Anda di halaman 1dari 28

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA REFERAT &

FAKULTAS KEDOKTERAN LAPORAN KASUS


UNIVERSITAS HASANUDDIN APRIL 2019

REFERAT : KLEPTOMANIA (F63.2)


LAPORAN KASUS: SKIZOFRENIA PARANOID (F20.0)

Oleh:
Edward Gani
C01418 2085

Residen Pembimbing:
dr. Novianti Hajai

Pembimbing Supervisor:
Dr.dr.H.M.Faisal Idrus,Sp.KJ

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019

i
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa :

Nama : Edward Gani

NIM : C014182085

Judul Referat : Kleptomania

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Psikiatri Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, 16 April 2019

Mengetahui,

Pembimbing Supervisor Residen Pembimbing

Dr.dr.H M Faisal Idrus,Sp.KJ dr. Novianti Hajai

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN
…………………………………………………......................................... ii
DAFTAR ISI
……………………………………………………………………………………………………………
….. iii
BAB 1 PENDAHULUAN
……………………………………………………....................................... 1
BAB 2 PEMBAHASAN
……………………………………………………………………………………………. 2
2.1 DEFINISI
………………………………………………………………………………………………... 2
2.2 EPIDEMIOLOGI
………………………………………………………………………………………. 2
2.3 ETIOLOGI
……………………………………………………………………………………………….. 3
2.4 PATOFISIOLOGI
………………………………………………………………………………………. 3
2.5 KRITERIA DIAGNOSIS
…………………………………………....................................... 4
2.6 PATOLOGI DAN PEMERIKSAAN
LABORATORIUM………………………………………… 5
2.7 DIAGNOSIS BANDING
………………………………………………………………………………. 6
2.8 PENATALAKSANAAN
…………………………………………....................................... 6
2.9 PROGNOSIS
…………………………………………………………………………………………….. 7
BAB 3 KESIMPULAN …………………………………………………...
………………………………………………. 8
LAPORAN
KASUS…………………………………………………………………………………………………
………… 10
DAFTAR PUSTAKA

iii
……………………………………………………………………………………………………….24

iv
BAB 1
PENDAHULUAN

Kleptomania adalah suatu kondisi yang penuh dengan teka teki dimana kejahatan

(pencurian) membentuk bagian dari kriteria diagnostiknya. Sudah tak mengejutkan lagi,

diagnosis kleptomania seringkali digunakan sebagai pembelaan terhadap terdakwa pencurian,

terutama pada kasus pencurian berulang.

Kleptomania telah dideskripsikan baik dalam literatur medis maupun hukum selama

ratusan tahun , di tahun 1900-an, seorang psikolog swiss bernama Matthey menggambarkan

kleptomania sebagai “kegilaan yang unik yang dikarakteristikkan oleh kecenderungan untuk

mencuri tanpa adanya motif ataupun kebutuhan. Kecenderungan untuk mencuri tersebut

bersifat permanen, kecenderungan mencuri timbul ketika keinginan mencuri mengalahkan

hati nurani”, saat itu ia menggunakan istilah ‘klopemania’ atau ‘stealing insanity’. Dua orang

dokter asal Prancis, Marc dan Esquirol kemudian mengubah istilah klopemania menjadi

kleptomania dan mendeskripsikannya sebagai “orang yang memiliki dorongan yang tidak

dapat dilawan dan tidak disadari untuk melakukan pencurian”. Pada tahun 1962, kleptomania

dimasukkan sebagai istilah tambahan dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental

Disorder (DSM-I), belum sebagai diagnosis formal. Pada DSM-II, istilah kleptomania

dihilangkan, barulah pada DSM-III istilah kleptomania kembali diperkenalkan dan sekaligus

dimasukkan kedalam kategori “impulse control disorder not otherwise specified”. Hal yang

menarik dari diagnosa ini dalam DSM III dan IV adalah kleptomania dapat didiagnosa tanpa

harus menyingkirkan kemungkinan adanya gangguan depresi atau gangguan kepribadian

antisosial yang sangat memungkinkan adanya kebiasaan mencuri 1. Barulah pada DSM-V,

depresi dan antisosial dimasukkan dalam faktor ekslusi 2.

1
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Kleptomania adalah kegagalan berulang untuk menolak keinginan untuk mencuri

barang yang tidak diperlukan untuk kepentingan pribadinya atau untuk keuangannya.

Kleptomania juga dikenal sebagai kesukaan untuk mencuri atau fanatik mencuri. Misalnya

seseorang yang mencuri buku meskipun mereka tidak bisa membaca atau mencuri pakaian

baby meskipun ia tidak memiliki anak 3.

2.2 Epidemiologi

Di Amerika Serikat, kleptomania mencakup 5% dari kasus shoplifting, yaitu sekitar

100.000 kasus. Dibandingkan dengan gangguan impulsif lainnya, kleptomania menerima

perhatian lebih dalam literatur sains, namun belum ada penelitian pasti mengenai

epidemiologi dari kleptomania. Dari data yang ada, diperkirakan kleptomania memiliki

prevalensi 0,5-1% dari total populasi secara umum. Dari beberapa penelitian juga didapatkan

bahwa prevalensi kleptomania terus meningkat. Pada suatu penelitian pada pasien rawat inap,

7,8 % memiliki gejala kleptomania untuk saat ini, dan 9,3% memiliki gejala kleptomania

seumur hidupnya. Penelitian lain lagi pada populasi dengan komorbid kleptomania, yaitu

pada pasien dengan depresi primer, ketergantungan alkohol dan judi patologis adalah 3,7%,

3.8% dan 5% sesuai urutannya. Kleptomania juga lebih sering didapatkan pada polulasi

wanita 4.

