Anda di halaman 1dari 19

Daftar Isi

Daftar Isi 1
Laporan Kasus 2
Identitas Pasien 2
Riwayat Penyakit 2
Vital Sign 3
Pemeriksaan Fisik 3
Diagnosis Sementara & Diagnosis Banding 3
Tatalaksana IGD 3
Pemeriksaan Penunjang 4
Diagnosis Kerja 5
Tatalaksana 5
Follow Up 6
Kejang Demam 7
Definisi Kejang Demam 7
Epidemiologi Kejang Demam 7
Klasifikasi Kejang Demam 8
Faktor Resiko Kejang Demam 8
Pemeriksaan Penunjang Kejang Demam 9
Tatalaksana Kejang Demam 10
Edukasi Kejang Demam 12
Prognosis Kejang Demam 13
Faringitis 15
Definisi Faringitis 15
Epidemiologi Faringitis 15
Klasifikasi Faringitis 15
Manifestasi Faringitis 17
Diagnosis Faringitis 17
Tatalaksana Faringitis 17
Centor score 18
Daftar Pustaka 19

1
Laporan Kasus

Identitas:
• Nama: An. Angelo Matteo
• Tanggal lahir: 23 desember 2018
• Jenis kelamin: Laki-laki
• Alamat: Jl. Sei Sebuku
• Agama: Katholik
• Suku: Flores
• Tanggal datang: 13 maret 2022 jam 19.10

Riwayat Penyakit:
• Keluhan utama: Demam
• Riwayat penyakit sekarang: pasien datang dengan keluhan demam sejak 1 hari SMRS.
Demam muncul tiba-tiba dan tidak ada riwayat demam sebelumnya. Selain itu, pasien
mengalami kejang di pagi hari SMRS. Orangtua pasien mengatakan anaknya kejang
sebanyak 2 kali, jam 10.00 dan jam 11.30. Diantara periode kejang, anak sadar dan sempat
bermain. Pada saat kejang, gerakan kejang seluruh tubuh dan mata anak keatas. Kedua
kejang berlangsung selama kurang dari 5 menit. Orangtua pasien mengeluhkan anaknya
mengalami penurunan nafsu makan dalam 2 hari terakhir, minum (+). Orangtua pasien
mengatakan BAB anaknya normal (1-2 hari sekali) dan BAK anaknya normal (tidak ada
darah dan anak tidak pernah mengeluhkan merasa sakit saat buang air kecil). Muntah (-),
batuk (-), pilek (-). Pasien adalah anak pertama dan tidak ada riwayat di keluarganya yang
pernah mengalami hal yang sama.
• Riwayat imunisasi: lengkap sesuai usia
• Riwayat penyakit terdahulu: kejang (-), asma (-)
• Riwayat penggunaan obat: paracetamol sirup

2
Vital Sign IGD
• Tekanan darah: -
• Heart rate: 160 kali per menit
• Respiratory rate: 30 kali per menit
• Suhu: 39.7C
• Berat badan: 12 kg
• GCS: E4V6M5
• Kesadaran: Komposmentis
• Keadaan umum: rewel/gelisah

Pemeriksaan Fisik
• Mata: dalam batas normal, anemis (-), ikterik (-)
• THT: faring hiperemis (+), tonsil membesar (-), pembesaran KGB (-)
• Jantung: S1/S2 reguler, murmur(-), gallop (-)
• Paru: pergerakan dinding dada simetris, suara napas vesikuler, rhonki (-), wheezing (-)
• Abdomen: soepel, peristaltik kesan normal, nyeri tekan sulit dievaluasi
• Ekstremitas: akral hangat, edema tungkai (-), crt <2 detik
• Genitalia: dalam batas normal, fimosis (-), parafimosis(-), hipospadia (-), epispadia(-)

