Oleh:
Pembimbing:
Puji syukur ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat rahmatNya
tinjauan pustaka ini dapat diselesaikan. Tugas ini disusun untuk memenuhi salah
satu tugas selama stase divisi Adiksi pada Program Studi Spesialis Kedokteran
Jiwa FK UNUD dan untuk menambah ilmu pengetahuan dalam bidang Psikiatri
1. Dr. dr. Luh Nyoman Alit Aryani, SpKJ(K) selaku Koordinator Program Studi
2. dr. Ni Ketut Putri Ariani, SpKJ (K) selaku Ketua Departemen/KSM Psikiatri
3. Seluruh staf dosen Program Studi Spesialis Kedokteran Jiwa FK UNUD yang
juga sudah memberikan dukungan baik berupa ide, bahan referensi dan
Penulis menyadari bahwa tinjauan pustaka ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu penulis mengharapkan banyak bimbingan, kritik dan saran dari
Penulis,
i
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
DAFTAR TABEL.................................................................................................iiv
DAFTAR GAMBAR...............................................................................................v
DAFTAR SINGKATAN........................................................................................vi
DAFTAR LAMPIRAN.........................................................................................vii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1 Latar Belakang..............................................................................................1
1.2 Tujuan...........................................................................................................2
1.3 Manfaat.........................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................3
2.1 Adiksi Alkohol.............................................................................................3
2.2 Epidemiologi Adiksi Alkohol.......................................................................6
2.3 Etiologi Adiksi Alkohol...............................................................................7
2.3.1 Teori Psikologi dan Sosiokultural........................................................7
2.3.2 Teori Psikodinamik..............................................................................8
2.3.3 Faktor Biologi......................................................................................9
2.4 Pengaruh Alkohol pada Tubuh Manusia.....................................................9
2.4.1 Pengaruh pada Sistem Saraf.................................................................9
2.4.1.1 Pengaruh pada Sistem saraf Pusat...........................................9
2.4.1.2 Pengaruh pada Sistem Saraf Tepi..........................................12
2.4.2 Pengaruh pada Sistem Kardiovaskuler..............................................13
2.4.3 Pengaruh pada Sistem Gastrointestinal.............................................13
2.4.4 Pengaruh pada Sistem Hematologi....................................................14
2.4.5 Pengaruh pada Janin..........................................................................14
2.4.6 Pengaruh Lain....................................................................................15
2.5 Putus Zat Alkohol.........................................................................................15
ii
2.5.1 Kriteria Diagnosis Putus Zat Alkohol...............................................16
2.5.2 Pemeriksaan Penunjang Putus Zat Alkohol......................................16
2.6 Delirium Tremens......................................................................................18
2.6.1 Epidemiologi Delirium Tremens.......................................................18
2.6.2 Etiologi Delirium Tremens...............................................................19
2.6.3 Penegakan Diagnosis Delirium Tremens..........................................20
2.6.4.Diagnosis Banding Delirium Tremens..............................................22
2.6.5 Komplikasi Delirium Tremens..........................................................22
2.7 Tatalaksana Delirium Tremens...................................................................23
2.7.1 Tatalaksana Farmakoterapi...............................................................23
2.7.1.1 Benzodiazepin......................................................................24
2.7.1.2 Tiamin..................................................................................25
2.7.1.3 Cairan dan glukosa...............................................................26
2.7.1.4 Antipsikotik..........................................................................26
2.7.1.5 Magnesium...........................................................................26
2.7.2 Tatalaksana Non Farmakoterapi.......................................................27
2.7.3 Tatalaksana pada Delirium Tremens Refrakter.................................27
BAB III RINGKASAN.........................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................30
LAMPIRAN..........................................................................................................32
ILUSTRASI KASUS.............................................................................................34
iii
DAFTAR SINGKATAN
5- HT : Serotonin
5- HIAA : 5- hydroxyindoleacetic acid
ATS : Amfetamin Tipe Stimulan
Edition
Conditions
MDMA : 3,4-methylenedioxymethamphetamine
iv
BAB I
PENDAHULUAN
adalah salah satu masalah kejiwaan yang paling umum terjadi di Amerika Serikat,
sekitar 28,8% dan 14,6% (Smith & Book, 2010). Penelitian dan pengalaman klinis
dan komorbiditas (Smith & Book, 2010). Studi National Epidemiologic Survey on
kecemasan yang diinduksi zat/obat cukup langka, terjadi hanya pada 0,2% dari
withdrawal, atau abstinence dari suatu zat. Contoh pasien dengan ketergantungan
2020).
