Anda di halaman 1dari 27

REFERAT SAPHRIS

Oleh:
MH Yuda Alhabsy
Dyna Ayu Mukhitasari

Pembimbing:
dr. Justina Evy Tyaswati, Sp.KJ
dr. Alif Mardijana, Sp.KJ
BAB. 1 PENDAHULUAN
 Merupakan obat golongan antipsikotik atipikal yang di
setejui oleh US FDA
 Memiliki karakteristik
 Derivat dibenzooxepino-pyrrole
 Agen psikotropika cepat larut, faormulasi cepat serap
 Antipsikotik dari antidepresan konvensional yang tersedia
saat ini
 Asenapine (INN, nama dagang Saphris, Sycrest)
adalah obat antipsikotik atipikal baru yang
dikembangkan untuk pengobatan skizofrenia dan mania
akut yang berhubungan dengan gangguan bipolar oleh
schering-plough setelah 19 november 2007
 Obat ini cepat menggantikan golongan obat
antipsikotik lainnya karena memiliki efekasi yang
sebanding dan insiden yang lebih rendah dari gejala
ekstrapiramidal
BAB. 2 TINJAUAN PUSTAKA
 DEFINISI
 Tablet sublingual Asenapine (Saphris) merupakan
generasi kedua obat antipsikotik yang termasuk
golongan dibenzo-oxepino pyrolle
 Digunakan untuk pengobatan skizofrenia dan
manik atau gabungan episode asosiasi dengan
gangguan bipolar pada orang dewasa
 Pada penderita skizofrenia obat ini di
kombinasikan pada pusat dopamine (D2) dan
antagonis reseptor serotonin (5-HT2A).
FARMAKOKINETIK
 Asenapine bekerja sebagai antagonis yang memiliki
afinitas tinggi pada reseptor serotonin 5-HT1A, 5-
HT1B, 5-HT2A, 5-HT2B, 5-HT2C, 5-HT5, 5-HT6 dan 5-
HT7, reseptor dopamin D1, D2, D3 dan D4, reseptor
adrenergik α1 dan α2, serta reseptor histamin H1.
Sedangkan pada reseptor H2 menunjukkan tingkat
afinitas sedang. Asenapine tidak memiliki afinitas
yang cukup untuk reseptor kolinergik muskarinik.
FARMAKODINAMIK
 Absorbsi
 Penyerapan cepat setelah pemberian sublingual
terjadi saat puncak konsentrasi plasma yakni 30
menit sampai 90 menit.
 Bioavailabilitas Asenapine sublingual 5 mg adalah
35%.
 Bioavailabilitas Asenapine jika tertelan rendah yakni
<2% denga formulasi obat oral.
 Konsumsi air setelah 2-5 menit pemberian Asenapine
sublingual akan mengakibatkan penurunan mekanisme
kerja dari obat yakni 19% dan 10%. Oleh karena itu
harus dihindari makan dan minum selama 10 menit
setelah pemberian.
Distribusi
 Asenapine mudah didistribusi dan memiliki besar
volume distribusi sekitar 20-25 L/kg, hal tersebut
menunjukkan distribusi ekstravaskular yang luas.
Asenapine juga mudah terikat pada protein plasma
(95%), termasuk albumin dan α1-asam glicoprotein.
METABOLISME
 Jalur metabolisme utama Asenapine adalah
glucuronidase dan metabolisme oksidatif dari
isoenzim sitokrom.
Ekskresi
 Asenapine merupakan obat dengan metabolisme tinggi
setelah pemberian 52 L/jam intravena. Terutama
metabolisme hati yang mempengaruhi perubahan aliran
darah dalam hati, bukan karena perubahan
metabolisme intrinsik ( metabolisme enzimatik)
 Setelah fase distribusi awal yang lebih cepat, waktu
paruh terminal terjadi sekitar 24 jam. Data dari
penelitian PET (Positron Emission Tomography)
menunjukkan bahwa dosis dua kali sehari diperlukan
untuk mempertahankan tingkat reseptor obat
 Konsentrasi obat ini terjadi setelah tiga hari dengan
pemberian dua kali sehari. Ekresi obat tersebut
berupa 50% dari urine dan 40% dari feses.
BAB. 3 PEMBAHASAN