Diagnosis Sementara
• Kejang Demam Kompleks
• Faringitis

Diagnosis Banding
• Kejang Demam Sederhana
• Epilepsi

Tatalaksana IGD
• Asering 20 tpm
• Paracetamol 120 mg

3
Pemeriksaan Penunjang

Darah Rutin Nilai Normal


Leukosit 19.690 4.000-13.500
Eritrosit 4.340.000 3.200.000– 5.600.000
Hemoglobin 11.9 11.8 – 15.6
Hematocrit 33.9 33 - 45
MCV 78.1 69 - 93
MCH 27.4 22 - 34
MCHC 35.1 32 - 36
Trombosit 336.000 150.000 – 400.000

RDW-SD 35.3 35 - 56
RDW-CV 12.3 11 - 16
PDW 9.7 9 - 17
MPV 9.2 6.5 - 12
Neutrophil 77.9 31 - 57
Limfosit 14.6 35 - 61
Monosit 6.8 5
Eusinofil 0.2 3
Basofil 0.5 0

4
Urine Lengkap Nilai Normal
Warna Kuning muda Kuning muda
Kekeruhan Jernih jernih
Ph 6.0 4.5-8.0
Berat jenis 1.010 1.005-1.030
Glukosa - -
Protein - -
Keton - -
Bilirubin - -
Urobilinogen - -
Nitrit - -
Darah - -
Mikroskopik
Epitel 0-1 <3
Leukosit 0 <5
Eritrosit 0 <3
Kristal (Ca. Oxalat) - -
Bakteri - -

Diagnosis kerja
• Kejang demam kompleks + faringitis akut

Tatalaksana
• IVFD Asering 30 cc / jam
• Ampicillin sulbaktam 300 mg/6jam
• Paracetamol 120 mg/8jam prn
• Diazepam 0.3 mg/kgbb prn

5
Follow Up

Tanggal S O A P
13 Maret 2022 Demam (+) Faring hiperemis (+) Kejang demam IVFD Asering 30 cc / jam
Kejang (-) Temp: 39.7 kompleks + Ampicillin sulbactam 300 mg/6jam
HR: 160 faringitis akut Paracetamol 120 mg/8jam prn
RR: 30 Diazepam 0.3 mg/kgbb prn
14 Maret 2022 Demam (+) Faring hiperemis (+) Kejang demam IVFD Asering 30 cc / jam
Kejang (-) Temp: 38.7 kompleks + Ampicillin sulbactam 300 mg/6jam
HR: 133 faringitis akut Paracetamol 120 mg/8jam prn
RR: 26 Diazepam 0.3 mg/kgbb prn
15 Maret 2022 Demam (+) Faring hiperemis (+) Kejang demam IVFD Asering 30 cc / jam
Kejang (-) Temp: 38.0 kompleks + Ampicillin sulbactam 300 mg/6jam
HR: 128 faringtis akut Paracetamol 120 mg/8jam prn
RR: 26 Diazepam 0.3 mg/kgbb prn
16 Maret 2022 Demam (-) Faring hiperemis (-) Kejang demam IVFD Asering 30 cc / jam
Kejang (-) Temp: 37.2 kompleks + Ampicillin sulbactam 300 mg/6jam
HR: 120 faringitis akut Paracetamol 120 mg/8jam prn
RR: 24 Diazepam 0.3 mg/kgbb prn

6
Kejang Demam

Definisi Kejang Demam1


Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada anak berumur 6 bulan sampai 5
tahun yang mengalami kenaikan suhu tubuh (suhu di atas 380C, dengan metode pengukuran suhu
apa pun) yang tidak disebabkan oleh proses intrakranial.
Keterangan:
1. Kejang terjadi karena kenaikan suhu tubuh, bukan karena gangguan elektrolit atau
metabolik lainnya.
2. Bila ada riwayat kejang tanpa demam sebelumnya maka tidak disebut sebagai kejang
demam.
3. Anak berumur antara 1-6 bulan masih dapat mengalami kejang demam, namun jarang
sekali. National Institute of Health (1980) menggunakan batasan lebih dari 3 bulan,
sedangkan Nelson dan Ellenberg (1978), serta ILAE (1993) menggunakan batasan usia
lebih dari 1 bulan. Bila anak berumur kurang dari 6 bulan mengalami kejang didahului
demam, pikirkan kemungkinan lain, terutama infeksi susunan saraf pusat.
4. Bayi berusia kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam rekomendasi ini melainkan
termasuk dalam kejang neonates