2
2.3 Etiologi

Etiologi dari kleptomania sendiri belum diketahui secara pasti, namun ada beberapa

teori yang mengatakan bahwa adanya peran genetik dan neurobiologis. Pada pasien dengan

gangguan impuls, gray matter tampak kurang padat pada korteks prefrontal. Area ini

diasosiasikan dengan pengontrolan impuls dan pengaturan diri. Pasien juga memiliki

peningkatan gray matter pada area temporal, dimana area ini berkaitan dengan impulsivitas,

aggresi, dan kepribadian antisosial.

Selain faktor biologis, ada juga faktor psikologis yang dapat berperan, dimana pada

pasien ini memiliki Id yang dominan, dan penekanan pada ego dan superego. Mereka juga

cenderung memiliki empati yang rendah, serta rasa percaya diri yang rendah. Sedangkan

untuk faktor lingkungan, beberapa hal yang dapat menyebabkannya misalnya orang tua yang

selalu menitipkan anaknya di tempat penitipan anak, atau orangtua yang mengalami banyak

masalah rumah tangga atau pada anak dengan orangtua yang bercerai 4.

2.4 Patofisiologi

Patofisiologi dari kleptomania belum dapat disimpulkan. Berdasarkan penelitian-

penelitian sebelumnya, penyebab yang mungkin dari kleptomania adalah: (1) faktor genetik;

kebanyakan keluarga dekat dari penderita kleptomania memiliki gangguan mental atau

kepribadian. (2) faktor keluarga; kebanyakan penderita kleptomania diasuh oleh kakek-

neneknya , atau memiliki orangtua yang telah bercerai, atau menikah lagi, sehingga pasien

dan orang tuanya kurang berkomunikasi. Penderita kleptomania seringkali terisolasi dan

dihukum di sekolah, menyebabkan mereka menerima rasa kasih sayang yang kurang, dan

akhirnya rasa cinta pada diri sendirinya juga kurang. Ketika orientasi dari kebahagiaan

terelasikan dengan kelakuan yang buruk, mereka mulai berpikir bahwa melakukan hal buruk

merupakan kompensasi psikologis untuk diri mereka sendiri di alam bawah sadarnya.

3
Psikodinamik percaya bahwa kebanyakan pasien memiliki masa kecil yang tidak bahagia,

sehingga mereka melakukan pencurian sebagai kompensasi atas masa kecil mereka yang tak

bahagia. (3) cacat kepribadian; pasien dengan kleptomania paling sering memiliki salah satu

dari kepribadian, yaitu yang pertama adalah expansion, dimana mereka memiliki empati yang

sangat rendah dan melakukan apapun yang mereka inginkan tanpa memikirkan perasaan

orang lain, yang kedua adalah self represi , mereka sangat tidak perduli dengan orang lain,

jarang berinteraksi dengan orang lain, kurang mencintai dan menghargai diri sendiri, dan

kebutuhan emosionalnya tak terpenuhi di masa kanak-kanak.(4) faktor sosial, pasien

kleptomania seringkali dikaitkan dengan pengaruh lingkungan, mereka seringkali

menghadapi nkondisi penuh tekanan, dan emosi negatifnya seperti stress, depresi, kecemasan,

tidak dapat mereka lampiaskan, dan mereka pendam, dan akhirnya pada suatu titik mereka

tidak dapat lagi menahannya dan mencari cara untuk melampiaskannnya. Bagi mereka

perbuatan mencuri adalah hal yang menantang dan menarik dan keberhasilan dalam mencuri

akan memberi mereka kepuasan dan pencapaian yang tak wajar. Karena dorongan untuk

merasakan kepuasan tersebut, akhirnya mereka terdorong untuk melakukan pencurian

berulangkali. (5) faktor psikologis; penelitian psikologis menunjukkan bahwa kleptomania

dapat disebabkan oleh faktor organik, seperti tumor, epilepsi, demensia, atau akibat obat.

Kleptomania juga dapat disebabkan oleh atrofi otak, dan retardasi mental 5. Salah satu

penelitian terbaru di 2019 oleh Vlado et al, mereka menemukan hubungan antara penggunaan

venlafaxine yang termasuk dalam golongan SNRI dan kleptomania 6.

