Anda di halaman 1dari 6

Jenis psikopis dan skizofrenia

Istilah psikopis menunjukkan berbagai gangguan mental .skizofrenia adalah


salah satu psikopis yang ditandai dengan sensorium normal dan gangguan berat
dalam pemikiran .
Tipe kimia
obat antipsikotik mempunyai berbagai rumus kimia.dapat digolongkan atas
beberapa kelompok seperti
a. Turunan fenotiazin :
b. Turunan tioksanten
c. Turunan butirofenon
d. Struktur lain-lain

4.2.1 Antipsikosis
Obat antipsikosis juga dikenal sebagai `neuroleptik` dan secara salah diartikan sebagai
trankuiliser mayor. Obat antipsikosis pada umumnya membuat tenang tanpa mempengaruhi
kesadaran dan tanpa menyebabkan efek kegembiraan paradoksikal (paradoxical excitement)
namun tidak dapat dianggap hanya sebagai trankuiliser saja. Untuk kondisi seperti
skizofrenia, efek penenangnya merupakan hal penting nomor dua.
Pada penggunaan jangka pendek, digunakan untuk menenangkan pasien yang mengganggu
apapun psikopatologi yang mendasarinya, bisa karena skizofrenia, kerusakan otak, mania,
delirium toksik, atau depresi teragitasi. Obat antipsikotik digunakan untuk meredakan
ansietas berat tetapi ini juga hanya untuk penggunaan jangka pendek. Hanya ada sedikit
informasi tentang khasiat dan keamanan obatobat antipsikotik pada anakanak dan remaja,
dan kebanyakan informasi yang tersedia merupakan ekstrapolasi data orang dewasa. Tidak
mungkin membuat rekomendasi pengobatan untuk mengatasi gangguan psikosis, sindrom
Gilles de Tourette dan autisme. Pengobatan pada kondisi seperti itu harus dilakukan hanya
oleh dokter spesialis yang tepat.
Skizofrenia
Obat antipsikotik meringankan gejala psikotik florid (florid psychotic symptoms) seperti
gangguan berpikir, halusinasi, dan delusi serta mencegah kekambuhan. Walaupun seringkali
efektifitasnya lebih kecil pada pasien putus obat yang apatis, tetapi terkadang bermanfaat
dalam memicu efeknya. Pasien dengan skizofrenia akut memberikan respon yang lebih baik
daripada pasien dengan gejala kronik.

