Yang didapat di rumah sakit: basil usus gram negative (E. coli,
Klebsiella pneumonia), Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus,
anaerob oral.16
b. Faktor lingkungan
Rangsangan alergen.
Rangsangan bahan-bahan di tempat kerja.
Infeksi.
Merokok
Obat.
Penyebab lain atau faktor lainnya
Gejala klinis asma klasik terdiri dari trias sesak nafas, batuk, dan mengi.
Gejala lainnya dapat berupa rasa berat di dada, produksi sputum, penurunan
toleransi kerja, nyeri tenggorokan, dan pada asma alergik dapat disertai dengan
pilek atau bersin. Gejala tersebut dapat bervariasi menurut waktu dimana gejala
tersebut timbul musiman atau perenial, beratnya, intensitas, dan juga variasi
diurnal. Timbulnya gejala juga sangat dipengaruhi oleh adanya faktor pencetus
seperti paparan terhadap alergen, udara dingin, infeksi saluran nafas, obat-obatan,
atau aktivitas fisik. Faktor sosial juga mempengaruhi munculnya serangan pada
pasien asma, seperti karakteristik rumah, merokok atau tidak, karakteristik tempat
bekerja atau sekolah, tingkat pendidikan penderita, atau pekerjaan.4
perkembangan penyakit dan pengobatan. Adapun beberapa tanda dan gejala yang
dapat meningkatkan kecurigaan terhadap asma adalah :
1. Di dengarkan suara mengi (wheezing) sering pada anak-anak
Apabila didapatkan pemeriksaan dada yang normal, tidak dapat mengeksklusi
diagnosis sama, apabila terdapat memiliki riwayat dari:
a. Batuk, yang memburuk dimalam hari
b. Mengi yang berulang
c. Kesulitan bernafas
d. Sesak nafas yang berulang
2. Keluhan terjadi dan memburuk saat malam
3. Keluhan terjadi atau memburuk saat musim tertentu
4. Pasien juga memiliki riwayat eksema, hay fever, atau riwayat keluarga asma
atau penyakit atopi
5. Keluhan terjadi atau memburuk apabila terpapar :
a. Bulu binatang
b. Aerosol bahan kimia
c. Perubahan temperatur
d. Debu tungau
e. Obat-obatan (aspirin,beta bloker)
f. Beraktivitas
g. Serbuk tepung sari
h. Infeksi saluran pernafasan
i. Rokok
j. Ekspresi emosi yang kuat
6. Keluhan berespon dengan pemberian terapi anti asma
Dari pemeriksaan fisik didapatkan adanya tanda-tanda obstruksi saluran
nafas dan tanda yang khas adalah adanya mengi pada auskultasi. Namun pada
sebagian penderita dapat ditemukan suara nafas yang normal pada auskultasi
walaupun pada pengukuran faal paru telah terjadi penyempitan jalan nafas.2,3
Pengukuran faal paru dilakukan untuk menilai obstruksi jalan nafas,
reversibiliti kelainan faal paru, variabiliti faal paru, sebagai penilaian tidak
13
langsung hiper-responsif jalan nafas. Pemeriksaan faal paru yang standar adalah
pemeriksaan spirometri dan peak expiratory flow meter (arus puncak ekspirasi).
Pemeriksaan lain yang berperan untuk diagnosis antara lain uji provokasi bronkus
dan pengukuran status alergi. Uji provokasi bronkus mempunyai sensitivitas yang
tinggi tetapi spesifisitas rendah. Komponen alergi pada asma dapat diidentifikasi
melalui pemeriksaan uji kulit atau pengukuran IgE spesifik serum, namun cara ini
tidak terlalu bernilai dalam mendiagnosis asma, hanya membantu dalam
mengidentifikasi faktor pencetus.2,3
Pemeriksaan Penunjang Asma Bronkial
Pemeriksaan Diagnostik pada penderita Asma Bronkhial menurut wahid
& Suprapto (2013) yaitu :
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan Sputum Pemeriksaan untuk melihat adanya :
2) Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal
eosinopil
3) Spiral curshman, yakni merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang
bronkus
4) Creola yang merupakan fragmen dari epitel bronkus
5) Netrofil dan eosinofil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid
dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug 10
b. Pemeriksaan darah
1) Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat terjadi
hipoksemia, hipercapnia atau sianosis.