2.5 Kriteria Diagnosis

Menurut The American Psychiatric Association’s Diagnostic and Statistical

Manual of Mental Disorders, Fifth Edition (DSM-5), kleptomania termasuk dalam kategori

4
gangguan disruptif, impuls, dan conduct. Gangguan ini ditandai dengan suatu tindakan

khusus berupa kebiasaan mencuri. Kebiasaan ini terjadi tanpa adanya kebutuhan akan

barang yang dicuri.1

Kriteria diagnosis menurut PPDGJ III, antara lain:

 Adanya peningkatan rasa tegang sebelum, dan rasa puas selama dan

segera setelahnya, melakukan tindakan pencurian

 Meskipun upaya untuk menyembunyikan biasanya dilakukan, tetapi

tidak setiap kesempatan yang ada digunakan

 Pencurian biasanya dilakukan sendiri tidak bersama-sama dengan

pembantunya

 Individu mungkin tampak cemas, murung , dan merasa bersalah pada

waktu diantara episode pencurian tetapi hal ini tidak mencegahnya

mengulangi perbuatan tersebut 2.

Sedangkan menurut DSM V, kleptomania dapat didiagnosis dengan kriteria:

 Adanya kegagalan berulang untuk menangkal impuls untuk mencuri barang

yang tidak dibutuhkan untuk keperluan pribadi atau untuk kepentingan

keuangannya

 Peningkatan tekanan segera sesaat setelah melakukan pencurian

 Rasa bahagia atau lega pada saat melakukan pencurian.

 Pencurian tidak dilakukan untuk mengekspresikan kemarahan atau balas

dendam dan bukan dilakukan sebagai respon terhadap delusi atau halusinasi

 Pencurian tidak dapat dijelaskan dengan lebih baik oleh gangguan conduct,

episode mania, atau gangguan kepribadian antisosial 1.

5
2.6 Patologi dan pemeriksaan laboratorium

Tidak ada pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan untuk menegakkan

diagnosis kleptomania.

2.7 Diagnosis Banding

Kleptomania dapat didiagnosis-bandingkan dengan gangguan MANIA dan

gangguan kepribadian antisosial, dimana kedua gangguan tersebut juga dapat menyebabkan

perilaku mencuri1.

2.8 Penatalaksanaan

Pada saat ini, tidak ada pengobatan yang efektif untuk kleptomania. Tapi selama

ini dipercaya bahwa kombinasi terapi dengan obat dan psikoterapi merupakan metode

terbaik. Pasien dengan kleptomania membutuhkan terapi psikologis. Yang terutama, dokter

harus mencari akar permasalahan yang menyebabkan kondisi tersebut dan meringankan

tekanan dan memperbaiki lingkungan sekitar pasien. Menurut psikoanalisis klasik,

kleptomania adalah akibat libido. Orang normal akan melampiaskan libidonya melalui

olahraga, permainan, mencari teman, atau seks dan sebagainya. Ketika seseorang memilih

untuk melampiaskannya melalui pencurian, maka ia menderita kleptomania. Saat ini

cognitive behavioral theraphy (CBT) telah digunakan untuk menggantikan psikoanalitik dan

psikodinamis dalam pengobatan kleptomania. CBT juga memiliki beberapa kekurangan

dalam penelitian komparatif dan kontrol, tetapi laporan kasus menunjukkan bahwa pasien

merespon dengan baik pengobatan CBT terutama jika dikombinasikan dengan terapi

farmakologi. Jenis pengobatan CBT yang digunakan termasuk didalamnya adalah terapi

6
desensitisasi, terapi aversi, serta pengalihan perhatian dan minat. Pengobatan farmakologi

dapat efektif pada beberapa kasus kleptomania dan strategi pengobatannya bisa beragam

tergantung pada karakteristik yang ditampakkan. Karena kleptomania sebenarnya dianggap

sebagai bentuk dari gangguan obsesif kompulsif, maka SSRI sering digunakan sebagai

pengobatan farmakologi. Namun hasil yang ditampakkan pada beberapa kasus tidak

konsisten, pada beberapa kasus SSRI gagal untuk menghilangkan keinginan mencuri, bahkan

pada beberapa kasus SSRI dapat menyebabkan beberapa gejala kleptomania. Pada beberapa

kasus lainnya, obat penstabil mood seperti asam valproat, litium, dan topiramat dapat

memberikan manfaat. Beberapa pasien juga merespon terhadap antagonis opioid dimana

sistem opioid juga dipercaya menjadi salah satu penyebab kleptomania, obat tersebut antara

lain adalah naltrexone. Anggota keluarga juga diharapkan dapat berperan aktif dalam

mendidik, mengkritik dan memperhatikan kelakuan pasien. Pasien juga dianjurkan untuk

menulis diari harian, dimana pasien menuliskan hal-hal baik yang mereka lakukan dan

sebagai media pelampiasan untuk hal yang tidak mereka senangi, sehimgga mereka dapat

menekan keinginan mencuri dan meningkatkan kepercayaan dirinya bahwa ia bisa berhenti 5.

2.9 Prognosis

Rata-rata usia pada awal kleptomania adalah pada masa dewasa, paling sering

setelah usia 18. Proses perjalanan gangguan ini tidak dikenal; bentuk timbul dan kronis yang

terjadi. Prognosis kleptomania sendiri dipengaruhi oleh tingkat keparahannya yang dapat

dilihat dari frekuensi keinginan untuk mencuri, rasa bahagia setelah mencuri dan faktor

komorbid lainnya (anorexia nervosa, bulimia nervosa, OCD). Untuk mengukur tingkat

keparahan juga dapat digunakan Kleptomania Symptom Assessessment Scale (K-SAS).

