Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH KEPERAWATAN JIWA

PSIKOFARMAKA “HALOFERIIDOL”

OLEH:
CANDRA ARIF NUGROHO (20174908)
DIYAN AYU SARASWATI (201749012)
DUWI ELLANURAINI (201749014)

AKADEMI KEPERAWATAN DHARMA HUSADA KEDIRI


TAHUN AKADEMIK 2017/2018
Jl. Penanggungan No. 41 A
Telp/fax. (0354) 772628
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan
karunia-Nya penulis telah dapat menyelesaikan makalah ini dalam rangka
melengkapi tugas mata kuliah Keperawatan Jiwa.
Pada makalah ini penulis akan membahas mengenai Psikofarmaka yang
penulis susun dari berbagai sumber dan penulis rangkum dalam makalah ini.
Tidak lupa saya ucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah
membantu baik berupa ide-ide maupun yang terlibat langsung dalam pembuatan
makalah ini. Penulis juga berharap agar makalah ini bisa bermanfaat bagi semua
untuk dijadikan penunjang dalam mata keperawatan Jiwa.
Demikianlah yang dapat penulis sampaikan, apabila ada kesalahan atau
kekurangan penulis mohon maaf. Kritik dan saran masih sangat terbuka supaya
makalah ini dapat diperbaiki dan menjadi lebih baik lagi untuk berikutnya.
Atas perhatiannya penulis ucapkan terima kasih

Kediri, 18 maret 2019

Penyusun kelompok

ii
iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Skizofrenia merupakan penyakit yang ditentukan secara genetic, tetapi


juga terdapat bukti yang menunjukkan kejadian intra uteri dan komplikasi
obstetric. Obat neuroleptic banyak mengendalikan gejala skizoprenia. Obat
tersebut mempunyai sebagian besar efek pada gejala positif seperti halusinasi
dan waham. Gejala negative seperti menarik diri dari social lingkungan dan
apatis emosional kurang dipengaruhi oleh obat neuroleptic.(Profitasari,2010)

Obat neuroleptic membutuhkan beberapa waktu minggu untuk


mengendalikan gejala skizofrenia dan sebagian pasien akan membutuhkan
pengobatan rumatan bertahun” .Relaps sering terjadi bahkan pada pasien yang
dipertahankan dengan obat dan lebih dari dua pertiganya mengalami relaps
dalam satu tahun bila menghentikan terapi, sayangnya neuroleptic juga memblok
reseptor dopamine pada ganglia basalis dan juga menyebabkan gangguan
pergerakan ( efek ekstra pyramidal) yang menyebabkan stress dan kecacatan
(Mansjoer,2000)

Dalam makalah ini, kami akan membahas makalah tentang pskofarmaka


antipsikotik haloperidol dalam pasien sakit jiwa,psikofarmaka kesehatan jiwa
merupakan kemampuan individu untuk menyesuaikan diri sendiri, orang lain,
masyarakat, dan lingkungan, sebagai perwujudan keharmonisan fungsi mental
dan kesanggupanya menghadapi masasalah yang bias terjadi.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa Definisi Dari Psikofarmaka?
2. Apa Definisi Dari Haloferidol?
3. Apa Saja Indikasi Dari Haloferidol?
4. Bagaimana Cara Kerja Haloferidol?
5. Bagaimana Proses Farmakokinetik Pada Haloferidol?
6. Bagaimana Proses Farmakodinamik Pada Haloferidol?

1
7. Apa Saja Kontra Indikasi Dan Kewaspadaan Haloferidol?
8. Apa Saja Reaksi Merugikan Dan Efek Samping Dari Haloferidol?
9. Bagaimana Proses Interaksi Dari Haloferidol?
10. Bagaimana Rute Dan Dosis Dari Haloferidol?

