapi
1.2.11.1 Non-medika mentosa
Penderita dengan cedera orbita/ okular berat,
hemoglobinopati (sickle cell disease), diatesis hemoragik,
peningkatan tekanan intraokular, atau tidak dapat merawat diri
dianjurkan untuk dirawat inap untuk pemantauan ketat
kemungkinan perdarahan ulang (rentang waktu risiko tinggi: 2-

9
5 hari pasca trauma). Penderita diberikan penutup mata dan
dianjurkan untuk meminimalisir aktivitas, diposisikan berbaring
450 (semi-Fowler) agar perdarahan menetap di inferior bilik
mata depan, tidak menghalangi visualisasi, dan mengurangi
paparan sel darah merah terhadap endotel kornea dan serabut
trabekular yang luas. Observasi meliputi perdarahan ulang,
glaukoma sekunder, dan pewarnaan kornea dari pigmen besi sel
darah merah (hemosiderosis kornea).
Penderita hifema yang patuh terhadap pengobatan, dan
tidak masuk dalam kriteria rawat inap dapat melakukan rawat
jalan dengan observasi ketat fungsi penglihatan, regresi hifema,
dan tekanan intraokular.1,5

1.2.11.2 Medika mentosa


Pengobatan yang dapat diberikan adalah asam
aminocaproid per oral (asam amino lisin analog 100 mg/ kgBB/
4 jam) untuk menurunkan risiko perdarahan ulang yang bekerja
dengan cara menghambat plasmin. Pilihan kedua adalah asam
traneksamat per oral yang memiliki sedikit efek samping. Kedua
obat ini tidak diberikan secara rutin dalam pengobatan hifema,
melainkan hanya untuk individu dengan risiko perdarahan ualng
yang tinggi. Apabila terjadi glaukoma sekunder, maka diberikan
beta bloker (timolol 0,25% 2x/hari), prostaglandin analog
(latanoprost 0,005% 1x/hari, dorzolamide 2% 2-3x/hari /
apraclonidine 0,5% 3x/hari. Terapi oral berupa asetazolamid (4
x 250 mg/ hari) dan agen hiperosmotik (mannitol, gliserol,
sorbitol) dapat diberikan jika pengobatan topical tidak efektif.
Steroid topikal (betametason / deksametason /
metilprednisolon) diberikan pada kasus hifema disertai iritis.
Steroid oral diberikan pada hifema dengan peradangan hebat

10
disertai perdarahan badan kaca. Sikloplegik seperti sulfas
atropine 1% 2x/hari untuk kasus inflamasi berat.1,3,7

1.2.11.3 Surgikal
Tindakan pembedahan evakuasi perdarahan (vitrektomi dan
iridektomi) dapat diindikasikan pada hifema dengan peningkatan
tekanan intraokular menetap (>35 mmHg selama 7 hari / 50 mmHg
selama 5 hari / >60 mmHg dalam 2 hari/ >25 mmHg selama >24 jam
pada pasien dengan sickle-cell disease) setelah pengobatan
maksimal untuk mencegah kerusakan saraf optik, pewarnaan kornea,
imbibisi kornea dan risiko perdarahan ulang. Selain tekanan
intraokular yang tidak terkontrol dengan obat-obatan, indikasi
surgikal dalam kasus hifema adalah terdapat pewarnaan kornea
(corneal blood staining), hifema masif >5 hari, dan eight-ball
hyphema. Indikasi relatif evakuasi perdarahan hifema diberikan
kepada penderita hifema dengan hemoglobinopati, dan atropi optik.
Pilihan intervensi bedah terdiri dari:
1. irigasi bilik anterior dan aspirasi via sayatan kecil (anterior
chamber washout)
2. evakuasi hifema dengan instrumen vitrektomi anterior tertutup
(cryoextraction), atau irigasi bekuan darah dengan penyaringan
(trabekulektomi)
3. parasentesis anterior untuk kontrol tekanan intraokular.10
Untuk kasus hifema total dengan blokade pupil, maka
prosedur iridektomi dapat ditambahkan saat pembedahan
berlangsung. Pasca tindakan bedah, pasien dapat diberikan anti-
inflamasi dan antibiotik topikal selama 2 minggu.3,4,7,11

11
1.2.12 Komplikasi
Komplikasi hifema meliputi perdarahan berulang, glaukoma
sekunder segera ataupun nanti (dalam beberapa bulan atau tahun),
atropi saraf optik, gangguan visual akibat hemosiderosis kornea
(dapat menghilang sekitar 1 tahun), dan dislokasi lensa.1,7,12

Gambar 5. Hifema dan hemosiderosis kornea

1.2.13 Prognosis
Prognosis hifema bergantung pada tingginya darah pada
bilik mata depan dan keberadaan kondisi medis penyerta. Semakin
tinggi darah di bilik mata depan dan adanya kondisi penyerta akan
menyebabkan komplikasi hifema lebih mudah terjadi. Oleh karena
itu, etiologi dan ketepatan tatalaksana sangat mempengaruhi hasil
pengobatan hifema, risiko terjadinya komplikasi, dan kemampuan
visual pasien pasca hifema.1,8,13

12
DAFTAR PUSTAKA

1. Prof. dr. Sidarta Ilyas S. Hifema. In: Kedaruratan Dalam Ilmu Penyakit Mata.
2000. p. 85–8.
2. Simanjuntak G, Farinthska G, Simanjuntak G, Artini W, R N. Risk Factors
for Poor Visual Outcome in Traumatic Hyphema: Jakarta Eye Trauma Study.
Niger J Clin Pract. 2018;21:921–4.
3. Riordan-Eva P, Whitcher J. Hyphema. In: Vaughan & Asbury’s General
Opthalmology. 16th ed. McGraw Hill Education; 2004. p. 376–7.
4. Sitorus R, Sitompul R. Hifema. In: Buku Ajar Oftalmologi. 2015. p. 479–81.
5. Lenihan P, Hitchmoth D. Traumatic Hyphema. Optom Educ.
2014;39(3):110–8.
6. Gragg J, Baker M. Hyphema. In: National center for Biotechnology
Information. 2019. p. 1–6.
7. Kuhn F, Pieramici dante. Hyphema. In: Ocular trauma principles and
practice. 2002. p. 132–43.
8. Al-saffar AAT, Hussein AS, Jamal NM. iMedPub Journals Traumatic
Hyphema Frequency and Management Evaluation : A Retrospective Study
Review of Literature The anatomy of the human eye. Heal Sci J. 2017;1–10.
9. Malik K, Welch RJ, Shields CL. Spontaneous Hyphema in a Middle-Aged
Woman. JAMA opthalmology. 2018;6–7.
10. Chuka OM, Obizoba OL. Ophthalmology and Eye Diseases Paracentesis as
Surgical Intervention in Traumatic Hyphaema : Opinions and Practices of
Nigerian Ophthalmologists. Opthalmology Eye Dis. 2012;71–8.
11. Gault JA, Vander JF. Opthalmology secrets in color. 4 th ed. Philadelphia:
Elsevier; 2016
12. Kanski JJ. Clinical ophthalmology. A systematic approach. 8 th ed. Elsevier
Heal Sci. 2016
13. Lang G. Hyphema. Opthalmology: a short textbook. 2000.p.507-513

13

Anda mungkin juga menyukai