“Epilepsi”
OLEH:
KELOMPOK 4/A3B
Umur : 24 Tahun
MRS : 25 September 2017
KRS : 08 Oktober 2017
Kurang lebih 5 jam SMRS pada saat akan makan siang tiba tiba pasien kejang 15 menit
sekitar jam12.00 siang, pada saat pasien kejang tangan pasien mengepal dan terguncang naik
turun kaki pasien juga terguncang naik turun secara bersamaan. Mata terbelalak, mulut tidak
berbusa, lidah tidak tergigit, saat kejang terjadi pasien terjatuh pada sisi tubuh sebelah kanan
dengan bibir dan kepala sisi kanan membentur batu, bibir luka sebesar 1 cm tepi tidak rata,
Kejang terjadi hingga 3 kali sekitar 15 menit, selama masa kejang pasien tidak sadarkan diri.
Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat epilepsi sejak kecil (+) namun tidak terkontrol
Tanda-Tanda Vital TTV: TD: 110/70mmHg, HR : 88x/menit, RR: 20x/menit, T: 38°C
DIAGNOSA SEMENTARA Epilepsi dd Infeksi Intrakranial
TERAPI SAAT MRS IVFD D5% + fenitoin 3 ampul/8jam Ceftriaxone 2x1 ampul (iv)
Paracetamol drip 3x1 Fl. (bila panas)
DIAGNOSA AKHIR Epilepsi bangkitan umum tipe Tonik-Klonik
Penyelesaian Kasus :
1. tambahan informasi (FIR) yang di perlukan untuk rencana terapi pasien:
No FIR
1 Riwayat pengobatan epilepsi sblmnya
2 Apakah kejang pasien berulang?
3 Apakah pasien memiliki riwayat penyakit neurologi lain
4 Apakah pasien memiliki cidera pada kepala ?
5 Berapa BB Pasien? (untuk menentukan dosis yg efektif)
6 Apakah pasien mengalami penurunan kesadaran?
7 Apakah sudah dilakukan pemeriksaan lab terkait infeksi? Jika sudah apakah ada
data hasil pemeriksaannya?
8 Apakah pasien sudah melakukan pemeriksaan CT-Scan ? apa pada saat CT-
Scan ditemukan kelainan/lesi structural pada otak ?
9 Apakah pasien sudah melakukan pemeriksaan MRI ?
10 Bagaimana life style pasien (merokok/alkohol/kopi/istirahat tidak teratur?
Alasan pemilihan OAE ini adalah menyesuaikan dengan tipe bangkitan kejang yaitu
tonik klonik, toksisitas efek samping dapat ditoleransi dibanding pilihan OAE
lainnya untuk bangkitan tonik-klonik. Pemilihan OAE sangat penting diperhatikan,
pasien sudah mendapatkan terapi fenitoin 3 ampul/8 jam untuk epilepsinya. Pada
prinsip pengobatan epilepsy, pengubahan terapi perlu pertimbangan tertentu karena
pergantian terapi dapat menimbulkan kemungkinan kejadian kejang berulang dan
efek samping yang merugikan.
Dosis yang dapat digunakan yaitu loading dose 10-15mg/kg dan maintenance dose 3
x 100mg sesudah makan.Obat oral diberikan selama 1 bulan, kemudian pasien
disarankan untuk kontrol sebelum habis obat (setiap bulan), jika dalam 1 tahun
pasien tidak mengalami bangkitan pasien dapat disarankan kontrol setiap 3 bulannya.
Obat diminum secara rutin dan patuh secara terus menerus, pengobatan dapat
dihentikan jika dalam waktu 2-4 tahun tidak terjadi bangkitan dan dilakukan
monitoring efektivitas fenitoin dilihat dari hasil EEG yang normal dan pemeriksaan
neurologis yang normal (Dipiro, 2009)
3. DEMAM
Pasien memiliki suhu tubuh 38ºC, sehingga diberikan obat demam yakni
paracetamol. Berdasarkan pengecekan interaksi obat pada situs drug interaction
Medscape, bahwa paracetamol dan phenytoin akan menimbulkan interaksi obat
dengan kategori minor, yang dimana akan mengakibatkan penurunan kadar
paracetamol oleh phenytoin dengan meningkatkan metabolism paracetamol.