Epidemiologi Kejang Demam2


Kejang demam adalah penyebab paling umum dari kejang pada masa kanak-kanak, dengan
insiden 2-5% pada anak-anak Eropa dan Amerika. Namun, insiden yang lebih tinggi telah
dijelaskan di Jepang (7-10%) dan Guam (14%). Insiden tampaknya tidak terpengaruh oleh jenis
kelamin. Sementara sebagian besar kejang demam terjadi antara usia 6 bulan dan 5 tahun. Insiden
tertinggi pada anak usia 12-18 bulan.

7
Klasifikasi Kejang Demam1
1. Kejang demam sederhana (simple febrile seizure)
Kejang demam yang berlangsung singkat (kurang dari 15 menit), bentuk kejang umum
(tonik dan atau klonik), serta tidak berulang dalam waktu 24 jam.
Keterangan:
a. Kejang demam sederhana merupakan 80% di antara seluruh kejang demam
b. Sebagian besar kejang demam sederhana berlangsung kurang dari 5 menit dan berhenti
sendiri.
2. Kejang demam kompleks (complex febrile seizure)
Kejang demam dengan salah satu ciri berikut:
a. Kejang lama (>15 menit)
b. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial
c. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam waktu 24 jam.
Keterangan:
1. Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau kejang berulang
lebih dari 2 kali dan di antara bangkitan kejang anak tidak sadar. Kejang lama terjadi pada
8% kejang demam.
2. Kejang fokal adalah kejang parsial satu sisi, atau kejang umum yang didahului kejang
parsial.
3. Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari, dan di antara 2 bangkitan
kejang anak sadar. Kejang berulang terjadi pada 16% anak yang mengalami kejang demam.

Faktor Resiko Kejang Demam3


Faktor risiko kejang demam antara lain demam, usia, riwayat keluarga, riwayat prenatal
(usia saat hamil), atau riwayat perinatal (asfiksia, usia kehamilan, dan bayi berat lahir rendah).
Tonsilitis, infeksi saluran pernapasan atas, otitis media, roseola infantum, atau gastroenteritis
Shigella sering menyebabkan demam dan merupakan faktor penyebab timbulnya kejang demam.

8
Pemeriksaan Penunjang Kejang Demam
• Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi
dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam. Pemeriksaan
laboratorium yang dapat dikerjakan atas indikasi misalnya darah perifer, elektrolit, dan
gula darah.
• Pungsi lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau
menyingkirkan kemungkinan meningitis. Berdasarkan bukti-bukti terbaru, saat ini
pemeriksaan pungsi lumbal tidak dilakukan secara rutin pada anak berusia <12 bulan yang
mengalami kejang demam sederhana dengan keadaan umum baik.
Indikasi pungsi lumbal:
1. Terdapat tanda dan gejala rangsang meningeal
2. Terdapat kecurigaan adanya infeksi SSP berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan klinis
3. Dipertimbangkan pada anak dengan kejang disertai demam yang sebelumnya telah
mendapat antibiotik dan pemberian antibiotik tersebut dapat mengaburkan tanda dan gejala
meningitis.
• Elektroensefalogram (EEG)
Indikasi pemeriksaan EEG: Pemeriksaan EEG tidak diperlukan untuk kejang
demam, kecuali apabila bangkitan bersifat fokal.
Keterangan:
EEG hanya dilakukan pada kejang fokal untuk menentukan adanya fokus kejang di otak
yang membutuhkan evaluasi lebih lanjut.
• Pencitraan
Pemeriksaan neuroimaging (CT scan atau MRI kepala) tidak rutin dilakukan pada
anak dengan kejang demam sederhana (level of evidence 2, derajat rekomendasi B).
Pemeriksaan tersebut dilakukan bila terdapat indikasi, seperti kelainan neurologis fokal
yang menetap, misalnya hemiparesis atau paresis nervus kranialis.