INDIKASI
 Dewasa
 Skizofrenia
 Gangguan bipolar
 Geriatri ( ≥ 65 tahun)
Tidak dianjurkan
 Pediatri (<18 tahun)
Tidak dianjurkan
KONTRAINDIKASI
 Pasien deminsia terkait dengan psikosis
 Memiliki resiko peningkatan kematian lebih besar
bila diobati dengan obat antipsikotik jenis ini
 Selain itu antipsikotik ini juga menyebabkan
peningkatan angka kejadian pecahnya pembuluh
darah otak dan serangan stroke iskemik.
 Neuroleptic malignant syndrome
 merupakan suatu kumpulan gejala fatal akibat dari
penggunaan obat antipsikotik.
 manifestasi dari NMS ini seperti hiperpireksia, kaku
otot, perubahan status mental, nadi tidak teratur,
takikardi, aritmia jantung, dan diaforesis. Tanda-
tanda lain termasuk kreatin fosfokinase,
myoglobinuria dan gagal ginjal akut.
 Penatalaksanaan yang dapat diberikan pada NMS
yaitu penghentian obat antipsikotik dengan segera,
pengobatan intensif simtomatik dan monitoring
ketat.
 Tardive Dyskinesia
Pasien dengan pengobatan antipsikosis berpotensi
mengalami gangguan gerakan tidak teratur
(involunter), diskinesia yang biasa bersifat ireversible.
Prevalensi tertinggi ditemukan pada lanjut usia
terutama wanita.
 Hiperglikemi dan diabetes militus
 berpengaruh menimbulkan hiperglikemi, ketoasidosis dan
pada kasus yang ekstrim dapat menimbulkan koma
hiperosmolar
 Yang terpenting disini adalah, pada pasien dengan
diagnosis dibetes militus sudah tegak atau dengan pasien
yang memiliki faktor resiko diabetes militus (misalnya
obesitas dan riwayat keluarga diabetes militus) harus
mendapat pengawasan yang ketat. Pada pasien-pasien ini
harus menjalani pemeriksaan gula darah puasa maupun
acak secara rutin. Termasuk dipantau gejala dari
hiperglikemi seperti polidipsi, poliuria, dan polifagia
 Biasanya pada penghentian obat antipsikotik atipikal ini
gangguan gula darah akan normal, dan tidak memerlukan
lagi obat antidiabates. Namun tidak sedikit juga pasien
yang sudah berhenti pangobatan dengan antipsikotik
namun masih memerlukan obat antidiabetes terus
menerus.
 Berat Badan
 Menurut penelitian pada penggunaan obat lebih dari
6 minggu dapat meningkatkan berat badan 1,1 kg
pada saphris dan meningkat 0,1 kg pada penggunaan
plasebo.
 Sedangkan pada penggunaan jangka pendek kurang
dari 3 minggu pada pengobatan dengan saphris
meningkatkan berat badan sebesar 1,3 kg, sedangkan
pada plasebo meningkat 0,2 kg
 Penelitian lain mengatakan perubahan berat badan
dengan terapi jangka panjang dan jangka pendek
sekitar 0,8 kg
 Gastrointestinal
 Obat-obatan dengan efek dopamin antagonis mungkin
memiliki efek antimimetik. Efek seperti ini dapat
menutupi tanda-tanda toksisitas karena overdosis
obat lain, atau mungkin menutupi gejala penyakit lain
seperti tumor otak atau obstruksi usus
 Genitourinaria
Kasus yang pernah dilaporkan adalah menyebabkan
priapismus