1
Cemas didefinisikan sebagai suatu sinyal yang menandakan adanya
untuk mengatasi ancaman. Kecemasan adalah emosi negatif yang terjadi sebagai
respons terhadap ancaman. Sumber kecemasan bisa dari internal atau eksternal,
dan ancaman yang dirasakan bisa nyata atau imajiner (Dekker et al., 2014).
1.2 Tujuan
1.3 Manfaat
Manfaat dari tinjauan pustaka ini adalah untuk memberi penyegaran ilmu
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Anxiety Disorder)
adalah salah satu masalah kejiwaan yang paling umum terjadi di Amerika Serikat,
sekitar 28,8% dan 14,6% (Smith & Book, 2010). Penelitian dan pengalaman klinis
Indonesia tahun 2017 dilaporkan sebesar 1,77% dimana DKI Jakarta menjadi
zat/obat masih belum jelas. Data populasi umum menunjukkan bahwa kondisi ini
3
populasi klinis, prevalensi gangguan kecemasan yang diinduksi oleh zat/obat
terjadi hanya pada 0,2% dari kasus komorbiditas (Smith & Book, 2010). Tinjauan
withdrawal, atau abstinence dari suatu zat. Contoh pasien dengan ketergantungan
2020).
untuk mengatasi ancaman. Kecemasan adalah emosi negatif yang terjadi sebagai
respons terhadap ancaman. Sumber kecemasan bisa dari internal atau eksternal,
dan ancaman yang dirasakan bisa nyata atau imajiner (Dekker et al., 2014).
Sementara gangguan cemas didefinisikan sebagai kondisi yang ditandai oleh rasa
4
cemas/khawatir berlebih dan tidak rasional bahkan terkadang tidak realistik,
tersebut ditandai oleh gejala otonom yang meliputi nyeri kepala, berkeringat, rasa
sesak di dada, tidak nyaman pada perut, dan gelisah. Kondisi tersebut dialami
3. Kecemasan dan kekhawatirannya disertai tiga atau lebih dari enam gejala
dibandingkan tidak terjadi selama enam bulan terakhir). Pada anak hanya
Kegelisahan
Iritabilitas
Ketegangan otot
5
Gangguan tidur (sulit tertidur atau tetap tidur, atau tidur gelisah dan
bermakna secara klinis, atau gangguan pada fungsi sosial, pekerjaan, atau
langsung dari suatu zat seperti pada penyalahgunaan zat, atau kondisi
pada gangguan obsesif kompulsif, merasa jauh dari rumah atau sanak
badan seperti pada anorexsia nervosa, menderita keluhan fisik seperti pada
gangguan delusi).
utama berupa gejala panik atau kecemasan yang terjadi karena efek zat, misalnya
kecemasan harus telah berkembang selama atau segera setelah keracunan atau
6
penarikan (withdrawal) zat atau setelah terpapar obat, dan zat atau obat harus
karena pengobatan untuk gangguan mental atau kondisi medis lain harus dimulai
saat individu menerima obat (atau selama periode withdrawal, jika withdrawal
kecemasan biasanya akan membaik atau hilang dalam beberapa hari hingga
beberapa minggu hingga satu bulan (tergantung pada waktu paruh zat/obat).
Diagnosis gangguan kecemasan yang diinduksi zat/obat tidak boleh diberikan jika
timbulnya gejala panik atau kecemasan mendahului intoksikasi atau putus obat,
atau jika gejalanya menetap untuk jangka waktu yang cukup lama (umumnya
yaitu lebih dari 1 bulan) dari onset intoksikasi hebar atau withdrawal. Jika gejala
panik atau kecemasan bertahan untuk jangka waktu yang lama, penyebab lain dari
obat.