C. TUJUAN
1. Untuk Mengetahui Definisi Dari Psikofarmaka
2. Untuk Mengetahui Definisi Dari Haloferidol
3. Untuk Mengetahui Indikasi Dari Haloferidol
4. Untuk Mengetahui Cara Kerja Haloferidol
5. Untuk Mengetahui Proses Farmakokinetik Pada Haloferidol
6. Untuk Mengetahui Proses Farmakodinamik Pada Haloferidol
7. Untuk Mengetahui Kontra Indikasi Dan Kewaspadaan Haloferidol
8. Untuk Mengetahui Reaksi Merugikan Dan Efek Samping Dari Haloferidol
9. Untuk Mengetahui Proses Interaksi Dari Haloferidol
10. Untuk Mengetahui Rute Dan Dosis Dari Haloferidol

2
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. DEFINISI PSIKOFARMAKA
Psikofarmaka atau obat psikotropik adalah obat yang bekerja
secara selektif pada Sistem Saraf Pusat (SSP) dan mempunyai efek
utama terhadap aktivitas mental dan perilaku, digunakan untuk terapi
gangguan psikiatrik yang berpengaruh terhadap taraf kualitas hidup
pasien. Obat psikotropik dibagi menjadi beberapa golongan,
diantaranya: antipsikosis, anti-depresi, anti-mania, anti-ansietas, anti-
insomnia. Pembagian lainnya dari obat psikotropik antara lain:
transquilizer, neuroleptic, antidepressants dan psikomimetika.

B. DEFINISI HALOPERIDOL
Haloperidol adalah suatu obat antipsikotik tipikal generasi pertama
yang banyak digunakan untuk skizofrenia. Obat ini termasuk dalam
golongan butyrophenone. Haloperidol banyak digunakan sebagai
terapi skizofrenia sindroma Tourette, gangguan ansietas, gangguan
perilaku, kegelisahan, kebingungan, serta mual dan muntah.
C. INDIKASI DAN DOSIS
a. Psikosis
Untuk psikosis, dosis pemberian haloperidol adalah sebagai
berikut:
1) Dosis oral: 0.5-5 mg, 2-3 kali/ hari, dapat mencapai 100
mg/hari pada kasus-kasus yang ekstrim. Dosis maksimal
pada umumnya adalah 30 mg/hari.
 Dosis pemeliharaan 3-10 mg/hari. Tidak ada jangka
waktu khusus untuk berapa lama haloperidol dapat
diberikan.
2) Dosis intramuskular laktat: 2-5 mg, setiap 4-8 jam pro
renata, dapat diulang setiap jam pada kasus akut. Tidak
melebihi 20 mg/ hari.

3
3) Dosis intramuskular dekanoat (depot): konversi pemberian
haloperidol oral ke dekanoat dapat dimulai dengan
pemberian dosis awal 10-20 kali dari dosis oral per hari,
tidak melebihi 100 mg. Apabila dibutuhkan >100 mg,
berikan suntikan kedua dalam waktu 3-7 hari.
 Dosis pemeliharaan: 10-15 kali dosis oral, diberikan
sekali per bulan.
4) Dosis intravena laktat (off label): dapat dibutuhkan pada
kasus delirium. Awal dapat diberikan dosis 2-10 mg,
tergantung dari tingkat agitasi pasien. Apabila respon
adekuat bolus dapat diulang setiap 15-30 menit dengan
dosis 2 kali lipat dari dosis pertama. Apabila pasien sudah
tenang, dapat diberikan 25% dari bolus terakhir setiap 6
jam. Dosis selanjutnya dapat disesuaikan dengan kondisi
pasien.
Pada dosis intravena >35 mg, EKG dan interval QT
perlu dimonitor untuk memantau kemungkinan efek
samping terjadinya torsades de pointes.
b. Mual dan Muntah
Haloperidol dapat digunakan sebagai terapi paliatif untuk mual
dan muntah dengan dosis sebagai berikut:
1) Dosis oral: 1.5mg, 1-2 kali sehari.
2) Dosis subkutan laktat: 2.5-10 mg dalam 24 jam dengan
syringe pump.
3) Dosis intramuskular laktat: 0.5-2mg per hari.

c. Tics Berat dan Sindroma Tourette


Untuk sindroma Tourette atau tics berat, haloperidol dapat
diberikan secara oral dengan dosis dimulai dari 0.5-1.5 mg, 3
kali sehari, dan dapat ditingkatkan hingga dosis maksimal 10
mg/hari berdasarkan respon pengobatan.