Peningkatan metabolism tersebut termasuk tingkat metabolit hepatotoksik.
Sehingga pada kasus ini dilakukan pergantian paracetamol menjadi ibuprofen
sebagai antipiretik dan diberikan jika suhu tubuh pasien masih tinggi. Serta, tidak ada
interaksi obat merugikan yang terjadi, tidak seperti pemberian paracetamol.
Hubungannya dengan IVFD D5% adalah selain dengan pengobatan
paracetamol juga tetap untuk menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit yang
dimana pada pasien demam kenaikan suhu 1ºC akan mengakibatkan kebutuhan
glukosa (Erwika, 2014). Untuk memastikan tersebut maka perlu dilakukan
pemeriksaan gula darah serta pemeriksaan cairan dan elektrolit pasien.
Ibuprofen merupakan turunan asam propionat yang memiliki efek
antiinflamasi, analgesik dan antipiretik (The UK Health Departemen, 2011).
Ibuprofen termasuk kedalam obat golongan NSAID (non-steroid anti inflammatory
drug) yang bekerja menghambat siklooksigenase-1 dan siklooksigenase-2). Ibuprofen
mengobati nyeri dan inflamasi pada penyakit rematik dan penyakit musculoskeletal
lainnya. Ibuprofen memiliki efek samping ketidaknyamanan gastrointestinal, mual,
diare, terkadang pendarahan, dan terjadi ulserasi (The UK Health Departemen, 2011).
DAFTAR PUSTAKA
Erwika. 2014. Therapy Management of Simple Partial Seizure with Hyperpirezia In Three
Years Old Child. J Medula Unila. Vol. 3(2): 1-24.
Ganda, C. 2021. Kejadian Epilepsi Pada Anak Dengan Riwayat Kejang Demam Pada Tahun
2014-2019 : Studi Literatur. Medan: Universitas Sumatera Utara.
Heller. 1995. Phenobarbitone, Phenytoin, Carbamazepine, Or Sodium Valproate For Newly
Diagnosed Adult Epilepsy: A Randomised Comparative Monotherapy Trial. J
Neurol Neurosurg Psychiatry. Vol. 58(1): 44-5.
Kemenkes RI. 2009. Pelayanan Kefarmasian untuk Orang dengan Gangguan Epilepsi.
Jakarta: Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinis Chintya G. (2020)
Nevitt et al. 2016. Sodium Valproate Versus Phenytoin Monotherapy (Single Drug
Treatment) For Epilepsy. UK: John Willey&Sons Ltd.
Pokorn M. 2016 Pathogenesis and classification of central nervous system infection.
Slovenia. Departemen Greenberg MS. Handbook of Neurosurgery. 8th ed. Nerw
York: Thieme;. p.320-6.
Stafstrom. 2003. Hyperglycemia Lowers Seizure Threshold. J Epilepsy Curr. Vol. 3(4):
148–149.t of Infectious Diseases, University Medical Centre;
Tedyanto et al. 2020. Gambaran Penggunaan Obat Anti Epilepsi (OAE) pada Penderita
Epilepsi Berdasarkan Tipe Kejang di Poli Saraf Rumkital DR. Ramelan Surabaya.
Jurnal Ilmiah Kedokteran Wijaya Kusuma. Vol.9(1): 77-84.
The UK Health Departemen, 2011, British Pharmacopoeia, London
Tjay, T.H dan Rahardja, K., 2007, Obat – obat Penting : khasiat, penggunaan, dan Efek-
efek sampingnya. Edisi ke VI. Cetakan I, Hal. 263, 270, Penerbit Gramedia, Jakarta.