9
Tatalaksana Kejang Demam4, 1
• Acute Management4
Tatalaksana darurat sebeum sampai di rumah sakit harus fokus pada stabilisasi
pasien (ABC [jalan napas, pernapasan, dan sirkulasi]). Sebagian besar kejang demam
sembuh sendiri dan berakhir sebelum pasien tiba di rumah sakit. Namun, kejang yang
berlangsung lebih lama dari lima menit tidak mungkin berhenti dengan sendirinya, dan
benzodiazepin harus diberikan untuk menghentikan kejang.
• Tatalaksana saat kejang1
Pada umumnya kejang berlangsung singkat (rerata 4 menit) dan pada waktu pasien
datang, kejang sudah berhenti. Apabila saat pasien datang dalam keadaan kejang, obat yang
paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam intravena. Dosis diazepam
intravena adalah 0,2-0,5 mg/kg perlahan-lahan dengan kecepatan 2 mg/menit atau dalam
waktu 3-5 menit, dengan dosis maksimal 10 mg. Secara umum, penatalaksanaan kejang
akut mengikuti algoritma kejang pada umumnya.
Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orangtua di rumah (prehospital)adalah
diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kg atau diazepam rektal 5 mg
untuk anak dengan berat badan kurang dari 12 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari
12 kg.
Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat diulang lagi
dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. Bila setelah 2 kali
pemberian diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke rumah sakit. Di rumah sakit
dapat diberikan diazepam intravena.
• Pemberian obat pada saat demam Antipiretik1
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi risiko terjadinya
kejang demam (level of evidence 1, derajat rekomendasi A). Meskipun demikian, dokter
neurologi anak di Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis
parasetamol yang digunakan adalah 10-15 mg/kg/kali diberikan tiap 4-6 jam. Dosis
ibuprofen 5-10 mg/kg/kali, 3-4 kali sehari.

10
• Antikonvulsan1
Pemberian obat antikonvulsan intermiten. Yang dimaksud dengan obat
antikonvulsan intermiten adalah obat antikonvulsan yang diberikan hanya pada saat
demam.
Pro laksis intermiten diberikan pada kejang demam dengan salah satu faktor risiko
di bawah ini:
a. Kelainan neurologis berat, misalnya palsi serebral
b. Berulang 4 kali atau lebih dalam setahun
c. Usia <6 bulan
d. Bila kejang terjadi pada suhu tubuh kurang dari 39 derajat Celsius
Apabila pada episode kejang demam sebelumnya, suhu tubuh meningkat dengan
cepat.
Obat yang digunakan adalah diazepam oral 0,3 mg/kg/kali per oral atau rektal 0,5
mg/kg/kali (5 mg untuk berat badan <12 kg dan 10 mg untuk berat badan >12 kg), sebanyak
3 kali sehari, dengan dosis maksimum diazepam 7,5 mg/kali. Diazepam intermiten
diberikan selama 48 jam pertama demam. Perlu diinformasikan pada orangtua bahwa dosis
tersebut cukup tinggi dan dapat menyebabkan ataksia, iritabilitas, serta sedasi.
• Pemberian obat antikonvulsan rumat1
Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak berbahaya dan penggunaan
obat dapat menyebabkan efek samping yang tidak diinginkan, maka pengobatan rumat
hanya diberikan terhadap kasus selektif dan dalam jangka pendek (level of evidence 3,
derajat rekomendasi D).
Indikasi pengobatan rumat:
1. Kejang fokal
2. Kejang lama >15 menit
3. Terdapat kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang,
misalnya palsi serebral, hidrosefalus, hemiparesis.
Keterangan:
- Kelainan neurologis tidak nyata, misalnya keterlambatan perkembangan, BUKAN
merupakan indikasi pengobatan rumat.