4
d. Terapi Ajuvan pada Gangguan Ansietas dan Tingkah Laku
Berat
Untuk terapi ajuvan gangguan ansietas dan tingkah laku berat,
haloperidol diberikan dengan dosis 0.5 mg per oral, 2 kali
sehari.
e. Kebingungan
Pasien yang mengalami kebingungan dapat diberikan
haloperidol dengan dosis sebagai berikut:
a. Dosis oral: 1-3 mg, 3 kali sehari.
b. Dosis subkutan laktat: 5-15 mg, dalam 24 jam dengan
syringe pump.
f. Cegukan
Cegukan dapat diatasi dengan pemberian haloperidol oral
dengan dosis 1.5 mg, 3 kali sehari.[3,7]
D. KERJA OBAT
Mekanisme kerja antipsikotik yang tepat belum dipahami
sebelumnya. Tampaknya menekan SSP pada tingkat subkortikal
formasi reticular otak, mesense falon dan batang otak. Diperkirakan
menghambat system aktivasi reticular asenden batang otak juga
dapat menghambat reseptor katekolamin seperti juga pengambilan
kembali berbagai neurotransmitter dalam mesensefalon. Juga
merupakan antagonis pusat yang kuat dari reseptor dopanin.
E. FARMAKOKINETIK
a) Absorpsi
Dosis oral diabsorsi dengan baik dari traktus GI. Tampak
menglami metabolism lintas pertama dan sirkulasi enter
ohepatik. Bioafailabilitas oral akhir sekitar 60%. Absorpsi IM
bervariasi pada setiap pasien.
Pelepasan dekanoad dari jaringan lemak berlangsung lambat.
b) Distribusi Haloepridol

5
Pada dewasa, haloperidol terikat pada protein sebanyak 90%.
Haloperidol dapat terdistribusi cukup cepat pada jaringan
dengan volume distribution (Vd) 8-18 L/kg dan juga dapat
menyebrang sawar darah otak dengan mudah. Obat juga dapat
menyebrang plasenta dan diekskresikan dalam ASI.
c) Metabolisme Haloperidol
Metabolisme haloperidol banyak dilakukan pada hati dan
melalui proses glukoronidasi, reduksi, dan oksidasi. Enzim
sitokrom P450 CYP3A4 dan CYPD6 berperan dalam
metabolisme haloperidol. Inhibisi atau penurunan jumlah enzim
tersebut dapat menyebabkan peningkatan konsentrasi
haloperidol.
d) Ekskresi Haloperidol
Ekskresi haloperidol adalah melalui bilier, sekitar 30% melalui
urin dan 15% melalu feses.Terdapat perbedaan farmakokinetik
untuk masing-masing sediaan haloperidol .
F. FARMAKODINAMIK
1. Blokade Reseptor Dopamin Postsinaptik (D2)
Cara kerja utama antipsikotik generasi pertama hingga saat ini
masih belum begitu jelas. Antipsikotik pertama diduga bekerja
dengan memblokir reseptor dopamine postsinaptik (D2) dalam
system mesolimbic otak. Secara total terdapat 4 jalur
dopamin.Haloperidol sebagai antipsikotik pertama dapat
memblokir semua jalur dopamine sehingga timbul efek
samping
 Jalur nigrostriatal : Salah satu fungsi untuk pergerakan.
Antagonisme pada reseptor D2 dapat menyebabkan
gejala ekstrapiramidal.
 Jalur tuberoinfundubular: Pada jalur ini dopamine
bekerja sebagai suatu factor inhibisi prolactin. Blokade
jalur ini menumbulkan hiperprolaktinema

6
 Jalur mesokortikal : patofisiologi skizofrenia juga
mencakup disfungsi pada jalur mesokortikal sehingga
terjadi gangguan kognitif dan dan gejala negatif.
Blokade pada jalur ini dapat menyebabkan gejala
negatif sekunder dan efek kognitif.
 Jalur mesolimbic: Patofisiologi utama skizofrenia
mencakup hipotesa dopamin yang menyatakan
timbulnya gejala positif oleh karena berlebihannya
dopamin pada jalur ini. Blokade pada jalur ini oleh
antipsikotik generasi pertama menyebabkan penurunan
gejala skizofrenia tersebut.
2. Blokade Reseptor Lain
Selain memiliki afinitas untuk memblokade dopamin pada
reseptor postsinaptik (D2), obat-obat antipsikotik generasi
pertama juga memiliki afinitas untuk memblokir reseptor-
reseptor lainnya seperti reseptor 5HT2. Setiap obat antipsikotik
tipikal memiliki afinitas yang berbeda terhadap reseptor-
reseptor lain yang dipengaruhinya