Skornya bereagam dari 0-447.

7
BAB 3

KESIMPULAN

Kleptomania adalah kegagalan seseorang untuk melawan keinginan untuk

melakukan pencurian yang terjadi secara berulang, dan kegiatan mencuri ini dilakukan bukan

untuk memenuhi kebutuhannya ataupun meningkatkan kesejahteraannya. Kegiatan mencuri

ini juga bukan dilakukan atas dasar balas dendam atau kemarahan. Dan saat berhasil

melakukan pencurian, orang tersebut mendapat kepuasan dan ppencapaian yang tidak wajar.

Namun sesaat setelah melakukan pencurian, mereka mungkin saja merasakan penyessalan

tetapi penyesalan itu tidak mampu menghentikan keinginan mencurinya.

Etiologi pasti dari kleptomania belum diketahui, namun ada beberapa etiologi

yang dianggap berperan yaitu faktor genetik, faktor keluarga, faktor kepribadian, faktor

sosial, dan faktor psikologis. Kleptomania dipercayai sebagai pelampiasan dari emosi yang

terpendam, seperti yang telah dijelaskan bahwa penderita kleptomania memiliki kepribadian

tertutup dan seringkali memiliki rasa cinta terhadap dirinya sendiri yang rendah serta tidak

perduli terhadap lingkungan sekitarnya. Mereka juga seringkali melakukan hal yang

membuat orang terganggu namun mereka tak perduli mengenai perasaan orang lain. Selain

itu mereka juga kebanyakan adalah anak yang dibesarkan di keluarga yang berantakan,

dimana kedua orangtua sering bertengkar atau telah berpisah dan menikah kembali. Mereka

juga seringkali dikatakan bodoh dan dihukum di sekolah sehingga rasa cinta pada diri

sendirinya berkurang. Emosi yang terpendam akibat masalah- masalah tersebut oleh alam

bawah sadarnya akhirnya dilampiaskan melalui kegiatan mencuri, dimana setelah mencuri

8
mereka mendapat kepuasan dan kebahagiaan sementara. Dan kepuasan itu merangsang

mereka untuk melakukan hal yang sama berulangkali dan hal tersebut tak dapat dikontrol.

Pengobatan untuk kleptomania juga masih belum ditemukan yang benar-benar

efektif untuk menghilangkan dorongan untuk mencuri tersebut. Namun berdasarkan

etiologinya, ada beberapa penanganan yang dapat diberikan baik psikoterapi maupun

farmakologi. Untuk psikoterapi, pengobatan yang dinilai memberi perubahan yang paling

signifikan adalah cognitive and behavioral therapy (CBT) terutama jika dikombinasi dengan

obat. Untuk pengobatan farmakologinya, karena kleptomania dianggap salah satu penyakit

gagguan impuls, maka pemberian SSRI dapat membantu, seperti pemberian fluoxetine,

meskipun pada beberapa kasus tak membantu. Pemberian obat penstabil mood juga dapat

membantu pada beberapa kasus, seperti asam valproat, litium, dan topiramat dapat

membantu.

Untuk prognosisnya sendiri, kleptomania dipengaruhi oleh keparahan

penyakitnya yang dapat dilihat melalui beberapa hal seperti frekuensi mencurinya, dan

berbagai faktor premorbid.

9
LAPORAN KASUS
Skizofrenia Paranoid (F20.0)

IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. AY
Jenis kelamin : Laki-laki
Tanggal lahir/ Umur : 18 Juni 1977 / 42 tahun
Status perkawinan : Belum Menikah
Agama : Islam
Warga Negara : Indonesia
Pekerjaan : belum/tidak bekerja
Alamat : Jl.Manunggal 31 no 18 Maccini
Sombala
No Status / No. Reg : 00 00 82 43
Tanggal datang ke RSKD : 18/ 2/2019

LAPORAN PSIKIATRIK
Diperoleh secara autoanamnesis dan alloanamnesis dari:

Nama : Ny. R
Usia : 36 tahun

Agama : Islam

Suku : Makassar

Pendidikan Terakhir : SD

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat : jl.manunggal 31 no.18 Maccini Sombala

Hubungan dengan pasien : Istri pasien

10
I. RIWAYAT PENYAKIT

A. Keluhan Utama
Mengamuk

B. Riwayat Gangguan
2014

1. Keluhan dan Gejala


keluhan mengamuk yang dialami sejak 1 minggu dan memberat 2 hari
sebelum masuk rumah sakit. Awalnya pasien sering ngomong sendiri tidak jelas
apa yang dikatakan, pasien juga menjadi cepat emosi karena sering merasa
patah hati namun pasien tidak tau kenapa merasa patah hati. Tujuh hari yang
lalu pasien mulai mengamuk, pasien memukul orang yang ada di dekatnya dan
kadang memecahkan kaca dengan cara melemparinya dengan barang di
dekatnya. Pasien juga sering melihat cewek dan mendengar suara cewek tapi
tidak jelas apa yang dikatakan. Pasien juga sering mendengar suara hatinya
yang menyuruhnya makan sehingga pasien menjadi sering makan. Pasien juga
percaya bahwa dirinya robot karena ia tak memiliki otak. Saat malam hari
pasien juga seringkali mengalami kesulitan untuk tidur meskipun telah minum
obat. Jikalau tidak tidur, pasien menyanyi.