11
- Kejang fokal atau fokal menjadi umum menunjukkan bahwa anak mempunyai
fokus organik yang bersifat fokal.
- Pada anak dengan kelainan neurologis berat dapat diberikan edukasi untuk
pemberian terapi pro laksis intermiten terlebih dahulu, jika tidak berhasil/orangtua
khawatir dapat diberikan terapi antikonvulsan rumat
Jenis antikonvulsan untuk pengobatan rumat
- Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam
menurunkan risiko berulangnya kejang (level of evidence 1, derajat rekomendasi
B).
Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan perilaku
dan kesulitan belajar pada 40-50% kasus. Obat pilihan saat ini adalah asam
valproat. Pada sebagian kecil kasus, terutama yang berumur kurang dari 2 tahun,
asam valproat dapat menyebabkan gangguan fungsi hati. Dosis asam valproat
adalah 15-40 mg/kg/hari dibagi dalam 2 dosis, dan fenobarbital 3-4 mg/kg/hari
dalam 1-2 dosis.
Lama pengobatan rumat: Pengobatan diberikan selama 1 tahun,
penghentian pengobatan rumat untuk kejang demam tidak membutuhkan tapering
off, namun dilakukan pada saat anak tidak sedang demam.

Edukasi Kejang Demam1


Kejang merupakan peristiwa yang menakutkan bagi setiap orangtua. Pada saat kejang,
sebagian besar orangtua beranggapan bahwa anaknya akan meninggal. Kecemasan tersebut harus
dikurangi dengan cara diantaranya:
1. Meyakinkan orangtua bahwa kejang demam umumya mempunyai prognosis baik.
2. Memberitahukan cara penanganan kejang.
3. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali.
4. Pemberian obat pro laksis untuk mencegah berulangnya kejang memang efektif, tetapi
harus diingat adanya efek samping obat.

12
Prognosis Kejang Demam1
• Kecacatan atau kelainan neurologis
Prognosis kejang demam secara umum sangat baik. Kejadian kecacatan sebagai
komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan. Perkembangan mental dan neurologis
umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya normal. Kelainan neurologis dapat
terjadi pada kasus kejang lama atau kejang berulang, baik umum maupun fokal. Suatu studi
melaporkan terdapat gangguan recognition memory pada anak yang mengalami kejang
lama. Hal tersebut menegaskan pentingnya terminasi kejang demam yang berpotensi
menjadi kejang lama.
• Kemungkinan berulangnya kejang demam
Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor risiko
berulangnya kejang demam adalah:
1. Riwayat kejang demam atau epilepsi dalam keluarga
2. Usia kurang dari 12 bulan
3. Suhu tubuh kurang dari 39 derajat Celsius saat kejang
4. Interval waktu yang singkat antara awitan demam dengan terjadinya kejang.
5. Apabila kejang demam pertama merupakan kejang demam kompleks.
Bila seluruh faktor tersebut di atas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam
adalah 80%, sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan berulangnya
kejang demam hanya 10-15%. Kemungkinan berulangnya kejang demam paling besar
pada tahun pertama.
• Faktor risiko terjadinya epilepsy
Faktor risiko menjadi epilepsi di kemudian hari adalah:
1. Terdapat kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang demam
pertama
2. Kejang demam kompleks
3. Riwayat epilepsi pada orangtua atau saudara kandung
4. Kejang demam sederhana yang berulang 4 episode atau lebih dalam satu tahun.
Masing-masing faktor risiko meningkatkan kemungkinan kejadian epilepsi sampai
4-6%, kombinasi dari faktor risiko tersebut akan meningkatkan kemungkinan epilepsi

13
menjadi 10-49%. Kemungkinan menjadi epilepsi tidak dapat dicegah dengan pemberian
obat rumatan pada kejang demam.
• Kematian
Kematian langsung karena kejang demam tidak pernah dilaporkan. Angka
kematian pada kelompok anak yang mengalami kejang demam sederhana dengan
perkembangan normal dilaporkan sama dengan populasi umum.