G. KONTRAINDIKASI DAN KEWASPADAAN


Kotraindikasi pada:
a. Hipersensitivitas terhadap obat ini atau tartrazin(terkandung
dalam beberapa preparat)
b. Pasien depresi SSP berat atau koma
c. Adanya sejumlah besar depresan SSP
d. Depresi sumsum tulang
e. Diskrasia darah
f. Kerusakan otak sub kortikal
g. Penyakit parkinson
h. Insuvisiensi hati,ginjal,dan atau jantung
i. Hipotensi/hipertensi berat
j. Anak dibawah usia 3 tahun: kehamilan dan laktasi

7
Penggunaan secara kewaspadaan pada :

a. Pasien dengan riwayat kejang


b. Gangguan pernafasan(misalnya:infeksi ,PPOK), ginjal,
hati,tiroid atau kardiovaskuler
c. Hipertrofi prostat
d. glaukoma
e. diabetes
f. pasien lansia dan lemah
g. pasien yang terpajan pada suhu lingkungan tinggi atau
rendah, atau pada insektisida organo fosfat.
h. Hipokalsemia
i. Riwayat reaksi insulin(ECT) berat
j. Pasien pediatric dengan penyakit akut atau dehidrasi

H. REAKSI MERUGIKAN DAN EFEK SAMPING


a. SSP : sedasi, sakit kepala, kejang, imsomia,
pusing,gejala psikotik memburuk, gejala ekstrapiramida
(pseudoparkinsotisme, akastisia, akinesia, dystonia, krisis
ukologirik) , diskinesia tardif, keletihan, edema serebral,
ataksia, penglihatan kabur, sindrom maligna neuroleptic,
kegelisahan, ansietas, depresi, hipertermia, atau hipotermia,
hipertireksia, stroke karena panas, konfusi.
b. KV :hipotensi, hipotensi ortostatik, hipertensi,
takikardia, bradikardia, hentijantung, perubahan EKG,
aritmia, edema paru, kolaps sirkulasi.
c. Derm :ruam kulit, urtikaria, petekia, seborea,
fotosensitivitas, ekzema, eritema, hiperpigmentasi,
dermatitis kontak, reaksi makulopapular dan pembentukan
jerawat, alopesia, dermatitis eksfoliatif(jarang).
d. Endo :galaktorea, ginekomastia(pria), perubahan libido,
impotensi, hiperglikemia atau hipoglikomia, amenore,
ejakulasi retrogad, hiponatrenia, menstruasi tidak teratur.

8
e. GI :mulut kering, mual, muntah, peningkatan selra
makan dan berat badan, anoreksia, dyspepsia, konstipasi,
diare, icterus, polydipsia, ileusparalitik, kerusakan fungsi
hati, menetskan air liur, dyspepsia.
f. GU :retensi urine, sering berkemih atau inkontenensia,
paralisis kandung kemih , polyuria, enuresis, priapisme.
g. Hemat :agranulositosis, leukopenia, anemia, leukositosis,
h. Ocular :katarak, retinopati,.
i. Resp :edema laring, spasme laring, spasme bronkus,
supresi reflex batuk.
j. Lain-lain:diaphoresis
I. INTERAKSI
a. Obat-obat :
1) Depresan SSP(termasuk alcohol, barbiturate,
narkotik, anestetik): efek depresan SSP bertambah.
2) Agens antikoninergik (misalnya: atropin): efek
antikolinergik tambahan, penurunan efek anti
psikotik.
3) Anestetik barbiturate: meningkatkan insiden efek
eksitasi dan hipotensi.
4) Barbiturate:kemungkinan menurunkan efek
antipsikotik
5) Metirosin:meningkatkan efek samping
ekstrapiramida
6) Levodopa:menurunkan efektivitas levodopa
7) Quinidine :efek depresi jantung tambahan
8) Guanetidin : menurunkan kerja anti hipertensif
9) Propranolol, metropolol ; meningkatkan kerja
hipotensif
10) Litium : toksisitas neurologic, ensofalopatik
11) Ephineprin : membalikkan kerja presor epineprin
biasanya mengakibatkan penurunan tekanan darah