7
C. Gangguan tersebut tidak lebih baik dijelaskan oleh gangguan kecemasan
penghentian atau withdrawal atau intoksikasi hebat; atau ada bukti lain
beberapa kelas zat berikut yaitu alkohol, kafein, ganja, fensiklidin, halusinogen
lain, inhalansia, stimulan (termasuk kokain), dan zat lain (atau tidak diketahui).
Kepanikan atau kecemasan juga dapat terjadi akibat penarikan diri (withdrawal)
dari kelas zat berikut: alkohol; opioid; sedatif, hipnotik, dan ansiolitik; stimulan
(termasuk kokain); dan zat lain (atau tidak diketahui). Beberapa obat yang
8
atau bronkodilator, antikolinergik, insulin, preparat tiroid, kontrasepsi oral,
gasses, karbon monoksida, karbon dioksida, serta zat yang mudah menguap
seperti bensin dan cat juga dapat menimbulkan gejala panik atau kecemasan
2.2 Ektasi
2.2.1 Epidemiologi
mulai dari pengguna kelas 8 hingga tingkat perguruan tinggi. Sebuah tinjauan data
MDMA pada tahun 1990-an hingga awal 2000-an. Penggunaan ekstasi seumur
hidup di satu kampus ditemukan meningkat dari 16% menjadi 24% pada tahun
sebesar 69% pada tahun 1997 hingga 1999. Dari tahun 1999 hingga 2000,
penggunaan seumur hidup di kalangan siswa kelas 8 meningkat dari 2,7% menjadi
4,3%, sementara peningkatan ini secara signifikan lebih tinggi pada siswa kelas 12
(8% menjadi 11%). Juga, kunjungan ruang gawat darurat di Amerika Serikat juga
ditemukan meningkat dari 253 menjadi 4511 antara 1994 dan 2000. Sebuah studi
Serikat pernah menggunakan ekstasi sekali seumur hidup mereka. Survei Nasional
9
dari 200% dalam penggunaan ekstasi oleh anak-anak berusia 18 hingga 25 tahun
an dan 2000-an, jumlah pengguna baru bervariasi dari periode 2002 hingga 2007.
Survei menemukan penurunan pengguna dari 1,2 juta pada 2002 turun menjadi
642.000 pada tahun 2003 lalu naik menjadi 860.000 dari tahun 2006 hingga tahun
2007. Pada tahun 2011 data dari Survei Nasional Pengguna dan Kesehatan
Narkoba memperkirakan sekitar 14,5 juta pengguna berusia 12 tahun ke atas telah
900.000 menggunakannya untuk pertama kalinya pada tahun 2011. Jumlah ini
masyarakat yang signifikan karena profil efek sampingnya (Figurasin & Maguire,
2021).
sebagai Molly atau Ecstasy, adalah zat sintetis yang pertama kali dikembangkan
pada tahun 1912 sebagai prekursor sintesis agen hemostatik dan merupakan ring-
metamfetamin (Cooper & Kim, 2018; Figurasin & Maguire, 2021). MDMA
10
adalah obat perangsang sintetik yang ditandai dengan efek prososial, euforia,
energi, dan empati. MDMA pertama kali disintesis pada tahun 1912 oleh Merck
Pharmaceuticals. MDMA merupakan salah satu dari sejumlah besar obat jenis
dan empathogenik yang digunakan dalam pesta dansa (Winstock & Flechais,
2020).