Pasien dengan diagnosis pasti skizofrenia, mungkin memerlukan pengobatan jangka panjang
dengan tujuan untuk mencegah perubahan manifestasi penyakit menjadi kronik setelah
episode pertama penyakit. Penghentian pengobatan membutuhkan pengawasan karena pasien
yang menampakkan hasil yang baik terhadap pengobatan dapat mengalami kekambuhan yang
lebih parah jika pengobatan dihentikan dengan tidak tepat. Kebutuhan untuk melanjutkan
terapi tidak dapat terlihat dengan segera karena seringkali kekambuhan tertunda selama
beberapa minggu setelah penghentian pengobatan.
Obat antipsikotik bekerja dengan menginterferensi transmisi dopaminergik pada otak dengan
menghambat reseptor dopamin D2, yang dapat meningkatkan efek ekstrapiramidal seperti
dijelaskan di bawah, serta efek hiperprolaktinemia. Obat antipsikosis dapat mempengaruhi
reseptor kolinergik, alfa adrenergik, histaminergik, serta serotonergik. Pemilihan obat
dipengaruhi oleh potensi efek samping dan sering dipandu berdasarkan kondisi perseorangan
misalnya efek psikologis dari potensi penambahan berat badan. Obat yang sering digunakan
pada anak adalah haloperidol, risperidon dan olanzapin.
Peringatan dan Kontraindikasi
Antipsikosis sebaiknya digunakan dengan hatihati pada pasien dengan gangguan hati
(lampiran 2), gangguan ginjal (lampiran 3), penyakit kardiovaskular, penyakit parkinson
(dapat diperburuk oleh antipsikotik), epilepsi (dan kondisi yang mengarah ke epilepsi),
depresi, miastenia gravis, hipertrofi prostat, atau riwayat keluarga atau individu glaukoma
sudut sempit (hindari klorpromazin, perisiazin, dan proklorperazin pada kondisi ini).
Perhatian juga diperlukan pada penyakit saluran napas yang berat dan pada pasien dengan
riwayat jaundice atau yang memiliki riwayat diskrasia darah (Lakukan hitung darah jika
timbul infeksi atau demam yang tidak diketahui penyebabnya).
Antipsikotik sebaiknya digunakan dengan hati-hati pada pasien lansia, terutama yang rentan
terhadap hipotensi postural serta hipertermi atau hipotermi pada kondisi cuaca yang sangat
panas atau dingin. Pertimbangan serius sebaiknya diberikan sebelum meresepkan obat ini
pada pasien lansia. Fotosensitisasi dapat timbul pada dosis yang lebih tinggi, pasien
sebaiknya menghindari paparan sinar matahari langsung.
Obat antipsikotik mungkin dikontraindikasikan pada keadaan tidak sadar (koma), depresi
susunan saraf pusat, dan paeokromositoma. Sebagian besar antipsikotik lebih baik dihindari
selama kehamilan, kecualli jika sangat diperlukan dan disarankan untuk berhenti menyusui
selama menjalani pengobatan (lampiran 5) dan interaksi (lampiran 1).
Mengemudi
Mengantuk dapat mempengaruhi kemampuan dalam mengoperasikan sesuatu (misal
mengemudi atau menjalankan mesin), terutama pada awal terapi, dapat meningkatkan efek
alkohol.
Penghentian
Obat
Penghentian obat antipsikotik setelah terapi jangka panjang sebaiknya dilakukan secara
bertahap dan diawasi secara ketat untuk menghindari risiko sindroma putus obat yang akut
atau kekambuhan yang cepat.
Efek samping
Gejala ekstrapiramidal adalah masalah yang paling mengganggu. Gejala ini paling sering
muncul pada penggunaan piperazin, fenotiazin (flufenazin, perfenazin, proklorperazin, dan