2. Hendaya/disfungsi
• Hendaya sosial (+)
• Hendaya pekerjaan (+)
• Hendaya waktu senggang (+)

3. Faktor Stressor Psikososial


Tidak jelas

4. Hubungan gangguan sekarang dengan riwayat fisik sebelumnya


• Trauma kepala (-)
• Infeksi (-)
• Kejang (-)

• Merokok (-)

11
• Alkohol (-)

C. Riwayat Gangguan Sebelumnya


1. Riwayat penyakit fisik: tidak ada
2. Riwayat penggunaan NAPZA: tidak ada
3. Riwayat gangguan psikiatri sebelumnya: ada, 3 tahun lalu dengan gejala
yang sama yaitu mengamuk

D. Riwayat Kehidupan Pribadi


1. Riwayat Prenatal dan Perinatal (0-1 tahun)
Riwayat kelahiran pada 18 Juni 1977, lahir normal cukup bulan, lahir di
rumah sakit dibantu oleh bidan. Tidak ditemukan cacat lahir ataupun
kelainan bawaan. Ibu pasien juga tidak pernah mengalami pendarahan dan
penyakit fisik selama kehamilan. Tidak ada konsumsi alkohol, obat-obatan
atau jamu selama kehamilan. Pasien mendapat ASI eksklusif dari ibunya
sampai usia 2 tahun.

2. Riwayat Masa Kanak Awal (1-3 Tahun)


Pasien tinggal bersama orang tua dan saudaranya. Pasien lanjut minum
susu formula pada usia 2 tahun dan mula makan makanan biasa. Pasien
bertumbuh dan berkembang seperti anak seusianya. Tidak ada
keterlambatan dalam perkembangan. Pada usia 3 tahun, pasien mulai
belajar buang air di kamar mandi.

3. Riwayat Masa Kanak Awal dan Tengah (3-11 tahun)

Pasien diasuh dan tinggal bersama kedua orang tuanya dan saudaranya.
Pada waktu kecil, pasien mampu bermain dengan teman sebayanya. Pasien
mendapat kasih sayang dan perhatian yang cukup dari kedua orang tuanya.
Pasien mulai bersekolah di SD pada usia 6 tahun. Pasien merupakan murid
yang rajin dan tidak malas ke sekolah serta mendapat prestasi yang cukup
baik di sekolah. Pasien adalah seorang yang mudah bergaul dan mempunyai
banyak teman walaupun agak pemalu dan tertutup. Ketika keluarganya
datang berkunjung, pasien seringkali masuk ke dalam kamar.

4. Riwayat Masa Kanak Akhir dan Remaja (Usia 12-18 tahun)

12
Pasien sudah mulai bekerja sebagai petani. Pasien dikenali sebagai seorang
yang penyabar dan pendiam. Pasien juga mempunyai hubungan yang baik
sesama tetangga.

5. Riwayat Masa Dewasa


• Riwayat Pekerjaan: Pasien belum/tidak bekerja
• Riwayat Pernikahan: Pasien belum menikah
• Riwayat Agama: Pasien beragama Islam dan menjalankan kewajiban
agama dengan baik.

• Riwayat Pelanggaran Hukum: Selama ini pasien tidak pernah terlibat


dengan masalah pelanggaran hukum.

E. Riwayat Kehidupan Keluarga


Pasien merupakan anak kedua dari 8 bersaudara,(♂,♂,♀,♀,♂,♂,♀,♀).
Hubungan pasien dengan orang tua dan saudaranya baik. Pasien belum
menikah. Tidak ada keluarga dengan riwayat penyakit yang sama.

Genogram

Laki- laki
Perempuan
Penderita
X Meninggal

F. Situasi Sekarang
Saat ini pasien tinggal bersama ayah dan ibunya serta saudaranya.

13
G. Persepsi Pasien Tentang Diri dan Kehidupannya
Pasien tidak sadar akan dirinya yang sakit dan menyangkal bahwa dirinya sakit
serta menolak untuk berobat.

14
II. STATUS MENTAL
A. Deskripsi Umum
1. Penampilan
Seorang laki-laki berpakaian dengan mengenakan baju kaos berwarna abu-
abu dan celana panjang jeans biru. Rambut pendek, warna hitam. Wajah
sesuai usia (42 tahun), perawakan sedang, perawatan diri cukup.