MDMA paling sering dijual dalam bentuk tablet (pil) atau bubuk (kristal)
dan diminum secara oral, meskipun dapat dihirup, digunakan secara rektal, atau
disuntikkan. Tablet MDMA bervariasi dalam ukuran, bentuk, dan warna dan
biasanya dicap dengan logo yang dicetak (misalnya, karakter kartun, pabrikan
mobil, atau merek mewah). Dalam beberapa tahun terakhir, tampaknya dosis rata-
rata MDMA yang ditemukan dalam pil telah meningkat, dengan rata-rata pil
ekstasi mengandung 80-150 mg, meskipun pil yang mengandung lebih dari 300
mg telah diidentifikasi. Pil dosis tinggi ini berkontribusi pada peningkatan jumlah
pengguna yang mencari perawatan medis darurat setelah penggunaan MDMA dan
Kristal MDMA berwarna putih, krem, atau kecoklatan dan dapat terlihat
sangat mirip dengan obat kristal putih lainnya seperti shabu. MDMA biasanya
bubuk MDMA (dikenal sebagai colek), bubuk MDMA juga dapat dihirup atau,
11
2.2.3 Efek Penggunaan Ektasi
stimulan (ATS) sehingga memiliki sifat stimulan dan halusinogen. Tidak seperti
golongan amfetamin lain yang melepaskan dopamin dari terminal saraf, MDMA
Efek fisik dan psikologis terkait MDMA dijabarkan dalam tabel 2.1. Zat
komunikasi, sehingga zat ini menjadi populer pada awal tahun 1970-an di
digunakan di pesta dansa dan festival karena sangat terkait dengan budaya rave
karena memberikan efek euforia (Figurasin & Maguire, 2021). Efek psikologis
dari MDMA antara lain kebingungan, depresi, kecemasan, sulit tidur, dan
paranoia. Efek fisik yang ditimbulkan akibat mengkonsumsi MDMA antara lain
pingsan, tremor, gerakan mata cepat, dan berkeringat atau menggigil (Hopfer et
al., 2018).
MDMA dengan cepat diserap ke dalam aliran darah manusia, tetapi begitu
dapat menghasilkan kadar zat yang tinggi dalam darah sehingga dapat
memperburuk efek toksik kardiovaskular dan efek lainnya dari zat ini (Volkow,
2016).
12
Tabel 2.1 Efek psikologis dan fisik dari MDMA (Winstock & Flechais, 2020)
Fisik Psikologis
rahang (bruxism)
blues', dengan beberapa individu melaporkan tingkat depresi klinis pada hari-hari
13
penggunaan MDMA, Morgan et al. (dalam Winstock & Flechais, 2020)
menemukan bahwa skor depresi yang lebih tinggi di antara pengguna ekstasi berat
saat ini, dibandingkan dengan naif narkoba dan kontrol obat poli, namun tidak lagi
mungkin terjadi hanya pada individu yang rentan. Studi menunjukkan bahwa
dan riwayat depresi keluarga, kecemasan, dan serangan panik lebih sering
memengaruhi memori, dapat bertahan hingga seminggu, dan mungkin lebih lama
kecemasan, impulsif, dan agresif, serta gangguan tidur, kurang nafsu makan, dan
14
berkurangnya minat dan kesenangan dari seks telah diamati pada pengguna
2.2.4 Patofisiologi
psychedelic. MDMA adalah senyawa kimia yang memiliki sifat yang sama
vesikel yang mengandung serotonin, zat ini ini meningkatkan kadar serotonin
berperan dalam suasana hati, termoregulasi, dan aktivitas sistem saraf otonom
lain. Efek lain yang dapat terjadi antara lain mual, trismus, dan bruxism, yang
15
disebabkan oleh peningkatan sirkulasi neurotransmiter dopamin dan serotonin.
Peningkatan tekanan darah dan denyut jantung merupakan efek sekunder dari efek
adrenergik dari peningkatan sirkulasi norepinefrin yang bekerja pada reseptor alfa,
akibat zat dapat terjadi setelah mengonsumsi dosis tunggal ekstasi atau 3,4-
sebelumnya sehat dengan riwayat kecemasan ringan pada akhir masa remaja
akut. Pasien adalah seorang manajer di sebuah perusahaan manufaktur besar dan
telah menerima gelar master. Pada saat datang ke klinik, pasien telah menikah dan
memiliki dua orang anak. Pasien tidak memiliki riwayat keluarga dengan
gangguan jiwa dan tidak mengonsumsi obat yang diresepkan. Pada kunjungan
yang memasok obat itu menyatakan bahwa itu adalah “MDMA kristal murni.”