14
Faringitis

Definisi Faringitis5
Istilah faringitis akut digunakan untuk menunjukkan semua infeksi akut pada faring,
termasuk tonsilitis (tonsilofaringitis) yang berlangsung hingga 14 hari. Faringitis merupakan
peradangan akut membran mukosa faring dan struktur lain di sekitarnya.

Epidemiologi Faringitis5,6
Faringitis biasa terjadi pada anak, meskipun jarang pada anak berusia di bawah 1 tahun.
Insidens meningkat sesuai dengan bertambahnya umur, mencapai puncaknya pada usia 4−7 tahun,
dan berlanjut hingga dewasa. Insidens faringitis Streptokokus tertinggi pada usia 5−18 tahun,
jarang pada usia di bawah 3 tahun, dan sebanding antara laki-laki dan perempuan.
Faringitis streptokokus memiliki insiden puncak pada tahun-tahun awal sekolah dan jarang
terjadi sebelum usia 3 tahun. Penyakit paling sering terjadi di musim dingin dan musim semi.
Infeksi ditularkan melalui sekresi pernapasan dan masa inkubasi adalah 2-5 hari.

Klasifikasi Faringitis7
Secara umum faringitis dapat dibagi menjadi 3 yaitu:
1. Faringitis Akut
Faringitis virus atau bakterialis akut adalah penyakit yang sangat penting. Beberapa
usaha dilakukan pada klasifikasi peradangan akut yang mengenai dinding faring. Yang
paling logis untuk mengelompokkan sejumlah infeksi-infeksi ini di bawah judul yang
relatif sederhana “Faringitis Akut” disini termasuk faringitis akut yang terjadi pada pilek
biasa sebagai akibat penyakit infeksi akut seperti eksantema atau influenza dan dari
berbagai penyebab yang tidak biasa seperti manifestasi herpes dan sariawan.
2. Faringitis Kronis
a. Faringitis Kronis Hiperflasi
Pada faringitis kronis hiperflasi terjadi perubahan mukosa dinding posterior. Tampak
mukosa menebal serta hipertofi kelenjar limfe di bawahnya dan di belakang arkus
faring posterior (lateral band). Dengan demikian tampak mukosa dinding posterior
tidak rata yang disebut granuler.

15
b. Faringitis Kronis Atrofi atau Faringitis sika
Faring kronis atrofi sering timbul bersama dengan rinitis atrofi. Pada rinitis atrofi udara
pernapasan tidak diatur suhu serta kelembapannya sehingga menimbulkan rangsangan
serta infeksi faring.
c. Faringitis Spesifik
1) Faringitis Luetika
a. Stadium Primer
Kelainan pada stadium ini terdapat pada lidah, palatum mole, tonsil, dan
dinding faring posterior. Kelainan ini berbentuk bercak keputihan di tempat
tersebut.
b. Stadium Sekunder
Stadium ini jarang ditemukan. Pada stadium ini terdapat pada dinding faring
yang menjalar ke arah laring.
c. Stadium Tersier
Pada stadium ini terdapat guma. Tonsil dan pallatum merupakan tempat
predileksi untuk tumbuhnya guma. Jarang ditemukan guma di dinding faring
posterior.
2) Faringitis Tuberkulosa
Kuman tahan asam dapat menyerang mukosa palatum mole, tonsil, palatum
durum, dasar lidah dan epiglotis. Biasanya infeksi di daerah faring merupakan
proses sekunder dari tuberkulosis paru, kecuali bila terjadi infeksi kuman tahan
asam jenis bovinum, dapat timbul tuberkulosis faring primer
Manifestasi Klinis Faringitis6
Manifestasi klinis faringitis antara lain sakit tenggorokan, demam dengan onset mendadak,
faring merah, dan/atau tonsil membesar ditutupi dengan eksudat berwarna kuning darah. Mungkin
dijumpai petechiae pada palatum molle dan faring posterior. Kelenjar serviks anterior mungkin
membesar dan bengkak. Sakit kepala dan gejala gastrointestinal (muntah dan nyeri perut) juga
sering terjadi.