2) Kadang pada darah terdapat peningkatan SGOT dan LDH
3) Hiponatremia dan kadar leukosit kadang di atas 15.000/mm3 yang
menandakan adanya infeksi
4) Pemeriksaan alergi menunjukkan peningkatan Ig.E pada waktu serangan dan
menurun pada saat bebas serangan asma.
14
c. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan radiologi
Pada waktu serangan menunjukkan gambaran hiperinflasi paru yakni
radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma
yang menurun. Pada penderita dengan komplikasi terdapat gambaran sebagai
berikut :
a) Bila disertai dengan bronchitis, maka bercak-bercak di hilus akan
bertambah
b) Bila ada empisema (COPD), gambaran radiolusen semakin bertambah
c) Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltraste paru
d) Dapat menimbulkan gambaran atelektasis paru
e) Bila terjadi pneumonia gambarannya adalah radiolusen pada paru
2) Pemeriksaan tes kulit Dilakukan untuk mencari faktor allergen yang dapat
bereaksi positif pada asma
3) Elektrokardiografi
a) Terjadi right axis deviation
b) Adanya hipertropo otot jantung right bundle branch bock.
c) Tanda hipoksemia yaitu sinus takikardi, SVES, VES atau terjadi depresi
segmen ST negative
pulmonary yang terlihat dengan jelas dan tidak ada area yang berwarna putih
kelabu seperti pada Gambar. 2 .9
Pemeriksaan Bakteriologis
Pemeriksaan laboratorium
Leukositosis umumnya menandai adanya infeksi bakteri . Leukosit
normal/rendah dapat disebabkan infeksi virus/mikoplasma atau pada infeksi
yang berat sehingga tidak terjadi leukosit, orang tua/lemah. Leukopenia
menunjukan depresi imunitas,misalnya neutropenia pada imfeksi kuman gram
negatif atau S. aureus pada pasien dengan keganasan atau gangguan kekebalan.
Faal hati mungkin terganggu. 4
EDUKASI
Edukasi yang diberikan antara lain adalah pemahaman mengenai asma itu
sendiri, tujuan pengobatan asma, bagaimana mengidentifikasi dan mengontrol
faktor pencetus, obat-obat yang digunakan berikut efek samping obat, dan juga
penanganan serangan asma di rumah.
memperbaiki kualitas hidup. Efek samping adalah efek samping lokal seperti
kandidiasis orofaring, disfonia dan batuk karena airitasi saluran nafas atas.
b. Glukokortikosteroid sistemik
Cara pemberian melalui oral atau parenteral. Kemungkinan digunakan
sebagai pengontrol pada keadaan asma persisten berat, tetapi penggunaannya
terbatas mengingat risiko efek sistemik. Untuk jangka panjang, lebih efektif
menggunakan steroid inhalasi daripada steroid oral selang sehari. Jika steroid
oral terpaksa harus diberikan, maka dibutuhkan selama jangka waktu tertentu.
Efek samping jangka panjang adalah osteoporosis, hipertensi, diabetes,
supresi aksis adrenal pituitari hipotalamus, katarak, glaukoma, obesitas,
penipisan kulit, striae, dan kelemahan otot. c. Kromolin (sodium kromoglikat
dan nedokromil sodium)
Mekanisme yang pasti belum sepenuhnya dipahami, tetapi diketahui
merupakan antiinflamasi nonsteroid, menghambat pelepasan mediator dari sel
mast melalui reaksi yang diperantarai IgE yang bergantung pada dosis dan
seleksi serta supresi pada sel inflamasi tertentu (makrofag, eosinofil, monosit),
selain juga kemungkinan menghambat saluran kalsium pada sel target.
Pemberiannya secara inhalasi, digunakan sebagai pengontrol pada asma
persisten ringan. Efek samping umumnya minimal seperti batuk atau rasa
tidak enak obat saat melakukan inhalasi.
c. Metilsantin
Teofilin adalah bronkodilator yang juga mempunyai efek ekstrapulmoner
seperti antiinflamasi. Sebagai pelega, teofilin/aminofilin oral diberikan
bersama/kombinasi dengan agonis β2 kerja singkat, sebagai alternatif
bronkodilator jika dibutuhkan. Teofilin atau aminofilin lepas lambat dapat
digunakan sebagai obat pengontrol, dimana pemberian jangka panjang efektif
mengontrol gejala dan memperbaiki faal paru. Preparat lepas lambat
mempunyai aksi/waktu kerja yang lama sehingga digunakan untuk
mengontrol gejala asma malam dikombinasi dengan antiinflamasi yang lazim.