Menurut pasien, ini adalah pertama kalinya dia menggunakan MDMA seumur
hidup. Pasien juga telah mengkonsumsi beberapa minuman beralkohol malam itu,
pengalaman "baik" dengan zat dan kembali ke kondisi normal selama 2 hari
16
mengalami peningkatan kecemasan dan kegelisahan; memiliki pikiran panik dan
jantung berdebar, penglihatan kabur, kemerahan, rasa haus yang meningkat, dan
insomnia. Pasien mengatakan bahwa gejala ini meningkat selama beberapa hari
awal usia 20-an, namun jarang berlebihan. Pasien telah menggunakan ganja
beberapa kali saat kuliah (usia 18-22 tahun) namun penggunaan ganja tersebut
memicu kecemasan, oleh karena itu pasien tidak menggunakannya secara teratur.
Pasien menyangkal penggunaan zat terlarang lainnya secara teratur. Pada hari
pertama pasien bertemu dengan dokter di klinik dan mendapatkan skor 20 (dari
layanan primer. Skor ini konsisten dengan tingkat kecemasan yang berat (Kaplan
et al., 2018).
cemas setiap hari, panik, jantung berdebar kencang, pusing, gelisah, dan
sebelumnya. Oleh karena itu, pasien tidak memenuhi kriteria untuk gangguan
17
panik atau gangguan kecemasan menyeluruh, karena gejalanya muncul setelah
hati yang depresif. Gejala-gejala ini, yang juga mulai mengikuti penggunaan
MDMA oleh pasien, secara etiologis dikaitkan dengan gejala dan pemikiran
dengan rencana untuk ditingkatkan hingga 15 mg dua kali sehari selama beberapa
gejala panik meskipun menggunakan buspirone dosis terapeutik; oleh karena itu,
pasien diberi resep inhibitor reuptake serotonin selektif (SSRI) dan benzodiazepin
18
rendah dengan uptitrasi lambat. Pasien mendapat manfaat dari perawatan
perilaku sangat penting sambil menunggu efek klinis dari obat psikoaktifnya
hari. Setelah 8 hari dosis 25 mg, dosis ditingkatkan menjadi 37,5 mg. Setelah 2
hari dengan dosis ini, pasien mengalami serangan ide bunuh diri yang tiba-tiba
dengan munculnya kembali gejala kecemasan dan panik. Kondisi ini merupakan
efek samping SSRI yang relatif umum. Dalam kasus ini, perburukan gejala akut
mg, dan rencana pasien menjalani perawatan rawat jalan kesehatan jiwa intensif di
pikiran dan pelatihan kognitif. Intervensi ini berfungsi untuk mengatasi penilaian
(misalnya, "Saya orang yang buruk karena mengkonsumsi Molly itu," dan "Saya
telah menghancurkan hidup saya selamanya") (Kaplan et al., 2018). SSRI dan
kelas antidepresan lainnya dapat digunakan secara efektif dalam kelompok ini jika
19
diagnosis gangguan afektif/kecemasan responsif dikonfirmasi. CBT dapat berguna
menangani kebutuhan jangka pendek dan jangka panjang pasien dalam kasus ini.
studi praklinis pada hewan pengerat dan primata non-manusia di mana temuan
Flechais, 2020).
20
korteks serebral dan bagian otak depan, terutama pada pengguna berat, tetapi ada
2020).
bekerja di korteks frontal yang menyebabkan efek pada kognisi dan memori.