trifluoperazin), butiropenon (benperidol dan haloperidol) serta sediaan bentuk depot. Gejala
ini mudah dikenali tetapi tidak dapat diperkirakan secara akurat karena bergantung pada
dosis, jenis obat, dan kondisi individual pasien. Gejala ekstrapiramidal termasuk di antaranya:
- Gejala parkinson (termasuk tremor) yang akan timbul lebih sering pada orang dewasa atau
lansia dan dapat muncul secara bertahap.
- Distonia (pergerakan wajah dan tubuh yang tidak normal) dan diskinesia, yang lebih sering
terjadi pada anak atau dewasa muda dan muncul setelah pemberian hanya beberapa dosis.
- Akatisia (restlessness) yang secara karakteristik muncul setelah pemberian dosis awal yang
besar dan mungkin memperburuk kondisi yang sedang diobati.
- Tardive dyskinesia (ritmik, pergerakan lidah, wajah, rahang yang tidak disadari [invuntary
movements of tongue, face and jaw]) yang biasanya terjadi pada terapi jangka panjang atau
dengan pemberian dosis yang tinggi, tetapi dapat juga terjadi pada terapi jangka pendek
dengan dosis rendah. Tardive dyskinesia sementara dapat timbul setelah pemutusan obat.
Gejala parkinson tidak akan muncul jika obat dihentikan dan kemunculannya juga dapat
ditekan dengan pemberian obat antimuskarinik (bab 4.9.2). Bagaimanapun, pemberian secara
rutin dari obat tersebut tidak dibenarkan karena tidak semua pasien memberikan efek dan
karena obatobat tersebut dapat memperburuk tardive dyskinesia.
Tardivedyskinesia sebaiknya menjadi perhatian utama karena mungkin dapat bersifat
permanen walau obat sudah dihentikan dan upaya pengobatan seringkali tidak efektif. Namun
demikian, penghentian obat pada tandatanda awal terjadinya tardive dyskinesia (gerakan
motorik otot lidah yang halus [fine vermicular movements of the tongue]) dapat
menghentikan terjadinya tardive dyskinesia secara penuh. Tardive dyskinesia muncul hampir
sering, terutama pada lansia, dan pengobatan harus hatihati dan ditinjau ulang secara rutin.
Hipotensi dan gangguan pada pengaturan temperatur adalah efek samping terkait dosis dan
dapat menyebabkan jatuh yang berbahaya (dangerous falls) dan hipotermia atau hipertermia
pada lansia.
Sindrom keganasan neuroleptik (hipertermia, fluktuasi tingkat kesadaran, kekauan otot,
disfungsi otonom dengan palort, takikardi, tekanan darah yang labil, berkeringat dan
inkontinensia urin) jarang terjadi tetapi merupakan efek samping dengan potensi yang fatal
dari beberapa obat. Penghentian pemberian antipsikotik merupakan hal yang penting karena
tidak ada pengobatan yang terbukti efektif, tetapi pendinginan/cooling, bromokriptin, dan
dantrolen telah digunakan. Sindrom ini yang biasanya terjadi selama 57 hari setelah
penghentian pengobatan, mungkin terjadi setelah penggunaan sediaan depot. Efek samping
lainnya termasuk: mengantuk, agitasi, insomnia dan kegembiraan, konvulsi, pusing, sakit
kepala, bingung, gangguan gastro-intestinal, kongesti nasal, gejala anti muskarinik (seperti
mulut kering, konstipasi, micturition difficulty, dan pandangan kabur); gejala kardiovaskular
(seperti hipotensi, takikardi, dan aritmia); perubahan EKG (kasus kematian mendadak pernah
terjadi); efek endrokin seperti gangguan menstruasi, galaktorea, ginekomastia, impotensi, dan
peningkatan berat badan; diskrasia darah (seperti agranulositosis dan lekopenia),
fotosensitisasi, sensitisasi kontak, dan ruam kulit serta jaundice (termasuk kolestatik);

kekeruhan kornea dan lensa mata, dan pigmentasi keunguan pada kulit, kornea konjungtiva
dan retina.
Dosis berlebihan: untuk keracunan fenotiazin dan senyawa sejenis lihat pada Penanganan
Darurat pada Keracunan.
KLASIFIKASI ANTIPSIKOSIS
Derivat fenotiazin dapat dibagi menjadi 3 kelompok besar.
Kelompok 1:
klorpromazin, levopromazin (metotrimeprazin), dan promazin, secara umum ditandai dengan
efek sedatif yang kuat, dan efek samping antimuskarinik sedang serta efek samping
ekstrapiramidal.

Kelompok 2:
perisiazin dan pipotiazin, secara umum ditandai dengan sifat sedatif yang sedang, tetapi efek
samping efek esktrapiramidal yang lebih kecil dibanding kelompok 1 dan 3.

Kelompok 3:
flufenazin, perfenazin, proklorperazin, dan trifluoperazin, ditandai secara umum oleh efek
sedatif yang lebih sedikit, efek antimuskarinik yang kecil, tetapi efek ekstrapiramidal yang
lebih besar dibanding kelompok 1 dan 2.
Obat dari kelompok kimia yang lain cenderung menyerupai fenotiazin pada kelompok 3.
Termasuk di dalamnya butirofenon (benperidol dan haloperidol); difenilbutilpiperidin
(pimozid), tioksantin (flupentiksol dan zuklopentiksol) serta benzamid tersubtitusi (suliprid)
Untuk rincian dari obat antipsikotik terbaru amisulprid, klozapin, olanzapin, kuetiapin,
risperidon, sertindol, dan zotepin, lihat pada Antipsikosis atiptikal.
PEMILIHAN
Seperti diindikasikan di atas, berbagai obat berbeda pada efek utama dan efek sampingnya.
Pemilihan obat dipengaruhi oleh tingkat sedasi yang diinginkan, dan kerentanan pasien
terhadap efek samping ekstrapiramidal. Bagaimanapun, perbedaan antara obat antispikotik