Efek samping berpotensi terjadi pada dosis tinggi (≥10 mg/kgBB/hari atau
lebih) dengan gejala gastrointestinal seperti nausea, muntah adalah efek
20
samping yang paling dulu dan 11 sering terjadi. Efek kardiopulmoner seperti
takikardi, aritmia dan kadangkala merangsang pusat nafas. Intoksikasi teofilin
dapat menyebabkan kejang bahkan kematian.
d. Agonis β2 kerja lama
Termasuk agonis β2 kerja lama inhalasi adalah salmoterol dan formoterol
yang mempunyai waktu kerja lama (>12 jam). Agonis β2 memiliki efek
relaksasi otot polos, meningkatkan pembersihan mukosilier, menurunkan
permeabilitas pembuluh darah dan memodulasi pelepasan mediator dari sel
mast dan basofil. Pada pemberian jangka lama mempunyai efek antiinflamasi,
walau kecil dan mempunyai efek protektif terhadap rangsang
bronkokonstriktor. Pemberian inhalasi agonis β2 kerja lama menghasilkan
efek bronkodilatasi yang lebih baik dibandingkan preparat oral. Karena
pengobatan jangka panjang dengan agonis β2 kerja lama tidak mengubah
inflamasi yang sudah ada, maka sebaiknya selalu dikombinasi dengan
glukokortikosteroid inhalasi, dimana penambahan agonis β2 kerja lama
inhalasi akan memperbaiki gejala, menurunkan asma malam, memperbaiki
faal paru, menurunkan kebutuhan agonis β2 kerja singkat (pelega) dan
menurunkan frekuensi serangan asma. Agonis β2 kerja lama inhalasi dapat
memberikan efek samping sistemik (rangsangan kardiovaskuler, tremor otot
rangka dan hipokalemia) yang lebih sedikit atau jarang daripada pemberian
oral. f. Leukotriene modifiers
Obat ini merupakan antiasma yang relatif baru dan pemberiannya melalui
oral. Mekanisme kerjanya menghambat 5-lipoksigenase sehingga memblok
sintesis semua leukotrien (contohnya zileuton) atau memblok reseptor-
reseptor leukotrien sisteinil pada sel target (contohnya montelukas, pranlukas,
zafirlukas). Mekanisme kerja tersebut menghasilkan efek bronkodilator
minimal dan menurunkan bronkokonstriksi akibat alergen, sulfurdioksida dan
exercise. Selain bersifat bronkodilator, juga mempunyai efek antiinflamasi.
B. Pelega
a. Agonis β2 kerja singkat
21
b. Metilsantin
Termasuk dalam bronkodilator walaupun efek bronkodilatasinya lebih
lemah dibandingkan agonis β2 kerja singkat. Teofilin kerja singkat tidak
menambah efek bronkodilatasi agonis β2 kerja singkat dosis adekuat, tetapi
mempunyai manfaat untuk respiratory drive, memperkuat fungsi otot
pernafasan dan mempertahankan respon terhadap agonis β2 kerja singkat
diantara pemberian satu dengan berikutnya.
c. Antikolinergik
Pemberiannya secara inhalasi. Mekanisme kerjanya memblok efek
pelepasan asetilkolin dari saraf kolinergik dari jalan nafas. Menimbulkan
bronkodilatasi dengan menurunkan tonus kolinergik vagal intrinsik, selain itu
juga menghambat refleks bronkokonstriksi yang disebabkan iritan.. Efek
samping berupa rasa kering di mulut dan rasa pahit.
d. Adrenalin
Dapat sebagai pilihan pada asma eksaserbasi sedang sampai berat, bila
tidak tersedia agonis β2, atau tidak respon dengan agonis β2 kerja singkat.
dijalani pasien. Dan jika, asma berhasil dikontrol selama minimal 3 bulan,
pengobatan dapat diturunkan secara gradual. Tujuan nya adalah mengurangi
pengobatan. Monitoring tetap penting dilakukan setelah asma terkontrol, karena
asma dapat tetap dapat terjadi eksaserbasi apabila kehilangan kontrol.3