2. Kesadaran : Berubah
3. Perilaku dan aktivitas psikomotor : Gelisah
4. Pembicaraan : Spontan, lancar, intonasi sedang
5. Sikap terhadap pemeriksa : Kooperatif

B. Keadaan Afektif (Mood) , Perasaan, Empati dan Perhatian


1. Mood : Sulit dinilai
2. Afek : Tumpul
3. Empati : Tidak dapat dirabarasakan

C. Fungsi Intelektual (Kognitif)


1. Taraf pendidikan, pengetahuan umum dan kecerdasan: Pengetahuan umum
dan kecerdasan sesuai dengan tingkat pendidikan pasien (SMP)
2. Daya konsentrasi : Terganggu
3. Orientasi
 Waktu : Baik
 Tempat : Baik
 Orang : Baik
4. Daya ingat:
 Jangka Panjang : Baik
 Jangka Pendek : Baik
 Jangka Segera : Baik

5. Pikiran abstrak : Terganggu


6. Bakat kreatif : Tidak ada

7. Kemampuan menolong diri sendiri : Terganggu


D. Gangguan Persepsi

15
1. Halusinasi : Halusinasi Visual (melihat wanita), halusinasi
auditorik(mendengar suara wanita tetapi tidak jelas apa yang dikatakan)
2. Ilusi : Belum dapat dinilai
3. Depersonalisasi : tidak ada
4. Derealisasi : tidak ada

E. Proses Berpikir
1. Arus pikiran

• Produktivitas : Cukup
• Kontinuitas : kadang-kadang irrelevan, koheren
• Hendaya berbahasa : Tidak ada
2. Isi pikiran:
• Pre-okupasi : merasa patah hati tapi tidk jelas penyebabnya
• Gangguan isi pikiran : Waham Bizarre ( merasa bahwa dirinya adalah
robot, dan tak memiliki otak), waham kendali(merasa dirinya
dikendalikan oleh suara hatinya untuk terus makan)
F. Pengendalian Impuls : Terganggu

G. Daya Nilai
1. Norma sosial : Terganggu
2. Uji daya nilai : Terganggu
3. Penilaian realitas : Terganggu

H. Tilikan (Insight)
Derajat 1 (Penyangkalan sepenuhnya terhadap penyakit)

I. Taraf Dapat Dipercaya : Dapat dipercaya

III. PEMERIKSAAN FISIK DAN NEUROLOGIS


A. Status Internus
Kesadaran kompos mentis, tekanan darah 120/80 mmHg, Nadi 67x/menit,
Pernapasan 28x/menit, suhu 36,5 oC. Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak

16
ikterus, jantung paru abdomen dalam batas normal, ekstremitas atas dan
bawah tidak ada kelainan.

B. Status Neurologis
GCS: E4M6V5, Gejala rangsang selaput otak: kaku kuduk negatif, pupil
bulat isokor 2,5 mm / 2,5 mm, refleks cahaya (+/+), fungsi motorik dan
sensorik keempat ekstremitas dalam batas normal. Tidak ditemukan refleks
patologis. Cara berjalan normal, keseimbangan baik. Sistem saraf sensorik
dan motorik dalam batas normal. Kesan: Normal.

IV. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA


Seorang pasien laki-laki berusia 42 tahun datang ke ugd RSKD buat kedua
kalinya dibawa oleh istrinya dengan keluhan mengamuk yang dialami sejak 1
minggu dan memberat 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Awalnya pasien
sering ngomong sendiri tidak jelas apa yang dikatakan, pasien juga menjadi
cepat emosi karena sering merasa patah hati namun pasien tidak tau kenapa
merasa patah hati. Tujuh hari yang lalu pasien mulai mengamuk, pasien
memukul orang yang ada di dekatnya dan kadang memecahkan kaca dengan
cara melemparinya dengan barang di dekatnya. Pasien juga sering melihat
cewek dan mendengar suara cewek tapi tidak jelas apa yang dikatakan. Pasien
juga sering mendengar suara hatinya yang menyuruhnya makan sehingga pasien
menjadi sering makan. Pasien juga percaya bahwa dirinya robot karena ia tak
memiliki otak. Saat malam hari pasien juga seringkali mengalami kesulitan
untuk tidur meskipun telah minum obat. Jikalau tidak tidur, pasien menyanyi.

Awal perubahan perilaku sejak 3 tahun yang lalu, penyebabnya tidak


diketahui, sempat dirawat di RSKD selama 1 tahun, setelah itu pasien keluar
rumah sakit dan dirawat jalan.sebelum akhirnya masuk lagi ke rumah sakit saat
ini.

Dari pemeriksaan status mental tampak seorang laki-laki berpakaian dengan


mengenakan baju kaos abu-abu dan celana panjang jeans biru. Rambut pendek,
warna hitam. Wajah sesuai usia (42 tahun), perawakan sedang, perawatan diri
cukup. Kesadaran berubah. Pembicaraan spontan, lancar, intonasi meningkat dan
sikap terhadap pemeriksa tidak kooperatif. Mood sulit dinilai, afek tumpul, empati

17
tidak dapat dirabarasakan. Daya konsentrasi terganggu. Gangguan isi pikir yaitu
waham. Tilikan derajat 1, penyangkalan sepenuhnya terhadap penyakit. Secara
keseluruhannya, setiap informasi yang diutarakan pasien dapat dipercaya.