9
12) Bromokriptin : kerusakan kerja supresi prolactin
13) Inhibitor ACE : meningkatkan efek inhibitor ACE
14) Fenitoid : menurunkan efek haloperidol
15) Antibiotic polipeptida : kemungkinan depresi
pernafasan neuromuscular
16) Metrizamid : kejang
17) Karbamazepid : menurunkan efek terapeutik
haloperidol
18) Metildopa : meningkatkan sedasi, gejala mental
abnormal.
b. Obat Makanan
1) Minuman berkafein (misalnya : kopi, teh, kola) :
melawan efek antipsikotik
J. RUTE DAN DOSIS
a. Gangguan Tourette, pasien geriatric/lemah, gejala sedang
1) PO (Dewasa) : 0,5-2 mg bid atau tid
2) PO (Anak 3-12 tahun atau 15-40 kg) : untuk gangguan
perilaku non psikotik dan gangguan Tourette: 0,05-
0,075 mg/kg/hari dalam 2-3 dosis terbagi.
b. Pasien resistensi atau kronik, gejala berat
1) PO (Dewasa) :3-5 mg bid atai tid. Dosis hingga 100
mgg setiap hari mungkin perlu untuk pasien resistensi
berat yang tidak dikendalikan secara adekuat.
2) PO (Anak 3-12 tahun atau 15-40 kg) : 0,05-0,015
mg/kg/hari dalam 2-3 dosis terbagi. Dosis lebih tinggi
kadang diperlukan pada pasien yang sangat terganggu.
Hanya sedikit manfaat tambahan dengan menggunakan
dosis lebih besar dari 6 mg/hari.
c. IM (Dewasa) ; 2-5 mg q 4-8 jam. Pada pasien agitasi berat,
mungkin diberikan q 60 menit, tergantung pada respon
pasien.

10
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Psikofarmaka atau obat psikotropik adalah obat yang bekerja secara
selektif pada Sistem Saraf Pusat (SSP) dan mempunyai efek utama terhadap
aktivitas mental dan perilaku, digunakan untuk terapi gangguan psikiatrik
yang berpengaruh terhadap taraf kualitas hidup pasien.
Haloperidol adalah suatu obat antipsikotik tipikal generasi pertama yang
banyak digunakan untuk skizofrenia. Obat ini termasuk dalam golongan
butyrophenone. Haloperidol banyak digunakan sebagai terapi skizofrenia
sindroma
Mekanisme kerja antipsikotik yang tepat belum dipahami sebelumnya.
Tampaknya menekan SSP pada tingkat subkortikal formasi reticular otak,
mesense falon dan batang otak. Diperkirakan menghambat system aktivasi
reticular asenden batang otak juga dapat menghambat reseptor katekolamin
seperti juga pengambilan kembali berbagai neurotransmitter dalam
mesensefalon. Juga merupakan antagonis pusat yang kuat dari reseptor
dopanin.

B. SARAN
Diharapkan dengan adanya makalah ini pembaca khususnya mahasiswa
keperawatan dapat memperoleh ilmu yang lebih tentang psikofarmako dan jenis
oabat psikofarmako. Semoga makalah ini dapat dijadikan sumber literature yang
layak digunakan untuk mahasiswa.

11
DAFTAR PUSTAKA

 Town send, mary C, 2004 .Buku Saku Pedoman Obat dalam Keperawatan
Psikiatri Edisi 2 , Jakarta :EGC
 LM. Shih, PY. (2006). Succesful Treatment of Rubral tremor by High-Dose
Trihexyphenidyl: A Case Report. Kaohsiung Journal of Medical Sciences, 22(3),
pp. 149-153. .

12

Anda mungkin juga menyukai