MDMA juga bekerja pada sistem limbik, yang mengarah menyebabkan efek
MDMA pada suasana hati, kecemasan, dan emosi (Kranzler et al., 2013).
dalam pengaturan suasana hati, tidur, nyeri, nafsu makan, dan perilaku lainnya.
mood yang dialami oleh pengguna MDMA. Namun, dengan melepaskan serotonin
yang berkontribusi pada efek samping perilaku negatif pengguna selama beberapa
21
bahwa MDMA dapat merusak neuron yang mengandung serotonin; beberapa
manusia juga; namun, mengukur kerusakan serotonin pada manusia lebih sulit.
dan proses perhatian. Gangguan memori yang terjadi dikaitkan dengan penurunan
metabolit serotonin atau penanda lain dari fungsi serotonin (Volkow, 2016).
aktivitas otak pada daerah yang terlibat dalam fungsi kognisi, emosi, dan motorik.
untuk mengkonfirmasi temuan diatas serta untuk menjelaskan sifat natural efek
MDMA pada otak manusia. Penting untuk diingat bahwa banyak pengguna
ekstasi mungkin tanpa sadar menggunakan obat lain yang dijual sebagai ekstasi,
mariyuana, yang dapat berkontribusi pada efek perilaku. Sebagian besar penelitian
pada manusia tidak memiliki ukuran perilaku dari sebelum pengguna mulai
penggunaan, usia penggunaan mulai, penggunaan obat lain, serta faktor genetik
dan lingkungan semua mungkin berperan dalam beberapa defisit kognitif yang
22
BAB III
RINGKASAN
disorder/SUD) adalah salah satu masalah kejiwaan yang paling umum terjadi di
dilaporkan masing-masing sekitar 28,8% dan 14,6% (Smith & Book, 2010).
Gejala kecemasan umum terjadi pada pasien dengan gangguan penggunaan zat,
dan muncul sebagai bagian dari peristiwa intoksikasi, withdrawal, atau abstinence
sebagai Molly atau Ecstasy, adalah zat sintetis yang pertama kali dikembangkan
pada tahun 1912 sebagai prekursor sintesis agen hemostatik dan merupakan ring-
metamfetamin. (Cooper & Kim, 2018; Figurasin & Maguire, 2021). MDMA
memfasilitasi komunikasi, sehingga zat ini menjadi populer pada awal tahun
banyak digunakan di pesta dansa dan festival karena sangat terkait dengan budaya
rave karena memberikan efek euforia (Figurasin & Maguire, 2021). Efek
psikologis dari MDMA antara lain kebingungan, depresi, kecemasan, sulit tidur,
dan paranoia.
23
Selama seminggu setelah penggunaan MDMA, banyak pengguna
kegelisahan, cepat marah, dan kesedihan dimana pada beberapa individu bisa
impulsif, dan agresif, serta gangguan tidur, kurang nafsu makan, dan
berkurangnya minat dan kesenangan dari seks telah diamati pada pengguna
pengguna ekstasi masih sangat terbatas. Studi laporan kasus terbaru melaporkan
bahwa gangguan kecemasan akibat zat dapat terjadi setelah mengonsumsi dosis
24
DAFTAR PUSTAKA
25
Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, 44(8), 1–200.
https://doi.org/10.1088/1751-8113/44/8/085201
Kranzler, H. R., Ciraulo, D. A., & R, L. R. Z. (2013). Club Drugs. In H. R.
Kranzler, D. A. Ciraulo, & L. R. Z. R (Eds.), Clinical Manual of Addiction
Psychopharmacology (2nd ed., pp. 254–257). American Psychiatric
Publishing.
Sadock, BJ. Sadock, VA. Ruiz, P. (2015). Synopsis of psychiatry: Behavioral
Sciences Clinical Psychiatry (11th ed.). Wolters Kluwer.
Sinclair, J. M., & Lingford-Hughes, A. (2020). Co-morbidity of substance use and
psychiatric disorder. In J. R. Geddes, N. ANdreasen, & G. M. Goodwin
(Eds.), New Oxford Textbook of Psychiatry (3rd ed., p. 555). Oxford
University Press.
Smith, J. P., & Book, S. W. (2010). NIH Public Access. 25(10), 19–23.