V. EVALUASI MULTIAKSIAL
Aksis I
Berdasarkan autoanamnesis, alloanamnesis dan pemeriksaan status mental,
ditemukan adanya gejala klinis yang bermakna konsentrasi terganggu dan tidur
terganggu. Keadaan ini menimbulkan penderitaan (distress) pada dirinya, sulit
melakukan tugas dalam kehidupan harian, dan sulit mengisi waktu luangnya
dengan hal yang bermanfaat (disability) sehingga dapat disimpulkan bahwa
pasien menderita Gangguan jiwa. Pasien mengalami hendaya berat dalam
menilai realitas sehingga pasien digolongkan dengan Gangguan Jiwa Psikotik.
Pasien tidak ditemukan adanya riwayat infeksi dan trauma kepala maupun
gangguan neurologis sehingga Gangguan Jiwa Organik dapat disingkirkan.
Berdasarkan autoanamnesis, alloanamnesis, dan pemeriksaan status mental
ditemukan adanya gejala klinis yang bermakna berupa afek tumpul, konsentrasi
berkurang, nafsu makan terganggu, dan tidur terganggu. Pasien juga sering
melihat cewek dan mendengar suara cewek tapi tidak jelas apa yang
dikatakan(halusinasi visual dan auditorik). Pasien juga sering mendengar
suara hatinya yang menyuruhnya makan sehingga pasien menjadi sering
makan(waham kendali). Pasien juga percaya bahwa dirinya robot karena ia tak
memiliki otak(waham bizarre). Keadaan ini berlangsung sejak 7 hari yang
lalu. Berdasarkan gejala-gejala klinis ini dapat ditegakkan diagnosis
Skizofrenia Paranoid (F20.0).
Keadaan ini menimbulkan penderitaan (distress) pada dirinya, sulit
melakukan tugas dalam kehidupan harian, dan sulit mengisi waktu luangnya
dengan hal yang bermanfaat (disability). Didapatkan juga hendaya dalam
pekerjaan. Berdasarkan pemeriksaan ini, dapat ditegakkan diagnosa yaitu
Skizofrenia Paranoid (F20.0).

Pasien didiagnosis banding dengan:


1. Gangguan psikotik akut dan sementara (F23): Pada pasien ini,
perubahan perilaku sudah tampak sejak 3 bulan lalu sebelum datang ke
rumah sakit namun gejala psikotik mulai muncul sejak 7 hari yang lalu

18
yang mana onsetnya adalah kronik. Pasien ini mengalami perubahan
perilaku lebih dari 2 minggu sehingga differensial diagnosis ini dapat
disingkirkan.

2. Skizoafektif (F25) : Pasien mempunyai waham bizarre yaitu mengaku


dirinya adalah robot.. Namun pasien tidak menonjolkan gangguan
afektif bersamaan pada satu episode sehingga differensial diagnosis ini
dapat disingkirkan.

Axis II
Pasien dikenal sebagai seorang yang pendiam dan pemalu dan cenderung
menghindari tempat ramai tapi memiliki cukup banyak teman . Dari informasi
tersebut pasien memiliki ciri keperibadian yang tidak khas namun mengarah ke
skizoid.

Axis III
Tidak ada

Axis IV
Stressor tidak jelas

Axis V
GAF Scale 50-41 (gejala berat (serious), disabilitas berat).

VI. DAFTAR MASALAH


• Organobiologik
Tidak ada kelainan
• Psikologik
Ditemukan adanya masalah psikologi yang diderita pasien, sehingga pasien
memerlukan psikoterapi.

• Sosial
Ditemukan adanya hendaya dalam sosial, bekerja sehingga pasien
memerlukan sosioterapi.

19
VII. RENCANA TERAPI
1. Farmakoterapi
R/Haloperidol 5mg 3x1
R/Chlorpromazin 100mg 0-1/2-1
R/Triheksifenidil 2mg 2x1 jika ada gejala ekstrapiramidal

2. Psikoterapi
Ventilasi: Memberikan kesempatan kepada pasien untuk menceritakan
keluhan dan isi hati serta perasaan sehingga pasien merasa lega.

3. Sosioterapi
Memberikan penjelasan kepada pasien, keluarga pasien dan orang-orang di
sekitarnya sehingga dapat menerima dan menciptakan suasana lingkungan
yang mendukung.

VIII. PROGNOSIS
Ad vitam : Bonam
Ad functionam : Dubia ad
bonam
Ad sanationam : Dubia ad
malam
1. Faktor pendukung prognosis:
• Pasien menunjukkan gejala positif
• Keluarga pasien mendukung kesembuhan pasien
• Akses ke pelayanan jiwa lancar
• Faktor penghambat: Pasien tidak merasa sakit dan merasa tidak perlu
berobat.
• Pasien mengalami keluhan untuk kedua kalinya

IX. FOLLOW UP
Memantau keadaan umum pasien dan perkembangan penyakit pasien, tanda-
tanda vital pasien dan efektifitas terapi serta kemungkinan terjadinya efek
samping dari obat yang diberikan.

20
X. DISKUSI

Gangguan psikotik adalah gangguan jiwa yang ditandai dengan adanya


halusinasi, waham, perilaku kataton, perilaku kacau, pembicaraan kacau yang
pada umumnya disertai tilikan yang buruk. Waham atau delusi adalah
kepercayaan yang salah, berdasarkan simpulan yang salah tentang kenyataan
eksternal, yang dipegang teguh meskipun apa yang diyakini semua orang
merupakan bukti-bukti yang jelas dan tak terbantahkan.8

Skizofrenia Paranoid (F20.0)

Skizofrenia Paranoid adalah gangguan jiwa yang ditandai dengan


ketidakmampuan individu menilai kenyataan yang terjadi, misalnya terdapat
halusinasi, waham atau perilaku kacau/aneh.