merupakan hal yang tidak begitu penting dibanding variasi respon pasien terhadap obat; lebih
lagi, toleransi terhadap efek sekunder seperti sedasi biasa terjadi. Antipsikosis atipikal
mungkin tepat jika efek samping ekstrapiramidal menjadi pertimbangan utama yang
diperhatikan (lihat pada Antipsikosis di bawah). Klozapin digunakan pada skizofrenia jika
antipiskosis lain tidak efektif atau tidak dapat ditoleransi. Peresepan lebih dari satu
antipsikosis pada waktu yang bersamaan tidak direkomendasikan; karena dapat menimbulkan
bahaya dan tidak ada bukti nyata yang menyatakan efek samping dapat diminimalkan.
Klorpromazin masih digunakan secara luas meskipun efek samping yang luas terkait dengan
penggunaan obat ini. Obat ini memiliki efek sedasi dan berguna untuk mengendalikan pasien
beringas (violent) tanpa menyebabkan pasien kehilangan kesadaran. Keadaan agitasi pada
lansia dapat dikendalikan tanpa menimbulkan kebingungan, satu dosis 10 hingga 25 mg
sekali

atau

dua

kali

sehari

biasanya

sudah

memadai.

Flupentiksol dan pimozid efek sedatifnya lebih sedikit dibanding klorpromazin. Sulpirid
pada dosis tinggi dapat mengendalikan gejala positip florid, tetapi pada dosis yang lebih
rendah memiliki efek jaga pada pasien skizofrenia putus obat yang apatis. Flufenazin,
haloperidol, dan trifluoperazin juga bermanfaat namun penggunaannya dibatasi oleh
tingginya kejadian gejala ekstrapiramidal. Haloperidol lebih disukai karena mengendalikan
psikosis hiperaktif dengan cepat. Obat ini menyebabkan hipotensi yang lebih kecil dibanding
klorpromazin dan oleh karena itu obat ini umum digunakan untuk agitasi dan kegelisahan
pada

lansia,

walaupun

risiko terjadinya

efek

samping

ekstrapiramidal

tinggi.

Promazin tidak cukup aktif melalui oral untuk digunakan sebagai obat antipsikotik; obat ini
telah digunakan untuk mengatasi agitasi dan kegelisahan pada lansia (lihat kegunaan lainnya
di bawah ini).
KEGUNAAN

LAIN

Mual dan muntah (bab 4.6), khorea, tiks (bab 4.9.3), dan cegukan yang sulit diatasi (lihat
pada Klorpromazin HCl dan Haloperidol). Benperidol digunakan pada orang yang memiliki
perilaku seksual yang menyimpang tetapi efeknya ini belum diketahui dengan pasti; lihat juga
pada

bab

6.4.2

untuk

penggunaan

siproteron

asetat.

Agitasi psikomotor, agitasi dan kegelisahan pada lansia, sebaiknya diselidiki penyebab
utamanya; keadaan ini dapat diatasi dengan dosis rendah klorpromazin atau haloperidol
jangka pendek. Penggunaan promazin untuk agitasi dan kegelisahan pada lansia telah jarang
dilakukan. Olanzapin dapat efektif untuk agitasi dan kegelisahan pada lansia.

Kesetaraan

dosis

antipsikosis

oral

Kesetaraan ini hanya dimaksudkan sebagai panduan umum; instruksi dosis individual juga
sebaiknya diperiksa; pasien sebaiknya dimonitor secara hatihati terhadap setiap perubahan
selama pengobatan.

Antipsikosis

Dosis per hari

Klorpromazin

100 mg

Klozapin

50 mg

Haloperidol

23 mg

Pimozid

2 mg

Risperidon

0.51 mg

Sulpirid

200 mg

Trifluoperazin

5 mg

http://pionas.pom.go.id/ioni/bab-4-sistem-saraf-pusat/42-psikosis-dan-gangguansejenis/421-antipsikosis

Anda mungkin juga menyukai