16
Diagnosis Faringitis6
Untuk menegakkan diagnosis, terjadi perselisihan menyangkut penggunaan tes
mikrobiologi (kultur tenggorokan atau RADT). Skor klinis yang digunakan adalah Centor Score,
dengan pertimbangan kombinasi tanda dan gejala yang menunjukkan faringitis GABHS. Centor
Score juga dapat membantu dokter untuk menegakkan diagnosis.
Bagaimanapun, klinis GABHS dan faringitis virus dapat tumpang tindih dan tidak ada satu
elemen pun dari riwayat pasien atau pemeriksaan fisik yang secara andal mengkonfirmasi atau
mengecualikan faringitis GABHS.
NICE menyatakan bahwa pasien yang mengalami faringitis akut dapat dipertimbangkan
untuk strategi peresepan antibiotik segera (selain tanpa antibiotik atau strategi peresepan antibiotik
tertunda) jika didapatkan Centor Score lebih dari sama dengan 3. Sebaliknya, jika Centor Score 2
tidak diperlukan pemeriksaan lebih lanjut dan pengobatan. UK guidelines menyatakan pemberian
antibiotik segera atau pemeriksaan penunjang lebih lanjut tidak diperlukan untuk keadaan di mana
pasien memiliki kelainan sistemik, memiliki gejala dan tanda yang menunjukkan penyakit serius
atau komplikasi supuratif, atau ketika komorbiditas yang sudah ada sebelumnya (penyakit jantung,
paru-paru, ginjal, hati atau penyakit neuromuskular, imunosupresi, cystic fibrosis, dan anak yang
lahir prematur).

Tatalaksana Faringitis6
Pengobatan antibiotik tidak dianjurkan secara rutin, karena faringitis lebih sering
disebabkan oleh virus. Namun, ketika pengobatan antibiotik diindikasikan, penting untuk memilih
pilihan terapi yang baik.
Guidelines menyarankan penisilin sebagai first choice. Meskipun penisilin V adalah obat
pilihan, ampisilin atau amoksisilin sama-sama efektif.

17
Centor Score6
Clinical criteria Points

Absence of cough 1

Swollen and tender anterior cervical nodes 1

Temperature > 38°C 1

Tonsillar exudate or swelling 1

Age 3 to 14 years 1

Age 15 to 44 years 0

Age 45 years and older -1

English experts in NICE guidelines menyatakan bahwa antibiotik dapat segera diberikan
jika Centor Score tiga atau lebih.

18
Daftar Pustaka

1. Indonesia RI. Rekomendasi penatalaksanaan kejang demam. UKK Neurologi Ikatan Dokter
Anak Indonesia. 2016.
2. Sawires R, Buttery J, Fahey M. A Review of Febrile Seizures: Recent Advances in
Understanding of Febrile Seizure Pathophysiology and Commonly Implicated Viral Triggers.
Frontiers in Pediatrics. 2021;9.
3. Husodo FA, Radhiah S, Nugraheni PA. Risk Factors for Febrile Seizures in Children Aged 6–
59 Months in Surabaya, East Java. Althea Medical Journal. 2021 Sep 30;8(3):144-8
4 Smith DK, Sadler K, Benedum M. Febrile seizures: risks, evaluation, and prognosis. American
family physician. 2019 Apr 1;99(7):445-50.
5. Purwandari GA. Pengaruh penyuluhan tentang infeksi saluran pernafasan atas (ispa) terhadap
pengetahuan ibu dalam penanganan pertama ispa pada balita.
6. Regoli M, Chiappini E, Bonsignori F, Galli L, de Martino M. Update on the management of
acute pharyngitis in children. Italian Journal of Pediatrics. 2011 Dec;37(1):1-7.
7. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2013). Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di
Fasilitas Layanan Kesehatan Primer. Edisi I. Kementerian Kesehatan RI. Jakarta

19

Anda mungkin juga menyukai