Kriteria Diagnostik Menurut PPDGJ III:


F20.0 Skizofrenia Paranoid

• Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia:

1. Harus adanya sedikit satu gejala berikut:


a. “thought echo”/ “thought insertion” / “thought broadcasting”
b. “delusion of control” / “delusion of influence” / “delusion of passivity”
/ “delusion perception” /
c. halusinasi auditorik
d. waham-waham menetap jenis lainnya yang menurut budaya setempat
tidak wajar dan sesuatu yang mustahil.

2. Atau paling sedikit dua gejala berikut:


a. Halusinasi yang menetap dari pancaindera apa saja, disertai baik oleh
waham yang mengambang ,aupun yang setengah berbentuk tanpa
kandungan afektif yang jelas
b. Arus pikiran yang terputus yang berakibat inkoherensi atau
pembicaraan yang tidak relevan
c. Perilaku katatonik

21
d. Gejala-gejala negatif

3. Gejala-gejala khas telah berlangsung selama kurun waktu satu bulan


atau lebih.
4. Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam
mutu keseluruhan dan penarikan diri secara sosial.

• Sebagai tambahan:

1. Halusinasi dan /atau waham harus menonjol:


a. Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau
memberi perintah atau halusinasi auditorik tanpa
bentuk verbal berupa bunyi pluit atau bunyi tawa
b. Halusinasi pembauan atatu pengecapan rasa atau
bersifat seksual atau halusinasi visual
c. Waham dapat berupa hampir setiap jenis
2. Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan
serta gejala katatonik secara relative tidak nyata dan tidak
menonjol.2

Diagnosis banding yang boleh dipertimbangkan pada pasien ini adalah Gangguan
psikotik akut dan sementara (F23) dan Skizoafektif (F25).2

Pasien ini diberikan Haloperidol 5 mg, sesuai dengan terapi antipsikosis tipikal.
Haloperidol bekerja dengan cara menghambat reseptor dopamine.9 Pasien turut diberikan
chlorpromazin 100 mg yang merupakan obat antipsikosis yang bekerja dengan cara memblok
reseptor dopamin, untuk hal ini yang diinginkan adalah efek sedatifnya.

Selain itu, pasien turut diberikan Trihexyphenidyl 5mg untuk mengobati gejala
ekstrapiramidal. Gejala ekstrapiramidal ini muncul akibat penggunaan obat antipsikotik.
Trihexyphenidyl bekerja dengan cara menghambat asetilkolin.10

Pasien diberikan psikoterapi berupa terapi interpersonal dan sosioterapi. Hal ini
sesuai karena terapi interpersonal, sosioterapi dan kognitif telah terbukti efektifitasnya
dalam kasus gangguan psikotik. Terapi kognitif bertujuan untuk mengurangi gejala depresi
dan mencegah rekurensi, dengan cara mengajarkan pasien untuk mengidentifikasi masalah
dan mengubah pola pikir pasien menjadi positif. Terapi interpersonal dilakukan untuk
memperbaiki kemampuan sosial pasien dan memperbaiki hubungan interpersonal. Selain

22
itu, terapi sosioterapi dilakukan untuk keluarga pasien, atau orang disekitar pasien dapat
menerima keadaan pasien dan menciptakan suasana yang mendukung pasien.11

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Saluja B, et al (2014). Kleptomania:a case series. Singapore med

J.55(12).e207e209.doi:10.11622/smedj2014188

2. Maslim R(2013). Diagnosis Gangguan Jiwa:Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III dan

DSM5.Bagian Kedokteran Jiwa Unika Atmajaya. Jakarta

3. Halter MJ(2014). Varcarolis Foundations Of Psychiatric Mental Health Nursing: A

Clinical Approach. Elsevier. United States of America;

4. Cuzen NL, Stein DJ(2014).Behavioral Addiction:The Nexus of Impulsivity and

Compulsivity.dx.doi.org/10.1016/B978-0-12-407724-9-00002-1.Elsevier.Africa;

5. Zhang Z, et al(2018).Kleptomania:Recent Advances in Symptoms,Etiology and

Treatment. Current Medical Science.DOI doi.org/10.1007/s11596-018-1966-2.

38(5):937-940

6. VladoJ, et al(2019). Kleptomania;A Side Effect Induced by Venlafaxine. International

Journal of Neuropsychopharmacology;

7. Kim SH, et al(2017). Kleptomania and Co-Morbid Addictive Disorder.

Elsevier.Psychiatry Research 250;35-37

8. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (2013). Buku Ajar Psikatri (2nd ed).
Sylvia DE, Gitayanti H, editor. Jakarta: Badan Penerbit FKUI;

9. Maslim R (2014). Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik Edisi 2014.
Jakarta : Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya;

10. Amir Syarif et al (2012). Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta: FKUI Jakarta;

11. Sadock, Benjamin James et al (2015). Synopsis of Psychiatry. Philadelphia: Wolters


Kluwer;

24

Anda mungkin juga menyukai