Suariyani, D. P. ayu. (2020). Identifikasi dan Determinasi MDMA dalam Sampel
Urine dengan Metode Kromatografi Lapis Tipis. Indonesian Journal of
Legal and Forensic Sciences (IJLFS), 10(1), 16.
https://doi.org/10.24843/ijlfs.2020.v10.i01.p02
Volkow, N. D. (2016). Research Report Series: MDMA (Ecstasy) Abuse.
www.drugabuse.gov/sites/default/files/rrmdma_0.pdf
Winstock, A. R., & Flechais, R. (2020). Stimulants, ecstasy, and other ‘party
drugs’’.’ In J. R. Geddes, N. C. Andreasen, & G. M. Goodwin (Eds.), New
Oxford Textbook of Psychiatry (3rd ed., pp. 560–600). Oxford University
Press.
26
ILUSTRASI KASUS
I. Identitas
Nama : JH
Umur : 37 Tahun
Agama : Islam
Suku : Lombok
Warganegara : Indonesia
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
Autoanamnesis:
memakai masker, kaos hitam, dan celana panjang jeans. Roman muka
tampak cemas. Pasien dapat menjawab dengan benar namanya, tahu ada di
27
pemeriksa, kooperatif menjawab pertanyaan dalam bahasa Indonesia.
memikirkan hal-hal yang belum terjadi, dan silih berganti. Pasien akhirnya
mengakibatkan dirinya sulit tidur. Pasien mengaku sulit memulai tidur dan
di Legian. Selesai disana, pasien juga pernah bekerja di salah satu Bar di
per hari. Namun sudah hampir 2-3 tahun ini berhasil untuk berhenti
berhenti merokok. Minum alkohol situasional bila ada acara pesta bersama
28
Akhirnya Juni 2021 pasien memutuskan ke poli Jiwa untuk bertemu
psikiater.
sering terbangun tengah malam dan tidak bisa melanjutkan tidur lagi.
Pasien tinggal di Bali dengan bapak bos nya, seorang warga Australia.
dihabiskan di villa tersebut, jarang pergi keluar villa. Bila ada yang urgent
didengar orang lain atau suara yang tidak ada sumbernya dan tidak ada
menkonsumsi ARV yang didapat dari klinik tersebut. Selama minum ARV
ektasi sejak usia 22 tahun, sejak mulai tinggal di Bali. Namun dikatakan
sudah mulai jarang konsumsi ektasi sejak 3 tahun ini. Terkahir konsumsi
29
berkonsultasi ke psikiater untuk mengatasi cemasnya, dan penggunaan
ektasi.
Status Present :
Status Generalis :
Kepala : Mata: anemis - / -, ikterus -/-, Reflek pupil +/+ isokor 3/3 mm
Abdomen : Distensi (-), Bising usus (+) Normal, Hepar teraba 2 jari
bawah
Ekstrimitas : hangat
Status Neurologis :
GCS E 4 V5 M6, defisit neurologis tidak ada, tanda meningeal tidak ada
Tremor postural (+), ritme ireguler, amplitudo tinggi, kecepatan 6-8 Hz,
Status Psikiatri:
visual cukup
30
Kesadaran : jernih
Mood/Afek : cemas/cemas/appropriate
Psikomotor : tenang
1. WHO ASSIST
medis
V. Diagnosis Banding
31
1. Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat multiple dan
- Psikoterapi suportif
- Motivational interviewing
- Psikofarmaka
VIII. Diskusi
32
Rencana terapi yang akan diberikan pada pasien sesuai dengan hasil assesmen
Pasien mengalami masalah medis HIV dengan rutin pemakaian ARV sejak
2016. Saat ini kondisi medik pasien baik. Bisa bekerja dengan baik, perawatan
diri baik. Pasien perlu diberi motivasi untuk menghentikan penggunaan ektasi
secara rutin, dengan pemberian CBT sehingga bisa menguatkan pasien setiap saat.
Pasien memiliki masalah pada primary support group. Karena tinggal jauh
kebutuhan jangka pendek dan jangka panjang pasien dalam kasus ini. Kebutuhan
bekerja di korteks frontal yang menyebabkan efek pada kognisi dan memori.
33
MDMA juga bekerja pada sistem limbik, yang mengarah menyebabkan efek
MDMA pada suasana hati, kecemasan, dan emosi (Kranzler et al., 2013).
34