 Hematologi
 Dapat ditemukan leukopenia, neutropenia, dan
agranulositosis.
 Hati-hati pemakaian pada bulan pertama obat, harus
dilakukan pemeriksaan berkala laboratorium
 Terapi dihentikan jika didapat penurunan signifikan
terhadap sel-sel darah putih.
 Kejang
 Dilaporkan selama pengobatan dengan saphris kadang
terjadi efek kejang. Oleh karena itu penggunaan
hati-hati pada pasien yang memiliki riwayat kejang
atau memiliki kondisi yang berhubungan dengan
kejang.
 Wanita hamil
Efek teratogenik
 Pada penelitian pada hewan dilaporkan bahwa dapat
menimbulkan efek teratogenik, namun untuk
penelitian pada manusia belum pernah dilakukan.
 Sebaiknya penggunaan pada wanita hamil di hindari,
kecuali jika pada kondisi sangat diperlukan postensi
pengobatan melebihi potensi resiko pada janin.
Efek nonteratogenik
 Pada neonatus yang terpapar obat-obatan selama
trimester ketiga kehamilan beresiko terjadi agitasi,
hipotoni, hipertoni, tremor, dan gangguan pernapasan
pada neonatus.
Efek Samping
Kelas sistem organ Gejala Umum

Gangguan metabolisme dan nutrisi Peningkatan berat badan, peningkatan nafsu


makan
Gangguan psikiatri Cemas

Gangguan kesadaran Somnolen, dystonia, ataksia, dyskinesia,


parkinsonisme, sedasi, pusing, dysgeusia

Gangguan gastriintestinal Hipoastesia oral

Gangguan hepatobiler Peningkatan alanin aminotransferase

Gangguan muskuloskeletal dan jaringan Kaku otot


lunak
Gangguan umum Lelah
DOSIS
 Lupa Obat
 Jika pasien lupa meminum obat seperti waktu yang
dianjurkan, maka pasien harus sesegera mungkin meminum
obat tersebut. Tetapi jika jarak waktunya terlalu dekat
dengan waktu dosis minum obat yang berikutnya, maka
obat yang diminum adalah obat yang berikutnya. Tidak
dianjurkan untuk meminum obat dengan dosis ganda pada
waktu bersamaan.
 Peringatan Pemberian Obat
 Obat tidak boleh dikeluarkan dari kotak obat kecuali saat
akan meminumnya. Sebelum minum obat keringkan tangan
terlebih dahulu, jangan mengambil obat saat tangan
basah. Tablet saphris tidak boleh dihancurkan atau
dihaluskan. Jika pasien meminum obat lebih dari satu,
maka obat yang diminum terlebih dahulu adalah saphris.
 Overdosis
 Dari beberapa kasus, shapris yang bisa menyebabkan
overdosis yakni konsumsi obat sebanyak 400 mg.
Dalam kebanyakan kasus tidak diketahui dengan
jelas penyebab dari overdosis tersebut. Overdosis
terlihat jika gejala-gejala dari efek samping obat
muncul seperti agitasi dan kebingungan, akatsia,
distonia orofacial, sedasi, serta gambaran EKG yang
menunjukkan hasil bradikardi, delay konduksi
intraventrikular, supraventricular kompleks.
CARA PEMBERIAN
Pembeda Keterangan
Nama Umum Asenapine Maleat
Nama Kimia (3aR, 12bR)-rel-5-chloro-2,3,3a,12b-
tetrahydro-2-methyl-1H-
dibenz[2,3:6,7]oxepino[4,5-c]pyrrole(2Z)-2-
butenedioate (1:1)(CA Index Name)
Trans-5-chloro-2,3,3a,12b-tetrahydro-2-
methyl-1H-dibenz[2,3:6,7]oxepino[4,5-
c]pyrrole(Z)-2-butenedioate (1:1)
Rumus Molekul C17H16ClNO . C4H4O4
Massa Molekul 401,84
Struktur Formula
Sifat Fisikokimia Asenapine maleat berwarna putih dan berupa
bubuk. Sifat kelarutan dari Asenapine maleat
dalam air adalah 5,2 mg/mL. Titik cair pada
suhu 139,9C. Logaritma dari n-
octanol/koefisien air (log Pow) adalah 4,9
(spesies normal) dan 1,4 (kation) pada 21,5-
23,8C. Nilai pKa proton bebas dari
Asenapine maleat adalah 8,6 pada 21,5-
23,8C.
pH Larutan Asenapine maleat 0,1% m/v larut dalam air
23,5C : 4,5
Asenapine maleat larut dalam larutan jenuh
23,5C : 4,2
Spesific Optical Rotation [α]20CD (10 mg/mL dalam metanol): -0,2
[α]25CD (10 mg/mL dalam metanol): 0,0 
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai